Finn kini sedang memperhatikan Cora yang duduk sambil melamun di perpustakaan. Tekadnya untuk membantu Cora mulai goyah karena urusan pribadinya yang juga ikut terseret karenanya. Ia tak bisa memilih di antara Hazel atau Cora. Entah kenapa Finn ingin terus memperjuangkan Cora dan rela mengesampingkan hubungannya dengan kekasihnya. Tapi dia juga tidak bisa berhenti begitu saja karena sudah sejauh ini. Dia kemudian berjalan menghampiri Cora, berniat menjelaskan rencananya.
Belum sampai Finn duduk di hadapan Cora, gadis itu malah langsung bangkit dari duduknya lalu pergi seperti menghindar darinya.
“Cora!” panggil Finn mencoba menghentikan langkah Cora. Tapi gadis itu malah melangkah lebih cepat.
Merasa Finn tetap mengejarnya, kini Cora berlari kencang agar tak tertangkap oleh Finn. Tak menyerah, Finn juga ikut berlari. Kaki Finn yang memang lebih panjang dari kaki Cora, membuatnya bisa meraih tangan Cora sekaligus menahannya agar tak kabur
Cora terbangun kaget karena tarikan dari Axel yang membuat tubuhnya yang tadi terlentang di kasur menjadi posisi duduk. Terbangun secara tiba-tiba itu, pasti meninggalkan efek pusing karena raga yang belum sepenuhnya siap. Dia masih mencoba mengumpulkan nyawanya sambil mengerjapkan matanya beberapa kali. “Aku tak perlu menjelaskan lagi, kan?” kata Axel santai lalu berjalan ke luar kamar. Apalagi kalau bukan sebagai korban judi.Cora juga tak banyak bertanya. Setelah mendapatkan kembali kesadarannya, dia langsung bangkit dari kasur dan berjalan mengekor pada Axel. “Kenapa kau menginginkan Shea?” tanya Cora di sela-sela langkahnya yang kini sudah menuruni tangga pertama menuju lantai 3.“Karena aku menyukainya. Tapi bukan berarti kau bisa memanfaatkan itu untuk melawanku. Aku tak akan goyah meskipun kau mengancam akan menyakiti Shea.”Cora terkekeh. “Kenapa kau malah berpikir seperti itu?”
Setelah obrolan singkat bersama Finn di UKS tadi, Cora memutuskan untuk pulang sendiri. Obrolan itu juga menjadi lampu hijau untuk menjalankan rencana Finn dengan catatan tak memberitahukan detail rencana itu pada Cora."Kau masih di sini?" heran Cora ketika melihat Max masih berada di gerbang kampus."Ya, kau pulang naik apa?" tanya Max sambil melihat sekeliling memastikan Cora tidak dijemput oleh siapapun.Cora semakin mencurigai Max. Ini bukan kebetulan lagi. Kalau dihitung-hitung sudah 5 jam lebih di kampus. Hanya orang bodoh yang rela menunggu selama itu. Pasti Max memang dikirim untuk memata-matainya. “Kau mengenalku sebelumnya?” tanyanya menyelidik. Ini seperti buah simalakama. Kalau dia langsung menembak dengan menyebut nama Tn. Warren, dia takut kalau Max memang tak mengenalnya dan malah mengetahui keterlibatannya di perjudian Zero O’clock. Tapi, dia juga curiga dengan kehadiran Max sekarang.“Tentu saja,” jawa
Suasana kampus, kini sudah mulai sepi karena hari yang sudah menginjak sore. Sementara mahasiswi bernama Cora, masih harus menghabiskan banyak waktu lagi di kampus ini. Dia sedang sibuk mencari jawaban di buku tebal untuk menyelesaikan tugas dari dosennya yang harus ia kumpulkan besok pagi. Dan hari ini, Axel juga memintanya untuk menjadi korban judi. Mau tak mau dia harus menyelesaikannya hari ini juga. "Astaga... Kenapa jawabannya panjang semua. Huaam..." keluh Cora sambil menguap. Ia baru mengerjakannya setengahnya namun, dia sudah sangat mengantuk dan bosan. Ini pasti efek dari tubuhnya yang karena belum mengkonsumsi cafein juga tak ada lagu retro yang masuk ke gendang telinganya. Walkman-nya yang tertinggal di rumah, membuatnya tak bisa mengalihkan rasa bosannya.Ting!Sebuah pesan, masuk ke ponsel Cora. Dia langsung membaca pesan yang ternyata itu dari Finn.‘Kau di mana? Ada yang ingin kukatakan.’ ~ FinnCora berdecak
Setelah meninggalkan kampus Cora, Ny. Beatrice tidak langsung berangkat ke gedung Flash House. Dia menyempatkan diri untuk menjenguk mantan kekasihnya, Tn. Owen. Kini dia sudah berada di ruang rawat Tn. Owen, duduk tepat di sampingnya.“Kenapa kau tak bangun-bangun?” tanya Ny. Beatrice pada Tn. Owen yang masih terpejam. “Ada satu pertanyaan untukmu. Hanya kau yang bisa menjawabnya.” Tangannya kemudian mengusap lembut rambut Tn. Owen. “Atau kau memang sengaja tidur agar aku yang mencari jawabannya sendiri?” Ny. Beatrice kemudian sengaja mencabut sehelai rambut Tn. Owen memasukkannya ke dalam plastik yang sudah ia siapkan. Sebelumnya, dia juga sudah mendapatkan rambut Cora saat pertemuan terakhirnya tadi dengan gadis itu. “Aku akan mengetahui jawabann
“Itu saja yang ingin kusampaikan. Sampai berjumpa besok untuk peluncuran perdana perjudian baru kita,” tutup Tn. Warren.Setelah penutupan itu, Cora juga sudah melihat Axel bangkit dari duduknya. Membuatnya harus cepat-cepat kembali ke kandang agar Axel tak curiga. Saat kembali, sudah ada seseorang yang mengenakan jaketnya tadi, tengah berdiri membelakanginya. “Kau yang menggantikanku ya?” tanya Cora sambil menepuk pundak orang itu.Orang itu kemudian membalikkan badannya. Dan ternyata…“Astaga Shea! Apa yang kau lakukan?!” Cora sangat terkejut melihat wajah Shea yang babak belur. “Kenapa kau yang menggantikanku?!” khawatirnya.“Tidak apa. Aku hanya ingin membuktikan kalau kakakmu terpengaruh atau tidak dengan ini,” kata Shea santai. Bahkan dia masih bisa tersenyum seperti sangat menikmati rasa sakit yang dia dapat itu.“Shea?” Axel yang baru saja datang, juga dibuat ter
“Kenapa tiba-tiba kau menyiapkan ini senua?” tanya Tn. Edgar heran melihat Ny. Beatrice yang menata acara makan malam dengan apik, di tengah hubungan mereka yang sedang mengalami keretakan akhir-akhir ini.Ny. Beatrice sengaja menyewa restoran mewah berbintang tujuh. Dia bahkan menyewa tempat VIP yang disediakan dengan akses lift. Hanya tamu kaya saja yang bisa menyewa tempat ini.“Bagaimana jika kita anggap ini adalah malam perayaan untukmu?” balas Ny. Beatrice sambil menatap Tn. Edgar.“Maksudmu perjudian itu?” tanya Tn. Edgar memastikan.“Ya. Aku juga mendatangkan pemain andalanku, untuk perjudianmu,” tegas Ny. Beatrice sambil tersenyum miring.“Silahkan saja,” kata Tn. Edgar enteng.Sedangkan Finn sedari tadi hanya sibuk dengan ponselnya. Kekecewaannya karena sikap Cora kemarin, membuat mood-nya berantakan. Juga, hasratnya untuk menolong Cora lu
“Kau mau berangkat bersamaku?” tawar Tn. Edgar ketika melihat Cora yang baru saja keluar dari lift. Rupanya dia memang sengaja menunggu Cora.“Boleh,” jawab Cora setuju. Dia tentu merasa canggung bila harus semobil dengan ayahnya. Jadi lebih baik dia bersama Tn. Edgar.Kini Cora sudah masuk ke dalam mobil sport milik Tn. Edgar. Sebelum Tn. Edgar melajukan mobilnya dia memasangkan sabuk pengaman untuk Cora. Perlakuannya sangat berbeda jika dibandingkan dengan sat pertama kali mereka bertemu malam itu. Tatapan Tn. Edgar lebih hangat dan juga tak ada ancaman apapun darinya.“Kenapa kau setenang ini? Kau sudah tahu sebelumnya?” heran Cora. Seharusnya seorang suami yang mendengar itu, sudah membunuh istri yang sudah mengkhianatinya. Tapi dilakukannya hanya memberikan satu tamparan. Apa itu sudah cukup?“Belum. Aku baru tahu sekarang,” jawab Tn. Edgar santai.“Kenapa kau tidak membun
Cora sangat jelas bisa melihat kekhawatiran Axel pada kondisi Shea yang baru saja dihabisi di dalam kandang. Berbeda dengan ekspresi puas Axel yang diperlihatkan saat dirinya mati-matian menahan sakit tepat di depan mata kakaknya itu. Iya, bisa dimengerti rasa benci yang selama ini Axel rasakan karena pengkhianatan ayahnya. Tapi dia tidak terima, kenapa hanya dia yang merasa tersakiti?Kricing!Tiba-tiba Zero, kucing peliharaan Max, datang dan membelit kaki Cora. Tatapan dinginnya perlahan menghangat menatap mata biru milik kucing anggora itu.Cora langsung menggendong Zero sambil mengelus bulu halusnya. “Kau selalu datang saat aku butuh…” gumamnya dengan senyum tipisnya.“Kau mau ngopi bersamaku?” tanya seseorang di belakang Cora. Suara itu sangat Cora kenal.Cora menurunkan Zero dari gendongannya lalu melangkah pergi tanpa membalikkan tubuhnya.Max hanya diam melihat penolakan yang Cora