Bab 18
Suara brankar yang didorong terdengar berlalu lalang di dalam IGD, begitu pula Sonya yang masih mengaduh-aduh kesakitan dan terus menerus memegang tangan Farhan. “Mas jangan kemana-mana. Mas temani aku ya, Mas?” “Tenang, aku temani.” “Sakit Mas, perutku AARGGHH,” gerung Sonya dengan kepala yang terus terarah ke kanan dan kiri. Sraaak. Suara dua buah tirai dengan berjarak lima brankar terdengar ditutup dalam waktu yang bersamaan. Salah satu brankar berisi istri yang perutnya sakit dan memerlukan kehadiran suami, sedangkan brankar yang lain berisi ibu yang rela mempertaruhkan apapun agar anaknya bisa tersadar. Menit demi menit berlalu, Lisa lebih dahulu tiba di bagian administrasi untuk mengurus biaya pemeriksaan untuk perawatan Davin sebelum dirinya menerima beberapa lembar kertas dan membalik tubuh. Bruk! “Kamu!” maki Arum dengan suara kencang yang ternyata baris dibeBab 19KEKHAWATIRAN LISA“Saya lancang karena Nyonya Arum yang mengajarkan saya seperti itu dulunya, bukan?”“Pantas kamu selalu rendah, selalu miskin dan nasibmu jelek karena bahkan kepada orang tua saja kamu tidak hormat.”“Untuk apa saya menghormati orang yang menginjak harga diri saya?” balas Lisa yang hatinya tersayat-sayat dan membuatnya bersedih ketika Arum terus mengatakan hal-hal buruk padanya.“Sejak kapan kamu berada di Jakarta? Bukannya setelah berpisah dengan Farhan, kamu pergi ke luar kota? Jadi, untuk apa kamu di sini? Jakarta tidak cocok untuk orang kampungan sepertimu, Lisa.”Deg!Mendengar ucapan Arum, Lisa membeku dan sikap kerasnya tadi mendadak berubah ketika Arum memutar balik keadaan.“B—bagaimana Anda bisa tahu?” selidik Lisa hingga Arum yang merasa menang dan ada di atas udara tertawa terbahak. “Kenapa? Kaget? Uang bukan masalah bagi orang seperti kami. Menyuruh orang untuk mengikuti kehidupan kamu itu
Bab 20“Bagaimana dengan keadaan menantu saya, Dok?” tanya Arum yang didampingi Farhan dengan tidak sabar.“Ma, sabar,” tegur Farhan.“Saya belum.bisa memastikannya, Nyonya. Kami harus melakukan pemeriksaan lebih lanjut,” sahut sang dokter.“Apa kondisinya parah?” tanya Farhan gugup.“Ada beberapa hal yang saya curigai.”“Maksudnya bagaimana, Dok? Tolong jangan berbelit-belit,” sahut Arum tidak sabar.“Kita akan mengetahui hasilnya besok setelah hasil CT-scan jadi. Jadi, untuk sementara, Nyonya Sonya harus dirawat disini,” sahut sang dokter.****“Dis, seumur-umur aku enggak pernah nyangka Davin bisa dirawat di ruang VVIP,” bisik Lisa dengan memandang Dista yang sedang duduk sambil mengunyah cemilan untuk ibu hamil yang dibelikan oleh Raka.“Aku dan Mas Raka akan berusaha yang terbaik untuk kamu, Lis,” sahut Dista.“Aku tidak tahu harus membalas dengan apa kebaikan kalian,” ujar Lisa penuh haru. Memiliki sahabat sebaik
Bab 21VONIS DOKTERSepanjang perjalanan, pria tersebut tampak sedang memikirkan sesuatu. Semakin dia pikirkan, hatinya terasa semakin gelisah.“Ken!” ujar kakek tua tersebut pada Kenzi, asisten pribadinya, pria muda yang mendampinginya kemana pun beliu pergi.“Selidiki latar belakang wanita tadi!” ujar kakek tua tersebut.“Baik, Tuan!” sahut Kenzi mantap.*****Tiga hari sudah, Davin dirawat di rumah sakit. Berarti sudah tiga hari juga, Sonya mendapatkan perawatan di rumah sakit tersebut.“Mas, kapan aku bisa pulang? Aku bosan disini!” rengek wanita tersebut.“Sabar dulu. Kita harus menunggu hasil pemeriksaan,” ujar Farhan.“Hasil pemeriksaan apaan sih, Mas? Aku gak papa. Bilang sama dokternya, pokoknya aku mau pulang sekarang,” seru Sonya lagi.“Gak bisa, dokter belum memberikan izin.”“Mas!”“Sudahlah, jangan seperti anak kecil,” sahut Farhan dengan tegas. Lama-lama, dia merasa jengah juga dengan sikap manja sang istr
Bab 22“Apa tidak ada cara lain, Dok?” tanya Farhan.“Kita tidak tahu seberapa ganas sel kankernya. Bisa saja kita melakukan terapi, hanya saja, semakin kita tunda, khawatirnya sel kanker tersebut akan menyebar dengan cepat dan itu bisa berakibat fatal,” ujar sang dokter memberikan penjelasan.Untuk beberapa lama, Farhan terdiam. Dia tampak menimbang-nimbang keputusan apa yang harus dia ambil. “Baik, Dok, jika memang itu jalan terbaik, saya sebagai suami menyetujui. Tolong lakukan yang terbaik untuk istri saya,” kata Farhan hingga Arum yang masih syok menatap putranya tersebut dengan tatapan tak percaya.Arum memukul Farhan dan menggeleng sebelum histeris. “Tidak! Kamu tidak bisa membiarkan rahim Sonya diangkat! Kamu harus memiliki anak, aku harus memiliki cucu,” ucap Arum dengan kesal sebelum menatap dokter.“Ma—”“Farhan, jangan bodoh kamu! Bilang sama dokter kalau kamu tidak setuju! Bilang kalau … kalau Sonya pasti masih bisa memil
Bab 23PERMOHONAN SONYA“Farhan, jangan diam saja. Cepat katakan, apa kata dokter? Sonya baik-baik saja kan?” desak pria paruh baya tersebut.Farhan menghembuskan nafas panjang sejenak sebelum akhirnya dia menceritakan pembicaraannya dengan sang dokter. Papa Sonya terhenyak seketika. Dia tidak menyangka jika putrinya akan mengidap penyakit seserius ini. Tanpa mereka sadari, ada sepasang telinga yang mencuri dengar pembicaraan mereka.“Apa rencanamu sekarang?” tanya pria paruh baya tersebut. Di satu sisi, dia tahu betul bagaimana perjuangan putrinya agar segera diberi keturunan, namun disisi lain, dia tidak rela jika sampai terjadi sesuatu pada putri semata wayangnya tersebut“Tidak ada pilihan lain, Pa. Rahim Sonya harus diangkat demi keselamatannya,” ujar Farhan lirih.“Tidak.” Sebuah seruan dari atas brankar, mengagetkan mereka seketika. “Sonya,” ujar Farhan dan Papa Sonya lirih seraya menatap wanita tersebut.Mereka t
Bab 24FARHAN KEMBALI BERULAH“Maaf,” ujar Lisa dengan gugup. Dia berusaha melepaskan pelukan pria tersebut, lalu berdiri dengan tegak seraya merapikan penampilan untuk menguraikan kegugupannya.“Maaf, saya tidak bermaksud ….” Ucapan pria tersebut menggantung kala menyadari wanita yang berdiri di hadapannya.“Lisa? Kamu Lisa kan?” tanya pria tersebut memastikan. Spontan, Lisa mendongakkan kepalanya menatap pria tersebut dengan intens.Untuk beberapa lama, dia menatap pria tersebut seraya berusaha menggali memorinya.“Satria?” ujar Lisa kala berhasil mengenali pria tersebut. Pria di hadapan Lisa tersebut terkekeh sejenak memamerkan senyumannya.“Ini beneran kamu, Sat?” tanya Lisa. Dia masih belum bisa percaya akan kembali dipertemukan dengan pria dari masa lalunya tersebut. “Ya Tuhan … sudah berapa lama ya, kita ga ketemu?” ujar pria tersebut seraya terkekeh. “Entahlah, rasanya aku hampir tidak ingat punya temen
Bab 25“Apa yang kalian lakukan?” sentak seorang pria paruh baya yang tiba-tiba memasuki ruangan."Pa—papa!" ujar Farhan tergeragap. Spontan, dia melepaskan cengkeramannya pada Lisa dan menjauh. Papa Sonya mengayunkan langkah lebar dan menghampiri Farhan. Tanpa ba-bi-bu, dia meraih kerah kemejanya, lalu melayangkan bogem mentah."D@sar b@jing@n!" ujarnya penuh amarah. Farhan yang tidak siap dengan serangan tiba-tiba, tubuhnya terhuyung hingga akhirnya terjatuh.Tanpa ampun, pria paruh baya tersebut menghampiri Farhan, lalu kembali melancarkan bogemnya.Sementara itu, Lisa yang masih berada di posisinya, menatapnya dengan ngeri."Putriku sudah memberikan apapun yang keluargamu inginkan, begini balasanmu?" ujar Papa Sonya tanpa menghentikan aksinya."Ampun, Pa. Ampun!" ujar Farhan lirih."Dia sudah berjuang melakukan berbagai pengobatan agar bisa punya anak dari kamu, begini balasanmu?""Dia kini sedang berjua
Bab 26 "Mama kok sudah pulang?" tanya Davin dengan suara khasnya. "Iya, Sayang. Seneng gak Mama pulang cepat?" "Tentu saja. Aku jadi banyaaak waktu mainan sama Mama," sahut Davin dengan suara cerianya. Spontan, Lisa membentangkan kedua lengannya dan membawa putra kesayangannya itu ke dalam pelukannya. "Bagaimana kalau hari ini kita jalan-jalan?" usul Lisa. "Mau mau mau," sahut Davin antusias. Melihat wajah gembira putranya, senyum Lisa mengembang seketika. Rasanya beban di hatinya melayang seketika melihat senyum penuh kebahagiaan itu. "Oke, jagoan Mama sekarang siap-siap sama Mbak ya. Mama juga mau mandi dulu!" "Siap." Usai mengatakan hal itu, Davin segera berlari menyusul pengasuhnya yang tengah membuatkannya susu di belakang. Sementara itu, Lisa memilih melangkahkan kakinya menuju kamar. Tak ingin putranya menunggu lama, dia segera masuk ke kamar mandi. Lisa memejamkan matanya saat tetesan air shower mengguyur tubuhnya Tiba-tiba, kilasan kejadian di ruangan mantan suami
Bab 81 Najwa baru saja merebahkan tubuhnya setelah seharian di kampus ketika bel pintu apartemennya berbunyi. Dengan malas, Najwa pun melangkah dan membukakan pintu. Najwa menelan ludah kasar saat menyadari siapa yang datang. Arum. Ibu Farhan itu menatapnya tajam, seolah Najwa adalah noda yang mencemari hidup putranya. “Kamu masih di sini?” suara Arum terdengar tajam. Najwa tidak langsung menjawab. Ia mencoba menenangkan dirinya, meskipun jantungnya berdegup kencang. “Saya… baru pulang dari kampus,” jawabnya pelan. Arum melipat tangan di dadanya, tatapannya penuh penghinaan. "Jangan pura-pura polos, Najwa. Kamu tahu betul kenapa aku ada di sini. Aku ingin kamu keluar dari kehidupan Farhan.” Najwa mengepalkan tangannya. Ia sudah menduga bahwa Arum tidak menyukainya, tetapi mendengar kata-kata itu langsung dari mulut wanita itu tetap menyakitkan.
Bab 80Dengan penuh semangat, Najwa mengayunkan langkahnya menuju stand yang berjejer rapi. Dia membeli dan mencicipi jajanan tersebut hingga kedua tangannya penuh dengan makanan. Setelah mendapatkan aneka macam camilan dan minuman, dia mengajak Farhan kembali ke mobil dan menikmati jajanan tersebut disana.“Beli jajan segini banyak, apa bisa habis?” tanya Farhan heran.“Kan dimakan berdua,” sahut Najwa.“Gak deh, makasih, kamu saja yang makan,” sahut Farhan seraya melirik jajanan tersebut.“Kenapa? Ini enak lho!” sahut Najwa santai. “Itu makanan tidak sehat.”“Siapa bilang? Tidak semua makan kaki lima tidak sehat. Banyak kok pedagang kaki lima yang higienis,” sahut Najwa.“Tapi tetap saja bahan yang mereka pakai murahan.”“Om pikir bahan murahan tidak sehat? Buktinya aku sampai sekarang masih hidup sehat wal afiat.”“Tapi kurus kering,” ejek Farhan.“Yang penting kan sehat. Ini enak lho!” ujar Najwa seraya mencicipi s
Bab 79Wahana pertama yang mereka kunjungi adalah ombak banyu. Di wahana ini, kita bisa merasakan sensasi terombang-ambing seperti berada di lautan. Setelah puas bermain disana, Najwa mengajak Farhan naik ke wahana kora-kora atau galeon. Wahana yang mirip seperti ayunan raksasa ini cukup memacu adrenalin penumpangnya. Jika kamu pergi ke pasar malam dan mendengar teriakan, bisa dipastikan itu bersumber dari wahana ini.Setelah selesai, Najwa mengajak Farhan ke rumah hantu. Meskipun ketakutan,namun dia terus melangkah dan menyelesaikan tantangan melewati wahana tersebut.“Kalau takut, ngapain masuk?” protes Farhan.“Kan pengen, aku selalu penasaran setiap teman-teman bercerita mengenai wahana-wahana seperti ini,” sahut Najwa. Farhan tak berani protes lagi. Dia paham betul jika gadis di sebelahnya tersebut jarang sekali pergi ke tempat hiburan. Jadi, daripada protes, dia lebih memilih menuruti gadis itu. Dia terus mengikuti langkah gad
Bab 78“Baru pulang?” tanya pria tersebut.“Iya, Om. Om sendiri juga baru pulang?” Najwa balik bertanya.“Iya, tadi jalanan lumayan macet. Gimana acara nontonnya? Seru?” tanya Farhan. Mereka melangkah beriringan menuju unit yang mereka tempati.“Seru banget. Ini pengalaman pertama buat aku!” sahut Najwa.“Kamu belum pernah nonton bioskop?” tanya Farhan heran. Najwa menggelengkan kepala dengan polosnya.“Kan Om tahu sendiri bagaimana kehidupanku. Jangankan buat nonton, bisa makan setiap hari aja sudah syukur!” sahut Najwa. Farhan menganggukkan kepalanya tanda mengerti.“Maaf ya, selama disini, saya belum bisa mengajak kamu kemana-mana,” ujar Farhan.“Tidak apa, Om, aku paham kok. Aku tahu Om sibuk,” sahut Najwa.“Bagaimana kalau nanti malam kita jalan-jalan? Gak usah jauh-jauh, kita keliling kota saja!” usul Farhan.“Memangnya Om gak sibuk? Biasanya kan weekend gini Om jalan sama Davin!” ujar Najwa.“Davin sedang ke
Bab 77“Om itu orangnya sibuk kerja,” sahut Najwa.“Hari libur? Weekend?” tanya Maya lagi.“Kadang ngajak aku keluar sih, cuma dia lebih sering menghabiskan waktu dengan anaknya.”“Ow … tinggal sama istri dan anaknya juga?”“Bukan, gak gitu. Jadi, omku dan istrinya itu sudah bercerai dan anaknya ikut istrinya. Gitu,” sahut Najwa memberikan penjelasan. Kedua temannya pun menganggukkan kepala tanda mengerti.“Berarti kamu memang jarang ke luar dong ya. Kasihan banget sih kamu,” ujar Maya.“Gini aja, kalau kamu lagi kesepian, kamu bisa main ke rumahku, nanti aku kasih alamatnya deh. Atau kalau gak, kita yang main ke tempat kamu, gimana?” tanya Maya.“Terima kasih ya. Aku senang sekali karena disini aku bertemu dengan teman-teman yang baik seperti kalian,” ujar Najwa tulus.“Santai saja, aku juga senang kok bisa kenal kamu sama yang lain juga. Entah kenapa, sejak awal bertemu, aku merasa nyaman aja gitu!” sahut Maya.“Idem
Bab 76Sudah tiga bulan Najwa dan Farhan menikah. Hubungan mereka masih sama seperti sebelumnya, namun mereka sudah saling terbiasa dengan hubungan yang terjalin. Tasya pun masih sering berkunjung dan selalu menampakkan wajah penuh permusuhan pada Najwa. Farhan sudah berusaha mengingatkan akan sikap wanita itu, namun tetap saja wanita tersebut tak mau tahu. Dia tetap berusaha membuat Najwa merasa tidak nyaman, syukur-syukur dia mau meninggalkan apartemen sang kekasih.***Sudah satu minggu Najwa masuk kuliah di kampus barunya. Beruntung dia memiliki teman-teman yang baik dan asyik di ajak berteman. Saat ini, dia dan teman-temannya tengah asyik bercengkerama di kantin usai menyelesaikan jam kuliah yang pertama. “Habis ini kalian mau kemana?” tanya Nindy.“Mau langsung balik aja deh, memangnya mau kemana lagi?” sahut Maya.“Nonton yuk! Ada film baru di bioskop!” sahut Nindy.“Aku sih oke aja. Yang lain gimana?” tanya Maya.“Aku iku
BAB 75TETANGGA RESE“Wow ... kita ketemu lagi. Lo tinggal disini juga?” tanya Jonathan dengan wajah tengilnya. Najwa mendengkus dengan kesal, lalu memalingkan wajahnya. Dia tidak menanggapi ucapan pria tersebut. “Atau jangan-jangan lo nguntit gue ya?” “Idih, najis!” sahut Najwa spontan. Mendengar jawaban spontan Najwa, Jonathan terbahak seketika.“Siapa tahu kan lo terpesona sama ketampanan gue!” ujar Jonathan seraya menaikturunkan alisnya. Najwa kembali memalingkan wajahnya. Terjebak dalam lift berdua bersama pria yang dibencinya sungguh memuakkan. Dia ingin segera tiba di apartemennya agar tidak perlu lagi melihat wajah pria di sebelahnya tersebut.Selang tak berapa lama kemudian, pintu lift pun terbuka. Dengan gegas, Najwa pun melangkah keluar.“Wow ... kita tinggal satu lantai, menarik!” ujar pria tersebut. Najwa menghentikan langkahnya seketika.“Jangan-jangan kamu yang sengaja ngikutin aku ya?” ujar Najwa balik berta
Bab 74"Sayang, tunggu!" seru Tasya tidak terima ditinggalkan."Sayang!" seru Tasya lagi. Sayangnya, Farhan tidak mengindahkan seruan tersebut. Dia justru mengunci diri di dalam kamarnya."Ish, nyebelin!" gerutu Tasya. Dengan kesal, dia menghentakkan kakinya seraya melangkah menuju dapur.“Hei, kamu!” seru Tasya pada Najwa. Merasa mendengar suara, Najwa pun berbalik dan melihat keberadaan kekasih sang suami yang tengah berdiri tidak jauh dari posisinya.“Saya?” tanya Najwa memastikan.“Tentu saja. Memangnya disini ada orang lain selain kamu,” ujar Tasya dengan kesal.“Ada apa?” tanya Najwa. Dia malas meladeni sikap kasar dan tidak bersahabat wanita di hadapannya tersebut."Jangan coba-coba menggoda Mas Farhan karena kami akan segera bertunangan. Meskipun kamu keponakannya, aku gak bisa percaya sama kamu begitu saja," ujar Tasya dengan ketus."Terserah!" sahut Najwa dengan jengah, lalu melangkah meninggalkan wanita tersebu
Bab 73"Ma, ini hidupku. Jadi, biarkan aku sendiri yang menentukan jalanku. Mama tidak perlu ikut campur. Sudah cukup selama ini mama mengatur hidupku," sahut Farhan dengan tegas."Kamu ... Mama melakukan semua itu demi kebaikan kamu!" seru Arum."Ralat. Semua itu hanya demi kebaikan mama, bukan aku.""Farhan!" sentak Arum. Dia tidak terima mendengar ucapan putranya tersebut.Arum menatap putranya, ekspresinya mencerminkan kekecewaan yang mendalam. "Kau akan menyesal, Farhan. Gadis ini bukan siapa-siapa. Dia tidak akan pernah cocok untukmu."Sementara itu, Najwa hanya bisa menahan air matanya. Ia tahu, sejak awal ia tidak diinginkan di sini. Ia bukan bagian dari dunia mereka.Farhan meraih tangan Najwa dengan lembut, memberi isyarat agar gadis itu kembali ke kamar. Najwa menurut, meninggalkan ruangan dengan hati yang hancur.Saat pintu kamar tertutup, Farhan kembali menatap ibunya."Aku tidak peduli den