Shelin duduk termenung di bawah pohon oak yang baru tumbuh setinggi empat meter. Dipandanginya sebuah jalan undak-undakan yang merayap dipunggung bukit. Shelin tak yakin jika ini adalah pagi karena sinarnya merah keemasan menyamai senja. Tapi bau embun tetap tak bisa membohongi, burung-burung pun terlihat baru beranjak dari tidur kemudian berkicau, siap meninggalkan sarang.
Beberapa hari terakhir sejak ia kembali ke negeri yang penuh dengan bunga matahari dan manusia pirang ini Shelin mencoba tidur berkali-kali, berharap ia dapat lelap dan terbangun di kamar tidur di rumah Ayah, seperti waktu itu. Tapi semakin ia mencoba, semakin terasa tidak masuk akal, bagaimana ia dapat berpindah padahal ia tak melangkah, bagaimana ia akan sampai padahal ia tak pergi kemana-mana.
“Astaga, aku kembali lagi ke dunia yang kukira sekedar mimpi ini. Siapa yang membawaku atau siapa aku sehingga bisa sampai ke sini? Apakah dunia ini yang disebut dunia mimpi? Tapi ini terasa amat nyata.
Bagaimana jika teryata ini adalah dunia yang sebenarnya? Lalu apa dan siapa orang-orang yang berada di dunia sana? Siapa orang-orang yang kusebut ibu, ayah, keluarga dan adik-adik? Mengapa mereka tidak ada di sini?
Bagaimana jika ternyata mereka hanya ilusi? Dan di sinilah dunia yang sesungguhnya, sudah siapkah aku kehilangan mereka yang kuanggap sebagai orang-orangku.
Bagaimana jika nyaman yang aku rasa selama ini adalah perasaan palsu belaka?” Pikiran Shelin amat kacau di tempat dengan pemandangan seindah ini, tapi apa guna keindahan jika kau hanya menikmatinya sendirian.
Terlihat beberapa induk bajing membimbing anak-anaknya melompat menyebrangi ranting-ranting pohon besar. Kupu-kupu tidak kalah bersemangat untuk mengibas-ibaskan sayap mereka yang bercorak warna-warni dan siap memamerkan pesonanya pada makhluk lain yang minder tidak mempunyai sayap seindah kupu-kupu salah satunya adalah manusia. Tidak pernah Shelin mendengar ada sesosok manusia bersayap sebelumnya, kecuali dalam dongeng-dongeng nenek.
Dari sisi lain terdapat segerombol pigeon yang dari kejauhan terlihat diikati gulungan kertas surat di kaki-kaki mereka. Semua sibuk menjalani urusan kehidupan mereka sendiri-sendiri.
“Aku terduduk bersama Yui kecil memandangi tangga menggantung di negeri dongeng yang tak pernah terbayang di pikiranku. Bahkan pada deretan novel fiksi yang sering kubaca sebelum tidur, tetap tidak dapat mendefinisikan betapa langkanya tempat yang aku singgahi sekarang.”
“Aku tidak lain seperti manusia yang baru lahir, memperlajari bagaimana cara dunia baruku bekerja. Aku merasakan makanan hambar namun harus terbiasa, perasaan was-was yang harus terbiasa, lapar yang lebih sering datang dan harus terbiasa. Kuharap aku akan segera beradaptasi dengan dunia baru ini dengan segera dan secepatnya. Karena inilah tempat tinggalku yang baru.” kata-katanya dalam hati untuk diri sendiri.
Yui asik melangkah perlahan di tepi danau, sementara Shelin masih belum bosan menikmati momen Matahari yang baru terbit dari peraduannya semalam. Di kejauhan kucing Molly juga sedang asik bermain benang woll di balkon dapur kerajaan yang terlihat dari tempat mereka duduk sekarang, ia berguling-guling menggemaskan.
Sebenarnya tempat ini sungguh tidak buruk. Yang mendukung pendapat barusan adalah sebuah keluarga yang mau dengan senang hati menampung orang asing seperti Shelin. Liz dan Agena sangat beruntung memiliki anak yang amat lucu. Entah apa yang menjadikannya unik dan membuat Yui berbeda dengan anak-anak lainnya. Mungkin karena ia sangat periang, atau malah paling periang dari sekian banyak anak kecil yang pernah Shelin temui selama ini. Kulitnya halus, putih dan wangi. Rambutnya pirang, berkilauan dan rapi. Mulutnya pun mungil namun tak pernah berhenti bicara dengan suaranya yang menggemaskan. Sekarang ia tengah bermain dengan capung yang asik mengganggu embun di ujung daun.
Kucing Molly juga menyukai Yui, belum lagi peliharaan lain seperti barbe beruang, iguana rocky, kelinci radyt dan tiga ikan mas kokinya yang bernama lula, lala, dan yang berwarna hitam yaitu thomas. Yui menyukai semua jenis hewan kecuali naga, ular dan hewan-hewan melata.
“Aku ingin membagi segala pemandangan indah ini dengan seseorang yang jauh disana. Yang bahkan aku tidak paham nyata semu-nya.
Aku tidak tahu yang mana duniaku yang asli, apakah aku sebagai Shelin si putri berambut hitam yang kehilangan jati diri atau aku Shelin si anak kuliahan yang bahkan namanya tidak dikenal oleh anak lain selain teman-teman sekelasnya. Sekarang aku benar-benar kebingungan membedakan mana yang asli, mana yang ilusi.”
Ini pertama kalinya ia menyentuh sinar matahari setelah sekian lama mengurung diri di pondok Liz dan Agena.
“Pakailah ini, nak.” Shelin terperanjat oleh Agena yang menyentuh bahunya dengan membawakan rambut palsu berwarna kuning pucat kecoklatan. “Ini akan cocok dengan warna kulitmu.”
Shelin masih memandangi benda itu dengan ekspresi tidak percaya,
“Kau harus mencoba bertemu dengan orang-orang,” Agena tersenyum, “Kau tidak bisa terus menerus berada di rumah, mengurung diri dan murung sepanjang hari. Kau harus mencoba meneruskan segalanya yang bahkan mungkin kau tak tahu kau telah memulainya. Lihat ini, aku suka jika kau menyukainya.”
“Kau baik sekali, Agena.” Shelin mencoba mengenakan rambut palsu yang terbuat dari bahan sintetis yang Liz buat sendiri.
“Kau cocok dengan rambut sepunggung seperti itu.”
Shelin memeluk Agena dan berbisik lirih, terima kasih.
“Sama-sama, kau harus berperilaku seperti biasa. Layaknya di rumahmu sendiri.” Agena tersenyum, “Kau harus terbiasa, setidaknya sampai kau menemukan cara untuk kembali ke tempat asalmu.”
Shelin melepaskan pelukkannya, “Bagaimana kau tahu? Maksudku barusan kau mengatakan asalmu, maksudku asalku.”
“Aku tentu tahu, bahkan kebiasaanmu makan tujuh kali sehari, kau yang tak suka bau selai yang Liz beli di pertokoan Levis, dan kau yang takut memakan gurita hidup, aku tahu.” Agena terkekeh.
Pipi Shelin memerah “Bukan maksudku ingin menghabiskan persediaan makanan di rumahmu, Agena. Entah, aku hanya terus-menerus merasa lapar. Sepertinya di sini terdapat sebuah sistem yang tidak aku mengerti, yang cara kerjanya berbeda dengan yang ada di bumi. Eh bumi adalah sebutan untuk tempat aku dan ayah, lalu ibu, adikku, teman-temanku tinggal.”
“Kau tak salah, nak.” Agena sambil terkekeh, “Esok akan kubuatkan kau pil. Liz menyarankannya untuk membuatkan itu untukmu. Ia bilang banyak manusia dari sejenismu memakan pil itu apabila bepergian jauh ke tempat lain yang bukan suatu tempat, yang katamu bumi.”
Shelin memeluk Agena lagi.
“Mengapa ia terus menerus memeluk ibu?” muka Yui merah padam “Dan tidak mengajakku.”
Agena dan Shelin tertawa, kemudian menarik tangan Yui. Mereka bertiga berpelukan.
“Oke hari ini aku akan mengajakmu berkeliling kerajaan.” Seru Agena pada Shelin.
~
“Bagaimana tadi jalan-jalan di istananya?” Liz menegur Shelin yang tengah hanyut dalam buku bacaannya di dekat meja tunggu perpustakaan kerajaan.
“Belum banyak yang aku lakukan, tadi aku hanya mengunjungi dapur dan beberapa lorong, lalu tangga dan kamar mandi.” Menunduk, terlihat asik dengan setumpuk kertas dihadapannya.
“Baguslah, itu lebih baik daripada kau hanya berdiam diri di pondok kusam dan tidak bertemu siapapun. Apa kau sudah bertemu dengan penghuni kerajaan?”
“Yaps! Sudah.”
“Wah! Siapa?”
“Kucing Molly, Tuan Archernar si pembuat kue. Dan seorang nenek penjaga toiler di lorong perpustakaan.”
Liz terkekeh, sama sekali bukan kemajuan yang bisa dibanggakan.
“Liz, kau bilang akan memberitahuku mengenai lambang bunga matahari kerajaan. Tapi kau tak kunjung melakukannya.”
Liz meletakkah kitab yang tengah dibawanya kemudian duduk di kursi yang terletak di samping Shelin, “Ini aku tengah melakukan pembukaan, hendak menceritakannya. Manusia muda memang banyak yang tidak sabaran.” Liz mengatur nada bicaranya agar terdengar nyaman ditelinga “Nak, apa kau pernah masuk ke aula utama kerajaan?”
Shelin menggeleng, belum.
“Dari sana akan terlihat matahari yang sinarnya amat cemerlang ketika pagi dan sore hari. Di aula itu juga terdapat patung pahatan besar yang dibuat oleh manusia bumi. Usianya sudah lebih dari puluhan ribu tahun. Menurut yang pernah kudengar dan kubaca, batu itu terbuat dari batu Luminous yang beratnya hampir dua puluh tujuh ton. Selain cemerlang, ia juga akan bersinar dalam gelap ketika malam hari. Batu itu mempunyai spektrum warna yang sangat baik. Ia berbentuk bunga yang menyerupai matahari. Awalnya belum ada empat tanda bintang, triangel, buju sangkar dan heksagon di dalam lingkaran bunga. Namun karena duhulu kala pada masa kakek dari Raja Aldebaran hidup, terdapat empat klan penghuni pertama di Levitasi maka diambilah empat lambang untuk menandakan perdamaian dari masing-masing Klan. Batu bintang untuk lambang klan orion, batu triangel untuk para kaum peri, batu bujur sangkar untuk kaum sorberu dan batu heksagonal untuk kami para manusia biasa.”
“Sebentar, jadi kalian manusia juga? Sama sepertiku?” Shelin memotong cerita
“Husst, sungguh tidak sopan memotong ucapan orang tua, nak.”
Shelin kembali diam dalam keheningan yang tenang.
“Ke-empat klan itu pada dasarnya, semuanya adalah manusia. Hanya saja mereka punya keunikan masing-masing yang turun kepada cucu keturunan mereka. Seperti klan orion, mereka suka berburu dan kuat. Kemudian kaum peri, mereka kebanyakan memiliki tutur yang baik dan sopan serta sangat pandai dalam dunia medis, kau ingat tidak saat aku memakaikan pengobatan klan peri padamu saat pertama kali kau tiba disini? Ilmu itu aku dapat dari mereka.”
“Untuk Kaum Sorberu, mereka banyak tinggal di gunung dan hutan, mereka dekat dengan alam dan mencintai hewan-hewan, hubungan mereka tidak terlalu baik dengan Klan Orion yang suka berburu. Dan yang terakhir adalah manusia, kami mungkin tidak punya ciri yang sangat khas seperti klan-klan lain. Namun klan manusia biasa atau yang sering disebut dengan Klan Manusia Tengah istimewa dengan cara kami yang cepat belajar mengenai hal baru, kami bisa menguasai teknologi lebih baik dibandingkan dengan klan lain.”
“Levitasi adalah sebuah tempat yang ditinggali oleh empat klan tadi, karena wilayahnya yang amat luas, dibagilah empat wilayah untuk empat masing-masing klan tadi untuk ditinggali, tentu saja dengan Levis adalah pusatnya. Antares dan kaumnya para Klan Orion mendapat wilayah bagian utara, lalu Birdun sang Sorberu berhak atas hutan gunung dan hutan pantai, sementara Adara dan Istrinya Shaula bersama kaum peri berhak atas wilayah bagian selatan, namun wilayah bagian selatan itu kini kabarnya sudah tidak benar-benar berada pada letaknya yang sama seperti dahulu. Tempat para peri yang kini kita sebut sebagai Wezen Sky, menurut kabar burung ia telah mengalami evolusi teknologi besar-besaran, sehingga sulit untuk menemukan dan datang ke tempat itu. Bangsa peri memang pandai, cerdik dan licik. Mereka amat teliti menjaga sesuatu yang mereka anggap adalah kepunyaan bangsanya. Aku pernah sekali mengunjungi tempat itu untuk belajar pengobatan peri, dan perjalanan menuju ke sana sungguh panjang dan melelahkan.”
“Dan satu hal yang perlu kau tahu, Nak. Ada satu hari istimewa diantara sekian panjang jumlah hari dalam satu kali periode revolusi matahari untuk seluruh manusia Levitasi. Mengapa istimewa? Karena pada hari tersebut kami mengadakan pertemuan antar Klan. Masa revolusi matahari adalah masa yang amat panjang, hari itu adalah hari yang amat kami tunggu-tunggu. Dan pertemuan selalu di lakukan di Daratan Utama Levis sebagai pusat dari seluruh Levitasi. Akan ada banyak warna kulit, warna bola mata dan berbagai aksen bahasa tumpah ruah di jalan-jalan kota dan juga distrik. Rumah-rumah kita akan dikunjungi bahkan dijadikan tempat tinggal sementara oleh para kerabat jauh. Itu menyenangkan sekali.”
“Wah, terdengar menarik. Kapan hari itu datang, Liz?”
“Nanti, ketika Bintang Kejora sampai di tempatnya dan Bintang Aldebaran yang merupakan kepala rasi taurus bersinar dengan cahaya paling terang.”
Mata Shelin berbinar-binar, “Benarkah? Apakah aku bisa mendapat kesempatan melihat orang-orang dari empat klan itu dalam satu tempat, Liz?”
“Mungkin bisa. Tanah ini dirikan oleh mereka sebelum akhirnya terpisah pada tempat tinggal mereka yang sekarang.” Liz menarik napas sejenak, “Dan pada pertemuan empat klan yang ke-100, itu terjadi sekitar beberapa abad yang lalu. Para raja dari empat klan sepakat untuk membuat lambang agung bagi Levitasi. Ia adalah sebuah bunga matahari dengan di dalamnya terdapat batu bintang, bujur sangkar, triangle dan heksagon, sebagai pengingat simbolis persaudaraan dan perdamaian empat klan seperti yang aku bilang tadi. Kau bisa menemukan gambar dan ukiran semacam itu di seluruh Levitasi. Kau pasti pernah melihatnya bukan?”
Shelin mengangguk, ia tak kesulitan menemukannya di istana dan ukiran cat tembok rumah penduduk di Levis. “Itu fantastik, Liz. Ehm, apakah bunga matahari punya arti khusus? Seperti ia yang mempunyai kekuatan dan semacamnya?” tanya Shelin
Hening sejenak, “Aku belum bisa menceritakanmu tentang itu, Shelin. Hari ini sekian dulu ceritanya. Aku harus bekerja kembali.”
Agena telah berhasil membuatkanku pil HBS yang baunya seperti uap umbi-umbian yang baru direbus. Isinya bertekstur bulir seperti serbuk yang kasar. Kata Agena, ia membuat itu dari ekstrak kulit biji bunga matahari. Pil itu dapat membuatku kenyang lebih lama dari biasanya. Namun aku tetap disarankan untuk makan setidaknya sekali dalam sehari untuk menjaga kesehatan pencernaan, sebelum akhirnya terbiasa.Awalnya, aku coba menelannya bulat-bulat, lambungku terasa aneh dan menolak pil itu hingga muntah-muntah, namun setelah dibantu dengan air do’a yang diberikan oleh Liz, pil berhasil dicerna oleh organ pencernaanku dengan cukup baik. Alhasil aku menjadi lupa makan dan bisa menghabiskan waktu lebih lama di perpus atau menyusuri bukit yang terletak dibelakang pondok.Dan kemarin Liz dan Agena mengajakku bicara, mereka bermaskud memasukkanku ke Akademi jika aku berkenan.Hari ini Yui bersekolah, semakin hari ia semakin pandai saja. Ia suka mendengarkan ceritaku
Hari ini Agena meminta Shelin agar menemaninya bekerja dan mengurus beberapa pasien. Agena adalah kepala dokter dan tenaga medis di seluruh Kota Levis, Ia juga sekaligus guru besar di Akademi Super Magic Levitasi.Sementara Agena masih bersiap-siap tentu ia juga harus menyiapkan keperluan bagi Liz dan Yui Shelin meminta izin padanya untuk berjalan-jalan sebentar di selasar bukit yang berada tepat di belakang pondok. Ia selalu ke tempat ini jika sempat.Dari sini ia dapat melihat dengan jelas garis batas antara air dan daratan di ujung selatan. Menurut dugaannya, di bumi sana tempat dimana ibu dan ayah serta Dava mungkin tengah mencemaskannya sekarang sedang ada di musim peneduh barat. Di Levis juga, anginnya sepoi-sepoi menenangkan.Jalan setapak ini mengantarkannya pada sebuah tanah lapang di sebuah bukit. Ia sering melihat siswa-siswa akademi berlatih di tanah lapang yang ia jejaki sekarang.Sepi, dari kejauhan hanya terlihat dua orang, yang
Peri bunga bakung baru saja pergi dengan meninggalkan sekeranjang roti awan di pinggir bukit berbatu.“Oh hanya mimpi lagi.” Tenangnya dalam hati.Koin orange keemasan menggantung sempurna di atas perbukitan Bilbelonia, sinarnya sungguh menyilaukan untuk ditatap oleh mata secara langsung.Ia bukan koin yang sesungguhnya, melainkan Matahari, yang sejak diciptakannya bumi, belum pernah redup atau hilang meski hanya sehari. Sinarnya tetap sama, tidak berkurang, tidak juga bertambah, Matahari tetaplah Matahari, meski kadang sang awan menutupi atau hujan yang sedang menggantikan peran.Wajah Shelin masih pucat dan seluruh badannya dingin, otot bahunya kaku dan betisnya sedikit lemas. Ia mencoba menghibur diri, mungkin karena tadi tidur di bangku perpustakaan yang dekat dengan pendingin ruangan.Sampai saat ini perpustakaan masih ramai tenang, banyak mahasiswa yang berlalu lalang, namun suasana hening, hanya sesekali terdengar suara langkah k
Yui menemukan sesuatu yang berbeda di ruang perpustakaan ayahnya, dengan penuh semangat ia berlari dan berteriak, “Ayah! Ayah! Aku melihat sesuatu di atas sini.” “Ada apa, Yui? Ayah sedang membersihkan rumah laba-laba.” “Yui melihat ratu, yah. Ratu! Seperti dalam buku cerita.” “Kau tidak perlu berbicara keras-keras seperti itu, sayang. Ayah tahu buku yang kau ceritakan semalam memang sangat menarik.” “Bukan, Ayah. Bukan itu. Aku tidak sedang membaca buku sekarang, aku melihatnya sungguhan.” Sambil menunjuk-nunjuk ke arah yang ia maksud. Yui telihat tidak sabar ingin ayahnya segera kemari. “Lihat yah, lihat!” Liz mendongak ke atas, menatap wajah putra kecilnya yang masih berusia empat tahun. “Bisa cepat sedikit, Yah? Ratu ini memakai mahkota bagus di rambutnya.” Anak menggemaskan ini diam sejenak. “Ayah, mengapa rambut ratu ini tak seperti kita? Cepat Ayah, sepertinya ia tertidur sangat lelap.” Seiring nuiken atau tangga portabe
Setelah dua hari Shelin absen kuliah. Kesehatannya tak bermasalah setelah kembalinya ia dari tempat antah berantah, yang seluruh manusianya berambut pirang dan berbahasa aneh. Kemarin lusa, dengan sisa-sisa tenaga dan langkah kaki yang dipaksakan, Shelin menerjang bukit dan mendaki bebatuan untuk mencapai gua yang membawa ia ke tempat itu. Gua sunyi senyap dan ketika ia masuk sudah tak ada lorong hitam yang hadir dalam mimpi-mimpi Shelin biasanya. Entah dengan cara yang bagaimana, Shelin hanya tidak sengaja tertidur dan begitu ia bangun, sudah berada di kasur tidur kamarnya dengan pakaian koyak yang ia kenakan sewaktu di negeri aneh beberapa waktu yang lalu. Aneh memang, mungkin tak ada satupun logika yang dapat menerima penjelasan ini. Tapi ini sungguh terjadi. Yang lebih membuatnya bertanya-tanya, ayahnya tak menanyainya berlebihan saat menemukannya di kamar. Ayah hanya terkejut kecil dan bertanya kapan Shelin masuk rumah. Ibunya pun begitu, berekspresi sedikit kes
Senja selalu berlalu diiringi cahaya kemerahan dengan semburat emas yang membuat langit terasa megah. Beberapa hari di kota Levis, tidak serta merta membuat Shelin mudah beradaptasi. Luka-luka yang telah sembuh, bukan berarti tidak meninggalkan bekas. Sore ini, Vegan dan Shelin banyak menghabiskan waktu di pondok Yui. Menemani Liz menyelesaikan pekerjaanya atau sekali-kali menanggapi Yui yang rewel meminta ini itu. “Kau ingat dengan anak laki-laki yang kita temui saat ia sedang berkuda kemarin?” Vega bertanya dengan nada yang pelan. Shelin ikut menjawab pertanyaan dengan berbisik “Iya. Kenapa?” “Dia bernama Regor. Berhati-hatilah dengannya. Dia kuat dan...” “Arogan?” Shelin menambahi, Vega mengangguk setuju. Kesan pertama Shelin memang begitu, tatapannya kurang ramah dan mendiskriminasi. “Ya, Dia orang yang sangat susah diprediksi dan suka sekehendak hatinya saja. Walaupun Regor adalah temanku, tapi aku tak selalu menyukainya. Kami ada
Hujan sudah turun beberapa kali, namun Putri Venibella belum mengerti alasan mengapa hujan terlambat datang. Tahun ini tidak akan ada musim salju, mungkin tahun depan. Beberapa kali ayah menyuruhnya untuk tak banyak menghabiskan waktu di luar istana. Sesekali ia mengunjungi Tuan Archernar si pembuat roti atau membantu Yavid mengelap guci dan benda pecah belah yang ada di aula dan audit istana. Ia belum boleh keluar sebelum sertifikasi master ksatria medisnya keluar. Di usia yang baru tujuh belas, ia sudah hampir mendapat gelar master dalam bidang pengobatan medis. Tak hayal, ia adalah putri raja, yang baru lahir saja masa depannya sudah diterawang oleh ahli Asimov orang-orang yang ahli dalam melihat bakat dan pandangan masa depan akan menggunakan dominasi kekuatannya pada hal tersebut.“Putri, sebaiknya kau letakkan saja kain lap itu. Biar aku yang membersihkan bunga dan guci ini.” Yavid adalah putri dari seorang tenaga bersih-bersih kerajaan, ibunya adalah
Aludra mendaratkan Bijunya tepat di halaman pondok Tuan Altair.“Cepat nak, bawa ia padaku.”Aludra terkejut, bagaimana Tuan Altair sudah sampai, padahal jelas sekali ia tadi berjalan lebih dulu dan pakai biju pula. Tapi tidak ada waktu untuk memikirkan itu.Vegan beberapa kali terbatuk-batuk dan seperti ingin mengatakan sesuatu, setidaknya itu tanda bahwa ia masih bernyawa.Tubuh Vegan dibaringkan di kursi panjang. Lengan dan dadanya yang kembang kempis segera dibalut oleh kain supaya racunnya tidak menyebar, sebenarnya ini sudah sangat terlambat karena racun sudah menjalar ke beberapa bagian tubuhnya memalui aliran darah. Beberapa bagian tubuh itu sudah mulai gelap semu biru.“Tolong ambilkan air yang di sana itu, Aludra.” Perintah Tuan Altair.“Baik.”Tuan Altair membisikkan sesuatu yang amat lirih dan halus kepada air dalam gelas yang menjadikannya berkilauan dan muncul kristal-kristal es yang d
Hari ini Agena meminta Shelin agar menemaninya bekerja dan mengurus beberapa pasien. Agena adalah kepala dokter dan tenaga medis di seluruh Kota Levis, Ia juga sekaligus guru besar di Akademi Super Magic Levitasi.Sementara Agena masih bersiap-siap tentu ia juga harus menyiapkan keperluan bagi Liz dan Yui Shelin meminta izin padanya untuk berjalan-jalan sebentar di selasar bukit yang berada tepat di belakang pondok. Ia selalu ke tempat ini jika sempat.Dari sini ia dapat melihat dengan jelas garis batas antara air dan daratan di ujung selatan. Menurut dugaannya, di bumi sana tempat dimana ibu dan ayah serta Dava mungkin tengah mencemaskannya sekarang sedang ada di musim peneduh barat. Di Levis juga, anginnya sepoi-sepoi menenangkan.Jalan setapak ini mengantarkannya pada sebuah tanah lapang di sebuah bukit. Ia sering melihat siswa-siswa akademi berlatih di tanah lapang yang ia jejaki sekarang.Sepi, dari kejauhan hanya terlihat dua orang, yang
Agena telah berhasil membuatkanku pil HBS yang baunya seperti uap umbi-umbian yang baru direbus. Isinya bertekstur bulir seperti serbuk yang kasar. Kata Agena, ia membuat itu dari ekstrak kulit biji bunga matahari. Pil itu dapat membuatku kenyang lebih lama dari biasanya. Namun aku tetap disarankan untuk makan setidaknya sekali dalam sehari untuk menjaga kesehatan pencernaan, sebelum akhirnya terbiasa.Awalnya, aku coba menelannya bulat-bulat, lambungku terasa aneh dan menolak pil itu hingga muntah-muntah, namun setelah dibantu dengan air do’a yang diberikan oleh Liz, pil berhasil dicerna oleh organ pencernaanku dengan cukup baik. Alhasil aku menjadi lupa makan dan bisa menghabiskan waktu lebih lama di perpus atau menyusuri bukit yang terletak dibelakang pondok.Dan kemarin Liz dan Agena mengajakku bicara, mereka bermaskud memasukkanku ke Akademi jika aku berkenan.Hari ini Yui bersekolah, semakin hari ia semakin pandai saja. Ia suka mendengarkan ceritaku
Shelin duduk termenung di bawah pohon oak yang baru tumbuh setinggi empat meter. Dipandanginya sebuah jalan undak-undakan yang merayap dipunggung bukit. Shelin tak yakin jika ini adalah pagi karena sinarnya merah keemasan menyamai senja. Tapi bau embun tetap tak bisa membohongi, burung-burung pun terlihat baru beranjak dari tidur kemudian berkicau, siap meninggalkan sarang.Beberapa hari terakhir sejak ia kembali ke negeri yang penuh dengan bunga matahari dan manusia pirang ini Shelin mencoba tidur berkali-kali, berharap ia dapat lelap dan terbangun di kamar tidur di rumah Ayah, seperti waktu itu. Tapi semakin ia mencoba, semakin terasa tidak masuk akal, bagaimana ia dapat berpindah padahal ia tak melangkah, bagaimana ia akan sampai padahal ia tak pergi kemana-mana.“Astaga, aku kembali lagi ke dunia yang kukira sekedar mimpi ini. Siapa yang membawaku atau siapa aku sehingga bisa sampai ke sini? Apakah dunia ini yang disebut dunia mimpi? Tapi ini terasa amat
Aludra mendaratkan Bijunya tepat di halaman pondok Tuan Altair.“Cepat nak, bawa ia padaku.”Aludra terkejut, bagaimana Tuan Altair sudah sampai, padahal jelas sekali ia tadi berjalan lebih dulu dan pakai biju pula. Tapi tidak ada waktu untuk memikirkan itu.Vegan beberapa kali terbatuk-batuk dan seperti ingin mengatakan sesuatu, setidaknya itu tanda bahwa ia masih bernyawa.Tubuh Vegan dibaringkan di kursi panjang. Lengan dan dadanya yang kembang kempis segera dibalut oleh kain supaya racunnya tidak menyebar, sebenarnya ini sudah sangat terlambat karena racun sudah menjalar ke beberapa bagian tubuhnya memalui aliran darah. Beberapa bagian tubuh itu sudah mulai gelap semu biru.“Tolong ambilkan air yang di sana itu, Aludra.” Perintah Tuan Altair.“Baik.”Tuan Altair membisikkan sesuatu yang amat lirih dan halus kepada air dalam gelas yang menjadikannya berkilauan dan muncul kristal-kristal es yang d
Hujan sudah turun beberapa kali, namun Putri Venibella belum mengerti alasan mengapa hujan terlambat datang. Tahun ini tidak akan ada musim salju, mungkin tahun depan. Beberapa kali ayah menyuruhnya untuk tak banyak menghabiskan waktu di luar istana. Sesekali ia mengunjungi Tuan Archernar si pembuat roti atau membantu Yavid mengelap guci dan benda pecah belah yang ada di aula dan audit istana. Ia belum boleh keluar sebelum sertifikasi master ksatria medisnya keluar. Di usia yang baru tujuh belas, ia sudah hampir mendapat gelar master dalam bidang pengobatan medis. Tak hayal, ia adalah putri raja, yang baru lahir saja masa depannya sudah diterawang oleh ahli Asimov orang-orang yang ahli dalam melihat bakat dan pandangan masa depan akan menggunakan dominasi kekuatannya pada hal tersebut.“Putri, sebaiknya kau letakkan saja kain lap itu. Biar aku yang membersihkan bunga dan guci ini.” Yavid adalah putri dari seorang tenaga bersih-bersih kerajaan, ibunya adalah
Senja selalu berlalu diiringi cahaya kemerahan dengan semburat emas yang membuat langit terasa megah. Beberapa hari di kota Levis, tidak serta merta membuat Shelin mudah beradaptasi. Luka-luka yang telah sembuh, bukan berarti tidak meninggalkan bekas. Sore ini, Vegan dan Shelin banyak menghabiskan waktu di pondok Yui. Menemani Liz menyelesaikan pekerjaanya atau sekali-kali menanggapi Yui yang rewel meminta ini itu. “Kau ingat dengan anak laki-laki yang kita temui saat ia sedang berkuda kemarin?” Vega bertanya dengan nada yang pelan. Shelin ikut menjawab pertanyaan dengan berbisik “Iya. Kenapa?” “Dia bernama Regor. Berhati-hatilah dengannya. Dia kuat dan...” “Arogan?” Shelin menambahi, Vega mengangguk setuju. Kesan pertama Shelin memang begitu, tatapannya kurang ramah dan mendiskriminasi. “Ya, Dia orang yang sangat susah diprediksi dan suka sekehendak hatinya saja. Walaupun Regor adalah temanku, tapi aku tak selalu menyukainya. Kami ada
Setelah dua hari Shelin absen kuliah. Kesehatannya tak bermasalah setelah kembalinya ia dari tempat antah berantah, yang seluruh manusianya berambut pirang dan berbahasa aneh. Kemarin lusa, dengan sisa-sisa tenaga dan langkah kaki yang dipaksakan, Shelin menerjang bukit dan mendaki bebatuan untuk mencapai gua yang membawa ia ke tempat itu. Gua sunyi senyap dan ketika ia masuk sudah tak ada lorong hitam yang hadir dalam mimpi-mimpi Shelin biasanya. Entah dengan cara yang bagaimana, Shelin hanya tidak sengaja tertidur dan begitu ia bangun, sudah berada di kasur tidur kamarnya dengan pakaian koyak yang ia kenakan sewaktu di negeri aneh beberapa waktu yang lalu. Aneh memang, mungkin tak ada satupun logika yang dapat menerima penjelasan ini. Tapi ini sungguh terjadi. Yang lebih membuatnya bertanya-tanya, ayahnya tak menanyainya berlebihan saat menemukannya di kamar. Ayah hanya terkejut kecil dan bertanya kapan Shelin masuk rumah. Ibunya pun begitu, berekspresi sedikit kes
Yui menemukan sesuatu yang berbeda di ruang perpustakaan ayahnya, dengan penuh semangat ia berlari dan berteriak, “Ayah! Ayah! Aku melihat sesuatu di atas sini.” “Ada apa, Yui? Ayah sedang membersihkan rumah laba-laba.” “Yui melihat ratu, yah. Ratu! Seperti dalam buku cerita.” “Kau tidak perlu berbicara keras-keras seperti itu, sayang. Ayah tahu buku yang kau ceritakan semalam memang sangat menarik.” “Bukan, Ayah. Bukan itu. Aku tidak sedang membaca buku sekarang, aku melihatnya sungguhan.” Sambil menunjuk-nunjuk ke arah yang ia maksud. Yui telihat tidak sabar ingin ayahnya segera kemari. “Lihat yah, lihat!” Liz mendongak ke atas, menatap wajah putra kecilnya yang masih berusia empat tahun. “Bisa cepat sedikit, Yah? Ratu ini memakai mahkota bagus di rambutnya.” Anak menggemaskan ini diam sejenak. “Ayah, mengapa rambut ratu ini tak seperti kita? Cepat Ayah, sepertinya ia tertidur sangat lelap.” Seiring nuiken atau tangga portabe
Peri bunga bakung baru saja pergi dengan meninggalkan sekeranjang roti awan di pinggir bukit berbatu.“Oh hanya mimpi lagi.” Tenangnya dalam hati.Koin orange keemasan menggantung sempurna di atas perbukitan Bilbelonia, sinarnya sungguh menyilaukan untuk ditatap oleh mata secara langsung.Ia bukan koin yang sesungguhnya, melainkan Matahari, yang sejak diciptakannya bumi, belum pernah redup atau hilang meski hanya sehari. Sinarnya tetap sama, tidak berkurang, tidak juga bertambah, Matahari tetaplah Matahari, meski kadang sang awan menutupi atau hujan yang sedang menggantikan peran.Wajah Shelin masih pucat dan seluruh badannya dingin, otot bahunya kaku dan betisnya sedikit lemas. Ia mencoba menghibur diri, mungkin karena tadi tidur di bangku perpustakaan yang dekat dengan pendingin ruangan.Sampai saat ini perpustakaan masih ramai tenang, banyak mahasiswa yang berlalu lalang, namun suasana hening, hanya sesekali terdengar suara langkah k