“Mengapa kau hanya diam, Emilia? Bahkan sejak tadi kau tidak menyentuh makananmu,” ucap Jeffry yang memandangi Emily sejak tadi seolah ia tersihir pesona wanita di hadapannya.
Tak ada yang tahu apa niat Jeffry sebenarnya, Emily hanya tak ingin bersikap naif seperti ketika dirinya mencintai Jason, hingga rela melakukan apa pun demi mendapatkan hati pria itu.Kali ini, ia akan bermain perlahan. Jika memang Jeffry benar mencintainya, meski dalam kurun waktu lama dan sulit sekalipun, ia akan tetap memperjuangkannya.Emily menggeleng mendengar pertanyaan Jeffry yang sesungguhnya ia tak ingin menjawab sama sekali. Jika ditanya mengapa ia tampak begitu galau, jawabannya adalah karena kondisi masalah yang harus ia jalani ternyata tidak seperti apa yang dihadapi kebanyakan orang.Rahasia yang disimpan dan bahkan dikubur sekian lama pada akhirnya menjadi bumerang dan dirinya yang tidak ada hubungan dengan rahasia itu, turut menanggung akibatnya.Pembicaraan antara Emily dan Jeffry di telepon ditutup dengan undangan makan malam di kediaman Jeffry. Emily tak mampu menolak, karena sebagai jurusnya, Jeffry mengatakan kalau sang putri yang meminta agar ia mengundang Emily.Meski Emily masih sebal dengan pria itu, tetapi tidak dengan putrinya. Itu sebabnya ia tak sengaja langsung mengiyakan saat Jeffry dengan tegas mengundang Emily, bahkan wanita itu boleh membawa Shila jika mau.Sayangnya, Shila tak ingin mengganggu kesempatan untuk Emily dan Jeffry saling mengenal lebih baik.Dan hari itu tiba. Emily sudah mematut diri di depan cermin, memastikan kalau gaun yang ia kenakan itu pas di tubuhnya dan tidak tampak aneh karena perutnya yang mulai membuncit dan membuat Emily jadi lebih sering menyunggingkan senyum tiap kali memandang dirinya dengan perut besarnya itu di cermin.Ia tak sabar untuk segera menimang bayinya. Namun, tentu saja masih cukup lama dan untuk saat ini ia hanya bisa men
Emily menyerah. Anggap saja ia kalah kali ini, kalah berkali-kali meski sudah membangun dinding tinggi, tetap saja pada akhirnya ia menyerah.Sentuhan Jeffry meruntuhkan pertahanannya. Namun, bukan berarti ia naif. Ia hanya ingin merasakan kembali apa yang sudah lama tidak ia rasakan. Begitu pula dengan Jeffry.Sekian lama sejak sang istri meninggal, Jeffry tak pernah menginginkan wanita mana pun, seperti ia menginginkan Emily kali ini. Dan itu benar.Emily layaknya opium yang membuatnya begitu mencandu. Kecupannya, desahannya, bahkan bagaimana cara wanita itu membalas gerakan ritmis yang ia berikan, membuatnya ingin mengulang kembaliEmily harus menjadi miliknya, tak peduli meski itu artinya ia harus mengalami kejadian yang sama seperti saat bersama mendiang istrinya terdahulu.Emily mengerjap saat sinar mentari menyeruak melalui celah tirai dan tentu saja ia tahu di mana dirinya berada. Ia melakukan itu atas kesadaran dan dengan kerelaan sepenuhnya. Ia tak akan menggantungkan harapa
Emily bangkit dan menemukan dirinya di dalam dekapan Jeffry. Bergegas ia turun dari ranjang karena merasakan sesuatu yang seolah mengaduk-aduk lambungnya. Ia memuntahkan semua yang ada di dalam perutnya, kecuali bayinya, tentu saja.Saat ia keluar dari kamar mandi, Jeffry sudah menanti di ambang pintu dengan raut cemas. Ia membantu Emily untuk kembali berbaring di ranjang dan menyelimuti tubuh wanita tercintanya itu.“Apakah ini tidak apa-apa, Emilia? Kau sudah memuntahkan segalanya sejak semalam. Tidakkah sebaiknya kita memanggil dokter? Dokter Avery pasti—““Urgh! Mengapa kalian para orang kaya memakai dokter yang sama?” keluh Emily, kemudian melorotkan tubuhnya hingga dalam posisi telentang. “Aku akan baik-baik saja. Kecuali kau mencari dokter lain.”“Baiklah. Aku akan mencari yang terbaik. Tunggu di sini!”Belum sempat Jeffry beranjak dan keluar dari kamar, Emily dengan cepat mencekal pergelangan tangan Jeffry hingga membuat pria itu hentikan langkahnya. Ia berbalik dan kembali d
Beberapa hari sudah Emily menghindari Jeffry. Tidak menerima panggilan darinya, setiap kali Jeffry datang ke kantor juga selalu ia tolak, dan sekadar pesan pun tidak pernah ia balas.Emily sungguh dirundung kegalauan yang tak terbendung.Ia tidak suka kondisi seperti ini, tetapi tak tahu harus berbuat apa. Jika Charles mengetahui segalanya, akan jadi masalah baru dan Emily tak siap akan itu.Hatinya sakit, sejujurnya. Terlebih kala ia menolak kedatangan Jeffry yang di tangannya membawa beberapa bungkusan, kala itu. Pasti ia ingin mengajak Emily menikmati makan siang bersama. Namun, tetap saja, Emily kukuh tidak menerimanya.“Em ... tidak bisakah kau bersikap sedikit lunak. Ia sepertinya benar-benar mencintaimu,” ucap Shila, kala melihat Emily memerhatikan ke luar jendela kantornya.Dari sana ia bisa melihat ke jalan besar, di mana Jeffry biasa memarkir kendaraannya. Dan apartemen yang ia rencanakan untuk di bangun tepat di depan
Beberapa hari ini sudah menjadi hari membosankan bagi Emily. Tidur dan bangun lebih awal, sarapan seorang diri, berangkat bekerja, lalu kembali ke rumah dan harus berada di dalam kamarnya hingga keesokan paginya. Seorang diri. Dan berulang.Ia masih terbayang bagaimana beberapa hari lalu ia lewati dengan adegan yang berbeda. Ia terbangun dalam dekapan Jeffry setelah malamnya mereka bercinta seolah tak ada hari esok. Dan kini yang terjadi justru sebaliknya.Apakah Emily merindukan pria itu? Atau hanya sentuhannya?Emily bangkit dari ranjang dengan malas. Hari ini, tak terasa sudah kembali ke hari Sabtu dan pastinya kelabu. Ia tidak ingin hanya diam di tempat dan tidak melakukan apa pun.Ia bergegas menuju ke dapur dan menemukan ponselnya masih tergeletak di atas meja bar, setelah semalam ia menyiapkan makan malam dan menikmatinya seorang diri. Beberapa panggilan tak terjawab dari Jeffry.Ia lelah menghindar. Ia rindu, bahkan mung
Emily tak percaya dengan apa yang ia dengar. Jeffry memanfaatkannya selama ini hanya untuk kesenangan dan membalas dendam pada Charles.Dan yang paling mengejutkan adalah, Emilia merupakan istri dari Jeffry.Itukah alasan Charles tidak membolehkan Emily menjalin hubungan apa pun dengan Jeffry? Karena Charles memang tidak ingin Emily menjadi sarana balas dendam pria ini?“Em-Emilia? Sejak kapan kau ada di sini? Bukankah kau—““Cukup lama untuk mendengar semuanya, Jeff.”Raut wajah Jeffry berubah pias kala harus menerima kenyataan bahwa rencananya kemungkinan akan berantakan. Ia sama sekali tidak memperkirakan kalau Emily akan memergokinya berbincang dengan Charles.“Emilia, kau salah paham.”“Bagian mana yang salah paham? Apakah kalimat yang mengatakan kalau kau tidak akan memberikan cinta yang sama seperti yang kau berikan untuk Emilia? Atau kesan bahwa kau sedang berencana untuk membalas dendam?” jawab Emily, pahit.Wajar jika ia terluka, karena ia sama sekali tidak menyangka kalau J
Emily melenggang dengan percaya diri memasuki ruang rapat. Kata siapa hatinya sudah baik-baik saja? Ia memang masih patah hati. Ia hanya tak ingin terlalu memperlihatkan apa yang ia rasakan saat ini, kecuali pada Shila.Bahkan saat di ruang rapat, matanya bertemu mata Charles yang kecewa, Emily berusaha meredakan gejolak hatinya sendiri.Ia akan menjelaskan segalanya pada Charles nanti. Ia tak ingin dirinya menjadi kambing hitam atas perseteruan antara Charles dan pria penipu yang telah memanfaatkan kerapuhannya untuk menjatuhkannya.Apa yang terjadi antara dirinya dan Jeffry, tidak ada hubungannya dengan Charles. Dan Emily tak akan terima jika Jeffry melibatkannya dalam hal ini.Rapat baru akan dimulai, dan satu sosok yang mulai saat ini sudah menjadi musuhnya, justru turut hadir dan mendapatkan tempat duduk tepat di samping Emily. Wanita itu enggan, bahkan mengalihkan pandangan ke arah lain tanpa peduli bahwa Jeffry berharap bisa berbicara sedikit dengannya dan menjelaskan segalanya
Kesalah pahaman antara dirinya dan Charles ternyata hanya dugaannya belaka. Charles bahkan tak pernah marah atau melarang dengan siapa pun ia akan menghabiskan sisa hidupnya.Sampai kapan pun, Emily akan selalu menjadi seorang McKennel. Karena itulah harapan Charles.Masalahnya, ia terlanjur terluka akan sikap dan perkataan Jeffry. Karenanya, ia telah membuat keputusan mengenai hubungannya dengan pria itu.Emily kini berjalan menuju ke ruangannya. Namun, di tengah perjalanan, seseorang menarik lengannya dan membawanya menuju ke ruangan sempit di mana tak ada seorang pun yang melihat mereka, seolah pria itu tahu betul seluk-beluk perusahaan tempatnya berada.Memang benar. Bukan hal baru jika pria ini sangat mengenal EMZ Company bahkan seluruhnya yang ada di tempat itu.“Ssh ... Em, ini aku, Jason. Jangan berteriak, oke?”Emily mengangguk patuh. Tak ada yang harus ia takutkan dari pria ini dan lagi pula, ia mengenal betul