Home / Fantasi / Levitasi / Simbol kekuatan

Share

Simbol kekuatan

Author: Little Magic
last update Last Updated: 2021-06-02 22:18:13

Aludra mendaratkan Bijunya tepat di halaman pondok Tuan Altair.

“Cepat nak, bawa ia padaku.”

Aludra terkejut, bagaimana Tuan Altair sudah sampai, padahal jelas sekali ia tadi berjalan lebih dulu dan pakai biju pula. Tapi tidak ada waktu untuk memikirkan itu.

Vegan beberapa kali terbatuk-batuk dan seperti ingin mengatakan sesuatu, setidaknya itu tanda bahwa ia masih bernyawa.

Tubuh Vegan dibaringkan di kursi panjang. Lengan dan dadanya yang kembang kempis segera dibalut oleh kain supaya racunnya tidak menyebar, sebenarnya ini sudah sangat terlambat karena racun sudah menjalar ke beberapa bagian tubuhnya memalui aliran darah. Beberapa bagian tubuh itu sudah mulai gelap semu biru.

“Tolong ambilkan air yang di sana itu, Aludra.” Perintah Tuan Altair.

“Baik.”

Tuan Altair membisikkan sesuatu yang amat lirih dan halus kepada air dalam gelas yang menjadikannya berkilauan dan muncul kristal-kristal es yang dapat dilihat dengan mata telanjang. Diminumkan air itu kepada Vegan yang napasnya sudah mulai berbunyi dan terlihat amat kesusahan bahkan untuk menghirup satu napas, ia harus mengeluarkan tenaga, terlihat dari caranya membumbungkan dada tinggi-tinggi.

“Selagi aku meminumkan air ini, kau bisa membantuku membalutkan kain dari serat daun sirih ini pada luka yang terbuka tadi.”

Tanpa disuruh dua kali, Aludra segera melaksanakan.

“Air ini memang berbentuk cair, namun ketika ia masuk ke dalam tubuh pasien ia akan bertindak sebagai drug delivery menuju racun yang bersarang di organ tubuh. Ketika sudah sampai dan bersentuhan langsung dengan racun itu ia akan berubah fasa menjadi zat padat, membeku. Partikel air tadi akan membungkus racun-racun dan membeku bersamanya sehingga ia tak dapat lagi mencemari aliran darah ataupun menyebar lebih luas lagi. Tidakkah kau tadi melihat bunga es di sisi-sisi gelas yang kupegang tadi?”

“Ya, Tuan.” Aludra mengangguk, ia memang melihatnya.

“Aku sudah lama tidak melakukan ini. Aku senang melakukannya lagi, tapi tidak senang karena harus melakukannya untuk mengobati anak ini. Kau tentu tahu, untuk diobati kita harus sakit terlebih dahulu. Aku tak sampai hati melihatnya terkapar kesakitan seperti ini. Dia banyak membantu dan menemaniku.”

Aludra mengangguk dan bertanya “Apakah itu tadi yang disebut air do’a, Tuan?”

“Ya! Oh ya. Kau tepat sekali, aku amat menyukai pemuda cerdas macam kau dan Vegan ini.”

Mereka masih sibuk mengurusi tubuh Vegan yang tak berdaya.

“Jika kau tidak keberatan, bisa kau ceritakan padaku apa yang sebenarnya terjadi?” pinta Tuan Altair.

“Tentu.”

~

Sementara di Lembah Linau Tidae Rigel mendorong tubuh Regor dengan kasar, namun ia tak melawan.

“Kau gila? Kau apakan pedang tadi?” bentak Rigel.

Regor menunduk diam saja.

“Kau hampir membunuh Vegan!”

Tak ada jawaban, terjeda lama, hanya suara hembusan angin dan riuh pepohonan yang terdengar masuk telinga.

“Jawab aku, Kau Apakan pedang tadi dan mengapa kau melakukannya? Mengapa Kau hendak membunuh mereka?” Rigel berteriak penuh amarah namun tak ada yang manusia yang mendengar selain lawan bicaranya ini.

Masih hening, Regor duduk di batu yang timbul di pemukaan tanah dan kepalanya mendongak menatap langit yang ramai dengan gerombol-gerombol awan.

Rigel memelankan suaranya, “Jawab aku, saudaraku.”

Suara angin mengganggu pepohonan kembali terdengar, “Kau gila! Bocah ingusan itu yang bodoh. Seharusnya ia tak mendekat.” Regor membuang ludah, “Apa yang aku dapatkan dengan membunuh Vegan? Kau gila, ya?” dengan intonasi berbalik tinggi. “Aku tengah mencoba ilmu yang baru kupelajari dari buku yang Master beri padaku. Dan aku sungguh tengah bermain dengan Aludra.”

“Kau hendak berkata kau tidak sengaja, Ha!”

Mereka berdua bertatapan.

“Mengapa kau melarikan diri melihat Vegan sekarat dan ....”

“Tentu karena aku tak tahu bagaimana aku mengobati racun yang kubisikkan pada pedang yang pelan-pelan akan menggerogoti jiwanya!” Regor memotong ucapan.

“Bodoh!”

“Kau harus berhati-hati, kita memang tengah dalam keadaan aman-aman saja, namun tidak untuk waktu yang lama.” Regor berdiri “Hah! Rajungan kotor! Siapa yang mengajarimu  peduli dengan orang lain? Kau tak cocok menjadi baik.” Regor berlalu ke arah pantai, entah untuk tujuan apa, meninggalkan Rigel seorang diri.

~

“Tuan, tadi aku melihat pendar hijau dari pedang yang dimainkan Regor. Aku langsung menebak jika ia menghidupkan pedang itu dengan sesuatu. Bagaimana itu bisa dilakukan?” tanya Aludra pada Tuan Altair.

“Ada banyak cara untuk menjelaskannya, warna hijau menandakan kekuatan dari spektrum warna gelombang elekromagnetik yang dipancarkan. Sebelumnya aku ingin bercerita padamu tentang apa yang aku tahu tentang warna-warna yang cahayanya dapat kita tangkap dengan mata terlebih dahulu. Semoga kau dapat mengambil kesimpulannya sendiri. Jika kau tahu, oh bodohnya aku, mana mungkin anak secerdas kau tak mengetahuinya. Tapi biarlah lelaki tua ini mempertajam ingatannya. Cahaya mempunyai energi dan panjang gelombangnya masing-masing. Semakin besar panjang gelombang, maka akan semakin kecil energinya dan berlaku pula sebaliknya, Nak. Enegi yang paling lemah ada pada warna hitam dan abu-abu, tidakkah kau mengerti mengapa kaum kita yang telah pergi ke alam selanjutnya, sebelum ia dikebumikan rambutnya yang pirang akan perlahan-lahan kehilangan warnanya dan berubah gelap, itu karena manusia akan kehilangan energinya seiring dengan jiwa yang meninggalkan raganya.”

“Di atas hitam, ada coklat, kaum sorberu yang tinggal di hutan dan menolak teknologi canggih yang tengah kita nikmati sekarang ini, mereka memiliki pigmen warna tersebut. Kau pernah mengunjungi mereka Aludra?”

Aludra mengangguk, ia pernah melihat ras berkulit coklat gelap itu yang masih tinggal di hutan-hutan dan hidup dengan cara nomaden, serta menjadikan serat pohon metroksilon sebagai makanan pokok. Gaya hidup semacam itu sudah lama sekali ditinggalkan masyarakat Levis sejak puluhan atau mungkin ratusan tahun yang lalu. Orang sorberu adalah orang Levis pada masa lalu sebelum datang teknologi dan revolusi power pada masa pergantian dari abad 19 menuju abad 20. Mereka memisahkan diri dan memilih hidup dengan cara mereka sendiri.

“Kemudian, ada warna merah. Kau pernah memperhatikan rambut anak-anak kecil di Akademi SML junior? Sebagian besar dari mereka berambut pirang dengan semu kemerahan. Itu karena kekuatan yang mereka punya belum sampai pada tingkatan orang dewasa. Mungkin kau tahu kisah tentang bajak laut berjanggut merah yang amat terkenal itu. Banyak sekali kemalangan yang menimpanya hingga janggut menjadi merah seperti cerita pada dongeng-dongeng masa lalu.”

“Lalu setingkat naik adalah warna jingga dan orange. Ia adalah warna peralihan dari merah ke kuning atau pirang. Kekuatan yang ia miliki ada pada tingkat di atas merah namun di bawah kuning. Kuharap kau masih tetap memegangi kain pembalut luka Vegan dengan baik, jangan sampai kau terlena hanya karena terlalu fokus mendengarkan ucapanku, Nak.” Tuan Altair masih tenang dan amat berhati-hati mengoleskan sebuah cairan kental seperti salep ke luka sayatan pedang pada dada dan lengan Vegan.

“Tuan, mengenai anak-anak yang rambutnya bersemu merah. Ehm, aku rasa tak semuanya. Aku pernah melihat Yui, putra Tuan Liz sang penjaga perpustakaan. Aku pernah mengamati anak lucu itu, rambutnya pirang dengan kilau keemasan seperti memantulkan cahaya matahari yang mengenainya. Apakah itu termasuk pada yang kau katakan tadi?” Aludra menyela cerita.

“Benar sekali, memang tidak bisa dipukul rata bahwa semua anak-anak kecil memiliki rambut pirang dengan semu kemerahan, itu terjadi secara umum. Dan kita pasti mengerti bahwa teori bisa saja salah, namun tidak sembarang teori bisa menjadi teori jika bukan karena dasar-dasar yang kuat dan terpercaya. Jika kau ingin menyanggah sebuah teori, kau bisa munculkan teori baru untuk mematahkan teori lama dengan dasar dan keterikatan yang lebih kuat. Untuk kasus Yui itu, mungkin ia anak yang istimewa sehingga teori yang aku katakan tadi tak berlaku padanya dan bukan berarti teorinya salah, ia hanya tidak berlaku pada diri Yui. Yang aku rasa anak empat tahun itu memang bukan anak kecil biasa. Ia amat menggemaskan memang. Bisa kulanjutkan ceritaku?”

“Tentu, aku tak sabar mendengar kelanjutannya.” Aludra serius mendengarkan.

“Tadi sudah sampai mana aku?”

“Orange dan jingga, Tuan.” Aludra menambahkan

“Oh iya, lalu ada Kuning, atau yang biasa kita sebut pirang. Ini adalah warna pigmen yang kita punya, dahulu rambut nenek moyang kita adalah berwarna hitam. Bukan karena ia telah meninggal, tapi mereka adalah manusia biasa sebutan pada waktu itu, mereka tak dapat menarik logam-logam kecil, tak dapat melakukan penyembuhan peri ataupun menaiki biju. Dan kini mereka masih hidup, hanya saja tempat mereka berada di belahan dunia yang tak sembarang manusia Levis bisa menembusnya. Kabarnya populasi mereka telah beranak pinak sampai banyak sekali dan perkara perkembang-biakan jenis mereka malah menjadi masalah serius di beberapa bangsa yang mereka tinggali sendiri. Entahlah aku telah lama tak mendengar ataupun melihat mereka lagi.”

“Setelah pirang adalah hijau. Warna hijau adalah warna alam, banyak damai yang ku dapat dari warna-warna ini. Sejujurnya aku sudah tidak pernah melihat manusia berambut hijau, karena seperti yang kubilang tadi, hijau adalah warna alam. Ia banyak dipancarkan oleh sesuatu benda yang bukan manusia, seperti energi flora dan fauna juga ramuan-ramuan bio dan kimia. Termasuk juga pada racun dan ujung mata pedang kau lihat diciptakan oleh Regor. Kekuatannya lebih tinggi dari energi yang kita punya, dan bagaimana Regor melakukannya, Ehm.. ini asumsiku, bahwa ia mengucapkan matra yang membuat partikel udara menghidar dan tergantikan oleh partikel racun yang Regor panggil, terlepas dari mana asal racun itu aku tak tahu. Partikel udara itu amat kecil dan bebas bertebaran dimana-mana.”

“Di atas hijau ada biru. Ya! Seperti yang kita tahu rambut dari Raja Aldebaran adalah kuning dan dominan biru, bisa kau bayangkan bagaimana kekuatan yang ia punya? Lebih tinggi dari pirang yang kita punya dan juga dari warna alam. Menurut yang pernah aku dengar, untuk sampai pada tingkat itu, kita harus lebih dulu menaklukan alam. Aku juga tak paham betul bagaimana definisi dari kata menaklukan itu, aku sempat mengira apakah dengan menghadapi tsunami atau gunung meletus, namun menurut apa yang pernah aku pikirkan, bersahabat dengan alam, meresapinya, meraup energinya, itu bisa jadi adalah cara menaklukan alam. Namun entahlah, kau bisa tanyakan itu pada Sang Raja kehormatan, jika penasaran. Setahuku Ayah kalian bersahabat. Dan aku dengar putri semata wayangnya yang cantik jelita itu hampir memiliki warna rambut yang sama dengan Ayahnya di usia yang masih belia. Wah itu tentu amat menarik. Jika aku jadi kau, tentu sudah kuincar agar bisa memiliki gadis dengan bola mata berwarna blue ocean itu.” Tuan Altair terkekeh meledek Aludra.

Aludra menunduk, raut wajahnya menjadi sedikit berbeda dari sebelumnya ketika membicarakan seorang gadis.

“Di atasnya lagi, adalah Violet dan ungu. Guruku yang telah lama meninggal, ia memiliki rambut ungu yang amat berkilau. Namun ia amat sulit diajak bicara. Ia lebih banyak menulis, menulis dan menulis. Ribuan buku telah ia lahirkan dari pemikiran-pemikiran selama ia hidup, kau pasti sering menemukan bukunya di perpustakaan istana. Aku amat merindukan petuah-petuahnya. Dan sampai usiaku setua ini, hanya beliau satu-satunya manusia yang pernah aku jumpai dengan rambut berwarna ungu.”

“Dan yang terakhir adalah warna putih bersinar, kemuliaan melingkupi warna rambut tersebut, Nak. Putih adalah cahaya polikromatik yang merupakan gabungan dari banyak panjang gelombang. Namun manusia dengan rambut tersebut sepertinya hanya mitos, atau cerita karangan nenek moyang. Ungu adalah puncak energi tertinggi di bumi Levis ini. Setelahnya mungkin masih disembunyikan oleh Maha Kuasa.”

Aludra menyimak dengan sungguh-sungguh, matanya berbinar-binar, ia selalu menyukai apapun perkataan yang keluar dari mulut lelaki tua di depannya ini.

“Ya, seperti itu tadi yang aku tahu, aku dapat pengetahuan ini dari guru berambut ungu yang tadi aku ceritakan. Aduh pembiaraan kita amat serius hingga aku lupa tertawa.”

Kaki dan jari Vegan bergerak-gerak.

“Aduh maafkan kakek tua ini, aku bahkan hampir lupa tengah mengobati seseorang.” Ia terkekeh.

Cairan yang mirip salep tadi rampung dioleskan pada seluruh luka Vegan.

“Kau bisa lepaskan kain pembalut luka itu, Nak.” Perintahnya pada Aludra, “kau bisa duduk atau mengambil air minum di sana, kau mungkin pegal karena terus memegangi kain ini.”

Aludra menjauh dan pergi ke belakang mengambil gelas.

Tuan Altair merapalkan mantra pada tubuh Vegan, “prav for safery, no poassong is posion, no woands, no venum ...” berulang-ulang.

Cairan salep tadi perlahan-lahan meleleh menjadi lebih cair ketika dibacakan mantra. Tiba-tiba Vegan berteriak amat keras hingga membuat kuda-kuda di kandang bekalang ingin kabur. Matanya terpejam dalam seperti menahan rasa sakit yang amat sangat.

Aludra yang belum penuh mengisi gelasnya segera lari ketempat Vegan dan Tuan Altair berada tepat sesaat setelah Vegan berteriak.

“Apa yang terjadi Tuan?”

Tuan Altair tidak menjawab, mulutnya masih terlihat komat-kamit melafalkan sesuatu.

Aludra bermaksud mendekat ingin memegangi tubuh Vegan.

“Berhenti, menjauhlah Aludra. Biar Vegan mengatasi rasa sakitnya sendiri.”

Cairan salep yang tadi cair kini meresap sempurna ke dalam pori-pori kulit Vegan, membuat teriakannya menjadi bertambah kencang. Sampai-sampai burungpun tak tega mendengarnya.

Muncul balok-balok es yang bentuknya sukuran kacang polong dengan permukaan yang tidak beraturan dari dalam kulit Vegan.

“Tapi aku tak tega melihatnya, ia seperti kesakitan yang teramat sangat. Biarlah aku membantu mengurangi rasa sakitnya.” Pinta Aludra dengan sedikit memohon.

Tuan Altair hanya diam dan melotot, mengisyaratkan agar ia mundur menjauh.

Perlahan balok es itu bergerak dari dada dan lengan ke arah kerongkongan diiringi teriakan Vegan yang tak berkurang kerasnya. Seperti kucing yang mengendap-endap di balik karpet yang digelar di lantai, balok-balok es kemudian keluar melalui mulut. Muntah bersama air liur. Ia berwarna hijau kehitaman dan berbau mirip belerang.

“Tenanglah, Aludra. Biarkan ia mengatasi rasa sakitnya sendiri.”

~

Related chapters

  • Levitasi   Empat Klan

    Shelin duduk termenung di bawah pohon oak yang baru tumbuh setinggi empat meter. Dipandanginya sebuah jalan undak-undakan yang merayap dipunggung bukit. Shelin tak yakin jika ini adalah pagi karena sinarnya merah keemasan menyamai senja. Tapi bau embun tetap tak bisa membohongi, burung-burung pun terlihat baru beranjak dari tidur kemudian berkicau, siap meninggalkan sarang.Beberapa hari terakhir sejak ia kembali ke negeri yang penuh dengan bunga matahari dan manusia pirang ini Shelin mencoba tidur berkali-kali, berharap ia dapat lelap dan terbangun di kamar tidur di rumah Ayah, seperti waktu itu. Tapi semakin ia mencoba, semakin terasa tidak masuk akal, bagaimana ia dapat berpindah padahal ia tak melangkah, bagaimana ia akan sampai padahal ia tak pergi kemana-mana.“Astaga, aku kembali lagi ke dunia yang kukira sekedar mimpi ini. Siapa yang membawaku atau siapa aku sehingga bisa sampai ke sini? Apakah dunia ini yang disebut dunia mimpi? Tapi ini terasa amat

    Last Updated : 2021-06-07
  • Levitasi   Shelin

    Agena telah berhasil membuatkanku pil HBS yang baunya seperti uap umbi-umbian yang baru direbus. Isinya bertekstur bulir seperti serbuk yang kasar. Kata Agena, ia membuat itu dari ekstrak kulit biji bunga matahari. Pil itu dapat membuatku kenyang lebih lama dari biasanya. Namun aku tetap disarankan untuk makan setidaknya sekali dalam sehari untuk menjaga kesehatan pencernaan, sebelum akhirnya terbiasa.Awalnya, aku coba menelannya bulat-bulat, lambungku terasa aneh dan menolak pil itu hingga muntah-muntah, namun setelah dibantu dengan air do’a yang diberikan oleh Liz, pil berhasil dicerna oleh organ pencernaanku dengan cukup baik. Alhasil aku menjadi lupa makan dan bisa menghabiskan waktu lebih lama di perpus atau menyusuri bukit yang terletak dibelakang pondok.Dan kemarin Liz dan Agena mengajakku bicara, mereka bermaskud memasukkanku ke Akademi jika aku berkenan.Hari ini Yui bersekolah, semakin hari ia semakin pandai saja. Ia suka mendengarkan ceritaku

    Last Updated : 2021-06-09
  • Levitasi   Biju

    Hari ini Agena meminta Shelin agar menemaninya bekerja dan mengurus beberapa pasien. Agena adalah kepala dokter dan tenaga medis di seluruh Kota Levis, Ia juga sekaligus guru besar di Akademi Super Magic Levitasi.Sementara Agena masih bersiap-siap tentu ia juga harus menyiapkan keperluan bagi Liz dan Yui Shelin meminta izin padanya untuk berjalan-jalan sebentar di selasar bukit yang berada tepat di belakang pondok. Ia selalu ke tempat ini jika sempat.Dari sini ia dapat melihat dengan jelas garis batas antara air dan daratan di ujung selatan. Menurut dugaannya, di bumi sana tempat dimana ibu dan ayah serta Dava mungkin tengah mencemaskannya sekarang sedang ada di musim peneduh barat. Di Levis juga, anginnya sepoi-sepoi menenangkan.Jalan setapak ini mengantarkannya pada sebuah tanah lapang di sebuah bukit. Ia sering melihat siswa-siswa akademi berlatih di tanah lapang yang ia jejaki sekarang.Sepi, dari kejauhan hanya terlihat dua orang, yang

    Last Updated : 2021-07-06
  • Levitasi   Mimpi yang kenyataan atau kenyataan yang ternyata mimpi

    Peri bunga bakung baru saja pergi dengan meninggalkan sekeranjang roti awan di pinggir bukit berbatu.“Oh hanya mimpi lagi.” Tenangnya dalam hati.Koin orange keemasan menggantung sempurna di atas perbukitan Bilbelonia, sinarnya sungguh menyilaukan untuk ditatap oleh mata secara langsung.Ia bukan koin yang sesungguhnya, melainkan Matahari, yang sejak diciptakannya bumi, belum pernah redup atau hilang meski hanya sehari. Sinarnya tetap sama, tidak berkurang, tidak juga bertambah, Matahari tetaplah Matahari, meski kadang sang awan menutupi atau hujan yang sedang menggantikan peran.Wajah Shelin masih pucat dan seluruh badannya dingin, otot bahunya kaku dan betisnya sedikit lemas. Ia mencoba menghibur diri, mungkin karena tadi tidur di bangku perpustakaan yang dekat dengan pendingin ruangan.Sampai saat ini perpustakaan masih ramai tenang, banyak mahasiswa yang berlalu lalang, namun suasana hening, hanya sesekali terdengar suara langkah k

    Last Updated : 2021-05-23
  • Levitasi   Senja dan fajar

    Yui menemukan sesuatu yang berbeda di ruang perpustakaan ayahnya, dengan penuh semangat ia berlari dan berteriak, “Ayah! Ayah! Aku melihat sesuatu di atas sini.” “Ada apa, Yui? Ayah sedang membersihkan rumah laba-laba.” “Yui melihat ratu, yah. Ratu! Seperti dalam buku cerita.” “Kau tidak perlu berbicara keras-keras seperti itu, sayang. Ayah tahu buku yang kau ceritakan semalam memang sangat menarik.” “Bukan, Ayah. Bukan itu. Aku tidak sedang membaca buku sekarang, aku melihatnya sungguhan.” Sambil menunjuk-nunjuk ke arah yang ia maksud. Yui telihat tidak sabar ingin ayahnya segera kemari. “Lihat yah, lihat!” Liz mendongak ke atas, menatap wajah putra kecilnya yang masih berusia empat tahun. “Bisa cepat sedikit, Yah? Ratu ini memakai mahkota bagus di rambutnya.” Anak menggemaskan ini diam sejenak. “Ayah, mengapa rambut ratu ini tak seperti kita? Cepat Ayah, sepertinya ia tertidur sangat lelap.” Seiring nuiken atau tangga portabe

    Last Updated : 2021-05-24
  • Levitasi   Kembali lagi

    Setelah dua hari Shelin absen kuliah. Kesehatannya tak bermasalah setelah kembalinya ia dari tempat antah berantah, yang seluruh manusianya berambut pirang dan berbahasa aneh. Kemarin lusa, dengan sisa-sisa tenaga dan langkah kaki yang dipaksakan, Shelin menerjang bukit dan mendaki bebatuan untuk mencapai gua yang membawa ia ke tempat itu. Gua sunyi senyap dan ketika ia masuk sudah tak ada lorong hitam yang hadir dalam mimpi-mimpi Shelin biasanya. Entah dengan cara yang bagaimana, Shelin hanya tidak sengaja tertidur dan begitu ia bangun, sudah berada di kasur tidur kamarnya dengan pakaian koyak yang ia kenakan sewaktu di negeri aneh beberapa waktu yang lalu. Aneh memang, mungkin tak ada satupun logika yang dapat menerima penjelasan ini. Tapi ini sungguh terjadi. Yang lebih membuatnya bertanya-tanya, ayahnya tak menanyainya berlebihan saat menemukannya di kamar. Ayah hanya terkejut kecil dan bertanya kapan Shelin masuk rumah. Ibunya pun begitu, berekspresi sedikit kes

    Last Updated : 2021-05-25
  • Levitasi   Rasi Bintang Lyra

    Senja selalu berlalu diiringi cahaya kemerahan dengan semburat emas yang membuat langit terasa megah. Beberapa hari di kota Levis, tidak serta merta membuat Shelin mudah beradaptasi. Luka-luka yang telah sembuh, bukan berarti tidak meninggalkan bekas. Sore ini, Vegan dan Shelin banyak menghabiskan waktu di pondok Yui. Menemani Liz menyelesaikan pekerjaanya atau sekali-kali menanggapi Yui yang rewel meminta ini itu. “Kau ingat dengan anak laki-laki yang kita temui saat ia sedang berkuda kemarin?” Vega bertanya dengan nada yang pelan. Shelin ikut menjawab pertanyaan dengan berbisik “Iya. Kenapa?” “Dia bernama Regor. Berhati-hatilah dengannya. Dia kuat dan...” “Arogan?” Shelin menambahi, Vega mengangguk setuju. Kesan pertama Shelin memang begitu, tatapannya kurang ramah dan mendiskriminasi. “Ya, Dia orang yang sangat susah diprediksi dan suka sekehendak hatinya saja. Walaupun Regor adalah temanku, tapi aku tak selalu menyukainya. Kami ada

    Last Updated : 2021-05-28
  • Levitasi   Jangan Biarkan Siapapun Menghambatmu

    Hujan sudah turun beberapa kali, namun Putri Venibella belum mengerti alasan mengapa hujan terlambat datang. Tahun ini tidak akan ada musim salju, mungkin tahun depan. Beberapa kali ayah menyuruhnya untuk tak banyak menghabiskan waktu di luar istana. Sesekali ia mengunjungi Tuan Archernar si pembuat roti atau membantu Yavid mengelap guci dan benda pecah belah yang ada di aula dan audit istana. Ia belum boleh keluar sebelum sertifikasi master ksatria medisnya keluar. Di usia yang baru tujuh belas, ia sudah hampir mendapat gelar master dalam bidang pengobatan medis. Tak hayal, ia adalah putri raja, yang baru lahir saja masa depannya sudah diterawang oleh ahli Asimov orang-orang yang ahli dalam melihat bakat dan pandangan masa depan akan menggunakan dominasi kekuatannya pada hal tersebut.“Putri, sebaiknya kau letakkan saja kain lap itu. Biar aku yang membersihkan bunga dan guci ini.” Yavid adalah putri dari seorang tenaga bersih-bersih kerajaan, ibunya adalah

    Last Updated : 2021-06-01

Latest chapter

  • Levitasi   Biju

    Hari ini Agena meminta Shelin agar menemaninya bekerja dan mengurus beberapa pasien. Agena adalah kepala dokter dan tenaga medis di seluruh Kota Levis, Ia juga sekaligus guru besar di Akademi Super Magic Levitasi.Sementara Agena masih bersiap-siap tentu ia juga harus menyiapkan keperluan bagi Liz dan Yui Shelin meminta izin padanya untuk berjalan-jalan sebentar di selasar bukit yang berada tepat di belakang pondok. Ia selalu ke tempat ini jika sempat.Dari sini ia dapat melihat dengan jelas garis batas antara air dan daratan di ujung selatan. Menurut dugaannya, di bumi sana tempat dimana ibu dan ayah serta Dava mungkin tengah mencemaskannya sekarang sedang ada di musim peneduh barat. Di Levis juga, anginnya sepoi-sepoi menenangkan.Jalan setapak ini mengantarkannya pada sebuah tanah lapang di sebuah bukit. Ia sering melihat siswa-siswa akademi berlatih di tanah lapang yang ia jejaki sekarang.Sepi, dari kejauhan hanya terlihat dua orang, yang

  • Levitasi   Shelin

    Agena telah berhasil membuatkanku pil HBS yang baunya seperti uap umbi-umbian yang baru direbus. Isinya bertekstur bulir seperti serbuk yang kasar. Kata Agena, ia membuat itu dari ekstrak kulit biji bunga matahari. Pil itu dapat membuatku kenyang lebih lama dari biasanya. Namun aku tetap disarankan untuk makan setidaknya sekali dalam sehari untuk menjaga kesehatan pencernaan, sebelum akhirnya terbiasa.Awalnya, aku coba menelannya bulat-bulat, lambungku terasa aneh dan menolak pil itu hingga muntah-muntah, namun setelah dibantu dengan air do’a yang diberikan oleh Liz, pil berhasil dicerna oleh organ pencernaanku dengan cukup baik. Alhasil aku menjadi lupa makan dan bisa menghabiskan waktu lebih lama di perpus atau menyusuri bukit yang terletak dibelakang pondok.Dan kemarin Liz dan Agena mengajakku bicara, mereka bermaskud memasukkanku ke Akademi jika aku berkenan.Hari ini Yui bersekolah, semakin hari ia semakin pandai saja. Ia suka mendengarkan ceritaku

  • Levitasi   Empat Klan

    Shelin duduk termenung di bawah pohon oak yang baru tumbuh setinggi empat meter. Dipandanginya sebuah jalan undak-undakan yang merayap dipunggung bukit. Shelin tak yakin jika ini adalah pagi karena sinarnya merah keemasan menyamai senja. Tapi bau embun tetap tak bisa membohongi, burung-burung pun terlihat baru beranjak dari tidur kemudian berkicau, siap meninggalkan sarang.Beberapa hari terakhir sejak ia kembali ke negeri yang penuh dengan bunga matahari dan manusia pirang ini Shelin mencoba tidur berkali-kali, berharap ia dapat lelap dan terbangun di kamar tidur di rumah Ayah, seperti waktu itu. Tapi semakin ia mencoba, semakin terasa tidak masuk akal, bagaimana ia dapat berpindah padahal ia tak melangkah, bagaimana ia akan sampai padahal ia tak pergi kemana-mana.“Astaga, aku kembali lagi ke dunia yang kukira sekedar mimpi ini. Siapa yang membawaku atau siapa aku sehingga bisa sampai ke sini? Apakah dunia ini yang disebut dunia mimpi? Tapi ini terasa amat

  • Levitasi   Simbol kekuatan

    Aludra mendaratkan Bijunya tepat di halaman pondok Tuan Altair.“Cepat nak, bawa ia padaku.”Aludra terkejut, bagaimana Tuan Altair sudah sampai, padahal jelas sekali ia tadi berjalan lebih dulu dan pakai biju pula. Tapi tidak ada waktu untuk memikirkan itu.Vegan beberapa kali terbatuk-batuk dan seperti ingin mengatakan sesuatu, setidaknya itu tanda bahwa ia masih bernyawa.Tubuh Vegan dibaringkan di kursi panjang. Lengan dan dadanya yang kembang kempis segera dibalut oleh kain supaya racunnya tidak menyebar, sebenarnya ini sudah sangat terlambat karena racun sudah menjalar ke beberapa bagian tubuhnya memalui aliran darah. Beberapa bagian tubuh itu sudah mulai gelap semu biru.“Tolong ambilkan air yang di sana itu, Aludra.” Perintah Tuan Altair.“Baik.”Tuan Altair membisikkan sesuatu yang amat lirih dan halus kepada air dalam gelas yang menjadikannya berkilauan dan muncul kristal-kristal es yang d

  • Levitasi   Jangan Biarkan Siapapun Menghambatmu

    Hujan sudah turun beberapa kali, namun Putri Venibella belum mengerti alasan mengapa hujan terlambat datang. Tahun ini tidak akan ada musim salju, mungkin tahun depan. Beberapa kali ayah menyuruhnya untuk tak banyak menghabiskan waktu di luar istana. Sesekali ia mengunjungi Tuan Archernar si pembuat roti atau membantu Yavid mengelap guci dan benda pecah belah yang ada di aula dan audit istana. Ia belum boleh keluar sebelum sertifikasi master ksatria medisnya keluar. Di usia yang baru tujuh belas, ia sudah hampir mendapat gelar master dalam bidang pengobatan medis. Tak hayal, ia adalah putri raja, yang baru lahir saja masa depannya sudah diterawang oleh ahli Asimov orang-orang yang ahli dalam melihat bakat dan pandangan masa depan akan menggunakan dominasi kekuatannya pada hal tersebut.“Putri, sebaiknya kau letakkan saja kain lap itu. Biar aku yang membersihkan bunga dan guci ini.” Yavid adalah putri dari seorang tenaga bersih-bersih kerajaan, ibunya adalah

  • Levitasi   Rasi Bintang Lyra

    Senja selalu berlalu diiringi cahaya kemerahan dengan semburat emas yang membuat langit terasa megah. Beberapa hari di kota Levis, tidak serta merta membuat Shelin mudah beradaptasi. Luka-luka yang telah sembuh, bukan berarti tidak meninggalkan bekas. Sore ini, Vegan dan Shelin banyak menghabiskan waktu di pondok Yui. Menemani Liz menyelesaikan pekerjaanya atau sekali-kali menanggapi Yui yang rewel meminta ini itu. “Kau ingat dengan anak laki-laki yang kita temui saat ia sedang berkuda kemarin?” Vega bertanya dengan nada yang pelan. Shelin ikut menjawab pertanyaan dengan berbisik “Iya. Kenapa?” “Dia bernama Regor. Berhati-hatilah dengannya. Dia kuat dan...” “Arogan?” Shelin menambahi, Vega mengangguk setuju. Kesan pertama Shelin memang begitu, tatapannya kurang ramah dan mendiskriminasi. “Ya, Dia orang yang sangat susah diprediksi dan suka sekehendak hatinya saja. Walaupun Regor adalah temanku, tapi aku tak selalu menyukainya. Kami ada

  • Levitasi   Kembali lagi

    Setelah dua hari Shelin absen kuliah. Kesehatannya tak bermasalah setelah kembalinya ia dari tempat antah berantah, yang seluruh manusianya berambut pirang dan berbahasa aneh. Kemarin lusa, dengan sisa-sisa tenaga dan langkah kaki yang dipaksakan, Shelin menerjang bukit dan mendaki bebatuan untuk mencapai gua yang membawa ia ke tempat itu. Gua sunyi senyap dan ketika ia masuk sudah tak ada lorong hitam yang hadir dalam mimpi-mimpi Shelin biasanya. Entah dengan cara yang bagaimana, Shelin hanya tidak sengaja tertidur dan begitu ia bangun, sudah berada di kasur tidur kamarnya dengan pakaian koyak yang ia kenakan sewaktu di negeri aneh beberapa waktu yang lalu. Aneh memang, mungkin tak ada satupun logika yang dapat menerima penjelasan ini. Tapi ini sungguh terjadi. Yang lebih membuatnya bertanya-tanya, ayahnya tak menanyainya berlebihan saat menemukannya di kamar. Ayah hanya terkejut kecil dan bertanya kapan Shelin masuk rumah. Ibunya pun begitu, berekspresi sedikit kes

  • Levitasi   Senja dan fajar

    Yui menemukan sesuatu yang berbeda di ruang perpustakaan ayahnya, dengan penuh semangat ia berlari dan berteriak, “Ayah! Ayah! Aku melihat sesuatu di atas sini.” “Ada apa, Yui? Ayah sedang membersihkan rumah laba-laba.” “Yui melihat ratu, yah. Ratu! Seperti dalam buku cerita.” “Kau tidak perlu berbicara keras-keras seperti itu, sayang. Ayah tahu buku yang kau ceritakan semalam memang sangat menarik.” “Bukan, Ayah. Bukan itu. Aku tidak sedang membaca buku sekarang, aku melihatnya sungguhan.” Sambil menunjuk-nunjuk ke arah yang ia maksud. Yui telihat tidak sabar ingin ayahnya segera kemari. “Lihat yah, lihat!” Liz mendongak ke atas, menatap wajah putra kecilnya yang masih berusia empat tahun. “Bisa cepat sedikit, Yah? Ratu ini memakai mahkota bagus di rambutnya.” Anak menggemaskan ini diam sejenak. “Ayah, mengapa rambut ratu ini tak seperti kita? Cepat Ayah, sepertinya ia tertidur sangat lelap.” Seiring nuiken atau tangga portabe

  • Levitasi   Mimpi yang kenyataan atau kenyataan yang ternyata mimpi

    Peri bunga bakung baru saja pergi dengan meninggalkan sekeranjang roti awan di pinggir bukit berbatu.“Oh hanya mimpi lagi.” Tenangnya dalam hati.Koin orange keemasan menggantung sempurna di atas perbukitan Bilbelonia, sinarnya sungguh menyilaukan untuk ditatap oleh mata secara langsung.Ia bukan koin yang sesungguhnya, melainkan Matahari, yang sejak diciptakannya bumi, belum pernah redup atau hilang meski hanya sehari. Sinarnya tetap sama, tidak berkurang, tidak juga bertambah, Matahari tetaplah Matahari, meski kadang sang awan menutupi atau hujan yang sedang menggantikan peran.Wajah Shelin masih pucat dan seluruh badannya dingin, otot bahunya kaku dan betisnya sedikit lemas. Ia mencoba menghibur diri, mungkin karena tadi tidur di bangku perpustakaan yang dekat dengan pendingin ruangan.Sampai saat ini perpustakaan masih ramai tenang, banyak mahasiswa yang berlalu lalang, namun suasana hening, hanya sesekali terdengar suara langkah k

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status