Keluarga besar Alexander tengah sarapan bersama di meja makan kecuali Selina. Setiap hari Damitri semakin memperlihatkan sikap manisnya kepada Caramel. Tak canggung bahkan sikapnya kadang terkesan berlebihan.Meski dipupuk dengan perhatian sedemikian rupa, tetap saja Caramel dan Yuan masih merasa ada kejanggalan. Entah mengapa mereka belum bisa sepenuhnya percaya. Namun sejauh ini belum ada kelakuan Damitri yang mencurigakan. “Caramel besok bisa temani Mamah?” tanya Damitri membuka obrolan.Semua orang melihat ke arah Damitri. Tampak heran dengan ajakannya kepada Caramel.“Ke mana, Mah?” Caramel balik bertanya dengan ragu.“Ke acara arisan. Bisa, 'kan? Mamah mau kenalkan kamu ke teman-teman Mamah,” jawab Damitri diiringi senyum tipis.“Mamah serius? Mamah nggak sedang punya rencana buruk, 'kan?” Jennifer menerka membuat mata Damitri mendelik.“Bisa-bisanya kamu menuduh mamah seperti itu. Mamah sudah berusaha menerima Caramel, kamu masih nggak percaya juga, Jen?” Damitri tersinggung d
Semua keluarga Alexander sedang berkumpul di ruang keluarga atas permintaan Damitri yang akan menyampaikan hal yang menurutnya penting. Damitri akan memberi kejutan yang membuat kaget semua orang.Jujur saja Caramel sudah curiga. Dia memiliki feeling jika Damitri akan mengumumkan tentang kepulangan Evelin seperti yang Damitri katakan pagi tadi. “Ada informasi apa, sih, Mah? Yuan capek, pengen istirahat,” kelakar Yuan yang terlihat lelah setelah seharian bekerja. Bahkan sedari tadi Yuan terus menyenderkan kepalanya di bahu Caramel.“Tunggu dulu sebentar. Setelah kamu melihat pasti rasa capekmu langsung hilang,” jawab Damitri tampak antusias. Semua orang kembali fokus menonton televisi yang menyiarkan acara talk show. Sesekali mata Yuan terpejam karena rasa lelah membuat matanya terasa ngantuk. “Selamat malam semuanya.” Suara ramah seorang wanita membuat mereka menoleh bersamaan. Terkejut. Tentu saja. Bagi Yuan ini menjadi kejutan terburuk yang pernah dia rasakan. Yuan sudah menikah
Langkah Yuan terhenti saat mendengar Evelin berkata seperti itu. Entah mengapa ucapannya itu membuat telinganya terusik. Yuan tidak suka ada orang lain yang menghina istrinya, siapa pun orangnya. Apalagi sampai mengungkit tentang perasaannya yang jelas hanya Yuan sendiri yang tahu.Yuan memicingkan mata dan memutar tubuhnya. Melangkahkan kaki kembali mendekat ke arah Evelin. “Percaya diri sekali kamu berkata seperti itu. Apa tadi kamu bilang? Istriku tidak sebanding denganmu? Ya, kamu benar. Istriku memang tidak sebanding dengan kamu. Dia mempunyai hati yang tulus, tidak seperti kamu yang hanya memiliki tubuh yang mulus. Untuk apa kamu mempercantik diri sedemikian rupa jika hanya untuk pameran belaka. Apa bangganya suami kamu memiliki seorang istri yang mengumbar auratnya ke mana-mana. Bahkan tanpa malu kamu menjadikan tubuhmu konsumsi publik. Asal kamu tahu, justru istriku lebih bernilai dibanding apa pun yang kamu miliki. Bahkan istriku yang cantik ini hanya memberikan kesuciannya
Sepeninggal Yuan dan istrinya, Evelin memasang wajah yang teramat sedih. Apalagi tujuannya kalau bukan untuk menarik simpati semua orang?Evelin duduk menunduk di sofa dengan menitikkan air mata. Sesekali ia menyeka air matanya membuat Damitri dan Selina merasa iba.“Sayang… maafkan ucapan Yuan, ya. Yuan itu sedang capek, makanya omongannya ngelantur.” Damitri mencoba menghibur.“Hati aku sakit, Tante. Tante lihat sendiri kan tadi bagaimana sikap Yuan terhadap aku? Dia sudah benar-benar membenci aku, Tante,” urai Evelin yang terus menjatuhkan air matanya.Damitri memeluk Evelin untuk menenangkan. Melihat Evelin serapuh itu membuat hatinya turut merasa sakit. Pasalnya selama ini Damitri sudah menyayangi Evelin layaknya anak kandung sendiri.“Kamu tenang saja, Sayang. Yuan tidak mungkin seperti ini kalau otaknya belum dicuci sama perempuan sialan itu. Tante yakin Yuan masih sangat mencintai kamu,” bisik Damitri takut jika ucapannya didengar oleh Jennifer yang selalu berpihak pada Caram
Semenjak peristiwa semalam sikap Yuan terlihat berubah. Morning kiss yang selalu dia sematkan di kening dan bibir istrinya kini terlewat begitu saja. Yuan sudah bersiap dengan pakaian kerjanya namun suasana pagi ini terasa berbeda.Jika biasanya Yuan dengan sikap manjanya akan meminta bantuan Caramel, berbeda dengan kali ini. Yuan memasang dasinya sendiri dan tidak ada canda tawa serta kejahilan di pagi ini. Caramel menjadi salah tingkah. Dia bingung bagaimana harus bersikap menanggapi suaminya yang begitu dingin. Entah apa yang ada di pikirannya. Sungguh hal itu tidak bisa Caramel tebak dengan pasti.“Em, Mas... nanti aku ada acara sama Mamah. Aku izin keluar rumah, ya,” izin Caramel terdengar hati-hati.“Iya,” balas Yuan seperlunya. Dia mengambil sepatu dan menenteng tas kerjanya tanpa melibatkan Caramel.Caramel tidak mengerti lagi. Meskipun pahit lebih baik Yuan berkata sejujurnya jika dia masih memikirkan Evelin, dengan begitu Caramel akan mulai mengulur hatinya kembali. “Mas….
Caramel tengah duduk melamun di taman sambil melihat kolam ikan yang berada di depannya dengan pandangan kosong.“Kak,” panggil Jennifer yang menyusul Caramel. Jennifer tahu kakak iparnya itu sedang tidak baik-baik saja. Untuk itu dia mencoba menghibur dan membuat hubungan Caramel dan Yuan kembali membaik.“Eh, Jen....” Caramel langsung mengusap wajahnya dari sisa-sisa air mata yang terjatuh tanpa ia sadari.“Boleh aku ikut duduk di sini?” tanya Jennifer santun.Caramel tersenyum. “Tentu saja,” balasnya kemudian mengubah posisi duduknya agar Jennifer bisa duduk di sebelahnya.“Kakak kenapa?” Pertanyaan Jennifer membuat Caramel salah tingkah.“Kenapa? Kakak nggak kenapa-kenapa. Kakak baik-baik saja kok, Jen.”“Bohong!” sambar Jennifer cepat.Caramel bergeming sejenak. Dia tidak bisa mengelak lagi jika dirinya memang sedang dalam keadaan tidak karuan.“Kakak berantem ya sama kak Yuan? Masalah apa? Masalah kak Evelin?” Pertanyaan Jennifer seolah menyudutkan Caramel.“Jen, enggak. Kakak—
Tatapan yang semula hangat kini berubah masam. Mereka memandang Caramel rendah karena hasutan yang Evelin tuturkan.Padahal hal itu belum tentu kebenarannya, namun mereka mudah saja percaya.“Ish, ish, ish... Licik sekali kamu rupanya. Cara kamu menjerat orang kaya sangatlah menjijikkan. Ternyata selain kamu tidak punya harta, kamu juga tidak punya moral, Caramel. Sangat disayangkan wajah secantik dirimu, nyatanya tidak sepolos penampilanmu.” Cibiran pedas itu akhirnya keluar dari mulut teman Damitri, membuat Damitri turut merasa senang. “Iyalah, Jeng. Namanya juga bosen hidup susah. Ya harus cari jalan instan,” sambung mereka lagi.“Kok Jeng Dami mau sih menerima menantu seperti dia? Jelas-jelas Evelin lebih segalanya. Dia tidak hanya cantik, tapi juga wanita karir. Dia tidak akan menghabiskan harta Yuan karena dia sendiri pun bisa bekerja. Awalnya saya respect dengan Caramel, tapi setelah mengetahui kalau dia suka main dukun, maaf. Saya tidak tertarik lagi.”Caramel mencoba bersaba
Tok! Tok!“Masuk!” sahut Yuan dari dalam ketika mendengar suara ketukan pintu. Matanya masih terfokus pada monitor laptop di depannya.“Siang, Kak,” sapa Jennifer memasuki ruangan Yuan.“Hai, Jen. Tumben, ada apa?” sahut Yuan hanya melihat beberapa detik kemudian menatap monitornya lagi.“Lihat aku bawa apa?” Jennifer memamerkan bekal makanan yang dia bawa.Yuan malas menanggapi. “Bawa apa memangnya?” jawabnya tidak antusias.Jennifer menarik kursi dan duduk di depan meja Yuan. Senyumnya mengembang membuat Yuan merasa aneh.“Kenapa kamu cengengesan? Ada yang lucu?” seloroh Yuan.“Enggak.”“Lalu kenapa kamu melihat Kakak seperti itu?” Yuan menutup laptopnya beralih memandang Jennifer dengan teliti.“Coba katakan dosa apa yang sudah kakak perbuat pagi ini?” tanya Jennifer mencondongkan sedikit badannya.Yuan tampak berpikir. “Dosa apa? Maksud kamu?” tanyanya bingung.“Kakak sudah membuat kak Amel menangis.” Jennifer kembali menyenderkan punggungnya ke belakang.“Iya aku memang bersalah.
Beberapa minggu setelah kejadian yang menimpa Caramel di hotel kala itu, Damitri dan Selina benar-benar mendapat pelajaran atas perbuatannya sesuai arahan Caramel. Caramel memang tidak mau membawa kasus itu ke jalur hukum, tapi demi membuat mertua dan adik iparnya itu jera, Caramel menyerahkan seluruhnya kepada Yuan untuk memberikan hukuman yang sepadan. Yuan menarik semua fasilitas mereka dan juga mengawasi mereka dengan sangat ketat. Hingga tak ada celah bagi mereka untuk melakukan kejahatan. Apalagi sampai menerobos masuk ke dalam apartemen yang juga dijaga ketat oleh bodyguard Yuan.Pagi ini udara terasa sejuk, nikmat rasanya bergelung di bawah selimut dengan saling berpelukan bersama orang tersayang. Namun, kejadian pelecehan itu membuat Caramel menutup diri dalam jangka waktu yang cukup lama. Sehingga Yuan kesulitan untuk mengajak Caramel untuk sekadar bermesraan. Rasa trauma kerapkali masih menyapa Caramel. Hal itu pula yang membuat Yuan harus banyak bersabar menghadapi istr
Sesampainya Caramel dan Yuan di kamar apartemen, wajah Caramel kembali murung. Apa yang masih dia pikirkan? Apakah dia sebenarnya masih bimbang dan ingin kembali ke rumahnya? Tapi melihat senyum Caramel saat bersama Deril membuat Yuan tanpa sadar cemburu. Caramel bisa tersenyum karena laki-laki lain jujur itu bukanlah sebuah pencapaian bagi Yuan.“Sayang …” panggil Yuan lembut. Mencoba menyenderkan kepala Caramel di bahunya.“Aku mau memaafkan keluargamu,” ucap Caramel dengan pandangan kosong. Buliran bening terjatuh tanpa diminta. Seolah hal itu menjadi keputusan terberat untuk Caramel ucapkan.Yuan menoleh, tidak percaya dengan apa yang Caramel katakan. Dia ingin memastikan. “Kamu serius? Apa kamu sudah pikirkan hal ini matang-matang? Ini bukan masalah sepele.” Yuan meraih tangan Caramel dan menggamitnya. Seandainya Caramel membuat keputusan yang berbeda, Yuan tidak akan keberatan.Caramel menggeleng. “Untuk apa? Apa kamu pikir aku tega memenjarakan ibuku sendiri? Bukankah ibumu ju
Pintu lift terbuka. Saat Caramel hendak melangkahkan kaki keluar dari lift tersebut, kepalanya mendadak pusing. Pandangannya buram, rasa nyeri di tengkuknya terasa semakin berat.“Astaga, kenapa ini? Kenapa bumi terasa berputar? Kepalaku … kepalaku pusing sekali.” Caramel memegang kepalanya. Tiba-tiba saja….“Caramel, kamu kenapa?” Tangan sigap pria itu menangkap tubuh Caramel yang hampir tumbang. Di sisa penglihatannya Caramel dapat mengenali sosok itu, tapi bibirnya seolah tak mampu berucap. Caramel pingsan di dekapan pria itu.Beberapa orang langsung menghampiri dan ikut membantu. “Pak Deril, kita tidurkan wanita ini di sofa itu saja,” saran seorang resepsionis apartemen menunjuk sofa panjang yang berada berlawanan dengan letak lift. Pria itu adalah Deril. Teman Caramel. Seorang pria yang wajahnya sengaja Evelin rekam dan dikirimkan kepada Yuan hingga Yuan marah besar. Tanpa menjawab Deril langsung membopong tubuh Caramel untuk ditidurkan di sofa yang resepsionis itu maksud. “Di
Caramel mengerjapkan mata saat mulai tersadar. Dia menoleh kanan dan kiri mendapati suaminya tengah tertidur pulas di sampingnya dengan menjadikan tangan sebagai tumpuan.Dia melihat sekeliling namun rasanya asing. Tapi hatinya merasa lega saat yang berada di sampingnya Yuan suaminya, bukan laki-laki bengis yang tadi hampir.…“Astaga, apa aku sudah?”Caramel memaksa bangun. Dia meneliti tubuhnya dan merasakan adakah yang aneh dari dalam tubuhnya. Caramel coba mengamati dan tidak ada yang terasa aneh dari area sensitif.Namun, dia melihat beberapa luka lebam di area pundaknya. Dia juga melihat beberapa tanda merah kebiruan yang terlihat di area leher dan gunung kembar miliknya.Tiba-tiba air matanya menetes. Dia merasa hina. Dia merasa kotor. Laki-laki biadap itu sudah membuatnya tidak terhormat.“Aku benci tubuh ini, aku benci! Aku sudah kotor, aku hina!” Caramel meraung membuat Yuan terbangun. Yuan terkejut saat melihat Caramel mengacak kasar rambutnya hingga tak beraturan. “Sayang
Selina seperti kebakaran jenggot saat mendengar kabar pria itu gagal melancarkan aksinya. Pria itu mengadu kalau suami dari wanita yang dia beli datang dan menghancurkan semuanya. Pria itu juga meminta ganti rugi atas apa yang menimpanya. "Astaga, apa yang harus aku lakukan? Tuhan tolong bantu aku. Aku takut, pasti kak Yuan marah sekali sekarang."Di tengah kegundahan hati Selina yang berkecamuk karena situasi menghimpit, Selina hanya bisa menggigit jari dengan panik melihat ke arah jendela tanpa bisa berpikir.“Ah, Tante bisa aja. Aku cantik karena aku selalu melakukan perawatan, Tante. Nggak seperti menantu Tante yang buluk itu.”Di belakang Selina terdengar Evelin dan Damitri sedang bersenda gurau saling memuji. Mereka belum mengetahui jika rencana mereka telah digagalkan oleh Yuan. “Sel, kenapa? Kenapa gugup seperti itu?” tanya Damitri yang menyadari kegelisahan putrinya sambil terus memegangi ponsel. Selina terlihat ketakutan. Tentu saja ketakutan akan kemarahan Yuan yang sema
Setelah kejadian yang baru saja menimpa Caramel, Yuan tidak ingin lagi mengajak istrinya tersebut tinggal bersama orang tuanya. Yuan benar-benar murka. Kepercayaan yang dia berikan untuk Damitri dan Selina disalahgunakan begitu saja. Bahkan dengan tega mereka menjual istrinya untuk laki-laki yang tidak jelas asal-usulnya. Demi menjaga Caramel tetap aman, Yuan memutuskan untuk tinggal di apartemen.“Sayang… maafkan Mas... maafkan Mas lagi-lagi abai dengan keselamatan kamu. Mas sudah mengingkari janji mas lagi. Suami macam apa aku ini?” Yuan menggamit tangan Caramel dan menciumnya. Matanya berkaca-kaca, terlihat sekali dia sangat merasa bersalah dengan peristiwa buruk ini. “Jen, terima kasih kamu sudah berusaha menjaga kakak kamu dengan baik,” ucap Yuan menoleh ke arah adiknya yang sedari tadi setia menjaga Caramel. Jennifer tersenyum samar. Dia mengelus pundak sang kakak sekilas. “Sudah menjadi tugasku, Kak... beruntung aku tahu, kalau tidak... aku nggak bisa membayangkan apa yang
“Hei, kau tuli?” teriak pria itu sambil mendekat ke arah Jennifer. “Se-sepertinya masih ada yang berkeliaran, Pak,” jawab Jennifer mencari alasan.“Apa?”“Astaga, Pak! Itu tikusnya di belakang Bapak!” Jennifer berteriak membuat pria itu terjingkat kemudian berlari dan menaiki sofa.“Hotel macam apa ini? Benar-benar menjijikkan. Aku akan kompline pelayanan kalian!” ancam pria itu dengan wajah marah namun diliputi rasa ketakutan. Jennifer harus bisa membuat pria itu keluar dari kamar. Jennifer harus membangunkan Caramel agar tersadar dan bisa melarikan diri dari kamar itu.“Pak… apa tidak sebaiknya Bapak keluar dulu sampai kondisinya aman?”“Tidak. Aku sudah tidak takut. Aku akan segera pergi dari kamar ini setelah aku menyelesaikan tugasku. Pergi kamu dari sini.” Pria itu turun dari sofa dan mengusir Jenifer.‘Bagaimana ini? Aku tidak mungkin membiarkan kak Caramel dimangsa pria biadap itu.’ Batin Jennifer.“Ayo pergi, tunggu apalagi?” ulangnya dengan nada tinggi.“Ba-baik, Pak.” Den
Jennifer baru saja sampai di Restoran. Dia langsung menanyakan kepada pelayan restoran tentang ruangan yang digunakan untuk acara arisan. Mudah saja bagi Jennifer menemukan tempat yang dia cari. Jennifer masuk ke ruangan itu dengan menggunakan topi untuk menutupi wajahnya. Dia sengaja menyamar untuk melihat sendiri apa yang terjadi di dalam sana tanpa harus diketahui oleh Damitri.Tak perlu waktu lama dia sudah menemukan keberadaan Damitri. Namun anehnya kenapa Damitri justru bersama Evelin. Ke mana Caramel? Pikir Jennifer. Dia mencari-cari keberadaan Caramel hingga sudut ruangan tapi tak ditemukan juga. Jennifer keluar dari ruangan itu untuk mencari keberadaan Caramel barangkali ada di luar ruangan.Karena tak kunjung menemukan Caramel, Jennifer pergi ke toilet. Mungkin saja Caramel sedang berada di sana.Jennifer hendak membuka pintu namun dia urungkan saat mendengar percakapan seseorang dari dalam toliet sepertinya sedang menelpon seseorang.“Sudah kubilang jangan banyak tanya. B
Tok! Tok!“Masuk!” sahut Yuan dari dalam ketika mendengar suara ketukan pintu. Matanya masih terfokus pada monitor laptop di depannya.“Siang, Kak,” sapa Jennifer memasuki ruangan Yuan.“Hai, Jen. Tumben, ada apa?” sahut Yuan hanya melihat beberapa detik kemudian menatap monitornya lagi.“Lihat aku bawa apa?” Jennifer memamerkan bekal makanan yang dia bawa.Yuan malas menanggapi. “Bawa apa memangnya?” jawabnya tidak antusias.Jennifer menarik kursi dan duduk di depan meja Yuan. Senyumnya mengembang membuat Yuan merasa aneh.“Kenapa kamu cengengesan? Ada yang lucu?” seloroh Yuan.“Enggak.”“Lalu kenapa kamu melihat Kakak seperti itu?” Yuan menutup laptopnya beralih memandang Jennifer dengan teliti.“Coba katakan dosa apa yang sudah kakak perbuat pagi ini?” tanya Jennifer mencondongkan sedikit badannya.Yuan tampak berpikir. “Dosa apa? Maksud kamu?” tanyanya bingung.“Kakak sudah membuat kak Amel menangis.” Jennifer kembali menyenderkan punggungnya ke belakang.“Iya aku memang bersalah.