"Duh, Pak. Nih ya. Mana ada disuruh mandi kembang tujuh rupa di bawah bulan purnama. Terus airnya juga mengambil dari tujuh sumber mata air. Habis itu mandinya berdua lagi. Nggak mau ah. Mandinya aja berendam selama tujuh hari tujuh malam. Ngawur ini. Lagian kita bertukarnya kan karena tabrakan di tangga. Nggak ada hubungannya sama air atau bulan purnama," ucap Zinnia sembari mengembalikan ponsel milik Rey.
"Dicoba nggak ada salahnya, kan?" tanya Rey.
"Dicoba, dicoba. Pak. Kalau kita berendam selama tujuh hari tujuh malam yang ada bukan cuma jiwanya aja yang gak jadi ketuker, tapi malah sekalian pindah ke alam baka," ucap Zinnia mulai kesal.
"Ya tapi kan ...."
"Ya Allah, Pak. Ini tuh udah musyrik. Lagian ribet cari barang-barang buat ritualnya. Apalagi nih ya, artikel ini belum tentu benar. Bapak padahal udah kuliah sampai luar negeri tapi malah percaya sama artikel ngawur kaya gini. Man eman tenan biaya kuliahe. Le lulus kuliah uteke cetek," cib
Gadis itu kembali bertukar jiwa dengan sang direktur. Ia masih kesal dengan sikap semena-mena atasannya itu. Masih kesal dengan kejadian tenggelam di hari sebelumnya. Gadis itu juga teringat saat sang direktur akhirnya mau menyelamatkannya. Bahkan ia tanpa sadar memeluk pria itu dengan erat. Setelah sadar dengan apa yang ia lakukan, jantungnya berdebar kencang. Apalagi menyadari jarak mereka yang begitu dekat. Zinnia bahkan tak percaya dengan apa yang ia lakukan."Kenapa?" sentak Rey membuyarkan lamunan Zinnia."Nggak papa," cetus gadis itu sembari memasang dasi pada kerah kemeja."Awas, ya! Sekali lagi kamu mengotori kolam renangku, aku benar-benar akan menenggelamkanmu," ancam Rey dengan suara wanita. Zinnia langsung bergidik ngeri. Apakah direkturnya itu suka menyiksa orang sampai seperti itu?"Iya, Pak." Gadis itu menjawab dengan malas.Kedua orang itu pun kembali bekerja. Jiwa Rey yang sedang berada di dalam tubuh Zinnia duduk di kursi sekreta
Malam sudah menggantikan siang. Tugas matahari tengah digantikan oleh bulan. Untung saja malam itu terang benderang. Reyner pun menelpon Pak Likin untuk menjemput Zinnia. Besok lagi Rey akan membawa mobil miliknya sendiri agar tak selalu memanggil Pak Likin untuk bepergian. Namun, untuk apa ada sopir jika ia menyetir sendiri?Tepat pukul setengah delapan malam, Zinnia yang berada di tubuh Rey sudah sampai di kediaman Pak Haris. Gadis itu pun mencium punggung tangan kedua orang tua Reyner. Mereka pun menunggu kehadiran tamu istimewa di malam terang bulan itu.Setelah menunggu sepuluh menit lamanya, sang tamu istimewa sudah tiba. Sebuah mobil putih memasuki area rumah mewah itu. Tampak tiga orang turun dari mobil. Menampakkan seorang pria paruh baya yang dikenali sebagai Pak Argan beserta istri dan anaknya. Zinnia terpukau dengan seorang gadis cantik berusia sekitar dua puluh delapan tahun yang turun bersama kedua orangtuanya. Penampilan gadis itu tampak sempurna. Rambut
Mentari pagi telah menyapa lagi. Reyner sudah kembali ke tubuh aslinya. Pria itu duduk sembari menilik layar ponselnya. Sudah jam enam kurang. Pria berusia tiga puluh tahun itu pun duduk di atas tempat tidur besarnya. Mengucek kedua matanya dengan malas. Hari itu hari Rabu, ia harus kembali bekerja ke kantor.Kemudian Reyner bergegas keluar kamarnya. Menemui Pak Likin yang sedang memanaskan mobil. Pria itu kemudian meminta kunci mobil miliknya. Pak Likin memberikan kunci mobil itu sembari menatap aneh ke arah majikannya.Dengan laju cepat mobilnya, Rey sudah kembali ke kediamannya. Sebelum mandi, pria itu berjalan menuju rumah kecil di belakang rumah utama. Hendak menemui Zinnia untuk menanyakan hasil pertemuannya dengan keluarga Pak Argan. Langsung saja Reyner memasuki rumah kecil itu yang dengan sengaja pintunya tak ia kunci."Pak Rey kalau masuk salam dulu kenapa, sih?" Terdengar sambutan kesal dari si penghuni rumah."Assalamu'alaikum," ucap Rey tampa
Hingga malam pun tiba, kedua orang itu tak saling berbicara. Nampaknya Rey benar-benar menikmati kesendiriannya di rumah utama. Alhasil, Zinnia terpaksa harus pura-pura bertamu untuk menemui sang direktur.TOK TOK TOK"Assalamu'alaikum, Pak Reyner." Panggilan Zinnia terdengar seperti anak kecil yang sedang memanggil temannya untuk diajak bermain. Tak perlu waktu lama, si pemilik rumah membukakan pintu untuknya."Kenapa?" tanya Reyner sembari menyandarkan tubuhnya pada kusen pintu."Jawab dulu dong Pak salamnya," celetuk Zinnia."Wa'alaikumussalam. Ada apa malam-malam ke sini? Mau ambil cucian lagi?" tanya Rey meremehkan."Bukan, Pak. Saya cuma mau ngobrol sama Pak Rey," jawab Zinnia."Ngobrol? Nggak sopan.""Ya sudah. Saya ke sini mau berbicara dengan Pak Direktur Reyner Eka Sukmajaya," ulang gadis itu sebal."Ck. Bicara apa?" tanya pria itu lagi."Saya nggak disuruh masuk dulu nih?" tany
"Tuh kan. Gara-gara Bapak, saya jadi digosipin kaya gitu," dengus Zinnia sembari berjalan menghentakkan kakinya, berjalan mendahului sang atasan."Ck. Sadar diri dong! Semua masalah ini gara-gara kamu. Andai saja aku nggak ketemu cewek macam kamu," balas Rey tak kalah kesal.Kedua orang itu terus berdebat hingga mereka sampai di rumah. Zinnia pun segera menyiapkan makan malam untuk menyambut sahabatnya. Gadis itu memasak beberapa macam masakan. Tak lupa menyisakan masakan untuk dirinya sendiri yang akan bersembunyi di rumah utama."Makannya nanti, Pak!" ujar Zinnia melarang sang atasan yang hendak mengambil sosis goreng."Ck. Semua perabotan masak di sini itu punyaku. Jadi tak masalah kalau aku makan duluan. Lagipula berani sekali kamu melarangku!" balas Rey tak mempedulikan sekretarisnya."Iya deh. Maaf," ujar Zinnia dengan suara baritonenya, tak lupa dengan mengerucutkan bibirnya."Ya sudah. Sebentar lagi Bella sampai. Saya ke rum
Malam pun tiba, Zinnia yang sedang berada di rumah utama terus-terusan mengintip dari balik jendela. Namun sayangnya Rey dan sahabatnya sedang berada di dalam rumah kecil itu. Ia khawatir jika sang atasan berbuat macam-macam pada Bella."Emmm. Zin. Aku boleh minta tolong ndak?" Bella menatap sang sahabat yang aslinya orang lain."Apa?" tanya Rey dengan suara gadisnya. Kini mereka tengah duduk santai di dalam kamar. Sebenarnya Reyner ingin segera keluar dari tempat itu."Tolong kerokin aku dong! Dari tadi ndak enak badanku. Kayanya masuk angin iki," pinta Bella sembari memijit belakang lehernya sendiri dengan pelan."Kerokin?" Rey bertanya balik. Pria itu benar-benar tak mengerti dengan apa yang diminta Bella. Gadis itu pun menganggukkan kepalanya sebagai jawaban."Bentar. Aku keluar dulu," ucap Rey sembari berjalan keluar kamar. Lalu keluar rumah kecil itu dan menutup pintu dari luar.[Sekretaris Bar Bar: k
Hari ke dua puluh dua. Zinnia dan Reyner kembali ke tubuh mereka masing-masing. Pagi itu Bella sudah kembali mengemasi barang-barangnya. Lalu berpamitan pada Zinnia."Makasih yo sudah ngizinin aku menginap di sini," ucap Bella tersenyum menatap sahabatnya."Sama-sama, Bel. Hati-hati ya di jalan," balas Zinnia sembari memeluk Bella dengan erat. Melepaskan kerinduannya."Iya, Zin. Oh iya. Salam buat Pak Reyner yo!""Iya. Nanti aku sampaiin," balas Zinnia yang sebenarnya malas."Dan kamu Zin. Berjuang yo!" seru Bella membuat sahabatnya bingung."Berjuang untuk apa?""Berjuang jadi istrinya Pak Reyner. Kan kalau di cerita-cerita yang pernah kubaca itu, pembantu bisa nikah sama majikannya," ucap Bella.'Pembantu? Ya Allah. Gitu amat sih direktur sableng itu,' rutuk Zinnia sebal."Mana ada yang seperti itu. Ya udah sana! Udah ditungguin pak sopir tuh," tutur Zinnia mengingatkan."Oke. Dah ya,
Zinnia secara terpaksa melaksankan tugasnya. Gadis itu sudah berdiri di tepi kolam renang dengan kemeja dan rok kerja yang masih lengkap. Kini ia bingung bagaimana caranya membuka penutup di dasar kolam. Ia sama sekali tak dapat berenang. Hukuman dari Reyner benar-benar kejam."Kenapa masih diam saja? Cepat bersihkan!" seru Rey yang sedang membetulkan kemejanya."Bagaimana saya bisa mulai, Pak? Saya nggak bisa mengambil penutup itu," ujar Zinnia sembari menunjuk ke dasar kolam."Ya ambil lah!""Tapi saya nggak bisa renang, Pak," cicitnya."Pikirkan caranya!" ujar Reyner sembari menunjuk kepalanya sendiri."Jahat banget sih jadi orang," sungut gadis itu."Pokoknya kalau aku pulang, kolam ini harus benar-benar bersih. Pikirkan caranya sendiri!" Reyner pun meninggalkan Zinnia yang masih memikirkan cara mengambil penyumbat di dalam kolam renang. Pria itu benar-benar tak peduli dengan kelemahan Zinnia."Aku mau berangkat sekarang. B