Bab 82
Jonathan tersenyum kecut mendengar ucapan sahabatnya tersebut. Nyatanya, yang dia ucapkan memang benar adanya. Entah sudah berapa banyak barang branded yang dia beli untuk menyenangkan kekasihnya tersebut, belum lagi uang yang dia gelontorkan untuk perawatan kecantikan dan jajan wanita itu. “Jo, daripada sama Hera, mending lo deketin cewek model begitu. Dijamin pasti masih ori!” ujar Tio seraya menunjuk salah satu arah dengan dagunya. “Yang mana?” tanya Gerry penasaran. “Yang pakai baju hijau itu,” sahut Tio. Spontan, mereka menoleh dan menatap arah yang ditunjuk pria tersebut. Jonathan tersenyum tipis saat menyadari siapa yang ditunjuk sahabatnya tersebut.“Manis,” ujar Gerry.“Ya udah, lo gebet sana!” sahut Jonathan.“Mana boleh? Silvy mau gue kemanakan?” protes Gerry.“Kali aja lo khilaf,” sahut Tio seraya terkekeh.“Gak akan. Si Jonathan tuh, mumpung jomblo,” sahut Gerry.“Bukan tipe gue!”Bab 83“Hai, mau gue antar pulang?” tawar Jonathan yang tiba-tiba muncul di hadapan Najwa. Saat ini, Najwa tengah menunggu taksi online yang dipesannya melalui aplikasi.“Gak, makasih!” sahut Najwa cuek.“Ayolah, kita kan tetangga!” bujuk Jonathan.“Udah dibilang gak usah, ya gak usah. Kenapa ngeyel sih?” protes Najwa. “Gue kan cuma pengen nganterin situ pulang,” bujuk Jonathan.“Gak perlu!” sahut Najwa ketus. Mendapat jawaban ketus Najwa, bukannya marah, Jonathan justru terkekeh geli.“Ternyata lo galak juga ya!” ujar Jonathan dengan senyum dikulum.“Baru tahu?”“Sayangnya iya dan itu bikin gue makin penasaran,” ujar Jonathan seraya berbisik.“Jangan dekat-dekat,” sentak Najwa.“Jangan galak-galak dong. Asal kamu tahu, di kampus ini gue ini jadi pria paling didambakan jadi pacar,” sahut Jonathan dengan penuh percaya diri.“Itu mereka, bukan aku,” sahut Najwa. Selang tak berapa lama kemudian, taksi y
Bab 84Farhan merasa sangat terkejut saat mendapati seorang pria keluar dari apartemennya. Spontan, dia menatap Najwa dengan tajam. Mendapat tatapan sedemikian rupa, Najwa hanya bisa menundukkan wajahnya. Farhan mengalihkan pandangannya pada Jonathan.“Siapa kamu? Kenapa ada di sini?” tanya Farhan dingin pada Jonathan. Jonathan melirik Najwa sejenak sebelum menjawab pertanyaan pria di hadapannya.“Saya Jonathan, Om, tetangga sebelah sekaligus teman Najwa di kampus. Wa, aku balik dulu ya!” pamitnya lagi. Usai berpamitan, dia pun segera melangkahkan kakinya meninggalkan unit tersebut. Belum jauh dia melangkah, pintu unit yang ditinggali Najwa ditutup seketika. Farhan kembali menatap Najwa dengan tajam. Sementara itu, Najwa masih menundukkan wajahnya tidak berani menatap wajah pria tersebut.“Berani sekali kamu memasukkan seorang pria ke apartemen,” ujar Farhan dingin.“Ma—maaf, Om. Ta—tadi itu ... dia bantu aku bawa barang belanja
Bab 85Najwa berjalan mondar-mandir di depan kamar Farhan dengan gelisah. Berulang kali dia mencoba mengetuk pintu tersebut, namun berulang kali pula dia mengurungkannya. Najwa benar-benar dilanda kegelisahan.Najwa menghembuskan nafas panjang beberapa kali. Setelah merasa agak tenang, Najwa mencoba meyakinkan hatinya untuk mengetuk pintu tersebut. Sementara itu, di dalam kamarnya, Farhan merasa gelisah. Mengingat seorang pria telah masuk ke dalam apartemennya, membuatnya merasa tidak nyaman. Bukan tidak rela jika Najwa dekat dengan seseorang, hanya saja menurutnya ini masih belum waktunya. Dia baru saja memulai kuliahnya. Seharusnya dia fokus pada kuliahnya terlebih dahulu, baru memikirkan masalah lain.Farhan menghembuskan nafas panjang beberapa kali. Bukan niatnya untuk menghalangi pergaulan gadis itu, hanya saja dia merasa bertanggung jawab dengan pergaulannya. Dia tidak mau kecolongan sehingga gadis itu sampai salah jalan.
Bab 86Kring .... Baru saja dia menyelesaikan jam kuliahnya, tiba-tiba ponselnya berbunyi. Jonathan segera merogoh sakunya dan mengeluarkan ponselnya. Ternyata, sebuah panggilan dari sang mama.“Halo, Ma!” sahut Jonathan.“Sayang, nanti kamu makan siang di rumah ya! Mama kangen nih sama kamu!” ujar wanita paruh baya tersebut.“Tapi, Ma ....”“Ayolah, Jonathan. Apa kamu gak kangen sama mama?” bujuk wanita tersebut dengan suara sendu. Jonathan menghela nafas panjang sejenak.“Baiklah, Ma, nanti aku akan datang,” sahut Jonathan memutuskan.“Syukurlah. Ya sudah, mama tutup dulu teleponnya. Mama mau masak makanan kesukaan kamu!” ujar wanita tersebut dengan suara yang sudah berubah ceria. Usai menutup panggilannya, beliau segera melangkah ke dapur dan mempersiapkan semuanya.“Bi, siang ini saya yang masak ya! Bibi kerjakan pekerjaan yang lain saja!” ujar wanita tersebut dengan senyum yang masih mengembang sempurna.“Baik, Nyonya!” Se
Bab 87"Mama masak apa hari ini?" tanya Jonathan mengalihkan pembicaraan, lalu kembali duduk di posisinya."Makanan kesukaan kamu. Ayam saus asam manis sama udang krispi. Itu mama juga masak sayur kalau kamu mau," sahut wanita paruh baya tersebut."Banyak sekali, Ma!""Tentu saja, kamu harus menghabiskan semuanya!" "Mana bisa? Aku bisa gemuk nanti," protes Jonathan."Tidak akan. Ayo cepat dimakan. Pokoknya semuanya harus kamu habiskan!" ujar wanita tersebut dengan tegas. Beliau pun segera mengambil piring putra kesayangannya tersebut, lalu mengisinya dengan makanan yang telah tersedia."Sudah, Ma, jangan banyak-banyak!" protes Jonathan."Kamu harus makan yang banyak. Lihatlah, tubuhmu semakin kurus. Pasti makanmu tidak terjaga. Lebih baik kamu kembali ke rumah ini," bujuk mamanya."Siapa bilang? Aku makan dengan baik disana!""Kamu pikir mama percaya? Sudah, cepetan dimakan!" Tanpa protes lagi, Jonathan pun melah
Bab 88 Farhan tengah mengadakan meeting dengan salah seorang bisnisnya di sebuah restoran. Usai melakukan meeting dan hendak meninggalkan restoran tersebut, Farhan mengernyitkan dahi saat sekelebatan melihat sosok yang dikenalnya masuk ke dalam hotel. Tak ingin dilanda penasaran, Farhan diam-diam mengikutinya. Tasya bergelayut manja di lengan sang kekasih. Sementara itu, Marcel memeluk pinggang wanita itu dengan posesif. Setelah mereka masuk ke dalam kamar hotel, tak menunggu lama, Marcel segera melancarkan serangannya. Suasana kamar pun memanas seketika. Tok tok tok …. Marcel dan Tasya yang tengah asyik memadu kasih, tak mengindahkan suara ketukan dari luar. Mereka terus melanjutkan aksinya yang masih setengah jalan. Rasanya mereka tidak rela jika harus menghentikannya di tengah-tengah. Tok tok tok. Pintu kamar mereka kembali diketuk. Namun, lagi-lagi mereka tak mengindahkannya. Dor dor dor. Suara ketukan ta
Bab 89"Kok uang lagi sih, Cel. Aku kan baru ngasih kamu tiga hari yang lalu," sahut Tasya."Mau bagaimana lagi? Aku tidak mau mati kebosanan saat kamu sibuk dengan laki-laki itu," ujar pria tersebut santai."Tapi kan bukan dengan minta uang lagi. Kamu kan tahu akhir-akhir ini jobku lagi sepi," sahut Tasya."Baiklah, kalau kamu tidak mau memberikannya, tidak masalah. Aku bisa minta sama Tanta Ve—.""Iya, nanti aku transfer. Awas saja kalau kamu berani macam-macam di belakangku!" ancam Tasya."Asalkan kamu bisa memenuhi kebutuhanku, aku tidak mungkin macam-macam," sahut Marcel seraya memeluk wanita tersebut dari belakang."Lepaskan, Cel. Aku sudah terlanjur berdandan. Aku tidak mau kalau harus mandi lagi setelah ini," ujar Tasya. Dengan muka ditekuk, terpaksa Marcel melepaskan pelukannya."Aku akan nemui kamu kalau urusanku sudah selesai." Usai mengatakan hal itu dan mengecup bibir sang kekasih untuk sesaat, dia
Bab 90Pria tersebut terkekeh sejenak seraya menatap wajah Najwa yang tampak terkejut. "Kaget ya?" ujar Jonathan, pria yang menyapa Najwa."Kok kamu ada disini?" tanya Najwa dengan mimik wajah penuh kebingungan. "Kenapa? Gak boleh?" sahut Jonathan santai. Najwa menghembuskan nafas panjang sejenak mengurai kekesalan yang mulai menyusup ke dalam hatinya.“Kamu gak lagi nguntit aku kan?” tanya Najwa penuh selidik.“Wkwkwk ... gaklah, ngapain juga? Lagian, mana bisa aku masuk kesini kalau cuma sekedar nguntit kamu doang?” sahut Jonathan seraya terkekeh.‘Benar juga. Tadi kan Om Farhan masuk dengan nunjukin undangannya,’ ujar Najwa dalam hati.“Aku diajak mama tadi. Papa lagi sakit, jadi aku yang diminta nemenin. Kamu sama om itu?” tanya Jonathan.“Om Farhan,” sahut Najwa seraya menganggukkan kepalanya.“Oh ya, bagaimana kalau kita ngobrol disana saja? kayaknya suasananya lebih enak deh!” ujar Jonathan.“Duh, gimana y
Bab 128Tubuh Najwa menegang, tetapi bukan karena ketakutan. Ada sesuatu yang asing menjalar di dalam dirinya. Sensasi yang membuatnya bingung.Tangan Farhan yang semula hanya mengusap pipinya, kini bergerak turun, meremas gundukan kenyal dengan lembut. Tanpa sadar, Najwa mendesis lirih.Merasa mendapat respon, Farhan semakin intens melancarkan serangannya. Sementara itu, Najwa semakin tak dapat mengendalikan diri merasakan sensasi baru yang terasa candu.Tiba-tiba, Farhan mengehentikan aksinya. Ditatapnya gadis di bawahnya dengan intens. Sementara itu, Najwa balik menatapnya dengan tatapan penuh tanda tanya."Wa, bolehkah?" tanya Farhan dengan suara berat. Untuk sesaat, Najwa meragu. Meskipun belum berpengalaman, namun dia paham arah pembicaraan pria di hadapannya tersebut.Beberapa saat kemudian, Najwa menganggukkan kepalanya. Akhirnya, Farhan kembali melancarkan aksinya dengan lembut dan hati-hati. Dia paham betul jika ini pengalaman pertama bagi wanita di hadapannya tersebut.Aksi
BAB 127PERASAAN YANG TAK TERDUGASesampainya di apartemen, Najwa segera masuk ke dalam kamarnya dan menutup pintu dengan sedikit lebih keras dari biasanya. Ia berjalan menuju ranjangnya, lalu duduk di tepinya dengan wajah kesal. Pikirannya masih dipenuhi dengan kejadian di kafe tadi.Bayangan Farhan bersama wanita lain terus mengusik benaknya. Tatapan mata wanita itu, senyum genitnya, cara dia menyentuh lengan Farhan, semua itu membuat dadanya terasa sesak.Najwa menghela napas panjang, mencoba menenangkan diri. Namun, perasaan aneh yang menggelayuti hatinya tak kunjung pergi.Tak lama kemudian, suara ketukan pelan terdengar dari balik pintu.Tok tok tok...."Najwa?"Najwa mendongak sejenak, mengenali suara itu. Namun, alih-alih menjawab, ia malah memalingkan wajahnya.Farhan, yang tak mendapat respons, akhirnya memutuskan untuk masuk. Dengan langkah perlahan, ia menghampiri gadis itu hingga hanya berjarak dua jengkal."Kamu kenapa?" tanyanya tenang.Najwa tetap tak melihat ke arahny
Bab 126Rahasia yang TerpendamFarhan menyesap kopinya perlahan, mencoba menyembunyikan kegelisahan yang tiba-tiba merayapi benaknya. Ia menatap David yang duduk di hadapannya, pria itu terlihat tenang, tetapi jelas sedang mengamati setiap gerak-geriknya."Jadi?" David mengangkat alisnya. "Aku hanya ingin memastikan sesuatu, Farhan. Apa hubunganmu dengan Najwa?"Farhan menaruh cangkir kopinya dengan gerakan yang terkendali. "Maaf, tapi itu bukan urusan Anda."David tersenyum tipis. "Sebenarnya, itu urusanku. Najwa adalah anak tiriku sekarang dan aku ingin memastikan dia berada di tangan yang tepat."Farhan tertawa kecil, tetapi tidak ada humor di sana. "Anda tidak perlu khawatir soal itu. Najwa baik-baik saja."David mencondongkan tubuhnya, tatapannya semakin tajam. "Dengar, aku tidak bodoh, Farhan. Fara sudah memberitahuku bahwa mantan suaminya tidak memiliki kerabat. Jadi bagaimana mungkin kau bisa menjadi 'om' bagi Najwa?"Farhan tetap tenang, tetapi jari-jarinya mengepal di bawa
Bab 125Kini, setelah bertahun-tahun berlalu, Fara masih dihantui rasa bersalah.Ia bangkit dari tempat tidur dan berjalan menuju lemari. Dari dalam laci, ia mengeluarkan sebuah kotak kayu kecil yang sudah lama ia simpan. Perlahan, ia membuka tutupnya, memperlihatkan sebuah foto usang, foto dirinya bersama Najwa dan Suratman.Air matanya langsung mengalir. Ia menyusuri wajah kecil Najwa dalam foto itu dengan jemarinya yang bergetar."Najwa, sedikit saja, apakah tidak ada perasaan rindu untuk ibu?"Pertanyaan itu terus mengganggunya sejak pertama kali dia bertemu kembali dengan putrinya. Putri kecilnya yang kini telah beranjak dewasa.***Farhan masih sibuk memeriksa laporan keuangan ketika suara pintu ruang kerjanya terbuka tanpa izin."Farhan!" suara Arum terdengar tajam. Wanita paruh baya itu berjalan masuk dengan wajah kesal.Farhan menutup map di hadapannya dan mengusap wajah dengan lelah. "Ada apa, Ma?""Apa maksudmu bertanya ada apa?" Arum melipat tangan di depan dada. "Uang yan
Bab 124SURAT CERAITangannya bergetar saat menatap lembaran itu. Nama Fara tertera jelas di sana. Ia nyaris tidak bisa percaya dengan apa yang ia baca."Ini tidak mungkin. Fara tidak mungkin melakukan ini," gumam Suratman dengan suara bergetar."Sudah cukup. Jangan cari dia lagi. Kalian sudah bukan siapa-siapa."Suratman menatap pria tua itu dengan mata membelalak. "Kenapa? Apa yang terjadi? Apa yang kalian lakukan pada Fara?"Pak Karim tidak menjawab. Ia hanya menatapnya dengan ekspresi yang sulit diartikan sebelum akhirnya menutup pintu tanpa sepatah kata lagi.Suratman berdiri di sana, masih memegang surat cerai itu dengan tangan gemetar.Dengan langkah gontai, ia kembali ke rumahnya. Sepanjang jalan, pikirannya dipenuhi berbagai pertanyaan yang tak terjawab. Bagaimana mungkin Fara meninggalkannya begitu saja? Kenapa tanpa penjelasan?Ketika ia tiba di rumah, Najwa berlari menghampirinya. "Ayah! Ibu sudah pulang?"Suratman menatap wajah polos putrinya dan seketika dadanya sesak. I
Bab 123SAAT-SAAT TERAKHIRHari demi hari berlalu, dan kondisi Najwa semakin membaik. Warna di wajahnya mulai kembali, senyum kecilnya sudah lebih sering muncul, dan suaranya tak lagi selemah dulu. Fara selalu berada di sampingnya, membacakan cerita sebelum tidur, menyuapinya makan, dan menggenggam tangannya setiap kali Najwa merasa kesakitan.Namun, di balik senyum yang ia tampilkan, ada kesedihan yang semakin dalam. Setiap kali melihat Suratman tertidur di kursi samping ranjang Najwa, Fara ingin menangis. Setiap kali pria itu bangun dan tersenyum padanya, seolah mereka adalah keluarga yang utuh, hatinya semakin hancur.Di saku tasnya, surat panggilan dari pengadilan agama telah berulang kali ia lipat dan sembunyikan. Ia tahu waktunya semakin sedikit. Proses perceraiannya dengan Suratman hampir selesai, dan saat Najwa benar-benar pulih, ia harus pergi.***Suatu sore, ketika Suratman pulang sebentar untuk mengambil beberapa barang di rumah, Fara duduk di samping Najwa yang tengah ter
Bab 122TAWARANFara berdiri di depan rumah orang tuanya dengan dada sesak. Tangannya gemetar saat hendak mengetuk pintu. Selama ini, ia sudah dianggap tidak ada oleh keluarganya setelah memutuskan menikah dengan Suratman, seorang pedagang keliling yang menurut mereka tidak pantas untuknya.Namun, sekarang ia tidak punya pilihan lain.Ia mengetuk pintu dengan ragu. Tak lama, suara langkah kaki terdengar dari dalam, lalu pintu terbuka, memperlihatkan wajah sang ibu, Bu Halimah, yang langsung berubah dingin begitu melihatnya."Untuk apa kamu kemari?" suara wanita paruh baya itu terdengar tajam.Fara menggigit bibirnya, menahan air mata yang hampir jatuh."Ma, aku butuh bantuan," suaranya bergetar.Bu Halimah melirik anaknya dari ujung kepala hingga kaki, lalu mendengus. "Jadi sekarang kamu ingat keluarga setelah sekian lama menghilang?"Fara menggeleng cepat. "Aku nggak pernah melupakan papa dan mama. Aku hanya… aku hanya tidak punya keberanian untuk kembali.""Tapi sekarang kamu kembal
BAB 121SEPULUH TAHUN YANG LALULangit sore mulai meredup ketika suara tawa anak-anak masih terdengar di gang sempit perkampungan kecil di pinggiran kota. Najwa, bocah perempuan berusia delapan tahun, berlari kecil mengejar bola plastik yang meluncur ke jalan raya. Tanpa sadar, langkah kakinya melampaui batas aman dari gang sempit itu.Tiba-tiba, suara klakson yang keras menggema di udara. Dalam sekejap, tubuh kecil Najwa terpental ke aspal, diikuti oleh jeritan histeris dari anak-anak lain yang menyaksikan kejadian itu. Mobil yang menabraknya melaju kencang tanpa sedikit pun mengurangi kecepatan, menghilang di belokan sebelum ada yang sempat mencatat nomor platnya."Najwa!"Seorang wanita berlari dari dalam rumah, wajahnya pucat pasi saat melihat tubuh kecil putrinya tergeletak tak bergerak di jalan. Darah mengalir dari pelipis dan hidungnya, membentuk genangan kecil di aspal.Orang-orang mulai berdatangan. Beberapa ibu berteriak panik, sementara beberapa bapak berusaha menenangkan i
BAB 120KERINDUAN YANG TAK TERPADAMKANFara duduk di sofa ruang keluarga dengan wajah yang dipenuhi kesedihan. Matanya yang sembab menunjukkan bahwa ia sudah menangis cukup lama. Di tangannya, ia menggenggam erat selembar foto lama, foto seorang gadis kecil dengan senyum polos yang begitu dirindukannya.David duduk di sampingnya, tangannya dengan lembut mengusap punggung istrinya, berusaha menenangkan. Namun, Fara tetap terisak, rasa sesak yang menghimpit dadanya tak kunjung mereda."Aku tidak bisa terus seperti ini, Mas. Aku ingin bertemu dengannya. Aku ingin memeluknya setidaknya sekali saja. Aku ingin menebus semua kesalahan yang telah aku buat," ujar Fara dengan suara bergetar.David menarik napas dalam. Ia paham betul bagaimana perasaan istrinya. Setiap malam, ia melihat Fara duduk termenung di depan jendela, matanya menerawang jauh, pikirannya entah ke mana."Sayang, aku mengerti perasaanmu. Tapi kita harus bersabar sedikit lagi. Jangan gegabah, kita harus menunggu waktu yang te