Home / Romansa / Love Breaking Contract / 6. Finally Married

Share

6. Finally Married

Author: La Rêveuse
last update Last Updated: 2022-12-26 13:08:10

Angin sepoi-sepoi menyapu wajahku dengan lembut. Di kejauhan sana tampak langit bewarna semburat jingga tanda sang kala akan segera beristirhat.

Sangat menyenangkan.

“Hei, masukkan kepalamu dan tutup jendelanya,” kata Aldo merusak suasana. “Kau jadi mirip Stella jika menjulurkan lidahmu sedikit saja.”

“Siapa Stella?” Tanyaku curiga. Apakah di hari pernikahan kami ini dia sudah berani menyebut nama perempuan lain? Walaupun pernikahan kami tidak berlandaskan cinta, tapi tetap saja. “Apa dia perempuan sintal yang tempo hari kutemukan hanya terbalut sprei di kamarmu?”

Sopir kami terbatuk-batuk tidak karuan mendengar omonganku. Ah, aku sungguh belum terbiasa dengan minimnya privasi para konglomerat ini. Mereka selalu saja ditemani oleh asisten atau pelayan kemana-mana.

“Jangan menguping pembicaraan kami, Galih,” kata Aldo pada orang yang bertugas mengantar kami kembali ke rumah. Dan dia menjawab dengan anggukan kepala. “Perempuan waktu itu adalah teman Jasmine yang tidak waras. Dia mengejar-ngejarku sejak dulu,” kata Aldo kepadaku. “Sama sepertimu, dia juga masuk ke kamarku tanpa izin.”

Kulihat Galih melirikku melalui spion tengah.

“Tapi aku tidak telanjang seperti perempuan itu,” kataku sedikit lebih keras agar didengar oleh Galih. Aku tidak mau dikira perempuan maniak yang suka menerobos masuk ke kamar laki-laki dalam keadaan telanjang.

“Dia orang gila telanjang yang menyusup ke dalam selimutku ketika aku tidur. Kau tidak tahu betapa kagetnya aku,” jawab Aldo terlihat sangat meyakinkan. Oke, aku memang percaya dengan apa yang dia katakan. Tapi aku masih ingin menggodanya.

“Kau pasti senang melihatnya telanjang. Aku sebagai perempuan saja iri, buah dadanya sebesar buah melon…," kataku sambil memperagakan buah melon dengan kedua tangan di depan dada, tapi Aldo sepertinya segera ingin mengakhiri pembicaraan mengenai perempuan buah melon ini.

“Fiona, dia bukan siapa-siapa, oke?” Kata Aldo terlihat tidak sabar. Dia terlihat sangat menggemaskan ketika sewot begitu.

“Lalu siapa Stella?” Tanyaku memutuskan berhenti menggodanya.

“Dia anjingku ketika aku masih kecil.” Kata Aldo.

Apa? Jadi aku dikatai mirip anjing?

“Dia suka mengeluarkan kepala melalui jendela mobil kemudian menjulurkan lidahnya.”

“Betul, Nona Fiona. Memang banyak orang gila berkeliaran di sekitar Tuan,” Galih tiba-tiba nimbrung pembicaraan kami.

“Jangan ikut-ikut,” sembur Aldo.

“Siap, Tuan,” jawab Galih langsung menciut.

“Sudah kubilang jangan panggil aku ‘tuan’,” sergah Aldo.

“Baik, Pak,” jawab Galih lagi.

“Panggil aku ‘Aldo’ saja seperti biasa,” Aldo bicara dengan tidak sabar.

“Baik, Pak Aldo,”

“Terserah,” jawab Aldo lelah.

Aku terkekeh melihat interaksi mereka berdua. Sudah lama aku tidak merasa rileks seperti ini. Sejak hari di mana Pram Sastrajaya menentukan pernikahan kami, aku selalu merasa tegang.

Sejak rencana pernikahan kami diumumkan ke media, reaksi yang ditunjukkan terlihat sangat positif sehingga seketika mengubur rumor-rumor negatif yang tersebar waktu itu.

Aku terpaksa berbohong pada rekan-rekan di Jasc EO ketika mereka bertanya mengenai kabar menggemparkan tersebut.

‘Kami pacaran diam-diam. Bahkan Bu Jasmine tidak tahu’. Kataku pada mereka yang bertanya.

Bagi mereka, aku seperti memenangkan lotre dengan berhasil menikahi seorang putra konglomerat. Bahkan seseorang yang terkenal memiliki wajah tampan walaupun sifatnya buruk.

Aku melirik Aldo yang sedang menyandarkan dagunya dengan tangan sambil menatap ke luar jendela.

Ya, dia memang sangat tampan. Tapi sejauh yang kutahu, sifatnya tidak buruk. Bahkan bisa dibilang cukup baik, walaupun dia sering pura-pura bersikap kasar.

“Kita mau kemana?” Tanyaku sambil menggosok bahan halus putih bersih dengan tanganku. Baju pengantin rancangan seorang desainer terkenal masih menempel di tubuhku.

“Rumahku,” jawab Aldo.

‘Rumah’ Aldo yang kuketahui adalah kamar suite nomor 702 di hotel Grand Luxy.

Tapi sepertinya kami tidak sedang menuju ke sana.

***

Mobil sedan mewah yang kami tumpangi berhenti di sebuah rumah bertipe semi industrial dengan halaman luas yang dikelilingi banyak pepohonan.

“Ini rumahmu?” Tanyaku ketika kami sudah masuk ke dalam rumah. Di depan mataku terhampar interior sederhana yang memikat mata. “Kupikir kau tinggal di hotel.”

“Ini rumah yang kubangun dengan jerih payahku sendiri,” Aldo berkata sambil berusaha melepas dasi yang sedari tadi mengikat lehernya. “Aku tinggal di hotel hanya agar mereka tidak berani menjual hotel itu tanpa sepengetahuanku.”

“Ah, begitu,” jawabku. “Sebelum kita mulai tinggal di sini, bagaimana kalau kita membicarakan kontrak terlebih dulu?”

“Kontrak?” Tanya Aldo bingung.

“Iya kontrak. Bukankah harus ada kontrak yang mengatur pernikahan kita?” Terangku.

Aldo menghembuskan nafas, seperti bosan mendengar ucapanku. “Kontrak tertulis hanya akan menjadi senjata makan tuan untuk kita. Kalau-kalau ada pihak ketiga yang mengetahuinya.” Dia mulai melepas jas hitam yang dikenakannya. “Kita bicarakan saja apa keinginan kita dan masing-masing pihak bertanggungjawab untuk menghormati keinginan yang lain.”

“Bukankah dengan begitu kita bisa dengan mudah melanggar perjanjian?” Tanyaku. Sebagai orang yang dulunya bekerja untuk mendapatkan kontrak, aku memang terobsesi dengan adanya kontrak sebagai jaminan.

“Kau tidak percaya padaku?” Tanya Aldo tersinggung.

“Bukan begitu..”

“Kalau begitu, kau tidak percaya dengan dirimu sendiri?”

“Bukan begitu juga..”

“Maka, tulislah kontrak itu di dalam kepalamu saja. Jangan membuatku melakukan hal konyol seperti itu,” Aldo mengakhiri pembicaraan kami tanpa memberiku kesempatan untuk mendebatnya lagi.

Di saat seperti ini dia terlihat mirip dengan ayahnya. Sama-sama keras kepala.

Aku menyerah.

“Di mana kamarku?” Tanyaku pada akhirnya.

“Di sana,” Aldo menunjuk sebuah pintu di balik tangga melingkar.

“Aku mau ganti baju dulu,” kataku.

Aku menemukan Aldo di beranda belakang, duduk dengan menyilangkan kaki sambil melihat ke kejauhan. Aku menempatkan diri di kursi sebelah meja kopi kecil. Aldo masih mengenakan celana dan kemeja yang sama, tapi membiarkan beberapa kancing atas kemejanya terbuka.

“Barang-barangmu lengkap?” Tanya Aldo merujuk pada barang-barang yang diangkut dari apartemen studioku.

“Lengkap dan dikemas dengan baik. Apa kalian juga punya jasa pindahan?” Tanyaku bercanda.

Aldo menyunggingkan senyumnya mendengar ucapanku.

“Jadi, apa yang mau kau katakan?” Tanya Aldo.

“Kalau kau tidak mau menyebutnya kontrak, maka kita sebut sebagai perjanjian,” kataku memulai. “Sebagai contoh, aku ingin kita menjaga privasi masing-masing. Seperti sekarang, kita menggunakan kamar tidur terpisah.”

Aldo hanya diam sambil menyesap CocaCola dari botolnya.

Melihat dia tampak tidak ingin merespon, maka aku melanjutkan, “kontak fisik juga hanya dilakukan jika diperlukan saja.”

Aku bicara panjang lebar mengenai perjanjian yang aku inginkan, sedangkan Aldo hanya terus diam sampai minumannya habis tak bersisa.

“Aku hanya ingin mengatakan dua hal,” kata Aldo setelah aku diam. “Pertama, kau akan mendapatkan uang bulanan sebagai ganti berpura-pura sebagai istriku.”

“Kedua,” Dia terlihat berpikir, "..aku belum tau kapan sandiwara ini akan bisa berakhir. Tapi, sebelum hal itu terjadi, aku mohon agar kita dapat bekerjasama dengan baik," tutup Aldo.

Sebenarnya aku agak tersinggung, mengingat selama bertahun-tahun berkarir aku selalu dapat bekerjasama dengan baik. Bukan salahku kalau pada akhirnya aku dikhianati oleh orang yang bekerjasama denganku.

“Baiklah. Aku tidak punya orangtua atau saudara yang harus kukhawatirkan atau mengkhawatirkan aku, jadi kupikir tidak masalah,” kataku memutuskan untuk tidak mendebatnya. “Kalau begitu, deal?” Aku mengulurkan tangan pada Aldo.

“Deal,” Aldo menyambut tanganku. Maka, dimulailah pernikahan kotrak kami.

Related chapters

  • Love Breaking Contract   7. Makan Malam dari Neraka

    Keesokan paginya, sebuah mobil box besar berhenti di depan rumah dan menurunkan sejumlah besar kado pernikahan yang aku tidak tahu pernah ada.Aku membiarkan sebagian besar kado itu tergeletak di ruang tengah agar bisa dibuka bersama Aldo malam nanti.Tadi pagi dia pergi untuk bekerja. Katanya dia menjalankan beberapa usaha kecil.Entah sekecil apa usaha yang dimiliki oleh seorang anak konglomerat.Ada satu kado yang menarik perhatianku. Kado berbentuk amplop besar berwarna keperakan yang indah.Tapi, bukan keindahan amplop itu yang menyita perhatianku. Tapi nama yang tertera di atasnya.‘Happy wedding. - Jasmine’Aku bergegas membuka amplop itu.***Aldo pulang ke rumah pada saat jam makan malam. Aku menunggunya di meja makan dengan amplop ‘kado’ pernikahan di tanganku.“Kau masak?” Tanya Aldo melihat beberapa lauk di atas meja.Aku mengangguk, “Setelah sekian lama.” Aku menyuruhn

    Last Updated : 2022-12-28
  • Love Breaking Contract   8. Apa yang Kau Lakukan untuk Bersenang-Senang?

    Galih buru-buru membuang rokok yang sedang dihisapnya kemudian menginjak-injaknya dengan sadis.“Maaf, saya pikir Tuan dan Nyonya akan lebih lama berada di dalam,” kata Galih sambil tergopoh-gopoh membukakan pintu mobil.Aldo menahan pintu untukku dan mempersilahkan aku masuk lebih dulu. “Sepertinya kami harus makan di tempat lain,” katanya kepada Galih sambil memutari mobil untuk masuk melalui pintu satunya.“Ada yang ingin kau makan?” Tanya Aldo setelah duduk di sebelahku.“Yang sederhana saja,” jawabku setelah berpikir sebentar.“Bagaimana kalau burger?” Aldo menyarankan.“Setuju,” jawabku.“Ke tempat burger drive-thru, setelah itu kau kuberi tahu tempat selanjutnya,” kata Aldo kepada Galih.“Baik…” Galih menjawab namun segera dipotong oleh Aldo.“Jangan panggil aku ‘Tuan’ atau ‘Pak’,” katanya.“…bos?” lanjut Galih, meminta persetujuan dari balik spion tengah.“Itu lebih baik,” kata Aldo.“Baik, Bos,” Galih menyalakan mesin mobil sambil tersenyum.Kami sampai di pinggiran kota, di

    Last Updated : 2022-12-31
  • Love Breaking Contract   9. Sarina Sastrajaya

    Aku bangun ketika matahari sudah bersinang terang. Sial, aku kan bukan anak remaja ingusan, kenapa hanya dengan satu ciuman bisa membuatku tidak bisa tidur?Setelah ciuman yang hangat itu pun, Aldo menatapku lekat-lekat lalu mengusap kepalaku. Kemudian dia mengemudikan mobil dengan tenang sampai ke rumah.Satu-satunya hal yang diucapkannya adalah ‘selamat tidur’ ketika kami menuju kamar masing-masing.Apakah hanya aku di sini yang berpikiran bahwa seharusnya ada kelanjutan dari ciuman itu?Maksudku, ciuman semalam bukan ciuman impulsif karena terdorong suasana saja. Tapi aku benar-benar merasakan ada ‘perasaan’ yang tertuang di situ.Kecuali hanya aku yang berpikir demikian.Aku menemukan beberapa potong french toast di atas meja, terbungkus rapi dengan wrapping plastic. Di dekatnya terdapat memo dengan tulisan Aldo yang rapi:‘Makanlah. Aldo-‘Aku tidak memahami kenapa dia begitu perhatian padaku, namun tetap bersyukur atas makanan yang dia siapkan untukku. Apalagi karena rasanya sung

    Last Updated : 2023-01-03
  • Love Breaking Contract   10. Grayscale

    “Fiona? Kau di mana?!” Suara Aldo di seberang sana terdengar frustasi. Aku sampai harus sedikit menjauhkan handphone dari telinga.“Di kampung halaman,” kataku. Entah kenapa, mendengar suaranya membuatku ingin menangis.“Kirimkan lokasinya,” perintah Aldo dari sambungan telepon.“Jangan kemari, ini sudah terlalu malam,” kataku panik. Bagaimanapun, butuh waktu agak lama untuk datang kemari.“Kirimkan lokasinya,” Aldo mengulang perintahnya.Aku tidak bisa menolak, maka kukirimkan lokasi di mana aku berada saat ini. Dan sejujurnya, entah untuk alasan apa, aku menginginkan Aldo berada di sisiku.“Tunggulah di situ, jangan pergi kemana pun,” katanya dengan nada mutlak, tanpa bisa kubantah. Aldo sampai pada waktu lewat tengah malam. Ban mobilnya berdecit ketika memasuki halaman parkir penginapan kecil ini. Aku menunggunya turun dari mobil. Dia mengedarkan pandang ke sekitar untuk mencariku. Ketika mata kami bertemu, dia bergegas berjalan ke arahku dengan ekspresi marah.Aku pasti bakal di

    Last Updated : 2023-01-05
  • Love Breaking Contract   11. Tantangan

    Apa yang harus kulakukan dengan foto ini? Aku hanya pernah bertemu dengan Rody beberapa kali dan belum pernah berbicara langsung dengannya. Jadi, orang seperti apakah dia? Aku sama sekali tidak punya jawaban.Skandal yang melibatkan keluarga Sastrajaya selalu menarik perhatian. Selama ini, gosip miring yang menerpa keluarga Sastrajaya hanyalah bahwa calon penerus Luxy Group adalah seorang playboy tukang foya-foya serta hubungan ‘rahasia’ playboy itu dengan karyawan adik tirinya. Tapi kedua gosip itu sudah hilang bagai ditelan bumi setelah pernikahan kami.Lalu, apa yang akan terjadi jika perselingkuhan menantu Luxy Group terbongkar?Kepalaku jadi pusing.Di hadapan pegawai Jasc EO, Jasmine dan suaminya selalu terlihat mesra dan saling mencintai. Jasmine khususnya, tampak sangat tergila-gila pada suaminya. Sedangkan Rody, terlihat seperti rela bahkan jika harus menjilat kaki Jasmine hanya untuk menyenangkannya.Jenis pasangan yang menyebalkan untuk dilihat. Meskipun banyak yang memuji

    Last Updated : 2023-01-06
  • Love Breaking Contract   12. Di Tepi Pantai

    Aku lupa kalau mertuaku adalah orang yang sangat licik, bisa-bisanya aku terpancing oleh perkataannya. Bahkan Jasmine jadi mencemoohku sewaktu kami turun ke lantai bawah.“Aku sudah tahu kalau kau bermulut besar, tapi ternyata kau juga bodoh,” katanya dengan mulut berbisa. “Berkatmu, Aldo akan segera didepak dari perusahaan.”Sungguh, perkataan Jasmine membuatku terus kepikiran. Bagaimana jika aku menjerumuskan Aldo ke dalam perangkap orangtuanya? Padahal selama ini dia sudah sangat baik padaku walaupun pernikahan kami hanya pura-pura. Tapi aku malah berpotensi membuat rencana besarnya gagal total.“Sedang apa di sini?” Aldo mendapatiku sedang duduk termenung di ruangan kerja kantornya.Ah, aku hanya terpikir untuk segera memberitahu kesalahan yang aku buat tanpa banyak berpikir.“Mau pengakuan dosa,” jawabku pasrah. Entah nanti sikap Aldo akan berubah dingin padaku, memarahiku, atau bahkan membenciku, aku pasrah saja. Yang penting dia harus mendengar masalah ini terlebih dahulu.“Kau

    Last Updated : 2023-01-09
  • Love Breaking Contract   13. Kita ini Apa?

    Setelah matahari terbit cukup tinggi, Aldo menggulingkan tubuhnya untuk memelukku.“Aku akan memejamkan mata sebentar sebelum menyetir pulang,” katanya dengan mata terpejam.Rambutnya yang sedikit panjang jatuh menutupi kelopak matanya. Aku menggerakkan tangan untuk merapikan rambutnya ke belakang.Dia benar-benar tampan, aku membatin.“Kau juga cantik,” kata Aldo masih terpejam. Aku sedikit menarik rambutnya yang masih kubelai. Dasar, dia masih saja membaca pikiranku.“Tidurlah, nanti kubangunkan,” kataku. Aldo menggerakkan tubuhnya semakin dekat denganku, kemudian aku mendengar nafasnya yang teratur. Dia sudah tidur.Sebaliknya, aku tidak bisa memejamkan mata sedikit pun. Semalam, Aldo sukses membuat jantungku berdebar-debar tidak karuan.Setelah pernyataan itu, dia menciumku. Dan tubuhku sepertinya mengingat ciuman Aldo. Aku membalas ciumannya yang hangat dan tanpa tuntutan.Kami melakukannya cukup lama sampai angin laut yang berhembus mulai terasa dingin.“Tunggulah di sini, aku a

    Last Updated : 2023-01-09
  • Love Breaking Contract   14. Adik Ipar

    Berapa kali pun kupikir, aku tidak menemukan jawaban kenapa Aldo menyukaiku.Walaupun memang banyak yang bilang aku cantik, tapi itu hanya dari standar orang biasa. Berbeda dengan wanita-wanita yang pernah digosipkan atau bahkan yang ada di foto ‘candid’ yang dikirimkan Jasmine waktu itu.Aldo bahkan pernah digosipkan berkencan dengan artis cantik. Kalau dipikir-pikir, aku hanya seperti kutu jika disandingkan dengan artis itu.Aku segera mengenyahkan pikiran tidak penting itu dan segera meneliti dokumen yang harus kutinjau. Kalau pekerjaanku tertunda sedikit saja, aku bisa kena ejek Genta lagi. Dia bilang ‘pengantin baru bawaannya ngelamun terus’ sambil terkekeh. Dan aku tahu apa yang ada di dalam kepalanya. Dasar playboy.Seseorang mengetuk pintu ruang kerjaku lalu sebuah kepala menengok ke dalam. “Bu Fiona, adik ipar Anda mencari,” lapor Meylia, sekretarisku.Adik ipar? Jasmine?? Hal buruk apa yang sudah kulakukan sehingga aku mendapat ganjaran bertemu dengan orang gila itu pagi-pag

    Last Updated : 2023-01-11

Latest chapter

  • Love Breaking Contract   32. Orca

    Kami berdua bersantai-santai di akhir pekan untuk pertama kali setelah Aldo menyelesaikan misinya untuk masuk ke manajemen Grand Luxy. Setelah mengetahui bahwa Aldo dapat memenuhi-bahkan melebihi-ekspektasinya, Pram Sastrajaya secara terang-terangan dan tidak tahu malu membangga-banggakan Aldo pada rekan-rekan bisnisnya.“Ini putraku yang punya banyak ide cemerlang,” ujar Pram Sastrajaya dengan suara menggelegar di pesta dua hari lalu.“Kenapa baru sekarang kau tertarik terjun untuk mengelola bisnis, Aldo? Kudengar dulu kau hanya suka bersenang-senang,” ucap seorang bapak-bapak pemilik bisnis A dengan suara tidak kalah menggelegar.Aldo pun menyunggingkan senyum bisnisnya, “Saya ingin membuat istri saya terkesan.”“Kalau begitu, seharusnya kau menikah sejak dulu,” sahut seorang ibu-ibu pemilik bisnis B, diiringi dengan suara tawa yang melengking.Secara tidak terduga ternyata Aldo cocok juga berada di lingkungan para pebisnis berlidah tajam, tidak sedikit pun dia terlihat gugup atau m

  • Love Breaking Contract   31. Mantan

    Aku mencium Aldo dengan cukup panas sehingga kupikir bibirku bisa lecet. Oh tidak. Biasanya tidak ada hal bagus yang terjadi ketika aku membiarkan naluriku mengambil alih. Aldo mengerjapkan matanya dengan bingung ketika aku melepaskan diri secara sepihak. Kupikir dia pasti sangat terhanyut pada momen barusan. Aku mencoba menutup mulutku dengan tangan. Bahkan Mary Phillips pun tidak akan bisa membuat lipstik bertahan di bibirku setelah melahap Aldo dengan ganas tadi. Mukaku pasti sudah tidak karuan. Sarina dan Alysse tidak melepaskan pandangan mereka dariku, meskipun aku sudah menghentikan pertunjukan barusan. "Memalukan..," Sarina berkata lirih. Alysse ternganga dengan takjub. Aku bersumpah sempat mendengarnya menahan tawa Aku merasa terlalu malu untuk mengucapkan apa pun, maka sebelum orang-orang yang menonton pertunjukan barusan mulai bergunjing aku memutar tumit tinggi sepatuku dan berjalan menjauh dari kerumunan. "Sayang..," Aldo mengikutiku seperti terhipnotis. Di

  • Love Breaking Contract   30. Reaksi Tubuh

    "Aku benci padamu!" Teriakku pada Aldo, melalui telfon. Galih menatapku dengan terkejut dan takut menjadi satu. Secara tidak sadar dia menjatuhkan boks yang akan diberikannya padaku. "Maafkan saya, Nyonya.. Tapi saya benar-benar berusaha mengambil pesanan sepatu ini dari toko secepat mungkin," kata Galih sambil mengambil kotak sepatu yang tidak sengaja dia jatuhkan. "Astaga, aku yang harus minta maaf. Aku tidak membentakmu," aku menunjukkan earphone yang menempel di telinga kiriku. Galih tampak lega mendengarnya. "Meskipun begitu aku akan benar-benar marah padamu kalau kita terlambat hadir di acara malam ini," kataku sambil mengambil kotak sepatu itu dari tangan Galih. Galih menyetir dengan tenang menuju Grand Luxy, kami masih punya waktu sekitar setengah jam sebelum pesta pengangkatan CEO baru dimulai. Waktu yang pas karena aku tidak mau terlalu lama berbasa-basi dengan orang-orang di sana. "Hei, Galih," panggilku dari kursi belakang. Galih menjawab sambil melirik dari

  • Love Breaking Contract   29. Kunjungan Nyonya Besar

    Semua berjalan dengan mulus dan lancar. Seperti seorang atlet profesional menggelindingkan bola bowling dan kemudian "Strike!" sepuluh pin bowling pun jatuh bersamaan. Aldo bekerja dengan sangat baik di Grand Luxy, bahkan dapat melebihi ekspektasi Pram Satrajaya. Semua berawal dari idenya untuk meningkatkan citra "feels like home" yang mulai pudar dengan menggaet Ramoda, produsen perabot eksklusif bercita rasa seni tinggi. Yang juga terkenal tidak pernah sudi melakukan hubungan komersial dengan korporat besar mata duitan macam Luxy Group. Terimakasih kepada Genta, yang dapat mengambil hati Ramoda. Kehadirannya sebagai manajer operasional, dan bukan aku sebagai direktur (dan juga menantu Luxy Group) yang datang untuk berunding memberikan kesan bahwa kami memang berniat untuk bekerjasama, bukan untuk membajak image yang dimiliki oleh Ramoda. Begitulah, tidak lama setelah peluncuran kampanye "Gather as Family", Aldo dapat memenangkan tantangan yang diberikan ayahnya. Aku sempat

  • Love Breaking Contract   28. Chihuahua dan Pomeranian

    "Kupikir mereka sudah tidak bertemu selama berminggu-minggu," bisik Santi pada Galih, tapi suaranya masih bisa kudengar. "Tuan Aldo tidak bisa berpisah dari Nyonya sehari saja, apalagi berminggu-minggu. Itu tidak mungkin," balas Galih. Mereka berdua mencondongkan diri satu sama lain agar bisa saling mengata-ngatai kami. Aku dan Aldo jadi tidak bisa fokus membaca buku menu yang kami baca bersama karena di depan kami ada dua orang yang tiba-tiba bisa jadi akrab karena menggosipkan kami berdua. "Aku bisa mendengarmu," kata Aldo menatap tajam ke arah Galih. Galih hanya cuek berpura-pura melihat ke langit sedangkan Santi berpura-pura menekuni buku menunya. "Sudah kubilang tidak usah membawa mereka," Aldo merengut memandang buku menunya. Aku jadi merasa bersalah. "Apa jadwal Aldo setelah dari Wale's?" Tanyaku kepada Galih. "Tidak ada jadwal lain, Nyonya," jawab Galih, jari telunjuknya berhenti menelusuri menu. "Kalau begitu, bawa dia pulang begitu rapatnya selesai," aku meniru

  • Love Breaking Contract   27. Santi

    Orang itu ternyata adalah seorang perempuan berparas cantik. Aku mengingatnya sebagai orang yang memiliki wajah imut yang tidak sejalan dengan sifatnya yang meledak-ledak. "Berikan pekerjaan padaku," katanya lagi, dengan nafas memburu. "Apa-ah, tenang dulu," aku memberikan kode kepada Meylia untuk melepaskan cengkraman tangannya, lalu menyuruhnya keluar, demi keamanan dirinya sendiri. Bagaimanapun, orang itu memiliki sabuk hitam taekwondo. "Apa yang kau lakukan di sini?!" Semburku pada Santi, orang tidak waras yang barusan menyerbu ruangan kantorku. "Aku orang yang loyal, kau tahu itu bukan?" Matanya masih menyala-nyala karena emosi. "Mm.. Oke?" Kataku lambat-lambat. "Aku sudah begitu bersabar menghadapi Jasmine, tapi kali ini aku sudah tidak bisa toleransi lagi," rambutnya yang dipotong bob pendek bergoyang-goyang ketika dia berbicara dengan penuh semangat. Agak sulit menganggap serius ledakan amarah dari seorang perempuan bertubuh mungil dan memiliki wajah imut yang ti

  • Love Breaking Contract   26. Kembali ke Realita

    Tidak kusangka hari ini kami sudah harus meninggalkan vila ini. Tempat yang awalnya terasa menyebalkan karena tidak sesuai dengan ekspektasiku-aku mengharapkan vila di pegunungan yang dingin-tapi malah terasa seperti rumah ketika kami sudah hendak pergi. Kemarin, melalui Galih, Pram Sastrajaya menyuruh kami segera kembali. Karena berita tentang kejadian waktu itu sudah mereda, dan karena Aldo harus segera kembali bekerja. Aku pun sudah merindukan Grayscale. Walaupun bukan perusahaan besar, tapi aku menyukai atmosfer di sana. Walaupun aku belum bisa membayangkan harus bersikap seperti apa jika bertemu dengan Rody nanti-dan aku tidak mau membayangkan barang secuil wajahnya-aku harus tetap berani melangkahkan kakiku. Setidaknya, itu yang harus kulakukan untuk mengatasi mimpi buruk yang belakangan kualami. Mimpi buruk yang, untungnya, seringkali terlupakan berkat sentuhan-sentuhan Aldo. Walau mungkin kurang tepat menyebutnya dengan 'sentuhan'. Aku mengamati baju tidur baruku

  • Love Breaking Contract   25. Aftertaste

    Benar kata Aldo, dia memang tidak segan-segan. Dia melakukan hal-hal yang tidak pernah kubayangkan-atau kulakukan-sebelumnya. Dan, melakukan 'itu' di meja dapur adalah salah satunya. Tentu bukan hanya di situ saja Aldo menunjukkan ketidak-seganannya. Setelah membuat punggungku sakit karena berbaring di atas meja kayu jati yang keras, dia membopongku masuk ke dalam kamarnya. Saat kupikir kami seharusnya tidur, dia melanjutkan aksinya.Seharusnya dia menunjukkan belas kasih mengingat semalam adalah pertama kali kami melakukannya. Benar-benar deh. Bagaimana dia bisa menahannya selama ini? Aku berguling menjauhinya. Matahari sudah mulai tinggi dan aku ingin menutup tirai untuk mengurangi cahaya yang masuk melalui kaca jendela. "Mau ke mana?" Tanya Aldo setengah terpejam. "Sudah siang, memangnya kau tidak harus kerja?" Tanyaku sambil menyingkirkan tangannya dari atas perutku. Tapi dia malah semakin melingkarkan tangannya. "Tidak. Aku kan sedang bulan madu," katanya dengan wa

  • Love Breaking Contract   24. Hasrat

    Apa gunanya ke pantai kalau tidak bermain-main di atas pasir dan bersantai sambil minum air kelapa? Aku malah menghabiskan waktu seharian dengan tiduran seperti orang sakit. "Kau memang sedang sakit. Tadi pagi kau demam, ingat?" Kata Aldo ketika aku berusaha menjelaskan bagaimana caranya menghabiskan waktu ketika sedang liburan di pantai. Dia kembali menjadi Aldo yang manis dan protektif. Aku akan dengan senang hati tinggal di dalam kamar seharian kalau saja ada kegiatan yang lebih menarik yang bisa kulakukan di sini. Tahu apa maksudku, bukan? Dengan kondisi sekarang ini-kami yang sudah berbaikan-tentu saja aku memiliki harapan besar ketika Aldo menuntunku masuk ke dalam kamar. Tapi ternyata dia hanya ingin tidur sambil berpelukan. Oh, Aldo yang manis. Aku menikmatinya, tentu saja. Tidak ada yang lebih nyaman di dunia ini selain berada di dalam rengkuhan dada bidang milik Aldo. Aku mengutuk diriku sendiri yang berharap untuk dapat tinggal di dalam pelukan Aldo untuk

DMCA.com Protection Status