Langit yang retak seperti cermin usang semakin membesar. Retakan itu mengeluarkan kilatan cahaya keunguan yang menyerupai petir, menari liar di angkasa. Serpihan-serpihan langit mulai jatuh, setiap pecahannya memancarkan aura dingin yang menggetarkan, seakan dunia sendiri tengah runtuh.Di bawahnya, Liu Feng berdiri di atas tebing yang hampir ambruk akibat guncangan hebat. Tubuhnya penuh luka; darah mengalir dari pelipisnya hingga membasahi dada, namun sorot matanya tetap tajam. Napasnya berat, seolah setiap tarikan adalah perjuangan, tapi semangat juangnya tidak goyah sedikit pun.“Apa ini…?” gumamnya, tatapannya terpaku pada celah di langit yang kini terlihat seperti portal ke dimensi lain. Dari dalam celah itu, terdengar bisikan-bisikan lirih, seperti jeritan jiwa-jiwa yang terperangkap. Aura kegelapan yang menjalar darinya kian menguat, mencekam setiap sudut.Namun, pemandangan itu bukan hanya menarik perhatian Liu Feng. Seluruh penjuru lembah kini terfokus pada fenomena tersebut.
Liu Feng terengah-engah, matanya menatap tajam pada retakan di tanah yang terus memancarkan cahaya merah menyala. Setiap getaran yang muncul terasa seperti dentuman keras di telinganya, memaksa tubuhnya untuk tetap siaga meski rasa lelah dan sakit menjalar."Ini... apa lagi sekarang?" gumamnya, menggenggam pedangnya lebih erat.Cahaya merah yang muncul dari dalam retakan perlahan membentuk lingkaran aneh dengan pola yang kompleks. Pola itu seperti ukiran kuno, berisi simbol-simbol yang tidak dapat dimengerti namun memancarkan aura kejahatan. Semakin lama, cahaya itu menjadi semakin intens, memancar hingga menyinari area yang luas.Dari dalam retakan itu, muncul suara-suara yang bergema. Suara itu seperti nyanyian ribuan jiwa yang penuh penderitaan, menggaung dalam harmoni menyeramkan. Liu Feng mencoba memusatkan pikirannya, namun aura di sekitarnya semakin berat, membuatnya sulit bernapas."Jiwa-jiwa yang terperangkap..." pikir Liu Feng, mengingat kisah lama yang pernah ia dengar tent
Langit di atas reruntuhan itu dipenuhi awan pekat berwarna kelabu yang memancarkan kilatan-kilatan merah seperti darah. Udara terasa berat, seolah menekan tubuh Liu Feng yang kini berdiri di tengah padang luas tersebut. Di hadapannya, sosok yang sangat mirip dengannya berdiri dengan tenang, namun auranya memancarkan kebencian dan kekuatan yang mencekam.Sosok itu memiringkan kepalanya, senyuman licik menghiasi wajahnya. "Jadi, kau adalah Liu Feng yang diharapkan menyelamatkan dunia? Betapa mengecewakan."Liu Feng mengepalkan tinjunya. "Siapa kau? Mengapa kau terlihat seperti diriku?"Sosok itu tertawa pelan, suaranya bergema seperti petir yang membelah langit. "Aku? Aku adalah cermin dari jiwamu, Liu Feng. Semua ketakutan, keraguan, dan kemarahan yang kau simpan selama ini... akulah manifestasi dari itu semua."Mata Liu Feng menyipit, mencoba mencerna kata-kata sosok itu. "Jadi, kau hanyalah bayangan yang diciptakan oleh tempat ini? Aku tidak punya waktu untuk bermain-main dengan ilus
Liu Feng berdiri di depan sebuah gerbang raksasa yang tampak seolah-olah terbuat dari campuran obsidian hitam dan emas berkilauan. Ukiran rumit memenuhi permukaannya, menampilkan gambar-gambar yang menceritakan kisah yang sudah dilupakan oleh waktu. Cahaya temaram dari lilin-lilin biru di sekitarnya memantulkan kilauan misterius, memberikan gerbang itu aura magis sekaligus menakutkan.Hati Liu Feng berdegup kencang. Ia sudah melalui banyak hal untuk mencapai titik ini—pengkhianatan, pertempuran, pengorbanan—semua demi mencari kekuatan yang akan membantunya melindungi apa yang berharga baginya. Namun, berdiri di hadapan gerbang ini, ia merasakan sesuatu yang berbeda. Seolah-olah seluruh perjalanan sebelumnya hanyalah awal dari ujian yang sebenarnya."Dunia yang ada di balik pintu ini... apakah aku benar-benar siap?" pikirnya, ragu sejenak.Tiba-tiba, suara menggema yang dalam dan penuh wibawa terdengar, "Apakah kau akan berdiri di sana selamanya, ataukah kau memiliki keberanian untuk m
Di bawah langit yang berpendar warna keemasan, Liu Feng berdiri dengan napas tersengal-sengal. Dataran yang dipenuhi kristal-kristal berkilauan di sekitarnya terasa begitu nyata, namun sekaligus ilusi. Angin lembut yang membawa aroma aneh menyapu wajahnya, membuatnya sadar sepenuhnya bahwa ia telah meninggalkan lorong gelap yang sebelumnya hampir menelannya hidup-hidup.Di hadapannya, sosok misterius dengan mata keemasan berdiri tegak, auranya begitu tenang namun penuh tekanan. Tidak ada senjata di tangannya, namun Liu Feng tahu bahwa kekuatan sosok ini jauh di luar jangkauan kemampuannya saat ini."Liu Feng," suara sosok itu terdengar lembut namun tegas, seperti alunan musik yang membawa ketenangan sekaligus rasa hormat. "Kau telah melewati ujian yang hanya sedikit orang mampu bertahan. Namun, ini bukan akhir. Ini adalah awal dari takdirmu yang sebenarnya."Liu Feng mengerutkan alis, matanya menatap tajam ke arah sosok itu. "Siapa kau? Dan apa tempat ini?"Sosok itu tersenyum tipis,
Liu Feng berdiri di depan gerbang besar yang menjulang di hadapannya. Cahaya dari Gerbang Keabadian yang tadinya menyilaukan mulai meredup, seakan-akan merespons emosi yang berkecamuk di dalam dirinya. Keheningan yang menyelimuti tempat itu memberikan tekanan yang luar biasa. Di balik gerbang ini, ia tahu, kebenaran yang selama ini ia cari tengah menunggunya. Namun, langkahnya terhenti. Ada sesuatu yang tidak ia pahami—sebuah kehadiran yang terus mengintai dari bayang-bayang. Liu Feng memejamkan matanya, mencoba merasakan keberadaan itu lebih dalam. Tidak ada suara, tidak ada angin, hanya getaran halus yang membelai kesadarannya. Saat ia membuka matanya kembali, pemandangan di sekitarnya berubah. Bukannya berdiri di depan gerbang, ia sekarang berada di tengah medan perang yang sunyi. Tanah retak di bawah kakinya dipenuhi jejak darah, dan di kejauhan, tumpukan senjata berkarat berserakan seperti sisa-sisa pertempuran besar. Liu Feng mengernyit. "Apa ini? Apakah ini ilusi lain?" Tib
Suasana medan pertempuran menjadi sunyi. Kepulan asap masih menyelimuti area yang sebelumnya dipenuhi suara jeritan dan benturan senjata. Tanah yang tadinya kokoh kini berubah menjadi kawah besar, penuh dengan retakan yang menyebar hingga jauh ke kejauhan. Angin dingin menyapu puing-puing pertempuran, membawa aroma darah dan abu.Para prajurit, baik dari pihak Liu Feng maupun musuh, berdiri terpaku, tak berani bergerak. Semua mata tertuju pada pusat ledakan yang kini menjadi jurang gelap tanpa dasar. Tidak ada yang tahu apakah Liu Feng berhasil selamat, atau apakah dia telah mengorbankan dirinya sepenuhnya untuk membinasakan musuh."Apa yang baru saja terjadi?" bisik salah satu prajurit, matanya masih terbuka lebar, penuh ketakutan."Dia... dia melepaskan kekuatan yang tidak manusiawi. Tapi... ke mana dia sekarang?" jawab yang lain, suaranya gemetar.Di sisi lain medan perang, bayangan pemimpin kegelapan tampak mulai goyah. Sosok itu berdiri dengan napas terengah-engah, tatapannya ter
Kegelapan yang menyelimuti langit perlahan mulai surut, namun ketegangan masih terasa menusuk di udara. Liu Feng berdiri di tengah medan yang hancur, tubuhnya bergetar menahan tekanan energi yang terus mengalir dari simbol api kuno di dadanya. Di depannya, sosok bayangan raksasa itu tampak tak terpengaruh, malah terlihat semakin kuat.“Aku kagum,” kata sosok itu dengan suara menggema. “Tak banyak yang bisa bertahan sejauh ini melawan kehendakku. Tapi apakah kau benar-benar berpikir harapan kecil itu mampu mengalahkanku?”Liu Feng tidak menjawab. Ia menarik napas dalam, mencoba menenangkan pikirannya. Simbol api di dadanya kembali menyala terang, memancarkan gelombang energi yang menggetarkan tanah.Tanpa aba-aba, bayangan itu melesat maju, mengayunkan tangannya yang besar seperti pisau tajam ke arah Liu Feng. Liu Feng melompat ke samping, menghindari serangan itu dengan jarak yang sangat tipis. Namun, dampaknya membuat tanah di sekitarnya hancur berkeping-keping.“Jika aku tidak bisa
Di bawah langit yang tak berujung, di mana awan gelap dan sinar rembulan saling bertarung untuk menguasai cakrawala, terdapat sebuah lembah yang terlupakan oleh waktu. Lembah itu dipenuhi oleh sisa-sisa pertempuran kuno dan keheningan yang menyimpan rahasia masa lampau. Setiap sudutnya bercerita tentang perjuangan para penyihir, kesatria, dan makhluk ajaib yang pernah bertarung demi melindungi keseimbangan alam. Angin dingin berhembus, membawa aroma tanah basah, dedaunan yang layu, dan secercah harapan yang masih tersisa di antara reruntuhan zaman.Di tengah lembah itu, berdirilah sebuah danau kecil yang airnya berkilauan dengan cahaya aneh, seolah-olah memantulkan energi dari semesta yang jauh. Air danau itu tampak hidup, bergerak perlahan, menyatu dengan irama alam yang misterius. Di sekelilingnya, tumbuh pepohonan purba yang akarnya menembus batu, seakan menyimpan rahasia dari dalam bumi. Suasana itu begitu hening sehingga hanya ada suara gemericik air dan desir angin yang menemani
Langit di atas Kerajaan Lembah Elysia tampak seperti kanvas raksasa yang dihiasi warna-warna senja, namun di balik keindahan itu terselubung bayang-bayang misterius yang selalu mengancam. Angin malam yang sejuk mengalir lembut menyusuri lembah, membawa aroma bunga-bunga liar dan embun pagi yang masih menempel pada dedaunan. Di antara keheningan alam, terdengar suara gemericik sungai kecil yang mengalir di antara bebatuan, seolah-olah memberikan irama bagi kisah yang akan segera terungkap.Di sebuah dataran tinggi yang menghadap lembah, berdirilah sekelompok kesatria yang tampak kelelahan, namun matanya menyala dengan tekad yang membara. Di antara mereka, seorang pemuda bernama Armand, dengan rambut hitam legam dan mata biru yang tajam, memimpin barisan itu. Wajahnya, meski dipenuhi bekas luka pertempuran, memancarkan keberanian yang tak tergoyahkan. Ia mengenakan baju zirah berlapis perunggu yang berkilau samar di bawah sinar rembulan, dan di tangannya terhunus pedang pusaka yang tela
Di balik awan gelap yang menyelimuti langit, fajar perlahan mulai memecah kegelapan malam. Namun, sinar yang menyusup itu bukanlah cahayanya matahari yang hangat, melainkan kilauan magis yang datang dari dalam jiwa para pejuang yang telah lama terlupakan. Di tengah medan pertempuran yang hancur lebur, di antara reruntuhan dan debu yang menutupi tanah, para penyintas berkumpul dengan harapan yang tertinggal dari masa lalu. Suasana itu terasa seperti perisai terakhir yang memisahkan dunia dari kehancuran mutlak.Awan-awan berarak di langit dengan gerakan lambat namun pasti, seolah-olah menyaksikan sebuah pertunjukan yang telah ditentukan oleh takdir. Di antara debu dan sisa-sisa kehancuran, Armand berdiri tegak, meskipun tubuhnya dipenuhi luka dan kelelahan. Mata Armand yang dulunya menyala dengan semangat kini menunjukkan jejak penderitaan, namun tekadnya tetap menggelora. Di balik setiap luka, ada cerita tentang pertempuran, pengorbanan, dan janji untuk tidak pernah menyerah.Di sisi
Di antara reruntuhan sebuah dunia yang telah lama terpuruk dalam kegelapan, muncul secercah cahaya yang tak terduga. Langit yang dahulu suram kini mulai menunjukkan secercah fajar, meskipun bayang-bayang masa lalu masih menghantui setiap sudut. Di tengah medan pertempuran yang hancur, di mana batu-batu retak berserakan dan tanah basah oleh darah para pejuang, berdiri seorang pria dengan tatapan penuh tekad. Namanya adalah Rasyid, sang Penjaga, yang tak pernah mengingkari janjinya untuk melindungi sisa-sisa harapan dunia ini.Rasyid mengenakan baju zirah yang berkilauan meskipun sudah banyak goresan dan retak, tanda pertempuran yang tak terhitung jumlahnya. Di tangannya, tersandang pedang legendaris yang telah mengantar ribuan jiwa menuju keabadian atau kehancuran. Pedang itu, yang dikenal sebagai "Sinar Purnama", memancarkan cahaya lembut di tengah kegelapan, seolah menandakan bahwa meskipun dunia telah terbenam dalam kehancuran, masih ada secercah harapan yang takkan pernah padam.Da
Di suatu pagi yang kelabu, ketika embun masih menempel di dedaunan dan udara terasa dingin menyelinap ke dalam setiap celah, dunia seolah-olah sedang mengalami pergeseran. Di balik langit yang kelabu dan megah, terdapat sebuah kekosongan yang menggantung, seolah-olah alam semesta sedang menahan nafas. Di sinilah titik balik yang selama ini dinanti telah tiba, di mana segala sesuatu yang telah terjadi mulai menemukan maknanya dan jalan menuju keabadian mulai terbuka.Di tengah kekacauan itu, Armand berdiri di atas reruntuhan sebuah kota kuno yang pernah menjadi pusat peradaban. Tubuhnya yang penuh luka menandakan betapa pertempuran yang telah ia lalui sangatlah berat. Meski begitu, matanya yang tajam tetap menyala, menyiratkan tekad yang tak tergoyahkan untuk melanjutkan perjuangan. Di sekelilingnya, puing-puing bata, potongan-potongan kayu, dan debu-debu halus berterbangan, menorehkan gambaran dari kehancuran yang melanda dunia. Namun, di balik setiap reruntuhan itu tersimpan harapan—
Di ufuk timur, matahari perlahan muncul dari balik awan mendung, menyinari dunia yang telah lama didera kegelapan. Setiap sinar cahayanya seolah membawa harapan baru bagi tanah yang hancur dan jiwa-jiwa yang terluka. Angin pagi menyapa dengan lembut, membawa aroma bunga liar yang mulai mekar kembali di tengah reruntuhan zaman yang penuh penderitaan.Di sebuah lembah yang dulunya pernah dipenuhi kebahagiaan, kini tersisa hanya puing dan kenangan pahit. Armand, Aveline, dan beberapa penyintas lain berjalan perlahan melewati medan pertempuran yang sunyi. Langkah mereka berat, namun semangat mereka tetap menyala, seperti bara api yang tidak pernah padam. Setiap jejak kaki mereka menorehkan kisah perjuangan, sebuah bukti bahwa walaupun dunia ini telah dihantui oleh kegelapan, masih ada cahaya yang tak terpadamkan.Armand menatap jauh ke depan, ke arah cakrawala yang perlahan berubah warna. Ia teringat akan janji yang telah diikrarkannya kepada mereka yang ia cintai, janji untuk membebaskan
Di balik reruntuhan pertempuran yang masih menggema di lembah, fajar perlahan menyingsing, membawa secercah harapan di tengah kehancuran. Udara masih dipenuhi abu dan debu, namun sinar matahari yang mulai menembus awan gelap menyiratkan janji tentang hari baru. Suasana pagi itu begitu kontras dengan malam yang penuh deru petir dan tawa makhluk kegelapan, seolah alam pun bersumpah untuk memulihkan keseimbangan.Di tepi lembah yang hancur, Armand terbaring di atas batu besar yang retak, tubuhnya terluka parah namun jiwa masih berkobar. Dia terbangun perlahan, merasakan setiap denyut nadi sebagai bukti bahwa hidupnya masih menyala meskipun pertempuran telah meninggalkan bekas yang dalam. Setiap luka yang ia rasakan mengingatkannya pada pengorbanan dan perjuangan yang telah dilalui, membuatnya tersadar bahwa hari ini adalah kesempatan kedua untuk membangun kembali dunia.Aveline berdiri di samping Armand, wajahnya penuh dengan campuran kelelahan dan tekad. Ia menyaksikan cakrawala yang pe
Di ufuk timur, ketika rembulan mulai menghilang dan langit perlahan berubah dari kelam menjadi keabu-abuan, terdengar bisikan angin yang seolah membawa harapan yang lama hilang. Di balik reruntuhan sebuah kota kuno yang hancur, sekelompok penyintas berkumpul dalam keheningan. Suara langkah kaki dan deru napas mereka teredam oleh getar bumi yang masih tersisa dari pertempuran dahsyat yang baru saja berlalu. Di antara mereka, seorang pemuda dengan mata penuh tekad berdiri teguh, memandang jauh ke ufuk timur, di mana cahaya fajar mulai mengintip di balik awan.Pemuda itu bernama Raka, dan ia telah melewati banyak penderitaan. Tubuhnya dipenuhi bekas luka, namun setiap luka bercerita tentang perjuangan dan pengorbanan. Raka memegang erat pedangnya, senjata yang sudah hampir usang namun masih memancarkan kilauan yang mengingatkannya pada janjinya kepada orang-orang yang ia cintai. Ia berdiri di antara reruntuhan, memikirkan bagaimana dunia yang dulu penuh keajaiban kini terjebak
Di balik langit yang kelam dan awan gelap yang terus bergulung, terhampar sebuah lembah yang dulu pernah dikenal sebagai tanah subur dan penuh kehidupan. Kini, lembah itu berubah menjadi medan pertempuran antara kekuatan cahaya dan kegelapan. Reruntuhan bangunan kuno, sisa-sisa peradaban yang telah lama hilang, serta bebatuan besar yang tercabik-cabik oleh ledakan sihir, menjadi saksi bisu dari pertempuran yang telah melanda dunia. Di tengah kehancuran itu, para pejuang yang tersisa berkumpul, menatap ke arah ujung lembah yang tampak berbeda: di sana berdiri sebuah struktur megah, bersinar samar dalam keremangan—Gerbang Kehidupan Abadi.Para pemimpin dari pihak terang telah mendengar legenda tentang gerbang tersebut sejak lama. Konon, gerbang itu adalah satu-satunya kunci untuk mengembalikan keseimbangan antara cahaya dan kegelapan, untuk menyembuhkan luka-luka bumi yang telah diderita selama berabad-abad. Namun, legenda itu juga menyebutkan bahwa setiap upaya untuk membuka