Share

Bab 102

Penulis: V I L
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

"Apaan nih?" heran Celestine.

"Buset, betulan pakai baju zirah dong," celetuk anggota gengnya.

Dia membuka lebar bajuku sehingga brace skoliosisku jadi terlihat lebih jelas. Saat mereka asik mengamati dan mengomentari brace-ku, aku sudah pasrah dan tidak memberontak lagi, membiarkan siswi-siswi itu berbuat sesuka mereka.

Aku memandang kosong pintu WC yang tertutup rapat di belakang Celestine. Hatiku berharap akan ada seseorang yang datang untuk menolongku, seorang guru akan lebih baik. Akan tetapi, tak ada seorang pun yang masuk ke ruangan ini, seolah-olah ada yang menghalangi di luar.

"Eh, tolong lepasin baju zirahnya, aku mau coba pakai," ucap Christina yang kini ikut berjongkok di samping pemimpinnya.

Aku melebarkan mataku saat mendengar perkataan siswi tomboy itu. Aku langsung meronta-ronta lagi dan tidak mengizinkan Christina untuk mencoba mengenakan brace skoliosisku. Aku takut dia merusak pelindung punggungku yang biaya pembuatannya lumayan mahal.

"Tidak! Tidak boleh! Lepasin a
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Life Hates Me   Bab 103

    Selama jam pelajaran ketiga sampai istirahat ke-dua, aku menyendiri di atap sekolah. Aku yang selama ini tidak pernah membolos kelas, untuk pertama kalinya aku tidak mengikuti pelajaran. Meskipun begitu, tidak ada satu orang pun yang mencariku.Aku membungkukkan badanku dan menopang daguku dengan kedua telapak tanganku. Aku jadi bisa membungkuk dan tidak kaku seperti robot lagi karena tidak mengenakan brace skoliosisku.Aku mengalihkan pandanganku dari benda berbahan gips yang berdiri di samping kakiku. Mataku menatap kosong pemandangan kota kelahiranku yang masih asri ini. Pepohonan hijau dan langit biru membuat hatiku terasa tenang.Kupejamkan kedua mataku dan menghembuskan napas panjang. Aku menikmati hembusan angin sepoi-sepoi yang sejuk. Untung saja saat ini langit lagi berawan. Jadi, cuaca terasa tidak begitu panas.Tiba-tiba terdengar bunyi derit pintu terbuka dari belakangku. Aku pun menoleh ke arah sumber bunyi. Aku mendapati Celestine beserta anggota gengnya baru saja naik k

  • Life Hates Me   Bab 104

    Akhirnya bel pulangan berbunyi, proses belajar mengajar pun berakhir. Aku segera bangkit dari kursi dan melangkah keluar dari kelas. Kulewati teman-teman sekelasku yang berjalan dengan bergerombolan sambil asik mengobrol dan bercanda ria.Sesampainya di gerbang sekolah, aku mendapati mama sudah menjemputku. Dia duduk di atas motornya yang diparkirkan di pinggir jalan. Aku pun segera menghampiri dia dan naik ke motor, tanpa mengatakan apa-apa.Selama dalam perjalanan pulang ke rumah, aku tidak memberi tahu mama mengenai brace skoliosisku yang rusak. Kalau aku memberi tahunya sekarang, bisa-bisa mama memarahi aku tanpa kenal tempat walaupun kami lagi berada di perempatan jalan yang ramai kendaraan.Aku berencana akan memberi tahu mama saat kami sudah sampai di rumah. Semoga saja dia tidak marah besar padaku. Meskipun aku berharap begitu, aku tahu betul seperti apa reaksi mama nanti saat mengetahui kalau brace-ku rusak.Sebuah hembusan napas berat keluar dari mulutku. Sepertinya aku haru

  • Life Hates Me   Bab 105

    Keesokan harinya, aku kembali menjalani hidupku seperti biasa. Aku memulai hari dengan mandi, sarapan, lalu pergi ke sekolah dengan diantar oleh papa. Ada satu hal yang berbeda dari biasanya, kali ini mama ikut bersama kami ke sekolah.Dia ikut bersama kami karena mau menemui guru BK di SMP-ku. Aku tahu apa yang akan dibahas oleh mama pada pak Yeremia. Dia pasti mau menyampaikan komplain karena brace-ku dirusak oleh Christina dan kawan-kawannya.Sesampainya di sekolah, aku, mama, dan kakak pun menuruni mobil dan berjalan menuju gedung sekolah masing-masing. Mama ikut bersama denganku, dia berjalan mengikutiku dari belakang.Selama dalam perjalanan menuju ruang BK, aku dan mama mendapatkan banyak tatapan dari siswa-siswi di sekitar kami. Entah mereka menatap kami karena heran melihat ada orang tua murid atau karena penasaran dengan brace skoliosis yang ditenteng oleh mama.Kami masuk ke ruang BK yang berada di antara ruang guru dan ruang kelasku. Pak Yeremia tampak terkejut saat didata

  • Life Hates Me   Bab 106

    Pulang sekolah, aku langsung diseret oleh Celestine dan anggota gengnya ke dalam WC. Siswi-siswi itu tidak mempedulikan murid lain yang melihat ke arah kami saat menyeretku untuk mengikuti mereka."Berani banget, ya, kamu sama mamamu mengadu sampai-sampai orang tua kami dipanggil ke sekolah?" tanya Celestine dengan nada retoris.Aku tidak menjawab pertanyaannya dan hanya memandang dia dalam diam. Celestine berdiri tegap di hadapanku yang terduduk di lantai, membuatnya tampak lebih besar dan menakutkan dari biasanya."Anak dan ibu sama saja; sama-sama tukang adu!" cibir anggota gengnya yang berdiri di belakang Celestine.Kelima siswi itu menghujani aku dengan makian dan kata-kata kasar. Tatapan tajam dan jari telunjuk tertuju ke arahku. Siswi-siswi itu menyalahkanku karena sudah melaporkan mereka dan membuat orang tua mereka dipanggil ke sekolah lagi."Gara-gara kamu dan mamamu, aku jadi diomeli sama mamaku, tahu!" kesal Celestine sambil menendang perutku tanpa aba-aba.Aku pun memekik

  • Life Hates Me   Bab 107

    Hari demi hari kulalui, semangat hidupku mulai menghilang secara perlahan-lahan. Kata-kata Maryam yang menyuruhku untuk mati saja membuatku termotivasi untuk mengakhiri hidupku. 'Toh hidupku penuh dengan penderitaan, lalu untuk apa aku hidup? Lebih baik aku mati saja.'Aku melangkahkan kakiku dengan lesu. Kupandang gedung SMP-ku. Pandanganku tertuju pada balkon lantai 2, dimana murid-murid kelas 9 menongkrong di sana. Biasanya aku akan iri pada mereka karena bisa bercanda ria tanpa beban, tetapi sekarang aku tidak iri lagi.Kualihkan pandanganku dari sana dan mempercepat langkah kakiku supaya bisa lebih cepat sampai di kelas. Ransel yang kubawa di punggungku terasa berat karena berisi banyak buku pelajaran, makanya aku ingin masuk ke kelas secepatnya.Sesampainya di kelas, aku berjalan lurus ke tempat dudukku yang berada di baris paling belakang. Kuturunkan ranselku ke atas kursi lalu memandang ke arah mejaku yang permukaannya penuh dengan coretan spidol.Aku hanya menghembuskan napas

  • Life Hates Me   Bab 108

    Tanpa aba-aba dan tanpa izin dariku, Celestine merebut buku tulis yang merupakan media gambarku. Siswi berbadan besar itu membuka bukuku lebar-lebar agar anggota gengnya bisa ikut melihat hasil gambarku.Aku tidak mencoba merebut kembali bukuku dan membiarkan mereka melihat-lihat gambarku. Kelima siswi itu dengan antusias mengamati sketsa-sketsa yang ada di dalam buku tulis itu. Beberapa murid lain pun ikut melihat gambarku karena penasaran."Apaan nih? Kok gambarnya berantakan banget? Kayak abstrak.""Kukira gambarnya bakal bagus, ternyata malah tidak jelas dan berantakan begini."Aku mendapatkan komentar-komentar negatif dari geng Celestine. Teman-teman sekelasku yang ikut melihati gambarku pun ikut berkomentar. Mereka terdengar kesal karena hasil gambarku tidak seperti ekspetasi.Aku hanya menarik sebuah senyuman simpul dan tidak marah walaupun karya-karyaku dijelek-jelekkan oleh mereka. Justru aku kecewa pada mereka karena gagal menangkap makna dari karya seniku."Seni tidak harus

  • Life Hates Me   Bab 109

    Pemandangan perkotaan tampak jelas dilihat dari atap sekolah. Pepohonan hijau yang tumbuh di sekitar sini menyejukkan mata. Langit biru tanpa awan membentang luas di atas kepala. Keringat bercucuran membasahi pelipisku karena terpapar sinar matahari yang terik.Aku menurunkan pandanganku ke kanopi yang berada di balik pagar beton di depanku. Pagar setinggi pinggang itu memisahkan aku dengan permukaan datar di baliknya. Terkadang aku bertanya-tanya, 'Untuk apa pagar tidak berguna itu dibuat?'Dengan tinggi yang masih memungkinkan seseorang untuk melewatinya dengan mudah, pagar beton itu tidak begitu berarti. Kalau saja tingginya 2 meter lebih, aku pasti tidak akan bisa memanjatnya dan mencoba melompat dari atap seperti waktu itu ataupun saat ini.Kuletakkan kedua telapak tanganku di atas pagar yang menghalangiku. Aku mencoba memanjat pembatas yang terbuat dari beton itu. Kunaikkan kakiku satu per satu lalu menurunkannya di sisi lainnya,Kini aku sudah berada di atas kanopi yang terbila

  • Life Hates Me   Bab 110

    "Maksudmu ...?" tanya Celestine sambil tersenyum kaku.Kelima siswi itu menatapku dengan risau. Ekspresi wajah mereka menampakkan keheranan dan kegelisahan yang bercampur menjadi satu. Terlihat jelas kalau mereka lagi was-was seandainya aku akan nekat melompat dari atap sekolah."Kalian pikir aku akan memaafkan kalian? Setelah semua yang sudah kalian lakukan padaku?" Aku bertanya balik pada geng Celestine.Kupalingkan mukaku dari mereka dan menoleh ke kanan. Kubuang ludahku dan cairan itu mendarat di atas permukaan kanopi. Aku mengembalikan pandanganku ke arah siswi-siswi yang bersitegang itu lagi."Sampai mati pun aku tidak akan memaafkan kalian," lanjutku sambil melemparkan tatapan tajam ke arah mereka.Celestine dan anggota gengnya tampak terkejut dengan apa yang baru saja kukatakan. Kelima siswi itu tidak menyangka kalau aku tidak akan memaafkan mereka, padahal seharusnya mereka sudah mengetahuinya dengan jelas."Jangan begitulah, Freya ... mendendam itu tidak baik," tegur Celesti

Bab terbaru

  • Life Hates Me   Bab 119

    'Waktu berlalu dengan cepat. Hari demi hari, minggu demi minggu, bulan demi bulan, dan tahun demi tahun. Tak terasa 4 tahun sudah berlalu sejak aku terbangun dari koma. Banyak hal telah kulalui sejak hari itu.'Waktu aku turun ke sekolah untuk mengikuti UN, aku dikejutkan dengan perubahan sikap teman-teman sekelasku yang mendadak jadi akrab denganku, padahal dulu sebagian besar dari mereka menjauhiku. Di sisi lain, geng Celestine dikucilkan oleh semuanya.'Aku juga lulus dari SMP yang merupakan masa-masa terindah, tetapi juga masa-masa tersuram dan menyakitkan bagiku. Tak kusangka aku bisa mendapatkan nilai yang cukup tinggi pada UN walaupun sempat ketinggalan materi. Semua ini berkat bantuan Vania dan Jonathan.'Naik ke SMA, aku, Vania, dan Jonathan masuk ke sekolah yang berbeda. Meskipun begitu, persahabatan kami tetap berlanjut walaupun terpisah oleh sekolah ataupun terpisah oleh pulau. Saat libur panjang, kami akan berkumpul dan bermain bersama seperti dulu.'Aku lega masa-masa SM

  • Life Hates Me   Bab 118

    “Tadi mama ngomongin apa sama suster di luar?” tanyaku begitu mama masuk ke kamar.“Hanya ngomongin masalah kecil kok, tidak usah khawatir,” jawab mama.Aku tidak bertanya lagi walaupun rasa penasaranku masih belum terpuaskan. Aku tidak perlu terlalu memikirkannya karena mama tidak akan berbohong atau menyembunyikan sesuatu, dia selalu mengatakan apa adanya.“Alex, ayo pulang,” ajak mama.Mendengar mama mengajaknya untuk pulang ke rumah, kakak langsung bangkit dari kursi dan melangkah menghampiri mama. Sebelum mereka berdua keluar dari ruangan ini, aku menahan mereka dengan berkata:“Cepat sekali kalian pulang, kenapa tidak lebih lama-lama di sini untuk menemaniku?” tanyaku dengan nada memelas.Aku tidak ingin ditinggal sendirian karena nanti aku akan kesepian. Aku masih ingin bersama mama dan kakak setelah lama tidak bertemu mereka. ‘Yah, walaupun sebenarnya aku sudah bertemu mereka lewat ilusi yang kulihat waktu terjebak di alam bawah sadarku.’“Kami tidak bisa, Freya. Kalau mama ti

  • Life Hates Me   Bab 117

    "Jadi, bagaimana nasibnya Celestine dan kawan-kawannya, orang tua mereka, dan pak Yere?" tanyaku kepada Vania dan Jonathan yang berdiri di samping ranjangku.Vania langsung mendengus kesal dan memutar bola matanya saat mendengarku menyebut orang-orang yang merupakan penyebab aku nekat bunuh diri. Tak hanya Vania, Jonathan juga tampak kesal saat mendengar orang-orang itu disebut."Celestine dan kawan-kawannya hanya didiskors saja. Mereka diberi keringanan karena sudah kelas 9 dan sebentar lagi mau UN." Jonathan menjawab pertanyaanku."Enak betul mereka tidak dikeluarkan dari sekolah, mentang-mentang sebentar lagi mau UN. Seharusnya mereka mendapatkan hukuman yang setimpal dengan perbuatan mereka," timpal Vania sambil menyilangkan kedua tangannya di dada dan mengerucutkan bibirnya.Aku terdiam setelah mendapatkan jawaban dari mereka. Ada sedikit kekecewaan di dalam hatiku saat mengetahui geng Celestine tidak dikeluarkan dari sekolah, padahal aku sudah sangat menderita atas perbuatan mer

  • Life Hates Me   Bab 116

    Banyak hal sudah terjadi saat aku koma selama 1 bulan setengah. Kudengar, semua orang di sekolah heboh saat aku melompat dari atap. Siswa-siswi yang menyaksikan kejadian tragis itu mengalami syok berat hingga trauma sehingga membutuhkan perawatan psikologis.Para guru berusaha keras meredakan kericuhan itu dan menenangkan murid-murid walaupun mereka sendiri juga sangat syok. Mobil ambulan melaju ke rumah sakit, membawaku yang kritis untuk segera mendapatkan tindakan medis.Polisi pun sampai datang ke sekolah. Geng Celestine mengakui bahwa merekalah yang membuliku. Mereka juga memberi tahu polisi kalau pak Yeremia menerima suap dari orang tua mereka supaya tidak ikut campur dengan apa pun yang mereka lakukan.Aku tidak menyangka Celestine dan anggota gengnya berani melaporkan orang tua mereka sendiri, padahal mereka tahu betul apa yang akan terjadi pada orang tuanya kalau mereka melaporkannya ke polisi. Kini aku tahu; mereka benar-benar sudah berubah.Tak hanya itu saja, kasus bunuh di

  • Life Hates Me   Bab 115

    Entah sudah berapa lama aku berjalan di dalam kehampaan ini. Kali ini aku tidak berjalan sendirian lagi karena 'kembaranku' menemani aku. Kami berjalan bersama sambil mengobrolkan beberapa hal. Ada saatnya kami sama-sama diam saat tidak ada topik.Aku melirik ke sosok yang penampilannya sama persis denganku. Dia berjalan dengan pandangan lurus ke depan, tidak mempedulikan aku yang sedang meliriknya. Aku pun mengalihkan pandanganku dan menghembuskan napas panjang."Sampai kapan kita akan berjalan begini terus?" tanyaku memecahkan keheningan."Sampai kita menemukan 'pintu keluar'," jawabnya.Aku ber oh ria, menanggapi jawaban darinya dengan kurang antusias. Ini sudah yang ke-5 kalinya aku mendengar jawaban yang sama. Mungkin dia sendiri juga sudah bosan mendengar pertanyaan yang sama sebanyak 5 kali.Ngomong-ngomong soal 'pintu keluar', sudah pasti merupakan jalan untuk keluar dari alam bawah sadarku, entah itu benar-benar berupa pintu, portal, atau apalah itu. Aku tidak tahu apa 'kemba

  • Life Hates Me   Bab 114

    Aku mendorong 'kembaranku' dengan kuat agar dia menjauh dariku. Aku melangkah mundur untuk memperluas jarak di antara kami sambil memegangi lenganku yang terasa sedikit sakit karena tadi dicengkeram olehnya."Memangnya kenapa kalau aku masih ingin tetap hidup? Itu semua sudah tidak ada artinya! Saat aku siuman nanti, orang-orang pasti akan kecewa padaku dan membenciku karena sudah nekat bunuh diri!" balasku dengan suara yang meninggi.Napasku terengah-engah setelah meneriakkan kalimat-kalimat yang panjang itu. Aku menatap 'kembaranku' dengan tatapan tajam, seolah-olah menantangnya untuk membalas perkataanku. Sosok yang wujudnya sama persis denganku itu hanya menatapku dalam diam.Setelah hening selama sesaat, akhirnya dia membuka mulutnya dan bertanya, "Kenapa kamu berpikir orang-orang akan kecewa dan membencimu? Apa kamu tidak berpikir mereka akan bereaksi sebaliknya? Bersyukur dan senang karena kamu masih hidup?"Mendengar pertanyaan-pertanyaan yang konyol itu membuatku merasa geli.

  • Life Hates Me   Bab 113

    Tiba-tiba pandanganku seperti berputar dengan sangat cepat. Aku memejamkan kedua mataku dengan rapat dan memegangi kepalaku yang terasa seperti mau meledak. Jeritan yang nyaring pun keluar dari mulutku.Jeritanku menggema, menciptakan perulangan suara yang tiada henti. 1 menit, 10 menit, 100 menit, aku tidak tahu sudah berapa lama suaraku menggema seperti itu, masih tak kunjung berhenti juga gemanya.Aku membuka kedua mataku yang tertutup secara perlahan-lahan. Begitu aku membuka mataku, aku menyadari diriku tidak berada di sekolah. Hampa. Hanya warna putih saja yang kulihat."Apa aku jadi buta? Kenapa aku tidak bisa melihat apa-apa?" tanyaku.Pertanyaan yang kutanyakan itu menggema seperti suara jeritanku tadi. Kedua suara itu bercampur aduk menjadi satu. Terulang tanpa henti, volume dari gema itu sedikit pun tidak berkurang walaupun beberapa waktu telah berlalu.Situasi yang sangat aneh ini membuatku takut, terlebih lagi karena aku tidak tahu apa yang terjadi padaku. 'Kenapa aku bis

  • Life Hates Me   Bab 112

    Entah sudah berapa hari telah berlalu, akhirnya aku diperbolehkan untuk pulang ke rumah dan bisa kembali bersekolah seperti biasa lagi. Aku melangkahkan kakiku untuk memasuki rumah yang sudah lama tidak kutinggali.Aku memandang perabotan-perabotan yang mengisi rumah ini. Tidak ada yang berubah, semuanya masih sama seperti apa yang ada di dalam ingatanku. Meskipun begitu, aku merasa sedikit asing dengan rumah yang sudah kutinggali sejak aku lahir.Aku menghentikan langkahku dan mengedarkan pandanganku ke sekitar. 'Rasa janggal apa ini? Apa aku melupakan sesuatu yang penting?'"Freya, kenapa kamu bengong saja di sana?" Terdengar suara mama bertanya kepadaku.Mendengar pertanyaan itu, aku langsung tersadar dari lamunanku dan sontak menoleh ke arah sumber suara. Kudapati mama, papa, dan kakak berdiri di belakangku, sambil dengan tatapan khawatir memandang ke arahku."Kamu kenapa, Nak? Kamu sakit lagi?" tanya papa dengan tampang cemas.Aku menjawab pertanyaan papa dengan sebuah gelengan k

  • Life Hates Me   Bab 111

    Telingaku menangkap suara yang samar-samar. Walaupun aku tidak bisa mendengarnya dengan jelas, entah kenapa aku merasa suara itu terdengar sedih. Kubuka kelopak mataku secara perlahan.Cahaya yang menyilaukan langsung menyambutku begitu aku membuka kedua mataku. Sangat-sangat terang sampai hanya warna putih saja yang terlihat olehku. Perlahan-lahan, mataku mulai beradaptasi dan aku mulai bisa melihat dengan lebih jelas.Kudapati ada beberapa figur manusia berdiri di sampingku, ada juga yang duduk di sisiku. Meskipun penglihatanku buram, aku masih bisa mengenali siapa saja yang berada di dekatku saat ini.Pandanganku tertuju pada wanita yang duduk di sisiku. "Mama ...?""Freya!" seru mama dengan suara parau.Mama langsung memelukku dengan erat. Kurasakan ada cairan hangat yang mengalir menuruni pipiku. Itu bukan air mataku, melainkan air matanya mama. Dia menangis dengan histeris sambil mendekapku dengan erat, seolah-olah takut kehilangan aku."Freya, maafkan kami, Nak ...." Papa yang

DMCA.com Protection Status