Share

6 | Kidnap

Author: ByMiu
last update Last Updated: 2020-09-26 11:04:36

Kata-kata yang dilontarkan Alex Willis terus berulang. Ciuman singkatnya juga masih membekas. Pria itu tanpa berkata apapun meninggalkanku yang berhasil mematung selama beberapa menit di area parkir. Mungkin Alex berubah pikiran, lebih setuju untuk pergi ke bengkel mobil, ketimbang menyaksikan runwayku.

"Lily, ini pakaianmu. Segeralah bersiap." Suara Aiden menyadarkanku. Aku menerima dress dengan warna dominan putih dan aksesoris kecil pada bagian depan, pakaian semi formal untuk menghadiri pesta.

Dalam dua menit aku sudah siap, diikuti dengan makeup artist yang memoles tipis sekitaran wajah dan leherku. Berdiri tepat di belakang Emily Campbell, kami saling memberikan semangat lalu tertawa untuk menghilangkan rasa gugup. Biasanya aku tidak setegang ini. Semoga saja semua berjalan lancar.

Menghela nafas, aku mengangkat daguku lurus dan tatapan mataku seketika berubah menjadi tajam, namun tetap hangat –itulah yang selalu berbagai majalah kerap katakan disetiap ulasan mereka. Aku berjalan santai, langkahku ku sesuaikan dengan ritme menghentak lagu pengiring. Seorang pria berkacamata hitam yang menduduki kursi paling depan menyunggingkan senyuman. Jujur itu membuatku bergidik. Aku menjadi lebih santai setelah mengingat ucapan Alex, bahwa aku harus.

Nyatanya semua tidak berjalan lama, sebuah tembakan di udara terdengar dan semua orang berteriak histeris. Lututku lemas, tak kuasa menahan beban tubuhku sendiri. Aku tersentak mendengar pelatuk pistol dilepaskan untuk kedua kalinya. Menutup kedua kuping dengan gemetar, aku ingin berlari seperti yang lainnya, tetapi aku begitu sulit menggerakkan kedua kakiku. Aku kian menegang mendapati pria yang membawa pistol tersebut menarik paksa tanganku.

"Ikut aku." Dia menyeringai, seraya ujung pistolnya sengaja ditaruh di kepalaku.

Dua orang security tidak berkutik karena ancaman pria tersebut. Aku melihat sekeliling, berharap bisa menemukan Alex. Aku membutuhkan dia. Orang-orang berhamburan di jalanan, sementara pria tersebut mendorongku untuk menaiki sebuah jeep. Seorang pria lain dari dalam mobil memukul tengkukku saat aku melawan.

"Diamlah, jalang. Aku tidak segan untuk membunuhmu saat ini juga." Aku mengigit bibirku, menahan tangisanku sebisa mungkin. Pada akhirnya aku lebih memilih diam saat salah satu dari mereka menutup mataku dan mengikat kedua tanganku ke belakang. Aku terlalu takut.

"For god's sake! Dia terlalu cantik untuk jadi mayat."

"Tutup mulutmu, brengsek! Kau bisa menghancurkan rencana kita!"

Mayat? Jadi mereka benar-benar akan membunuhku? Aku mencoba melepaskan ikatan tali pada lenganku, tetapi sia-sia karena ikatannya terlalu kuat. Tidak berselang lama mobil berhenti. Mereka menarikku ke suatu tempat. Aku tidak yakin pasti bangunan ini rumah atau apa, mengingat mataku yang masih tertutup jadi aku hanya mampu menebak asal.

"Duduk." Perintah salah satu dari mereka. Aku diam tak menurutinya, hingga ada seseorang yang mendorongku, membuatku tersungkur di lantai kayu. Di sini lembab dan bau ruangan yang sudah lama dikosongi.

"Buka penutup matanya."

Mataku seketika menelusuri tempat di mana aku berada. Ruangan ini lebih tepat jika disebut gudang, sebab begitu gelap dan pengap.

"Sudah puas melihat-lihat?" Ujar pria berjanggut, yang menarikku saat runway berlangsung.

"Siapa kau? Kenapa kau melakukan semua ini?" Tanyaku mencoba untuk tidak terlihat ketakutan.

"Kau tidak mengenalku, tapi bisa ku pastikan kau kenal dengan bosku." Dia menertawaiku, diikuti pria di sampingnya yang tengah memutar-mutarkan pistolnya.

Aku menelan ludah, mulai takut dengan pemikiran bahwa pistol pria tersebut akan melukai jantungku, membuatnya berhenti berdetak selamanya. Pintu terbuka lebar, menimbulkan suara decitan yang nyaring. Seorang pria lainnya berpakaian serba hitam dan topeng muncul. Ini kah bos mereka? Dia berjalan mendekati, dan berjongkok tepat di depanku. Tangannya menangkup wajahku dan detik selanjutnya tamparan di pipiku terasa keras.

Plak!

Aku meringis menahan nyeri. Kini aku mulai meronta lagi. Jika aku tetap diam, aku yakin tidak lama lagi nyawaku akan hilang di tangan mereka. Pria bertopeng itu mengambil pistol yang telah disediakan sebelumnya, kemudian memainkan pelatuknya, seraya memperhatikanku yang tengah bersusah payah untuk membebaskan diri.

"Lily, sebutkan permintaan terakhirmu?" Aku terdiam mendengar suara pria bertopeng tersebut. Tunggu dulu, mengapa suaranya tidak asing? "Sebutkanlah, sayang. Waktumu tidak banyak sebelum kau mati dengan membawa dendamku."

"Apa salahku?"

"Tanyakan pada ayah sialanmu!"

Ayahku? Apa yang dia maksudkan?

Dering ponsel pria bertopeng itu membuatnya menghentikan aksi gilanya. "Fuck, kenapa lagi dia ini?!" Geramnya saat melihat caller id yang masuk.

"Jaga jalang ini! Jangan sampai dia kabur." Ancamnya pada dua pria yang merupakan suruhannya. Dia pun berlalu, membanting pintu dengan seluruh tenaganya.

Alex, kau ada di mana?

*****

Aku merintih kesakitan ketika tersadar dari pingsan. Ku rasakan seseorang tengah berusaha membukakan ikatan tali pada kakiku. Pandanganku menemui bahwa dua orang suruhan pria bertopeng tadi sudah tekapar tak berdaya. Mereka sudah dipukuli dengan darah yang membuatku meringis ngeri.

"Kau baik-baik saja? Apa ada yang terluka?"

"A-Alex? Kau kah itu?"

Pria tersebut membuka penutup mataku, kemudian yang ku temui selanjutnya adalah mata hijau Alex yang sudah memerah. Tak segan dia pun memelukku. "Ya, ini aku. Maafkan aku tidak bisa menjagamu."

Aku hanya mengangguk lemah, walaupun di satu sisi entah mengapa aku merasa perlu marah padanya. Aku sebenarnya ingin memukulnya karena dia menghilang. Dia tidak tahu ketakutan seperti apa yang telah aku lalui.

"Biarkan aku menggendongmu." Alex bergumam saat tengah memapahku.

"Tidak perlu." Ujarku pelan. Tiba-tiba saja dia menarik tanganku, dan langsung menyembunyikanku di dada bidangnya. "Fuck!" Alex mengumpat, lalu tubuhnya seakan refleks memelukku lebih erat. Ada apa dengannya?

Mulutku terbuka, mendapati seorang pria yang tadinya sudah pingsan kini tengah memukuli punggung Alex. Alex langsung merebut dan membuang balok kayu yang dipegang pria bertubuh gempal itu.

"Brengsek! Seharusnya aku menghabisi nyawamu sedari tadi!" Teriak Alex lantang. Urat-urat disekitaran lehernya nampak jelas, seakan dia menumpahkan seluruh emosinya saat berkata demikian. Alex terlihat bersungguh-sungguh.

Alex melayangkan tinjuan cukup keras. Yang dipukuli turut membalas, mengenai perut bodyguardku. Aku terkesiap, bingung harus berbuat apa. Melihat balok kayu yang tadi tergeletak, aku pun mengambilnya. Tanganku dengan bergetar memukul penjahat itu. Alex terbatuk seraya menjauhkanku dari pertikaian mereka. Keadaan pun berbalik dalam hitungan detik, penjahat tersebut sudah tersungkur dengan darah yang mengalir disekujur tubuh.

"Sudah, Alex. Hentikan."

Jujur aku terkejut melihat Alex bersikap seperti orang yang kerasukan. Bagaimana tidak, penjahat tadi benar-benar sudah pingsan ataukah... mati? Sementara Alex masih menambahkan pukulannya secara bertubi-tubi. Mengusap permukaan tangannya, aku terus membujuknya. Tanpa sadar air mataku mengalir, merasa begitu bodoh karena tidak tahu harus berbuat apalagi untuk menghentikan perbuatannya.

Alex menggeram, lalu meludahi lawannya yang terkapar. Tatapannya mulai melunak ketika memperhatikanku yang tengah terisak. Cukup lama dia diam bergeming, dan dengan satu hentakan dia membawaku pergi.

"Masuk!" Perintahnya saat Alex membuka pintu mobil. "Aku bilang masuk, Lily Cansas!"

Aku meremas sabuk pengamanku mengetahui pria ini mengemudikan mobil ugal-ugalan. Speedometernya menembus 180 km/jam. Alex meremas setir mobil kuat-kuat hingga buku jarinya memutih seluruhnya.

"Alex, tenangkan dirimu." Dia mengabaikanku, malah justru semakin menekan pedal gas dalam. "Berhentilah! Berhen--ah awas!" Pekikku, dia nyaris saja menabrak seorang pejalan kaki.

Dengan mengabaikan amukan orang yang hampir ditabraknya, Alex kembali melajukan mobil. Nafasnya memburu, diikuti naik-turun dadanya. Dia memukul setir mobil dengan keras. "Fuck! Aku tolol! Aku tidak becus melindungimu!" Di tengah seluruh makiannya, dia memutarbalikkan arah mobil mendadak.

Apalagi sekarang?

"Aku harus menghabisi mereka. Ya, kedua orang suruhannya harus mati, agar si bangsat itu paham bahwa aku tidak main-main!"

Demi Tuhan, kini aku begitu takut akan sikap Alex. Tangannya yang terbebas dari stir kemudi mengepal, rahangnya mengeras, menunjukkan bahwa dia tengah menahan emosinya agar tidak meledak.

"Aku tidak terluka. Kau bisa lihat sendiri. Sedikitpun aku tidak terluka." Lagi-lagi aku meyakinkan Alex, sekedar berusaha menenangkannya. Aku meraih tangannya yang mengepal hebat, menautkan jari-jariku padanya. "Tenanglah, Alex. Aku baik-baik saja."

Dapat ku rasakan, ketegangannya berangsur-angsur menghilang. Alex membalas genggamanku erat, seakan dia tidak berniat melepaskanku. Kehangatannya menjalar persis selayaknya saat dia menyelamatkanku di pertemuan pertama kami.

Alex Willis selalu ada untukku –membantuku.

"Seandainya aku menyaksikan runwaymu. Seandainya aku tidak pergi ke toko bunga, semua tentu tidak akan terjadi..."

"Bunga?" Selanjutnya aku menemukan satu buket bunga Lily di jok belakang. "Untukku?"

"Ya, maafkan aku. Aku tidak tahu jika akan ada kejadian ini."

Jadi aku mengusapkan ibu jari tanganku pada persatuan tangan kami, sebagai jawaban tersirat bahwa aku tidak marah padanya. Kejadian ini murni bukan atas kesalahannya. Ciuman di permukaan tanganku dia layangkan berkali-kali. Rautnya yang terus gelisah menjadikanku tak mempunyai pilihan selain membiarkannya. Dan perasaan bersalah pada Julian hadir setelahnya.

Tiba di basement apartemenku, aku menoleh pada Alex yang kini terlihat jauh lebih tenang. Walaupun demikian, tidak menutup kemungkinan jika Alex akan kembali ke tempat tadi untuk menghabisi para penjahat yang telah menyekapku. Tidak. Sebisa mungkin aku tepis pemikiran itu.

"Terima kasih atas bantuanmu, Alex. Sampai jumpa be-"

Bola mataku membelak lebar nyaris keluar. Sebab ranum bibirnya menghantam dan mengehentikan ucapanku sepenuhnya. Udara disekitar menipis akibat lumatannya yang bergerak agresif. Lidahnya menyusuri seluruh rongga mulutku, membuat kami bisa saling merasakan saliva satu sama lain.

Sebagai perempuan yang sudah memiliki kekasih, semestinya aku tidak menikmati pergumulan ini. Alex seharusnya sudah menerima tamparan dariku. Tamparan keras sekedar pengingat bahwa Alex Willis telah melampaui batas. Namun bukan itulah yang terjadi. Justru aku tenggelam dan memberanikan diri dengan meraih tengkuknya. Pesonanya berhasil menyihirku. Jemariku meremas helai demi helai rambut halusnya. Di tengah tautan bibir kami, dia terus bergumam bahwa dirinya menyesal.

Samar-samar aku mendengar ketukan pada kaca mobil yang diikuti sahutan seseorang. Alex yang ku yakini juga mengetahuinya, seakan sengaja mengabaikan suara tersebut dengan menurunkan bibir penuhnya pada leherku. Pun aku mendesah tertahan.

"Lily? Lily sayang, kau kah itu?"

Bukankah itu suara Julian?

Related chapters

  • Love Affair (Bahasa Indonesia)   7 | Sensitive Topic

    Bukankah itu suara Julian?Aku meronta dari tubuh Alex yang sedang sibuk menjamah leherku. Dia seperti tidak ambil pusing dengan fakta bahwa kami tengah tertangkap basah. Bahkan nafasku kian tertahan sewaktu Alex memberikan gigitan kecil dan hisapan di sana.Dia menandaiku."Alex... hentikan." Suaraku terputus, antara ingin mengerang dan menyudahi aksi gila kami. Tangan Alex dengan berani menggerayangi bagian bawah tubuhku. Jemarinya berlarian di bagian dalam pahaku, membentuk pola berantakan. Begitu dia akan bertindak lebih jauh, mataku terbuka lebar dan langsung mendorong dadanya."Relax, baby. Kita bercinta sekalipun kekasihmu tidak akan tahu."Alex menyengir tanpa rasa bersalah. Sementara dengan nafasku yang masih terengah, dia turun dari mobil untuk menyapa Julian. Alex jelas sedang mengulur waktu agar aku merapihkan kekacauan akibat ulahnya. Dengan gugup aku menyisir rambutku asal menggunakan jari, begitupun pakaian bawahku ku rapihkan cepat-cepat. Setelah membuka pintu mobil, ak

    Last Updated : 2020-09-26
  • Love Affair (Bahasa Indonesia)   8 | Frappuccino

    Aku tidak henti memaki Alex dalam hati, merutuki setiap perkataan dan perlakuan pria tersebut padaku. Apa yang sebenarnya ada di dalam pikirannya?! Dia sudah menciumku dua kali! Dia juga mengatakan ingin menikahiku! Kami bahkan baru saling mengenal beberapa hari. Namun bukan berarti jalan pikiranku akan berubah seandainya aku dan Alex sudah mengenal selama satu bulan, satu tahun, bahkan satu tahun sekalipun.Kenapa Alex kian mempoposisikanku dalam keadaan yang sulit?Menjatuhkan tubuhku di ranjang, aku membenambakan wajah pada tumpukan bantal empuk. Tanpa beranjak, aku meraih ponselku yang berada di atas nakas dan mencari nomor Julian."Hallo say- oh, shit! Hentikan."Dahiku seketika mengerut mendengar suara Julian. "Julian, apa yang terjadi denganmu? Apa ada masalah?""Tidak ada apa-apa, Lily. Tadi ada office boy yang menumpahkan kopi ke celanaku.""Aku kira ada a-" Ucapanku terhenti ketika mendengar jelas gelak tawa seorang wanita. Pikiranku mulai bercabang, memikirkan berbagai kemun

    Last Updated : 2020-09-26
  • Love Affair (Bahasa Indonesia)   9 | Those Shoes

    Rabu siang ini berjalan lancar. Tidak ada kejanggalan bahwa penjahat tempo hari akan kembali menjalankan aksinya. Seselesainya sesi pemotretan untuk sebuah majalah remaja, Alex langsung mengantarkanku pulang. Di pelataran basement, tanpa turun dari mobil, dia bilang akan bergegas pergi ke sebuah perusahaan. Ya, pria ini baru saja mendapatkan panggilan kerja, namun bukan perusahaan tempat Julian bekerja. Aku menarik kesimpulan dia melamar ke beberapa tempat."Wish you luck! Dan dengan begitu kau akan segera berhenti menjadi bodyguard payahku."Aku terkekeh, walau sebenarnya aku tidak bersungguh-sungguh dengan ucapanku. Memang, akan bagus jika Alex mendapatkan pekerjaan yang benar-benar diinginkannya, namun jika ia diterima, itu berarti cepat atau lambat ia tidak akan berada di sisiku lagi."I know, you don't mean it." Tanpa ku duga Alex merangku. Sadar bahwa dia mulai bertingkah sekenanya, aku menarik tubuhku menjauh. Tenaga pria ini ku akui sangat besar, saat dengan mudahnya dia kembal

    Last Updated : 2020-09-26
  • Love Affair (Bahasa Indonesia)   10 | About Us

    Bel sudah berbunyi lebih dari tiga kali. Tetapi aku dan Julian tetap tidak terpengaruh, apalagi perhatian dia tidak terlepas sedikitpun dari secarik kertas yang berada di genggamannya. Dengan keberanianku aku berjinjit untuk merebut kertas tersebut. Namun dia mengangkat tangannya lebih tinggi ke udara. Julian menatapku dengan tanda tanya, mengapa aku harus bertingkah sampai sebegitunya?Mata birunya menghakimiku, mengetahui bahwa ada sesuatu yang ku sembunyikan darinya. Aku pasrah walaupun belum siap jika hubunganku dan Alex terbongkar. Di sini aku sebenarnya tidak mengerti secret relation macam apa yang ku lakoni bersama Alex, penyebab dan kapannya pun aku sendiri tidak tahu menahu. Yang jelas, aku sudah bermain terlampau jauh, hingga tiba-tiba tanpa sadar aku sudah berada diujung jurang.Ku ibaratkan jika Julian membaca isi kertas itu, aku akan lepas dari ranting pohon yang mana merupakan penyangga hidupku. Hal gilanya adalah, aku tidak takut apabila harus jatuh dan terluka. Egois ji

    Last Updated : 2020-09-26
  • Love Affair (Bahasa Indonesia)   11 | Dying

    "Lily! Fokus!" Setelah belasan take, lagi-lagi kalimatku tidak sesuai dengan script. Banyak kru yang menatapku tidak suka. Ya, aku menjadi penyebab waktu kerja mereka berjalan lebih panjang. Semua gara-gara perkataan Alex mengenai Julian. Aku tidak bisa berkonsentrasi sama sekali untuk pembuatan short movie kali ini."Maaf, break sebentar." Dengan terburu-buru aku meraih script yang sedang dibaca Alex."Kembalikan." Gusarku."Berlatihlah denganku. Anggap aku si Nick lawan mainmu itu." Aku tahu Alex bersungguh-sungguh ketika dia melipat kedua tangannya, dan matanya menatapku lurus."Lebih baik kau pergi.""Eits." Desisnya saat menghalauku yang hendak mengambil kertasku yang masih dipegangnya. "Kau tidak perlu membaca ulang. Kau sudah tahu pasti isinya. Bahkan aku sampai muak dan hapal seluruh ucapanmu." Alex menegakkan cara dudukku, menarik kedua ujung bibirku yang menghasilkan senyum paksa. "Berkonsentrasilah. Kau sangat buruk dalam hal itu.""Baiklah, tapi jangan anggap aku sudah mema

    Last Updated : 2020-09-27
  • Love Affair (Bahasa Indonesia)   12 | Comfortable Silence (18+)

    Aku memberikan nampan berisi makanan yang sudah Alex diamkan sedari tadi. Ia tidak menyentuh makanannya sama sekali, melirik pun tidak. Pikirannya seakan menerawang jauh, dan hanya membiarkanku menerka-nerka apa isi kepalanya. Ku yakin, Alex juga tidak sadar bahwa kami sudah terduduk berhadapan di kursi pojok McD selama lebih dari dua puluh menit terakhir."Alex?" Berujar dengan nada rendah, aku menundukkan wajahku mendekatinya. Kepalanya terangkat, lalu tersenyum tipis."Kau tidak makan?"Itu adalah lontaran pertama Alex setelah ia mengatakan bahwa si pembunuh masih berkeliaran. Sejujurnya aku takut jika pembunuh itu akan mencoba berbagai cara lagi untuk menghabisiku. Sebagian dariku ingin menghindar, tapi aku bisa apa? Aku harus bekerja. Aku mempunyai rentetan kontrak yang harus ku penuhi. Tidak mungkin aku mengurung diri sebatas agar lepas dari teror tersebut. Dengan enggan, aku mengambil sepotong french fries, lalu memakannya."Ini aku makan."Alex tertawa, namun untukku itu jelas

    Last Updated : 2020-10-13
  • Love Affair (Bahasa Indonesia)   13 | What Happened?

    10 menit pertama aku terus menguap, menguap, dan menguap. Alex beberapa kali kerap menyuruhku untuk tidur, tak mempermasalahkan walau tidak ada teman mengobrol. Akan tetapi aku menolak, dan memilih menghilangkan kantukku dengan bermain snapchat. Aku berniat memposting video ketika mobil akan melintasi London Eye. Sekalipun hampir setiap hari melewati ikon itu, tetapi aku tidak pernah bosan mengaguminya."Kau norak sekali." Celetuk Alex saat aku mulai merekam. Aku memelototinya, menyuruhnya diam dengan meletakkan telunjuk tepat di bibirku."Apa, sayang? Ah ya ya, aku juga sudah tidak sabar untuk bercinta denganmu."Bip!Sial, karenanya aku tidak bisa mengupload video tersebut. Sekalipun id snapchatku private, tapi tetap saja bisa-bisa temanku akan salah paham."Hey, videokan aku atau foto aku." Pintanya. Cukup memaksa."Untuk apa aku mengambil gambar pria yang masih suka mengompol?""Kau bisa melihat fotoku saat kau merindukanku." Jawab Alex, masa bodoh terhadap ledekanku.Pun aku mengi

    Last Updated : 2020-10-13
  • Love Affair (Bahasa Indonesia)   14 | Hyde Park (21+)

    Alex mematikan saluran televisi yang sedang ku tonton. Padahal aku tengah menyaksikan bagaimana pembawa acara membuat kesimpulan sepihak atas kejadianku dengan Emily. Ulasannya bahkan sama persis dengan koran yang tadi pagi ku baca. Alex melemparkan remote, lalu menarik tanganku untuk keluar dari apartemennya.Kami memasuki lift, seiring Alex terus mendumal. Mulutnya aktif bersumpah-serapah. Sementara aku menghela nafas, sadar sejak pagi ponselku tak berhenti bergetar. Puluhan panggilan masuk dari mulai pihak agensi, Julian sampai ibuku. Notifikasi dari akun sosial mediaku pun selaras. Itu semua membuatku merasa kian terpojokkan."Hubungi Emily. Suruh dia datang ke apartemenmu untuk menjelaskan semuanya."Ketika aku hendak mencari kontak Emily, sahabatku itu terlebih dahulu menghubungi. Aku diam. Alhasil Alex menatapku geram lantaran aku seperti menolak sambungan telepon dari Emily."Angkat, Lily." Perintahnya. "Kau ingin aku yang berbicara dengan si pirang itu?"Abai terhadap saran Al

    Last Updated : 2020-10-15

Latest chapter

  • Love Affair (Bahasa Indonesia)   Info Cerita Baru

    Hallo. Aku mau ucapin terima kasih banyak buat antusias pembaca Love Affair.Anyway, kalian bisa baca karyaku yang lain di Good Novel diantaranya; Untuk Asa, Intimate Partner, dan Long Way Home. Atau boleh juga mampir ke aplikasi Dreameku. Salah satu buku yg mau aku rekomendasikan adalah: IN LAW (rate 18+).Sinopsis:Pernikahan indahku selama dua tahun akan menjadi sempurna apabila tidak ada Harry. Harry adalah pria paling brengsek yang pernah aku temui. Hingga suatu hari ia menyentuh batas kehidupan rumah tanggaku bersama Harvey, yang tak lain adalah kakak kandungnya sendiri.Yuk, kalau penasaran bisa langsung cus ke Dreame (username: bymiu). Silahkan dibaca karena kebetulan masih FREE alias no koin.Sekian dulu infonya.-bymiu

  • Love Affair (Bahasa Indonesia)   Bonus Chapter

    BONUS CHAPTER-Enam bulan kemudian-Persiapan pernikahan ternyata begitu melelahkan. Perihal baju, dekor, catering, dan hal-hal sepele seperti warna untuk souvenir saja, Lily dan Alex bisa sampai bertengkar. Tentu, karena Lily ingin semua tema pernikahan mereka bernuansa pink. Pun sama halnya ketika H-1 hari pernikahan, Lily mendadak ingin Alex mengecat rambutnya menjadi pink muda."Lily, pernikahan satu kali seumur hidup. Dan kau memintaku melakukan hal... itu?" Tanya Alex sambil menjatuhkan bokongnya di kursi. Wajahnya nampak pucat, tidak percaya atas kemauan calon istrinya."Apa permintaanku berlebihan?"Alex terdiam, lalu mengacak-ngacak rambut hitamnya gusar. "B-bukan itu, sayang. Tapi aku baru saja memikirkan, di foto pernikahan kita nanti rambutku ternyata berwarna pink. Aku tidak sanggup membayangkannya.""Kenapa dibayangkan? Kau hanya perlu melakukannya, bahkan itu tidak begitu sulit." Santai Lily, mulai terlihat k

  • Love Affair (Bahasa Indonesia)   38 | The One and Only

    "Mom?"Suara Trixie sukses menyadarkan kami. Posisiku yang berada dalam pelukan Alex bisa membuat Trixie bertanya hal yang macam-macam. Aku tak sanggup meladeni cara berpikirnya. Bagaimana ia bertanya tentang ini itu dan tentang siapa ayahnya. Dan aku semakin mengutuk atas apa yang Trixie lihat saat ini.Aku mendorong Alex. Aku harus membedakan apa yang perlu ku hadapi dengan apa yang menjadi masa lalu. Alex adalah masa laluku. Masa laluku yang buru lebih tepatnya."Alex? Mengapa kau ada di sini?"Mendengar Trixie memanggil nama Alex secara langsung terasa sangat salah. Aku segera menarik tangan Trixie guna membawanya masuk ke dalam. Beruntung ia menurut. Tanpa menoleh lagi, ku tinggalkan Alex bersama Julian yang sedari tadi diam

  • Love Affair (Bahasa Indonesia)   37 | Miss You

    Alex's POVHal pertama yang ku lakukan setelah bebas adalah mencari tahu di mana keberadaan Lily. 6 tahun berlalu tanpa melihatnya merupakan tahun-tahun tersulit. Julian sempat mengunjungi lapasku tepat ketika aku di penjara 8 bulan. Ia bercerita bahwa Lily telah melahirkan seorang bayi perempuan bernama Trixie. Masih jelas diingatanku, di hari itu aku bungkam sebelum akhirnya menangis haru. Tuhan sudah memberikan dua sosok hebat yang menjadi kebahagiaan terbesarku.Aku kerahkan semua usaha guna menemukan Lily dan Trixie. Bahkan rumah yang sempat kami tinggali dahulu juga ku datangi. Aku tahu, aku terlalu bodoh lantaran mengira Lily masih bertahan di sana. Rumah tersebut tak lebih hanya meninggalkan kenangan pahit baginya. Kematian Thomas, tertangkapnya diriku, dan kebersamaan kami yang dinilainya sebagai kepalsuan. Jujur sedari awal aku bertemu dengan Lily, aku sudah menyukainya. Aku sudah tahu bahwa aku tidak akan mampu memenuhi misi gila Thomas. Ben

  • Love Affair (Bahasa Indonesia)   36 | They Finally Meet

    Sorak-sorai pesta kemenangan masih berlangsung meriah di podium sirkuit. Para wartawan sibuk mengambil gambar, menyiarkannya ke televisi di seluruh dunia. Aku sedikit beruntung karena Ezra tidak menang. Pun aku mundur satu langkah, melambaikan tangan pada Sofie yang berada di bawah podium."Kau terlambat bukan?" Pekik Sofie lantang, lantaran suasana di sini benar-benar berisik. Aku mengangguk. Ini sudah pukul dua, dan aku terlambat satu jam dari yang seharusnya. Oh, aku bisa membayangkan bagaimana cemberutnya Trixie."Lain kali ku traktir makan siang." Ujarku pada Sofie sebagai bentuk terima kasih.Di atas heels 12 cmku, aku berlari menuju ruang ganti. Pakaianku yang nyaris basah seluruhnya oleh bir, menjadikan banyak mata pria mengekoriku. Aku menyilangkan tanganku di bagian

  • Love Affair (Bahasa Indonesia)   35 | I Still Remember

    "Mom, di mana Millyku?!"Aku menggeram kesal, nyaris menjerit karena ulah Trixie. Ia terus menghentak-hentakan kakinya di anak tangga. Aku yakin, ia akan berbuat demikian hingga aku meladeni rengekannya, atau lebih parah lagi sampai gendang telingaku akhirnya pecah. Oh aku tidak tahu! Tak ingin semua bertambah runyam, aku memutuskan berhenti mengaduk kari di wajan, lalu menghampirinya."Siapa Milly?""Boneka unicornku!"Menekan kepalaku, aku mengembuskan nafas sekaligus. Mengapa nama unicorn itu rumit sekali? "Kapan terakhir kali kau memainkannya?""Kemarin.""Di mana?"Ma

  • Love Affair (Bahasa Indonesia)   34 | My Precious Trixie

    6 Tahun Kemudian...Menaburi bunga lily di atas pusar makam, aku duduk bersimpuh. Aku tidak berhenti mengusap pahatan nama nisan itu. 6 tahun sudah aku melewati masa tersulit sekaligus masa terindah secara bersamaan. Kehilangan, kesedihan, dan kebahagiaan bergantian menghampiri. Dan kebahagiaan itu hadir lewat seorang putri kecil cantik yang kini menjadi pelengkap hidupku."Mom?" Trixie, buah hatiku memanggil. Jari-jari mungilnya menumpukkan tanah, untuk kemudian merapatkannya pada figura yang sengaja aku taruh. "Kau harus meletakannya seperti ini. Kalau tidak, nantinya jatuh terkena angin.""Iya, sayang. Terima kasih."Membersihkan telapak tangannya yang kotor, ia memerhatikanku lekat. Tangan tersebut menggapai

  • Love Affair (Bahasa Indonesia)   33 | The Truth

    Aku tersadar dalam keadaan tangan dan kaki terikat. Bibirku ditutupi lakban, tapi itu tak menghalau asin darah yang terasa oleh indra pengecapku. Dengan tenaga yang tak seberapa, aku mencoba melepaskan lilitan dibagian tanganku. Sial! Tidak bisa!Thomas pun berjalan mendekat, lalu mencabut lakbanku dalam sekali sentakan. Aku langsung meludahi wajahnya. Hanya itu satu-satunya perbuatan yang bisa ku lakukan, untuk menunjukkan bahwa aku sama sekali tidak takut."Diam, atau aku akan memotong lidahmu!"Plak! Plak!Dua tamparan berturut-turut ku terima. Alih-alih bukannya aku meringis, penglihatanku justru teralihkan pada banyak cipratan darah di lantai dan dinding. Seketika itu juga aku menganga lebar. Hatiku seakan diremas-remas

  • Love Affair (Bahasa Indonesia)   32 | He's Coming

    Aku menarik ujung sweater sampai sebatas jari-jariku, berusaha menyembunyikan tanganku yang masih mengalami gemetar hebat. Ponselku kini telah hancur karena ulah Alex. Mungkin ia muak melihat bagaimana diriku yang terus membaca semua lontaran kasar, gunjingan, serta bujukan bunuh diri yang membanjiri sosial mediaku.Dengan tatapan kosong, Alex melipatkan kakinya sebelum bersandar ke dinding. Tegak kepalanya berakhir dengan tundukkan dalam. Sekalipun di video bejat tersebut wajahnya disamarkan, namun ia jutsru terlihat lebih terpuruk dibandingkan diriku."Aku bersumpah akan menghabisinya! Aku bersumpah!" Geraman lantang Alex menghentikan gerak kakiku yang hendak menghampirinya. Selanjutnya nafasku tertahan sebab ia mengobarak-abrik isi laci nakas, dan mengeluarkan sebuah pistol.

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status