"Ck. Dasar. Siapa juga yang mau malam mingguan? Pacar aja nggak punya. Memangnya malam mingguan harus gitu sama pacar? Kan bisa nonton dorama kesukaan sambil makan," gerutu gadis itu sembari menutup pintu. "Dasar direktur sableng. Suka ngatur. Sombong. Ngeselin."
Tak ingin terlarut dalam emosi, Zinnia mengeluarkan laptopnya. Malam itu ia akan menonton serial drama favoritnya. Melihat para ikemen beraksi. Dari serial itulah Zinnia belajar bela diri. Bukan. Belajar berkelahi lebih tepatnya. Karena tak ada sang direktur dan pekerjaan yang mengganggu, gadis itu bisa puas menikmati malam minggunya.
Sekarang kita menilik Reyner. Pria itu sudah sampai di rumah utama. Sang ibu sudah menunggunya. Wanita itu pun menyambut kedatangan putra sulungnya. Mereka kini duduk di ruang makan. Menikmati makan malam mereka.
"Syukur kamu bisa datang malam ini, Rey. Gimana pilihan Mamah nggak salah, kan?" tanya wanita paruh baya yang bernama lengkap Nurmala Sukmajaya.
"
TOK TOK TOKSuara ketukan pintu membangunkan gadis itu dari tidur lelapnya. Kedua matanya mengerjap untuk menelisik tempatnya berada, di kamar Reyner. Sontak gadis itu langsung duduk dan mengucek kedua matanya. Ia lupa bahwa hari Minggu itu ia harus menemani ibu dari sang direktur untuk liburan."Iya," seru gadis itu sembari membukakan pintu. Chandra sudah berdiri di depan pintu kamar sang kakak. Pria itu memandangi sang kakak."Kak Rey nggak lupa kan kalau sekarang kita mau liburan?" tanya Chandra menatap kakaknya yang baru bangun dari tidur."Eng ... Enggak kok." Zinnia tersenyum karena kelalaiannya."Ya udah. Sekarang Kak Rey mandi! Sudah ditunggu sama Mamah," jelas sang adik yang sudah siap berangkat. Zinnia yang berada di tubuh Rey hanya mengangguk. Lalu segera menutup pintu kamar itu."Duh. Lupa kalau sekarang harus nemenin Mamahnya direktur sableng," gumam gadis itu sembari menilik layar ponsel mahal milik Re
Di hari itu, tampak Reyner dan Chandra yang begitu akrab. Nurmala yang melihat pemandangan itu tersenyum senang. Baru kali itu ia melihat kedua anaknya saling bertukar senyuman. Meski terlihat aneh dan mustahil, tapi wanita itu benar-benar bahagia.Hingga pukul sembilan malam, keluarga Sukmajaya beristirahat di villa besar itu. Mereka kelelahan karena kegiatan mereka di tempat itu. Dari kegiatan memetik buah stroberi, jalan-jalan keliling kampung, bertegur sapa dan bermain bersama anak-anak yang tinggal di pemukiman sekitar villa."Kak. Hari ini Kakak benar-benar berbeda dari biasanya," ujar Chandra ketika duduk di samping sang kakak."Be-berbeda gimana maksudmu?" tanya Zinnia khawatir jika perbuatannya membuat curiga."Kakak jadi lebih ramah dari biasanya. Tapi aku suka Kakak yang seperti ini." Chandra tersenyum menatap sang kakak. Pria itu pun merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur."Aku juga seneng karena Kak Rey mau bercanda denganku. Kukira
"Duh, Pak. Nih ya. Mana ada disuruh mandi kembang tujuh rupa di bawah bulan purnama. Terus airnya juga mengambil dari tujuh sumber mata air. Habis itu mandinya berdua lagi. Nggak mau ah. Mandinya aja berendam selama tujuh hari tujuh malam. Ngawur ini. Lagian kita bertukarnya kan karena tabrakan di tangga. Nggak ada hubungannya sama air atau bulan purnama," ucap Zinnia sembari mengembalikan ponsel milik Rey."Dicoba nggak ada salahnya, kan?" tanya Rey."Dicoba, dicoba. Pak. Kalau kita berendam selama tujuh hari tujuh malam yang ada bukan cuma jiwanya aja yang gak jadi ketuker, tapi malah sekalian pindah ke alam baka," ucap Zinnia mulai kesal."Ya tapi kan ....""Ya Allah, Pak. Ini tuh udah musyrik. Lagian ribet cari barang-barang buat ritualnya. Apalagi nih ya, artikel ini belum tentu benar. Bapak padahal udah kuliah sampai luar negeri tapi malah percaya sama artikel ngawur kaya gini. Man eman tenan biaya kuliahe. Le lulus kuliah uteke cetek," cib
Gadis itu kembali bertukar jiwa dengan sang direktur. Ia masih kesal dengan sikap semena-mena atasannya itu. Masih kesal dengan kejadian tenggelam di hari sebelumnya. Gadis itu juga teringat saat sang direktur akhirnya mau menyelamatkannya. Bahkan ia tanpa sadar memeluk pria itu dengan erat. Setelah sadar dengan apa yang ia lakukan, jantungnya berdebar kencang. Apalagi menyadari jarak mereka yang begitu dekat. Zinnia bahkan tak percaya dengan apa yang ia lakukan."Kenapa?" sentak Rey membuyarkan lamunan Zinnia."Nggak papa," cetus gadis itu sembari memasang dasi pada kerah kemeja."Awas, ya! Sekali lagi kamu mengotori kolam renangku, aku benar-benar akan menenggelamkanmu," ancam Rey dengan suara wanita. Zinnia langsung bergidik ngeri. Apakah direkturnya itu suka menyiksa orang sampai seperti itu?"Iya, Pak." Gadis itu menjawab dengan malas.Kedua orang itu pun kembali bekerja. Jiwa Rey yang sedang berada di dalam tubuh Zinnia duduk di kursi sekreta
Malam sudah menggantikan siang. Tugas matahari tengah digantikan oleh bulan. Untung saja malam itu terang benderang. Reyner pun menelpon Pak Likin untuk menjemput Zinnia. Besok lagi Rey akan membawa mobil miliknya sendiri agar tak selalu memanggil Pak Likin untuk bepergian. Namun, untuk apa ada sopir jika ia menyetir sendiri?Tepat pukul setengah delapan malam, Zinnia yang berada di tubuh Rey sudah sampai di kediaman Pak Haris. Gadis itu pun mencium punggung tangan kedua orang tua Reyner. Mereka pun menunggu kehadiran tamu istimewa di malam terang bulan itu.Setelah menunggu sepuluh menit lamanya, sang tamu istimewa sudah tiba. Sebuah mobil putih memasuki area rumah mewah itu. Tampak tiga orang turun dari mobil. Menampakkan seorang pria paruh baya yang dikenali sebagai Pak Argan beserta istri dan anaknya. Zinnia terpukau dengan seorang gadis cantik berusia sekitar dua puluh delapan tahun yang turun bersama kedua orangtuanya. Penampilan gadis itu tampak sempurna. Rambut
Mentari pagi telah menyapa lagi. Reyner sudah kembali ke tubuh aslinya. Pria itu duduk sembari menilik layar ponselnya. Sudah jam enam kurang. Pria berusia tiga puluh tahun itu pun duduk di atas tempat tidur besarnya. Mengucek kedua matanya dengan malas. Hari itu hari Rabu, ia harus kembali bekerja ke kantor.Kemudian Reyner bergegas keluar kamarnya. Menemui Pak Likin yang sedang memanaskan mobil. Pria itu kemudian meminta kunci mobil miliknya. Pak Likin memberikan kunci mobil itu sembari menatap aneh ke arah majikannya.Dengan laju cepat mobilnya, Rey sudah kembali ke kediamannya. Sebelum mandi, pria itu berjalan menuju rumah kecil di belakang rumah utama. Hendak menemui Zinnia untuk menanyakan hasil pertemuannya dengan keluarga Pak Argan. Langsung saja Reyner memasuki rumah kecil itu yang dengan sengaja pintunya tak ia kunci."Pak Rey kalau masuk salam dulu kenapa, sih?" Terdengar sambutan kesal dari si penghuni rumah."Assalamu'alaikum," ucap Rey tampa
Hingga malam pun tiba, kedua orang itu tak saling berbicara. Nampaknya Rey benar-benar menikmati kesendiriannya di rumah utama. Alhasil, Zinnia terpaksa harus pura-pura bertamu untuk menemui sang direktur.TOK TOK TOK"Assalamu'alaikum, Pak Reyner." Panggilan Zinnia terdengar seperti anak kecil yang sedang memanggil temannya untuk diajak bermain. Tak perlu waktu lama, si pemilik rumah membukakan pintu untuknya."Kenapa?" tanya Reyner sembari menyandarkan tubuhnya pada kusen pintu."Jawab dulu dong Pak salamnya," celetuk Zinnia."Wa'alaikumussalam. Ada apa malam-malam ke sini? Mau ambil cucian lagi?" tanya Rey meremehkan."Bukan, Pak. Saya cuma mau ngobrol sama Pak Rey," jawab Zinnia."Ngobrol? Nggak sopan.""Ya sudah. Saya ke sini mau berbicara dengan Pak Direktur Reyner Eka Sukmajaya," ulang gadis itu sebal."Ck. Bicara apa?" tanya pria itu lagi."Saya nggak disuruh masuk dulu nih?" tany
"Tuh kan. Gara-gara Bapak, saya jadi digosipin kaya gitu," dengus Zinnia sembari berjalan menghentakkan kakinya, berjalan mendahului sang atasan."Ck. Sadar diri dong! Semua masalah ini gara-gara kamu. Andai saja aku nggak ketemu cewek macam kamu," balas Rey tak kalah kesal.Kedua orang itu terus berdebat hingga mereka sampai di rumah. Zinnia pun segera menyiapkan makan malam untuk menyambut sahabatnya. Gadis itu memasak beberapa macam masakan. Tak lupa menyisakan masakan untuk dirinya sendiri yang akan bersembunyi di rumah utama."Makannya nanti, Pak!" ujar Zinnia melarang sang atasan yang hendak mengambil sosis goreng."Ck. Semua perabotan masak di sini itu punyaku. Jadi tak masalah kalau aku makan duluan. Lagipula berani sekali kamu melarangku!" balas Rey tak mempedulikan sekretarisnya."Iya deh. Maaf," ujar Zinnia dengan suara baritonenya, tak lupa dengan mengerucutkan bibirnya."Ya sudah. Sebentar lagi Bella sampai. Saya ke rum