"Maaf, tapi aku sudah memiliki kekasih," tolak Kania yang dengan berani menantang tatapan tajam Bara yang seakan menguliti dirinya. Bara terkekeh pelan melihat mantan kekasih yang masih ia inginkan untuk menjadi kekasihnya kembali itu.Sejak dulu, wanita mungil berparas cantik ini memang terkenal pemberani. Masih teringat di kepalanya saat pertama kalinya Kania bekerja di night club miliknya.Baru hari pertama bekerja, gadis itu sudah membuat kehebohan dengan menginjak kaki dan menendang bagian vital salah satu pengunjung night club yang hendak melecehkannya. Dari kasus ini akhirnya terbukalah kelakuan si pengunjung, yang ternyata sudah sangat sering melecehkan para waiter wanita di night club milik Bara. Selama ini mereka bungkam karena takut pada ancaman si pelaku. Ia pun langsung menindak tegas, dengan mem-black list si pengunjung yang membuat para karyawannya resah. Sejak saat itulah mereka berdua menjadi dekat. Bara mengagumi bagaimana tubuh semungil ini ternyata menyimpan
"Geo! Turunkan akuu!!" Kania menjerit-jerit di sepanjang jalan, saat Geovan yang masih saja menggendongnya di bahu. Ia bertekad akan terus menjerit membuat keributan agar lelaki itu malu dan akhirnya mau menurunkannya. "Teruslah menjerit, aku tidak akan peduli," ucap Geovan santai, yang masih tetap membawa Kania di bahunya menuju parkiran mobil. Sesampainya di dalam mobil, Geovan tidak mendudukkan Kania di kursi penumpang depan, melainkan membawanya ikut duduk di pangkuannya di bagian pengenudi. Setelah menyalakan mesin dan AC, lelaki itu pun menatap manik bening kekasihnya yang telah lembab oleh air mata. "Kamulah yang meminta kita untuk putus, tapi malah kamu sendiri yang menangis," cetusnya sambil mengusap cairan bening itu menggunakan ibu jarinya. "Jangan sedih, kita tidak akan pernah putus apa pun yang terjadi," godanya dalam senyum yang tersemat di bibirnya. "Seharusnya kamu pergi! Aku sudah berkata dan bersikap kasar sama kamu, Geo! Kenapa kamu masih tidak mau pergi jug
"Masih belum ketemu juga?!"Kania memberengut sebal mendengar protes Geovan. "Ish! Daripada ngoceh melulu, mending kamu bantuin aku," desisnya gemas.Sudah hampir setengah jam Kania mencari-cari cincin berlian dari Geovan yang sebelunya ia lempar karena terbawa emosi.Cincin itu terpental dari tubuh Geovan, dan terperosok ke semak-semak di antara tanaman beraneka macam warna di dalam taman itu.Dan bukan ia tidak mau membantu, hanya saja mencari benda sekecil itu bagi Geovan akan membuang-buang waktu dan tenaga saja. Di siang hari saja akan susah menemukannya, apalagi malam hari seperti ini."Ck! Sudah kubilang biarkan saja. Akan kubelikan cincin yang jauh lebih bagus dari sebelumnya, Sayang! Sudahlah, ayo kita pulang!" Decak Geovan tak sabar. Hari sudah semakin malam, dan kekasihnya yang keras kepala ini masih saja bersikukuh menemukan cincin yang tadi ia buang.Tentunya akan sangat sulit menemukannya di antara tanaman lebat, ditambah suasana yang gelap."Yang benar saja! Masa cinc
Geovan turun dari mobilnya dengan pandangan awas yang menyapu ke sekelilingnya. Untuk ukuran sebuah night club, The Loud Forest milik Bara ternyata cukup lumayan juga. Tempat parkir kendaraannya dipenuhi mobil dan motor yang bisa dipastikan adalah pemilik dari para pengunjung club. Dua orang sekuriti mendekatinya untuk memeriksa tubuhnya, lalu mereka membawa Geovan masuk ke dalam night club untuk menuju lift yang terletak di sudut dekat pintu masuk. Gema bising musik yang menghentak menyambut gendang telinga Geovan, tatkala ia berjalan menyusuri koridor menuju kotak besi yang menempel di dinding tersebut. Suara seruan-seruan tertahan yang berpadu denting gelas serta aroma minuman keras pun menjadi ciri khas sebuah klub malam yang cukup ramai tersebut. Geovan dibawa masuk ke dalam lift yang ternyata menuju ke lantai atas. Ketika pintu besi itu terbuka, Geovan pun melangkah keluar tanpa didampingi oleh dua orang sekuriti tersebut. Ia melihat sebuah pintu ganda di ujung lorong, d
DRRTD!! Audriana terbangun ketika mendengar suara getar suara ponsel. Sekilas ia pun melirik jam di dinding. Jam 2 dinihari?? "Jaxton, ponselmu bunyi." Audriana berusaha membangunkan lelaki yang telah menjadi suaminya itu, dengan menyapukan jemari lentiknya di sepanjang pipi berkulit pucat khas warga asing milik Jaxton. Jaxton hanya menjawab dalam gumanan tak jelas, lalu malah makin mempererat pelukannya di tubuh lembut istrinya alih-alih bangun. Audriana pun berdecak sebal. Suara getaran ponsel itu sangat mengganggunya. Kehamilan yang mulai memasuki trisemester kedua ini terkadang membuat perutnya mulai terasa penuh, hingga ia agak kesulitan tidur dengan nyenyak. "Hubby, wake up!" Karena gemas melihat Jaxton yang tak jua bangun, Audriana pun mengecup bibir suaminya itu. "Suara ponselmu mengganggu tidurku," keluh wanita itu. Mendapatkan rejeki berupa kecupan lembut di bibirnya, membuat Jaxton pun sontak terbangun. "Kiss me again, baby." "Angkat dulu teleponnya." "Cium dulu,
WARNING : Lebih dari setengah isi buku ini mengandung kekerasan seksual. Silahkan di skip aja kalau nggak kuat, nggak usah hujat. *** “Aaahh... pacarnya Bagaskara benar-benar nikmat.” Suara berat penuh desahan dan kata-kata kotor yang meluncur dari mulut lelaki di belakangnya memenuhi ruangan. Desir napas liar bercampur dengan suara kulit beradu, menciptakan irama menjijikkan yang terus menggema di telinganya. Setiap bisikan itu seperti belati yang menusuk langsung ke dadanya, membuat Audriana ingin muntah. Mengabaikan tikaman nyeri yang membuat bagian bawah tubuhnya serasa remuk karena digempur lelaki yang kini berada di belakangnya sejak dua jam yang lalu, sekuat tenaga ia pun berusaha untuk tetap sadar meskipun rasanya ingin menyerah kalah. Tubuh polosnya yang sensual penuh lekuk itu telah dipenuhi peluh dengan belasan jejak-jejak merah tua menutupi hampir seluruh kulitnya, menggambarkan betapa beringasnya sang lelaki yang telah menyantap Audriana dengan rakus baga
Audriana terbangun dalam kondisi yang gelap gulita.Untuk sesaat ia merasa disorientasi tempat dan waktu, mengira kalau saat ini sedang berada di dalam kamar kosnya.Namun rasa letih tak biasa di seluruh tubuhnya dan nyeri luar biasa di area selangkangannya, membuat pikiran Audriana kembali kepada realita hidup yang sungguh menyedihkan.Gadis itu mencengkram erat selimut hangat yang menutupi tubuh polosnya, lalu perlahan menoleh ke samping dimana sesosok tubuh kokoh yang jauh lebih besar darinya sedang terbaring pulas dengan napas yang mengalun teratur dalam dengkuran halus.Serta-merta Audriana pun menggigit bibirnya keras-keras, demi mencegah agar cairan bening tanpa warna itu tidak kembali berjatuhan membasahi wajahnya yang pucat karena kelelahan.Ia tidak boleh lemah!Nasi memang sudah menjadi bubur, kesucian yang ia jaga baik-baik selama ini ternyata telah hilang dirampas di usianya yang ke 24 tahun.Tapi Audriana tidak akan membiarkan bajingan Jaxton Quinn ini berbuat seenaknya
Jaxton mematikan sambungan conference meeting setelah ia menutup pertemuan dengan para staf Quinn Entertainment.Saat waktu baru menunjukkan pukul dua belas siang, dimana seharusnya dia masih bekerja di Gedung Quinn Entertainment.Namun ketika pagi tadi seorang gadis dengan wajah secantik boneka dan tubuh yang memukau memasuki ruangannya untuk melakukan interview sebagai Sekretaris Eksekutif, ia pun tak mampu lagi menahan hasratnya.Audriana Camelia.Seulas senyum tipis terukir di bibir pink pucat itu kala mengingat bagaimana sensualnya tubuh perawan yang dimiliki gadis itu.Semuanya masih begitu alami, begitu murni dan mulus kencang serta memikat.Kulit kuning langsat Audriana yang beraroma apel membuat Jaxton tergila-gila, hingga tanpa sadar ia telah menciptakan belasan jejak kemerahan serta gigitan gemas di beberapa tempat di tubuh Audriana."Ah, shit!!!"Jaxton mengutuk reaksi tubuhnya yang langsung panas dan mengeras maksimal ketika otaknya telah dipenuhi bayangan sensual tubuh s
DRRTD!! Audriana terbangun ketika mendengar suara getar suara ponsel. Sekilas ia pun melirik jam di dinding. Jam 2 dinihari?? "Jaxton, ponselmu bunyi." Audriana berusaha membangunkan lelaki yang telah menjadi suaminya itu, dengan menyapukan jemari lentiknya di sepanjang pipi berkulit pucat khas warga asing milik Jaxton. Jaxton hanya menjawab dalam gumanan tak jelas, lalu malah makin mempererat pelukannya di tubuh lembut istrinya alih-alih bangun. Audriana pun berdecak sebal. Suara getaran ponsel itu sangat mengganggunya. Kehamilan yang mulai memasuki trisemester kedua ini terkadang membuat perutnya mulai terasa penuh, hingga ia agak kesulitan tidur dengan nyenyak. "Hubby, wake up!" Karena gemas melihat Jaxton yang tak jua bangun, Audriana pun mengecup bibir suaminya itu. "Suara ponselmu mengganggu tidurku," keluh wanita itu. Mendapatkan rejeki berupa kecupan lembut di bibirnya, membuat Jaxton pun sontak terbangun. "Kiss me again, baby." "Angkat dulu teleponnya." "Cium dulu,
Geovan turun dari mobilnya dengan pandangan awas yang menyapu ke sekelilingnya. Untuk ukuran sebuah night club, The Loud Forest milik Bara ternyata cukup lumayan juga. Tempat parkir kendaraannya dipenuhi mobil dan motor yang bisa dipastikan adalah pemilik dari para pengunjung club. Dua orang sekuriti mendekatinya untuk memeriksa tubuhnya, lalu mereka membawa Geovan masuk ke dalam night club untuk menuju lift yang terletak di sudut dekat pintu masuk. Gema bising musik yang menghentak menyambut gendang telinga Geovan, tatkala ia berjalan menyusuri koridor menuju kotak besi yang menempel di dinding tersebut. Suara seruan-seruan tertahan yang berpadu denting gelas serta aroma minuman keras pun menjadi ciri khas sebuah klub malam yang cukup ramai tersebut. Geovan dibawa masuk ke dalam lift yang ternyata menuju ke lantai atas. Ketika pintu besi itu terbuka, Geovan pun melangkah keluar tanpa didampingi oleh dua orang sekuriti tersebut. Ia melihat sebuah pintu ganda di ujung lorong, d
"Masih belum ketemu juga?!"Kania memberengut sebal mendengar protes Geovan. "Ish! Daripada ngoceh melulu, mending kamu bantuin aku," desisnya gemas.Sudah hampir setengah jam Kania mencari-cari cincin berlian dari Geovan yang sebelunya ia lempar karena terbawa emosi.Cincin itu terpental dari tubuh Geovan, dan terperosok ke semak-semak di antara tanaman beraneka macam warna di dalam taman itu.Dan bukan ia tidak mau membantu, hanya saja mencari benda sekecil itu bagi Geovan akan membuang-buang waktu dan tenaga saja. Di siang hari saja akan susah menemukannya, apalagi malam hari seperti ini."Ck! Sudah kubilang biarkan saja. Akan kubelikan cincin yang jauh lebih bagus dari sebelumnya, Sayang! Sudahlah, ayo kita pulang!" Decak Geovan tak sabar. Hari sudah semakin malam, dan kekasihnya yang keras kepala ini masih saja bersikukuh menemukan cincin yang tadi ia buang.Tentunya akan sangat sulit menemukannya di antara tanaman lebat, ditambah suasana yang gelap."Yang benar saja! Masa cinc
"Geo! Turunkan akuu!!" Kania menjerit-jerit di sepanjang jalan, saat Geovan yang masih saja menggendongnya di bahu. Ia bertekad akan terus menjerit membuat keributan agar lelaki itu malu dan akhirnya mau menurunkannya. "Teruslah menjerit, aku tidak akan peduli," ucap Geovan santai, yang masih tetap membawa Kania di bahunya menuju parkiran mobil. Sesampainya di dalam mobil, Geovan tidak mendudukkan Kania di kursi penumpang depan, melainkan membawanya ikut duduk di pangkuannya di bagian pengenudi. Setelah menyalakan mesin dan AC, lelaki itu pun menatap manik bening kekasihnya yang telah lembab oleh air mata. "Kamulah yang meminta kita untuk putus, tapi malah kamu sendiri yang menangis," cetusnya sambil mengusap cairan bening itu menggunakan ibu jarinya. "Jangan sedih, kita tidak akan pernah putus apa pun yang terjadi," godanya dalam senyum yang tersemat di bibirnya. "Seharusnya kamu pergi! Aku sudah berkata dan bersikap kasar sama kamu, Geo! Kenapa kamu masih tidak mau pergi jug
"Maaf, tapi aku sudah memiliki kekasih," tolak Kania yang dengan berani menantang tatapan tajam Bara yang seakan menguliti dirinya. Bara terkekeh pelan melihat mantan kekasih yang masih ia inginkan untuk menjadi kekasihnya kembali itu.Sejak dulu, wanita mungil berparas cantik ini memang terkenal pemberani. Masih teringat di kepalanya saat pertama kalinya Kania bekerja di night club miliknya.Baru hari pertama bekerja, gadis itu sudah membuat kehebohan dengan menginjak kaki dan menendang bagian vital salah satu pengunjung night club yang hendak melecehkannya. Dari kasus ini akhirnya terbukalah kelakuan si pengunjung, yang ternyata sudah sangat sering melecehkan para waiter wanita di night club milik Bara. Selama ini mereka bungkam karena takut pada ancaman si pelaku. Ia pun langsung menindak tegas, dengan mem-black list si pengunjung yang membuat para karyawannya resah. Sejak saat itulah mereka berdua menjadi dekat. Bara mengagumi bagaimana tubuh semungil ini ternyata menyimpan
Seorang lelaki yang sedang terikat di atas kursi dengan pipi lebam dan kening berdarah, terpampang di dalam foto yang dikirimkan seseorang kepada Kania. Dan yang membuat detak jantungnya serasa lepas dari rongga dadanya adalah karena lelaki itu adalah ayahnya. [Jika mau ayahmu selamat, datanglah ke alamat dimana dulu kamu pernah bekerja, Kania. Kamu masih ingat kan, cantik?] Sederet pesan yang muncul di layar ponselnya membuat keringat dingin menitik di keningnya. Ya Tuhan, apa lagi ini?? Kenapa Ayah selalu saja membuat masalah?? [Aku tak peduli. Dia bukan Ayahku lagi], adalah balas pesan dari Kania. Meskipun terkesan angkuh, namun sesungguhnya Kania mengetik pesan itu dengan jemari yang bergetar hebat. Rasanya ingin sekali ia menangis sekaligus berteriak, untuk menyuarakan frustasinya kepada lelaki yang tak pernah berubah itu! Sebuah suara denting balasan pesan membuat Kania buru-buru membacanya. [Baiklah, cantik. Kalau begitu akan kupotong tubuh 'bukan ayahmu' ini, dimulai
Rasanya seperti mimpi. Menjadi seorang istri dari Jaxton Quinn? Benarkah? Audriana menatap sosok menakjubkan yang berdiri di sampingnya, yang berulangkali memberikan senyuman yang biasanya sangat mahal keluar dari bibirnya. Namun malam ini, Jaxton terlihat terlalu bahagia dan sebuah senyuman yang sangat jarang terpulas di bibirnya kecuali untuk Audriana pun kini terus ia berikan kepada semua orang, yang menyalami dan memberikan selamat kepadanya. Sebuah dekapan hangat di pinggangnya membuat Audriana tersenyum kepada lelaki bermanik zamrud yang melakukannya kepadanya. "Kamu capek, Baby?" Jaxton memberikan kecupan singkat namun hangat di kening Audriana. "Mau istirahat saja?" Audriana menggeleng. Sudah puluhan kali Jaxton menanyakan hal itu sepanjang malam ini. Ia terlalu cemas mengingat kondisi Audriana yang sedang mengandung anak mereka. "Aku baik-baik saja, Jaxton. Sangat baik," sahut Audriana. "Aku hanya merasa seperti sedang bermimpi. Benarkah aku menikah dengan Jaxton Quin
Jaxton menatap mayat-mayat yang diangkut oleh orang-orangnya dari atas kapal. Total ada sebelas, dan semuanya dalam keadaan yang sangat mengenaskan. Ia menghembuskan napas keras seraya menyugar rambutnya. Apa yang dilakukan Geovan malam ini telah membuatnya takjub sekaligus menggeleng-gelengkan kepala. Oh, ia tahu bahwa ia akan melakukan hal yang sama untuk Audriana. Hanya saja kali ini Geovan terlalu nekat! Masuk ke sarang musuh tanpa persiapan dan rencana, dan hanya mengandalkan sebilah pedang? Memangnya dia hidup di jaman dulu?? Sungguh, Jaxton benar-benar tidak menyangka kalau Geovan yang biasanya tenang dan penuh rencana bisa bertindak seimpulsif itu karena seorang gadis! Kedua sudut bibir lelaki itu pun sontak melekuk naik ketika ia menyadari sesuatu. Geovan sepertinya sangat menyukai Kania. Haha. See? Every man will be bucin pada waktunya. Bahkan yang sekelas Geovan yang dingin dan datar. DDRTTD!! Ponsel Jaxton yang bergetar di sakunya membuat lelaki itu segera meraihny
Geovan membuka tali yang mengikat tangan serta kaki Kania dengan cepat, lalu segera menggendong kekasihnya ala bridal. "Kamu aman sekarang, Sayang," bisik lelaki itu di telinga Kania yang masih tidak sadarkan diri. "Ada aku di sini." Geovan membawa Kania keluar dari ruangan yang telah hancur dan porak-poranda bagai diterjang angin puting-beliung. Ceceran darah dan serpihan beberapa anggota tubuh terlihat teronggok di sana-sini. "Mr. Quinn?!" Geovan sangat terkejut tatkala tiba-tiba melihat bosnya yang telah berdiri tak jauh dari pintu keluar ruangan dan menatapnya tajam sambil bersidekap. Kenapa bosnya itu bisa berada di kapal ini??! "Bukan kau saja yang bisa memata-matai lokasi kami, Geo," ucap Jaxton sambil mendengus. "Aku pun melakukan hal yang sama dengan ponselmu. Kau bisa menolong kami di saat genting dengan melacak lokasi, lalu siapa yang akan menolongmu??" "Seharusnya Anda tidak perlu repot, Mr. Quinn," sahut Geovan datar. "Ini bukan masalah besar, dan saya bisa tangani