“Ka- kamu.... Si adik kelas?”
Gadis berambut hitam bergelombang di depannya nampak terkejut melihatnya. Garis lengkung dari alis pemuda di depan Lilac terlihat sangat jelas. Pemuda itu berfikir sepintas sambil memagut beberapa detik atas ekspresi gadis itu. Ia tak pernah menyangka jika ada gadis yang sungguh salah kaprah seperti gadis di depannya.
Gadis yang terus saja menatap horor padanya, menatapnya dari atas ke bawah, dan dari bawah ke atas lagi. Apanya yang membuat gadis aneh satu ini memicingkan mata bulatnya terus menerus kepadanya?
“Adik kelas? Maksudmu aku?” Tanya anak laki – laki itu dengan intonasi yang sedikit ragu.
Lilac mengangguk. Dia saja sudah kelas dua belas, seingat Lilac tahunnya adalah tahun terakhir di SMA-nya. Apa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia sudah ganti kurikulum lagi? Jadi ada kelas tiga belas misalnya? Jelas itu tak mungkin.
“Ya ampun siapa lagi...” Lilac sudah tak sabar dengan pertanyaan balik dari anak laki – laki ini.“Sedang kabur dari tugas jaga stan kelompokmu ya!?” Tuduhan tak berdasar milik gadis satu itu terlontar begitu saja.
“Ngawur...!” Seru anak laki – laki itu, yang langsung menggelengkan kepalanya. Sepertinya ia faham, maksud dari gadis bodoh di depannya ini.
“Kalau enggak, terus ngapain donk kamu disini? Ini jamnya adik kelas buat jaga stan.” Lilac semakin menelisik mimik muka dari orang di depannya, tentu saja itu membuat pemuda itu risih apabila dipandang seperti itu.
“Sampai kapan kamu menyebutku adik kelasmu. Jauhkan jidatmu ini dariku!” Toyor anak itu pada Lilac, ia bahkan mendorong jidat gadis bergigi tupai itu dengan ujung jari telunjuknya yang panjang.
“Ihh apaan sihh....” Lilac Seanna mengaduh parah.
Gadis bergigi tupai itu langsung kesal ketika jidatnya didorong – dorong seenaknya oleh adik kelas durhaka macam anak di depannya ini. Awas saja, jika ia bertemu dengan guru bimbingan konselingnya, ia bakal adukan adik kelasnya yang tak sopan ini. Setidaknya namanya tidak akan berderet mulus sendirian di buku catatan guru bimbingan konselingnya. Ada nama lain setelah namanya.
Emm, apa sekalian dirinya laporkan ke bu Mona Monica? Tetapi kasihan juga jika harus berurusan dengan bu Mona. Ibu guru satu itu pasti akan memberinya soal matematika yang susah, haduh mengapa bu Mona bisa galak sekali!
“Kamu tidak berjaga di stanmu?”
Anak laki – laki itu sukses menghentikan Lilac dari imajinasi bodohnya untuk menghindari guru matematikanya itu. Tanpa sadar mereka berdua sudah mulai berjalan beriringan, berjalan menuju blok lain di alfabet sebelumnya, menuju stan – stan di blok awal.
Pemuda itu terlihat menaikkan maskernya, hingga hanya mata hitam dan alisnya yang panjang yang terlihat. Beberapa kali ia melirik gadis yang kini masih sibuk memperhatikan foto – foto di galeri ponselnya. Gadis itu memiliki rambut panjang bergelombang dengan bandana hitam berenda hitam putih, mirip bandana maid di kerajaan Inggris pada abad pertengahan.
“Tidak, aku sedang ditugasi untuk memata – matai seseorang.” Jawab Lilac terlalu jujur. “Dia itu yang akan ngasih Mina nilai A gemuk.”
“Mina? Nilai A gemuk?” Gumam anak laki – laki itu keheranan.
“A yang sempurna maksudku! Mina itu temanku, dia ini hobinya dapat nilai A dari bapak dan ibu guru. Nelangsa sekali kan nasibku, jadi tumbalnya Mina.”
“Mengapa kamu suka sekali melawak.” Tegur pemuda di samping Lilac. “Penilaian disini sangat objektif, tidak ada yang asal menilai.”
“Aku serius. Kabarnya yang menilai itu ketua pelaksana dari Carnaval tahun ini langsung. Kemarin Yuta sudah ngasih tahu namanya, aduhh siapa sih namanya kemarin.” Mulut gadis satu itu mulai mencerocos seperti pipa yang bocor, hingga tak sadar jika pemuda di depannya ini sudah mulai mendengarkannya dengan seksama. Menunggunya untuk melanjutkan ceritanya.
“Memangnya siapa dia?” Tanyanya kemudian.
“AHAA!! Kalil...! Itu namanya.” Teriak gadis itu cukup keras. Anak laki – laki disamping Lilac berhenti melangkah seketika saat nama itu disebut.
“Apa?” Tanya Lilac bingung.
“Calil... Itu namanya.” Jawab anak laki – laki itu, yang anehnya semakin jelas memperhatikan mimik muka gadis aneh di depannya, mengapa ia tak menemukan kebohongan di dalam ekspresi gadis itu?
“Kenapa?”
“Berhati – hatilah menyebut namanya, itu akan jadi masalah.”
“Salah pelafalan...Hehe. Aku bukan jajaran anak OSIS sekolah. Mana tahu aku satu – satu dari mereka.” Lilac memberikan senyum lebar pada pemuda itu. “Aku malas berhubungan dengan anak – anak OSIS kita yang ambisius itu. Mereka terlalu sok pada kita – kita yang Cuma rakyat jelata ini.”
“Tidak semua.” Gumam pemuda itu dalam bisikan.
Pemuda itu lalu menoleh pada stan disamping Lilac. Stan yang berkonsep outdoor itu terdiri dari beberapa meja kecil bulat yang dinaungi payung besar. Stan yang menjual berbagai macam es krim. Pemilik stannya sedang mencoba menarik perhatian dari Lilac. Tetapi gadis itu masih belum juga lepas dari layar kecil ponselnya.
“Silahkan es krimnya, silahkan es krimnya.” Tawar anak dari stan kedai es krim tersebut.
“Dia menawarimu.” Tegur anak laki – laki disamping Lilac, pemuda itu sudah berjalan lebih dekat di samping gadis itu.
“Sudah, diam... Ayo terus jalan.” Bisik Lilac dengan bibir yang hampir tak bergerak. Ia sedang bersusah payah menjauhkan kakinya dari stan kedai es krim tersebut.
“Kamu sadar dia menawarimu?” Tanya anak laki - laki itu heran.
“Tentu, aku ini pecinta es krim. Apapun yang berhubungan dengan es krim aku akan sangat menyukainya. Tetapi aku sedang pura – pura tak melihatnya.” Jawab Lilac sambil memejamkan mata. Seperti mengenyahkan bayangan es krim dari isi kepalanya.
Pemuda berambut hitam itu tersenyum di tempatnya. Jadi gadis satu ini sebenarnya sangat menyukai es krim, dan tengah bersusah payah menjauh dari hal yang ia suka. Mengapa tak mengatakannya saja sedari tadi? Gadis lain yang ia kenal pasti akan dengan mudah meminta untuk dibelikan olehnya.
“Ayo kembali.”
“Hah!?”
“Aku bilang, ayo kembali!”
Lilac yang belum terbangun dari rasa terkejutnya, langsung menyadari jika lengan tangannya sudah ditarik oleh anak laki – laki tersebut. Adik kelasnya itu menggeret lengannya sampai di depan kedai es krim tersebut.
“Kakak – kakak mau pesan apa?”
Pelayan di kedai es krim tersebut bertanya ramah pada mereka, dan anehnya dia menatap lagi untuk sesaat pada pemuda di samping Lilac untuk beberapa saat, lalu menggeleng sekali seperti sedang meyakinkan diri. Saat pemuda disampingnya masih sibuk membaca menu es krim yang tersedia.
“Tidak, tidak jadi beli, dek.” Jawab Lilac lebih kepada pelayan kedai es krim tersebut, dan berusaha menjauhkan adik kelasnya tersebut dari kedai tersebut.
“Kita akan pesan. Tunggu sebentar. Kamu mau pesan apa?” Tetapi cowok di sampingnya itu tetap memintanya untuk memesan. Membuat pelayan kedai es krim melihatinya lagi, namun lebih pada menilai.
“Aku tak punya uang, ayo kembali saja.” Rengek Lilac pada anak laki – laki itu. Kenapa adik kelasnya ini tetap kekeh untuk berada di stan es krim tersebut.
Kini giliran pemuda itu yang memiliki masalah di indera rungu-nya, karena ia benar – benar tak mendengarkan permintaan dari Lilac. Dia tetap berdiri di tempat itu. Seperti kedua kaki dari pemuda itu sudah dilem herbal oleh lantai kedai tersebut.
“Jadi pesan apa, kak?” Tanya pelayan kedai es krim yang sepertinya adik angkatan dari Lilac.
“Pesan dua es krim cone, chocolate-strawberry dan satunya rasa matcha.” Kata anak laki – laki itu pada pelayan kedai es krim tersebut, dan langsung merogoh dompet kulitnya yang tebal untuk membayar pesanannya. “Aku yang membayar.”
“Eh jangan...”
Lilac sudah akan menolak, tetapi tangannya malah digenggam oleh anak tersebut, agar ia diam saja. Adik kelasnya itu menyuruhnya untuk menurutinya.
Gadis itu menyadari jika anak laki – laki di sampingnya memiliki postur tubuh yang lebih tinggi dari pada dia. Kostum Shinichi Kudo miliknya sangat cocok untuk dirinya. Dengan wajah putih yang tersembunyi di balik maskernya, rambut hitam yang terlihat sangat lembut, adik kelasnya ini bisa saja jadi model luar biasa tampan kalau sudah kuliah nanti.
“Ini es krim kakak.” Perkataan Lilac terpotong saat es krim miliknya sudah jadi. Gadis itu menerimanya dengan senang hati, gadis itu tersenyum lebar pada dua es krim cone di tangannya.
“Makasi...”
Lilac lalu mengambil beberapa helai tissue di atas counter kedai tersebut untuk berjaga jika ada scope es krimnya yang menetes. Lilac lalu memilih mengambil yang rasa chocolate-strawberry. Sedangkan yang rasa matcha ia berikan kepada teman seperjalanannya, yang juga telah membelikannya es krim tersebut.
“Es krim milikmu... Hati – hati menetes ke tanganmu...” Kata Lilac sambil menjilat es krim miliknya.
“Tak usah.”
Tetapi cowok di sampingnya tersebut menolak cone es krim matcha tersebut. Lilac merengut. Gadis itu mengira ia salah ambil pesanan yang dipesan oleh pemuda itu. Jadi ia menawarkan es krim chocolate-strawberry yang sudah ia jilat kepada anak laki – laki itu. Tak mungkin mereka bertukar satu es krim seperti itu.
“Kau mau ini ya? Tetapi sudah aku jilat.” Ucapan polos milik gadis itu sukses membuat pemuda itu tersenyum lagi dibalik maskernya.
“Untukmu dua – dua-nya.”
“Benarkah? Aduh, makasi sekali...” Lilac tersenyum senang tatkala tahu dua es krim di tangannya adalah miliknya. Cowok disampingnya tetap melihatnya, lalu di akhir malah tersenyum samar.
Seorang maid berpakaian hitam dan putih dan juga seorang Sinichi Kudo berjalan di tengah jalanan Carnaval sebenarnya sangatlah asing, terutama saat tahu jika gadis tersebut adalah sang biang usil sesekolahan. Beberapa teman seangkatan Lilac melirik kedua orang itu tanpa tanggung – tanggung.
Hanya saja, gadis itu tak mencatatnya, sibuk mengemuti es krimnya. Beberapa kali jalannya akan oleng dan menyenggol pengunjung di sampingnya, sampai pemuda disampingnya harus berulang kali untuk menarik lengannya agar tidak jatuh.
Hingga akhirnya, ia menarik Lilac untuk duduk di salah satu kursi taman di ujung blok C yang dekat dengan jalan yang memisahkan bangunan gedung kelas tiga dan gedung kelas dua. Kursi yang berasal dari bahan besi itu terlihat kosong saat anak laki – laki itu melihatnya malam ini. Angin malam berhembus dengan lirih saat mereka berdua datang, anak laki – laki itu telah menurunkan maskernya. Membuat Lilac langsung dapat melihat hidung mancung dan wajah bersih pemuda itu.
“Kamu bodoh dan juga ceroboh ternyata...” Ucap pemuda itu sambil menarik nafas besar, mereka berdua sudah duduk di atas kursi taman tersebut. Lilac sudah menyelesaikan untuk memakan habis kedua es krimnya.
“Hehehe, maaf....”
“Apa hidupmu selalu tak ada beban seperti ini?”
Sang ‘adik kelas’ laki – laki dari Lilac itu bertanya lagi. Suaranya terdengar sangat dalam, ia bahkan tak memperpanjang durasi tatapan miliknya lagi. Membuat Lilac berfikir keras dengan otak skala pentium miliknya.
“Tak semua manusia seringan pola pikirmu. Tak semua.” Ucapnya lagi.
“Mana ponselmu?” Tanya Lilac tiba – tiba. Gadis berambut panjang bergelombang itu sudah menadahkan tangannya.
“Buat apa?”
“Aku pinjam!” Jawab Lilac. Karena cowok disamping Lilac tak merespons ucapannya, Lilac langsung menggapai saku depan jas dari baju Sinichi Kudo milik pemuda itu. Kontan saja anak laki – laki itu terkejut.
“Apa yang kamu lakukan?” Tanyanya refleks.
Lilac langsung mengetik sesuatu di layar ponselnya. Beberapa menit kemudian ponsel milik gadis itu berbunyi. Setelah ia mematikan panggilan yang masuk ke ponselnya. Gantian ponselnya yang ia pegang. Setelah semuanya selesai, gadis itu hanya tersenyum bodoh sambil menyerahkan ponselnya kembali kepada pemiliknya. Membuat pemuda itu berfikir yang tidak – tidak jika ia seperti itu.
“Telfon aku jika kau punya beban hidup, oke? Adik kelasku...” Lilac mengedip usil pada pemuda di sampingnya.
“Kamu-?” Anak laki – laki itu terlihat sekali kehabisan kata – kata untuk mengkuliahi gadis itu beberapa kalimat.
“Sebagai ucapan terima kasihku....” Ucap Lilac pada adik kelasnya itu.
Kali ini ucapan sangat tulus terlontar dari mulut gadis itu. Ia memang badung dan sering melanggar aturan, tetapi ia hampir tak pernah mendapatkan banyak hal baik dari orang asing seperti orang disampingnya itu. Lilac bahkan jarang meminta untuk dibelikan sesuatu oleh teman- temannya.
“Maaf sudah merepotkanmu. Terima kasih sudah membelikanku es krim.”
Lagi – lagi Lilac tersenyum tulus, ini kalau sampai Mina dan Yuta melihatnya, kedua teman dari Lilac ini pasti mengira Lilac, temannya baru saja keracunan makanan.
Cowok itu malah menatapnya, padahal Lilac sudah memberikan tampang wajah melas kepadanya. Biasanya jika ia sudah memberikan wajah tampang melas, kompeni mirip Yuta dan Mina-pun bisa luluh dan berhenti menyusahkannya.
“Buat apa meminta maaf?” Tanya anak laki – laki itu yang sekarang sudah menoleh kepadanya.
“Kau adik kelasku, tetapi malah mentraktirku. Aku tak terbiasa.”
“Aku tak merasa direpotkan.” Kata anak laki – laki itu. “Hanya es krim juga.”
“Aku jarang dibelikan seseorang. Apalagi oleh anak laki – laki. Jadi terima kasih.”
Suara tawa teman – teman seangkatannya terdengar berkumandang, mereka seperti suara angin malam di atas permukaan air laut, terdengar tetapi tak nampak. Karena seramai apapun mereka, tidak ada satupun yang mencatat bahwa ada sosok yang memfokuskan dirinya pada satu sosok gadis berseragam maid tersebut.
Anak laki – laki itu melihat Lilac penuh arti. Satu daun kering kecil jatuh di atas kepala Lilac dan tersangkut pada helai rambut gadis itu. Melihat hal itu, anak laki – laki itupun memungutnya dan meletakkan di atas dua telapak tangan gadis yang memang sangat nampak manis dengan setelan baju maid-nya.
“Anggap saja, jika kamu sudah tahu siapa aku nanti, jangan menghindariku.” Ucapnya sambil tersenyum samar. Waktu mereka tak akan lama, ia tahu akan hal itu.“Memangnya kau siapa, sehingga aku harus menghindarim-“
“CALIL!! I’ve been looking for you!”
After an hour later“What happened to you? Mengapa kau sedikit – sedikit menengok kebelakang, Calil?” Ujar seoran
This Novel is owned by Ailana MishaPlease, don’t copy and remake!Indonesia
“YAAA.... Kenapa bu Mona enggak nikah saja sih!!” Teriak Lilac pada lembar jawabannya. Lembar jawabannya hampir saja jatuh karena tingkah gadis aneh satu ini. Gadis itu sudah terlihat kesusahan, otaknya sudah mulai menguap rasanya.“Hush... Jangan keras – keras kalau ngomong Lak... Bu Mona sensitif dengan topik jomblo dan semacamnya!” Tegur Mina, teman sebangku Lilac. Mina memberikan buku tugasnya kepada Lilac, biar temannya itu itu lekas berhenti dari sesi mengocehnya. “Tinggal nyontek punyaku, apa susahnya sih Lak....”
"Jangan mengikutiku!!” “Sudah aku bilang jangan mengikutiku!” Dengan menarik nafas berat, gadis berambut hitam panjang itu berhenti dan berbalik ke belakang, menatap kesal pada anak laki – laki yang sedari tadi hanya menuntun sepeda putihnya. Anak laki – laki itu hanya diam dan tak berminat untuk menambah panjang durasi omelan milik gadis bergigi tupai itu.
Besok lusa adalah hari dimana carnaval di SMA Benediktus di selenggarakan. Sekolah swasta satu itu memang cukup terkenal di kota Surabaya. Sekolah ini memang selalu menyelenggarakan carnaval untuk lingkungan civitas akademika di sekolahnya. Carnaval tersebut biasanya diadakan setiap kali ujian tengah semester telah selesai di semester genap. Persiapan dari pihak penyelenggara di sekolah tersebut sudah semakin sibuk dan mulai banyak staf sekolah yang lalu - lalang.Tema yang diusung biasanya beragam, tiap tahun akan sangat beragam. Tidak ada tema yang akan sama dengan tema tahun sebelumnya, itu yang menjadi ciri khas carnaval di SMA Benediktus. Satu hal yang pasti sama ad
Matahari sudah terlampau tenggelam di ufuk barat, hari sudah berganti ke sore hari dengan langit malam yang semakin menggelap, tanda akan datang malam hari. Bukannya bertambah sepi, awal malam di halaman SMA Benediktus itu malah semakin ramai dan gemerlap dengan banyaknya lampu kelap – kelip. Lampu – lampu itu terpasang di tiap stan cafe para siswa SMA Benediktus yang sedang meramaikan Carnaval setahun sekali di SMA-nya tersebut. Mulai dari cafe yang menjual minuman, bubble tea, hingga yang mendadak jadi ‘peramal’ dan juga ‘mama Loren’ itu. Entahlah apa yang ada di dalam kepala para siswa tersebut, memang semakin muda seseorang, semak
After an hour later“What happened to you? Mengapa kau sedikit – sedikit menengok kebelakang, Calil?” Ujar seoran
“Ka- kamu.... Si adik kelas?”Gadis berambut hitam bergelombang di depannya nampak terkejut melihatnya. Garis lengkung dari alis pemuda di depan Lilac terlihat sangat jelas. Pemuda itu berfikir sepintas sambil memagut beberapa detik atas ekspresi gadis itu. Ia tak pernah menyangka jika ada gadis yang sungguh salah kaprah seperti gadis di depannya.Gadis yang terus saja menatap horor padanya, menatapnya dari atas ke bawah, dan dari bawah ke atas lagi. Apanya yang membuat gadis aneh satu ini memici
Matahari sudah terlampau tenggelam di ufuk barat, hari sudah berganti ke sore hari dengan langit malam yang semakin menggelap, tanda akan datang malam hari. Bukannya bertambah sepi, awal malam di halaman SMA Benediktus itu malah semakin ramai dan gemerlap dengan banyaknya lampu kelap – kelip. Lampu – lampu itu terpasang di tiap stan cafe para siswa SMA Benediktus yang sedang meramaikan Carnaval setahun sekali di SMA-nya tersebut. Mulai dari cafe yang menjual minuman, bubble tea, hingga yang mendadak jadi ‘peramal’ dan juga ‘mama Loren’ itu. Entahlah apa yang ada di dalam kepala para siswa tersebut, memang semakin muda seseorang, semak
Besok lusa adalah hari dimana carnaval di SMA Benediktus di selenggarakan. Sekolah swasta satu itu memang cukup terkenal di kota Surabaya. Sekolah ini memang selalu menyelenggarakan carnaval untuk lingkungan civitas akademika di sekolahnya. Carnaval tersebut biasanya diadakan setiap kali ujian tengah semester telah selesai di semester genap. Persiapan dari pihak penyelenggara di sekolah tersebut sudah semakin sibuk dan mulai banyak staf sekolah yang lalu - lalang.Tema yang diusung biasanya beragam, tiap tahun akan sangat beragam. Tidak ada tema yang akan sama dengan tema tahun sebelumnya, itu yang menjadi ciri khas carnaval di SMA Benediktus. Satu hal yang pasti sama ad
"Jangan mengikutiku!!” “Sudah aku bilang jangan mengikutiku!” Dengan menarik nafas berat, gadis berambut hitam panjang itu berhenti dan berbalik ke belakang, menatap kesal pada anak laki – laki yang sedari tadi hanya menuntun sepeda putihnya. Anak laki – laki itu hanya diam dan tak berminat untuk menambah panjang durasi omelan milik gadis bergigi tupai itu.
“YAAA.... Kenapa bu Mona enggak nikah saja sih!!” Teriak Lilac pada lembar jawabannya. Lembar jawabannya hampir saja jatuh karena tingkah gadis aneh satu ini. Gadis itu sudah terlihat kesusahan, otaknya sudah mulai menguap rasanya.“Hush... Jangan keras – keras kalau ngomong Lak... Bu Mona sensitif dengan topik jomblo dan semacamnya!” Tegur Mina, teman sebangku Lilac. Mina memberikan buku tugasnya kepada Lilac, biar temannya itu itu lekas berhenti dari sesi mengocehnya. “Tinggal nyontek punyaku, apa susahnya sih Lak....”
This Novel is owned by Ailana MishaPlease, don’t copy and remake!Indonesia