Share

60’ Menuju Medan Perang

Irimie menepuk pundak kakaknya pelan, membuat pria bersurai merah itu sadar dari lamunannya. Aciel menggelengkan kepalanya pelan, kemudian mengusap-ngusap kasar surai merahnya tersebut. “Ini bukan saatnya aku memikirkan sesuatu yang aneh, aku harus membantu mereka dengan kejeniusanku!”

Irimie tertawa kecil, kemudian menggandeng kakaknya itu. “Kau pasti ingin pulang ke rumah bukan? Bolehkah aku ikut pulang ke rumah? Mungkin aku bisa membantumu nanti.”

Aciel menggelengkan kepalanya, kemudian melepaskan pegangan tangan adiknya dari tangannya. “Kau harus beristirahat!”

“Aku sudah terlalu banyak beristirahat! Kakak ayolah … aku ingin sekali membantumu, kali ini … saja kumohon,” ujar perempuan bersurai merah itu dengan wajahnya yang memelas sambil memeluk tangan kakaknya.

Pria bersurai merah itu menghela napasnya pelan, kemudian menganggukkan kepalanya kecil. “Baiklah, ayo kita pulang ke rumah.” Irimie berteriak senang, kemudian memeluk kakak satu-satunya. Aciel melepaskan pelukan adiknya, membuat adiknya tidak suka. “Kenapa sih kakak tidak mau dipeluk oleh ku? Takut Kak Aredel marah?” Irimie mengerucutkan bibirnya maju.

“Bukan hanya saja, malu dilihat oleh Tuan Putri. Lagi pula Aredel bukan orang yang mudah cemburu,” ujar Aciel.

“Benarkah? Kalau begitu aku akan memelukmu terus di depannya,” ujar Irimie senang dengan nada jahil.

“Ah jangan! Aku bisa mati karena panas kupingku mendengar ledekan dari kakek tua berambut putih itu,” ujar Aciel kesal.

“Rayzeul? Tapi sepertinya dia orang baik, dan wajahnya juga tampan.” Irimie memuji Rayzeul, membuat Aciel menengokkan wajahnya pada adik semata wayangnya tersebut.

“Tampan?! Tidak! Aku lebih tampan!” ucap Aciel kesal.

“Kalian jadi pulang ke rumah tidak?” tanya Tuan PutriAurora.

“Jadi Putri! Ini aku ingin berjalan mencari mini jetku!” ucap Aciel dengan nada kesalnya, akibat mendengar pujian Adiknya untuk Rayzeul. Dia meninggalkan adiknya di belakang, berdua dengan putri berambut kuning itu.

“Tunggu aku kakak!” teriaknya kemudian berlari menyusul kakaknya.

Sedangkan Tuan Putri melihat hal tersebut hanya bisa menggelengkan kepalanya tidak percaya melihat kelakuan kakak beradik yang aneh itu.

“Kakak apa kau tahu di mana kapsul terbangmu?” tanya Irimie seraya mengedarkan pandangannya ke parkiran rumah sakit.

“Aku tidak ingat! Aku memarkirkannya terakhir kali di istana kerajaan,” ujar Aciel panik.

Irimie memukul lengan kakaknya yang bersurai merah tersebut dengan kencang. “Kau ini bagaimana sih katanya jenius.”

“Aduh sakit! Kenapa kau memukulku? Itukan kesalahan mereka kenapa menangkap ku ketika aku belum memarkirkan mini jetku dengan benar?” Aciel mengerucutkan bibirnya sebal, seraya mengelus pelan tangannya yang dipukul oleh Irimie.

“Mini jet?” tanya adik Aciel bingung. Sedangkan Aciel hanya tertawa-tawa tidak jelas, menatap adiknya dengan tatapan aneh. “Kakak membuat kendaraan terbang baru, namanya mini jet. Lebih besar dari kapsul terbang. Ya … meskipun kakak membuatnya bersama dengan Rayzeul, tetap saja itu benda ciptaanku.”

“Rayzeul membuat mini jet?! Wah … sudah tampan dia pun pintar.” Irimie memuji Rayzeul lagi membuat Aciel kesal.

“Kenapa sih dia malah memuji si Kakek tua terus?” batin Aciel kesal dengan bibirnya yang mengerucut.

“Hey kalian! Barangkali ingin memakai kapsul mini milikku?” tanya seseorang dari belakang.

“Tuan Putri?!”

Sedangkan di sisi lain, Aredel, Rayzeul, Felix, serta Tuan Owen sedang berada di ibukota. Mereka ingin masuk ke dalam istana kerajaan, untuk mengambil kapsul mini Tuan Owen. Karena menggendong Tuan Owen ke Hutan Borneove akan menghabiskan banyak energi sihir, dan Tuan Owen tidak bisa ditinggal begitu saja karena masih ada beberapa robot penjaga yang menjaga istana kerajaan.

“Raja ikut berperang?” bisik Tuan Owen ketika melihat istana kerajaan dari balik toko.

“Sepertinya begitu, tapi ada empat robot penjaga di sana yang menjaga kapsul mini Tuan Owen,” jawab Aredel.

“Tuan Owen tunggu di sini, biar aku yang akan mengelabui mereka … lalu ketika aku sudah selesai, Rayzeul silahkan antar Tuan Owen untuk mengambil kapsul mininya.” Aredel merubah telinga manusianya menjadi elf.

“Oke baiklah kalau su---“

Sebelum Rayzeul menyelesaikan kata-katanya, burung berbulu merah dan jingga yang selama ini mengikuti mereka terbang keluar dari sela-sela toko tersebut. Dia menghampiri empat sekaligus robot penjaga, dengan mulutnya yang terbuka siap menyemburkan api bersar pada benda besi bergerak itu.

“Felix,” lirih Aredel seraya memperhatikan burung berbulu indah itu, yang diterpa sinar mentahi pagi, yang kini mulai terbit dari arah timur.

Felix menyemburkan bola-bola api besar, tetapi dengan sigap para robot penjaga itu menodongkan kedua telapak tangannya ke depan, keluarlah air yan sangat deras sehingga dapat memadamkan bola-bola api tersebut.

“Kalian harus membantunya,” ujar pria paruh baya itu sedikit panik. Rayzeul menggelengkan kepalanya, kemudian tersenyum kecil. “Dia itu burung kuat, aku yakin dia bisa mengatasi para kroco-kroco itu sendirian.”

Aredel sibuk memperhatikan pertarungan tersebut. Seperti seorang ibu yang memperhatikan anaknya. Mata perempuan bersurai putih itu jeli, melihat pertarungan tersebut, sehingga ketika nanti Felix membutuhkan bantuan dia langsung pergi membantu burung raksasa tersebut.

Felix terbang menghindari serangan-serangan halilintar kecil yang dilontarkan oleh robot penjaga tersebut. Ketika para robot itu selesai menyerang, Felix dengan sigap meluncurkan serangan apinya membuat robot tersebut terbakar oleh api.

“Ayo kita segera masuk ke kapsul mini Tuan Owen,” seru Aredel. Rayzeul menganggukkan kepalanya, kemudian merangkul tangan pria paruh baya itu ke pundaknya. Aredel juga ikut merangkulkan tangan Tuan Owen ke pundak, kemudian mereka berdua kompak berlari cepat menuju kapsul terbang.

Tuan Owen jatuh ke tanah, setelah mereka bertiga telah sampai di depan kapsul terbang mini. Kepalanya pusing, karena diajak lari cepat oleh kedua elf yang merangkulkan tubuhnya tadi. Maklum saja, karena pasti pria yang sudah berumur itu pasti susah menyesuaikan tubuhnya.

“Tuan Owen, kau tidak apa-apa?” tanya Aredel khawatir. Tuan Owen menganggukkan kepalanya pelan, kemudian membuka pintu kapsul mini terbang tersebut.

Ctarr Ctarr

Suara halilintar terdengar sangat keras di langit. Aredel mendongakkan kepalanya ke atas melihat Felix yang bertubi-tubi mendapatkan serangan dari para robot penjaga. “Kalian berdua naik kapsul mini, aku dan Felix terbang saja!” Aredel terbang ke langit menyusul Felix, dengan lingkaran sihir biru yang telah dia buat.

Ctarr

Lingkaran sihir biru tersebut terkena serangan halilintar robot penjaga.

“Felix kau tidak apa-apa?” tanya Aredel seraya menengokkan kepalanya ke belakang melihat ke adaan burung tersebut.

Felix membuka lebar paruhnya lagi, kemudian menyemburkan api besar pada robot penjaga tersebut. Aredel melirik kapsul mini Tuan Owen yang mulai terbang, menuju Hutan Borneove. “Felix tinggalkan saja para robot ini! Ayo kita ke Hutan Borneove sekarang!” Aredel terbang cepat mengikuti kapsul terbang mini tersebut, disusul dengan Felix di belakangnya.

Splassh Splassh

Serang Aredel menggunakan tombak-tombak esnya, menyerang para robot penjaga. Para robot tersebut menghindar, kemudian balik menyerang Aredel dan Felix yang kabur. Perempuan bersurai putih itu sigap, membuat lingkaran sihir sehingga tidak mengenai mereka berdua.

“Felix teruslah maju, aku akan menahan mereka!” teriak Aredel sambil terbang mundur, menyerang keempat robot penjaga tersebut dengan tombak-tombak esnya.

Robot-robot penjaga tersebut mengejar mereka berdua, bahkan hingga keluar dari gerbang ibukota. Aredel menggelengkan kepalanya, seraya terus menyerang robot-robot tersebut menggunakan tombak-tombak esnya.

Ctarr Ctarr

Suara gemuruh yang mereka ciptakan, membuat warga sekitar membuka jendela rumahnya, dan melihat keluar apa yang sedang terjadi. Aredel sontak menghentikkan serangannya, berganti dengan mengeluarkan lingkaran sihir pelindung agar para manusia yang melihat tidak salah paham. Agar mereka tidak mengira kalau elf itu adalah makhluk jahat.

“Aku juga harus melidungi manusia-manusia itu. Aku tidak mau membuat mereka terlalu panik,” batin Aredel cemas.

Beberapa pasang mata takjub melihat perempuan kecil terbang beriringan dengan burung raksasa, sehingga mereka merekam tersebut dengan inbletnya lalu menyebarkannya ke media sosial. Aredel berdecih pelan, ketika melihat robot penjaga itu sangat gigih menyerang mereka tampa ampun.

“Sebentar lagi sampai di Kota Boneist,” gumam Aredel sambil memperkuat lingkaran sihirnya.

Ctarr Ctarr

Mereka pun akhirnya memasuki kawasan Kota Boneist. Para robot penjaga tersebut menghentikkan serangannya, kemudian berlari pulang ke ibukota. Aredel menghela napasnya lega, kemudian menapakkan kakinya di atas kapsul terbang mini di depannya. “Akhirnya mereka menyerah … yang aku harus lakukan sekarang adalah, mempersiapkan diri untuk perang.”

Dari kejauhan, sudah terlihat banyaknya halilintar, api, air, bahkan tornado kecil yang muncul dari hutan tersebut, membuat Aredel khawatir apakah orang-orang atau para elf yang berada di sana baik-baik saja atau tidak. Beberapa menit kemudian, akhirnya mereka sampai di Hutan Borneove. Aredel membulatkan matanya, terkejut melihat banyaknya elf yang terluka, dan juga manusia, serta robot-robot raksasa sebesar sepuluh meter.

“Aku harus segera membantu mereka!” seru Aredel kemudian terbang cepat menuju medan perang.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status