Pada hari berikutnya, kedua pasangan baru itu berencana untuk memilih pakaian resepsi pernikahan mereka. Meski sudah kembali bertukar jiwa, Rey dan Zin tetap harus bersikap profesional. Kini sudah hari ke empat puluh tujuh setelah pertemuan pertama mereka. Sudah lebih dari satu bulan dan tak ada tanda-tanda mereka akan kembali normal.
Siang itu Reyner dan Zinnia sudah bersiap menunggu jemputan. Mereka akan menuju sebuah butik ternama langganan Nurmala. Di sana terdapat pakaian casual serta pakaian pesta yang terbilang lengkap.
"Assalamu'alaikum, Kak Rey, Zin," sapa Chandra dari dalam mobil. Pria itu membuka jendela depan dan memberhentikan mobilnya di depan pintu masuk rumah sang kakak. Reyner dan Zinnia heran melihat kehadirannya.
"Wa'alaikumussalam," jawab keduanya bersamaan.
"Kalian sudah siap?" tanya Chandra lagi.
"Siap?" tanya Zinnia.
"Ah, maaf. Siang ini aku yang akan mengantar kalian ke butik." Chandra memberikan penjelasan.
"K
Reyner kini bingung memilih gaun. Zinnia sudah memberi saran dengan menunjukkan gaun yang menurutnya cocok dengannya. Namun, Reyner tak setuju. Acara perdebatan gaun pernikahan pun dimulai. Hingga pegawai yang menunggui mereka menengahi."Ya sudah, Pak, Bu. Ini saja. Cocok kok buat Ibunya," usul si pegawai sembari menunjukkan sebuah gaun berwarna putih bersih di sudut ruangan.Zinnia menyipitkan kedua matanya. Reyner tampak setuju dengan pilihan si pegawai wanita itu."Nggak, Mbak. Jangan yang itu. Atasannya terlalu terbuka," ucap Zinnia menyampaikan pendapatnya."Ck. Lalu yang mana?" tanya Reyner mulai bosan."Bentar ah. Sabar!" balas Zinnia sembari memilihkan gaun yang lain.Setelah menemukan gaun yang sesuai, gadis itu segera menempelkan gaun itu ke tubuhnya sendiri. Pas."Ini aja. Bagus, elegan, dan cantik," puji Zinnia pada dirinya sendiri. Desain gaun itu sederhana, tetapi tampak mewah. Reyner mengernyitkan dahinya."Gima
Hari ke empat puluh delapan, Reyner dan Zinnia kembali pada tubuh mereka masing-masing. Reyner masih kesal dengan ucapan sang adik. Pria itu membiarkan sang istri yang sedang mengemasi pakaian ganti untuk mereka. Memasukkan ke dalam satu tas jinjing. Reyner memberitahukan gadis itu untuk membawa beberapa potong pakaian saja.Pagi itu mereka berkemas untuk pergi ke rumah Pak Haris. Seperti yang telah mereka rencanakan, resepsi pernikahan Zinnia dan Reyner akan dilaksanakan di rumah pemilik SJ Grup dua hari lagi."Sip. Sekarang giliran bawa kandang, pasir, sama makanannya Kuro," ujar gadis itu saat sudah selesai memasukkan pakaian."Jangan kau bawa makhluk berbulu itu!" seru Reyner saat melihat sang istri membawa kandang keluar rumah."Tapi kan ....""Tidak ada tapi-tapian! Lagi pula kenapa kau membawa dia di pesta pernikahan kita?" tanya Reyner sembari menunjuk si kucing hitam."Yah, Mas. Kasihan kalau Kuro ditinggal di rumah sendirian," reng
Sore harinya, keluarga Zinnia sudah tiba di rumah itu. Malamnya, Pak Haris mengajak besannya untuk memilih pakaian di butik langganan mereka. Kedua orangtua Zinnia pun mengikuti ajakan itu dengan senang hati. Baru kedua orangtua Zinnia saja yang tiba. Kerabat yang lainnya akan hadir pada saat acara resepsi nanti."Kalian di rumah saja! Jagain Kuro biar gak kemana-mana!" perintah Nurmala pada anak dan menantunya."Ya, Mah," balas Reyner yang memang malas untuk ikut. Berbeda dengan Zinnia yang selalu antusias."Ya sudah. Kami berangkat dulu. Yuk Chandra!" ajak Nurmala pada anak bungsunya."Baik, Mah.""Assalamu'alaikum," ucap wanita itu berpamitan."Wa'alaikumussalam," jawab Zinnia dan Reyner bersamaan.Suasana rumah kembali sepi. Petugas yang menata tempat sudah pulang. Kini di rumah itu hanya ada Reyner, Zinnia, Kuro, dan dua asisten rumah tangga yang sudah kembali ke kamar mereka. Kucing hitam itu sudah tidur melingkar di sofa ruang
Zinnia membuka kedua matanya saat pendengarannya menangkap suara alarm yang berdering. Gadis itu melihat dirinya sendiri yang masih tertidur di sampingnya hanya berbungkus selimut saja. Rasa kesal kembali muncul saat ia mengingat kejadian pada malam sebelumnya. Zinnia tanpa diberi peringatan dipaksa untuk melayani pria sombong itu. Tangan kekarnya mematikan suara alarm pada ponsel itu. Reyner pun ikut terbangun karena terganggu. Kini mereka kambali bertukar jiwa. Reyner merasakan nyeri saat ia menggerakkan kakinya."Ish. Kenapa sakit sekali?" gumam pria itu mencoba duduk."Sukurin kena karma," celetuk Zinnia kesal.Reyner menatap sayu wajahnya sendiri. Pria itu kini merasakan tubuhnya yang seperti remuk redam. Ternyata apa yang ia lakukan pada malam itu malah seperti bumerang. Ia menyesal karena salah menyalurkan amarahnya. Sekarang ia merasakan rasa sakit yang harusnya dialami sang istri."Lagian kenapa Mas ngelakuin itu sih? Mas sengaja ya mau nyiksa ak
Tepat pada hari ke lima puluh semenjak pertukaran jiwa itu dimulai, Reyner dan Zinnia melangsungkan pesta pernikahan mereka. Zinnia masih berdebar-debar ketika ia didandani oleh penata rias yang sama saat acara ijab qobul. Tak bisa dipungkiri, Zinnia masih belum bisa melupakan kejadian malam pertamanya dengan sang suami. Ada sedikit rasa bahagia, tetapi juga bersamaan dengan rasa sedih.Zinnia terus melamun saat kuas make up menyapu lembut wajahnya. 'Apakah Mas Rey beneran nggak bisa membuka hatinya untukku? Apa Mas Rey cuma mau anak dari rahimku saja?' cicit Zinnia dalam hati."Sudah, Mbak. Cantik banget deh Mbak Zinnia ini," puji si penata rias."Makasih, Bu." Gadis itu membalasnya dengan sebuah senyuman.Tangan ramping Zinnia mengelus perutnya yang masih rata. Kembali mengingat kejadian yang membuatnya merona. Meski hatinya gelisah. Namun, ia juga tak bisa membohongi perasaannya saat dirinya bersatu dengan Reyner. Ia juga berharap dap
Chandra kemudian memeluk kedua mempelai itu dengan hangat. "Pokoknya baik-baik di sini ya, Kak, Zin. Aku juga mau pamitan mau kembali ke Amerika. Kakak harus bisa bahagia. Zin juga. Doa terbaikku buat kalian," tutur Chandra tulus dengan kedua mata yang mulai berkaca-kaca. Bagaimana pun juga ia tetap sayang pada sang kakak yang selalu bersikap dingin dan cuek padanya."Iya, Mas Chandra. Amiin. Makasih doanya." Zinnia membalas pelukan dari adik iparnya.Tanpa diduga, Reyner juga ikut membalas pelukan dari adiknya. Meski sikapnya dingin dan tampak tak peduli. Namun, Reyner sebenarnya juga sayang pada adiknya. Hanya saja, ia enggan memperlihatkan perhatiannya."Lihat tuh, Mah! Pemandangan langka Reyner bisa berpelukan dengan Chandra," ucap Pak Haris pada istrinya."Iya, Pah. Mamah ikut senang lihatnya," balas Nurmala ikut tersenyum."Foto ah," ujar wanita itu sembari mengeluarkan ponselnya. Mengambil gambar kedua putranya dan menantunya yang saling ber
Pagi hari selanjutnya, Reyner mengajak sang istri untuk kembali pulang ke rumahnya. Mereka berdua berpamitan dengan Pak Haris dan Nurmala. Zinnia masih sakit hati pada ucapan suaminya. Ternyata tujuannya menikah bukan hanya untuk menjaga nama baiknya, tetapi agar pria itu mendapatkan perusahaan sang ayah.Jiwa Zinnia yang berada di tubuh suaminya kini sedang mengemasi barang-barang mereka. Kemudian menghampiri Kuro yang sedang memakan sarapannya. Gadis itu langsung menggendong kucing hitam itu."Rey," panggil Nurmala. Zinnia yang ingat sedang bertukar langsung menoleh menatap ibu mertuanya."Ada apa, Mah?" tanya Zinnia."Kuro tinggal di sini saja, ya?" pinta Nurmala tanpa diduga."Eh?""Mamah sudah sayang sama Kuro. Lagian kalau Kuro di sini, kalian tinggal fokus saja buatin cucu buat Mamah," ujar Nurmala mendekati putranya. Berbisik pada laki-laki itu.Zinnia hanya memasang senyuman. Bingung mau merespon apa. Ia juga tidak ingin berp
Di hari berikutnya, tepatnya hari Minggu, kedua orang itu kembali ke tubuh masing-masing. Zinnia masih galau karena kepergian Kuro. Membuat gadis itu tak bersemangat untuk beraktivitas. Sedangkan sang suami malah tampak senang. Pria itu dengan santainya menikmati siang hari dengan berenang pada kolam renang yang berada di dalam ruangan.Zinnia menatap sinis suaminya yang sedang asyik berenang. Ingin rasanya kembali memasukkan cucian beserta busa sabun di kolam renang itu. Namun, hal itu ia urungkan karena ia tak ingin diceburkan kembali ke tengah kolam. Gadis itu memilih menonton suaminya dari sudut ruangan. Duduk di kursi santai sembari membaca novel.Sesekali kedua mata Zinnia mencuri-curi pandang ke arah suminya yang timbul tenggelam di permukaan kolam. Pandangannya terhenti dan kini tertuju pada tubuh kekar Reyner saat suaminya beristirahat duduk di tepi kolam. Pria itu hanya mengenakan celana pendek. Kedua pipi Zinnia mulai memanas saat ia melihat roti sobek pada