Liu Feng berdiri di depan sebuah gerbang raksasa yang tampak seolah-olah terbuat dari campuran obsidian hitam dan emas berkilauan. Ukiran rumit memenuhi permukaannya, menampilkan gambar-gambar yang menceritakan kisah yang sudah dilupakan oleh waktu. Cahaya temaram dari lilin-lilin biru di sekitarnya memantulkan kilauan misterius, memberikan gerbang itu aura magis sekaligus menakutkan.Hati Liu Feng berdegup kencang. Ia sudah melalui banyak hal untuk mencapai titik ini—pengkhianatan, pertempuran, pengorbanan—semua demi mencari kekuatan yang akan membantunya melindungi apa yang berharga baginya. Namun, berdiri di hadapan gerbang ini, ia merasakan sesuatu yang berbeda. Seolah-olah seluruh perjalanan sebelumnya hanyalah awal dari ujian yang sebenarnya."Dunia yang ada di balik pintu ini... apakah aku benar-benar siap?" pikirnya, ragu sejenak.Tiba-tiba, suara menggema yang dalam dan penuh wibawa terdengar, "Apakah kau akan berdiri di sana selamanya, ataukah kau memiliki keberanian untuk m
Di bawah langit yang berpendar warna keemasan, Liu Feng berdiri dengan napas tersengal-sengal. Dataran yang dipenuhi kristal-kristal berkilauan di sekitarnya terasa begitu nyata, namun sekaligus ilusi. Angin lembut yang membawa aroma aneh menyapu wajahnya, membuatnya sadar sepenuhnya bahwa ia telah meninggalkan lorong gelap yang sebelumnya hampir menelannya hidup-hidup.Di hadapannya, sosok misterius dengan mata keemasan berdiri tegak, auranya begitu tenang namun penuh tekanan. Tidak ada senjata di tangannya, namun Liu Feng tahu bahwa kekuatan sosok ini jauh di luar jangkauan kemampuannya saat ini."Liu Feng," suara sosok itu terdengar lembut namun tegas, seperti alunan musik yang membawa ketenangan sekaligus rasa hormat. "Kau telah melewati ujian yang hanya sedikit orang mampu bertahan. Namun, ini bukan akhir. Ini adalah awal dari takdirmu yang sebenarnya."Liu Feng mengerutkan alis, matanya menatap tajam ke arah sosok itu. "Siapa kau? Dan apa tempat ini?"Sosok itu tersenyum tipis,
Liu Feng berdiri di depan gerbang besar yang menjulang di hadapannya. Cahaya dari Gerbang Keabadian yang tadinya menyilaukan mulai meredup, seakan-akan merespons emosi yang berkecamuk di dalam dirinya. Keheningan yang menyelimuti tempat itu memberikan tekanan yang luar biasa. Di balik gerbang ini, ia tahu, kebenaran yang selama ini ia cari tengah menunggunya. Namun, langkahnya terhenti. Ada sesuatu yang tidak ia pahami—sebuah kehadiran yang terus mengintai dari bayang-bayang. Liu Feng memejamkan matanya, mencoba merasakan keberadaan itu lebih dalam. Tidak ada suara, tidak ada angin, hanya getaran halus yang membelai kesadarannya. Saat ia membuka matanya kembali, pemandangan di sekitarnya berubah. Bukannya berdiri di depan gerbang, ia sekarang berada di tengah medan perang yang sunyi. Tanah retak di bawah kakinya dipenuhi jejak darah, dan di kejauhan, tumpukan senjata berkarat berserakan seperti sisa-sisa pertempuran besar. Liu Feng mengernyit. "Apa ini? Apakah ini ilusi lain?" Tib
Suasana medan pertempuran menjadi sunyi. Kepulan asap masih menyelimuti area yang sebelumnya dipenuhi suara jeritan dan benturan senjata. Tanah yang tadinya kokoh kini berubah menjadi kawah besar, penuh dengan retakan yang menyebar hingga jauh ke kejauhan. Angin dingin menyapu puing-puing pertempuran, membawa aroma darah dan abu.Para prajurit, baik dari pihak Liu Feng maupun musuh, berdiri terpaku, tak berani bergerak. Semua mata tertuju pada pusat ledakan yang kini menjadi jurang gelap tanpa dasar. Tidak ada yang tahu apakah Liu Feng berhasil selamat, atau apakah dia telah mengorbankan dirinya sepenuhnya untuk membinasakan musuh."Apa yang baru saja terjadi?" bisik salah satu prajurit, matanya masih terbuka lebar, penuh ketakutan."Dia... dia melepaskan kekuatan yang tidak manusiawi. Tapi... ke mana dia sekarang?" jawab yang lain, suaranya gemetar.Di sisi lain medan perang, bayangan pemimpin kegelapan tampak mulai goyah. Sosok itu berdiri dengan napas terengah-engah, tatapannya ter
Kegelapan yang menyelimuti langit perlahan mulai surut, namun ketegangan masih terasa menusuk di udara. Liu Feng berdiri di tengah medan yang hancur, tubuhnya bergetar menahan tekanan energi yang terus mengalir dari simbol api kuno di dadanya. Di depannya, sosok bayangan raksasa itu tampak tak terpengaruh, malah terlihat semakin kuat.“Aku kagum,” kata sosok itu dengan suara menggema. “Tak banyak yang bisa bertahan sejauh ini melawan kehendakku. Tapi apakah kau benar-benar berpikir harapan kecil itu mampu mengalahkanku?”Liu Feng tidak menjawab. Ia menarik napas dalam, mencoba menenangkan pikirannya. Simbol api di dadanya kembali menyala terang, memancarkan gelombang energi yang menggetarkan tanah.Tanpa aba-aba, bayangan itu melesat maju, mengayunkan tangannya yang besar seperti pisau tajam ke arah Liu Feng. Liu Feng melompat ke samping, menghindari serangan itu dengan jarak yang sangat tipis. Namun, dampaknya membuat tanah di sekitarnya hancur berkeping-keping.“Jika aku tidak bisa
Liu Feng berdiri di tepi tebing yang curam, matanya memandang jauh ke cakrawala. Langit di atasnya menghitam, penuh dengan awan pekat yang seolah menahan hujan badai yang akan segera turun. Namun, badai yang lebih besar terjadi dalam dirinya. Hatinya berkecamuk, memikirkan keputusan yang harus diambil. Di bawah tebing itu, lembah kegelapan menanti, tempat di mana kebenaran dan kebohongan bercampur menjadi satu.Di belakangnya, suara langkah kaki mendekat. Itu adalah Yan Mei, yang sejak pertemuan terakhir mereka, selalu hadir di sisi Liu Feng. Namun kali ini, wajahnya memancarkan kekhawatiran yang lebih dalam.“Liu Feng,” suara Yan Mei terdengar berat. “Apakah kamu yakin dengan jalan yang akan kau tempuh? Dunia ini akan berubah selamanya setelah keputusanmu.”Liu Feng tidak menjawab segera. Dia memejamkan matanya, membiarkan angin dingin menerpa wajahnya. Ingatan tentang perjalanan panjangnya, pengorbanan yang telah dibuat, dan musuh yang telah dia hadapi berputar dalam pikirannya.“Ak
Suara tawa dingin itu menggema, memenuhi setiap celah lembah yang sunyi. Liu Feng berdiri diam, menggenggam pedangnya lebih erat, matanya tajam menatap sosok yang baru muncul dari balik kegelapan. Aura hitam pekat yang menyelimuti sosok itu begitu padat, hingga membuat udara di sekitar mereka terasa seperti diselimuti kabut tebal yang mencekik.Yan Mei melangkah maju, berdiri sejajar dengan Liu Feng, wajahnya penuh dengan kewaspadaan. "Liu Feng, makhluk ini berbeda... auranya jauh lebih gelap dan mematikan," bisiknya.Sosok itu perlahan mendekat, cahaya merah dari matanya semakin terang seiring setiap langkahnya. Tubuhnya diselimuti jubah hitam panjang yang bergerak seolah-olah memiliki nyawa sendiri, mengalir seperti bayangan. Wajahnya samar-samar terlihat, namun dari bibirnya terukir senyum sinis yang penuh ejekan."Aku tidak menyangka seorang manusia sepertimu bisa melangkah sejauh ini," kata sosok itu dengan suara yang dingin dan menggema. "Tapi sayangnya, keberanianmu hanya akan
Liu Feng melompat ke tengah medan pertempuran, bergabung dengan gurunya melawan sosok berjubah hitam dan naga bayangannya. Dentuman energi terus bergema, memecah kegelapan di sekitar mereka. Setiap serangan yang dilancarkan membawa kekuatan yang luar biasa, tetapi kegelapan tetap merayap, seakan tidak pernah habis.Yan Mei, yang perlahan memulihkan tenaganya, berdiri di belakang mereka dengan tangan gemetar. Panah energinya melesat satu per satu, membantu menahan makhluk-makhluk bayangan yang terus menyerang dari segala arah. Namun, ia tahu kekuatan mereka terbatas. Mereka berada di ambang keputusasaan, sementara musuh tampaknya tidak memiliki batas energi.Di tengah pertempuran itu, sosok berjubah hitam tertawa. Suaranya menggema, menciptakan getaran yang membuat tanah di bawah mereka berguncang. "Liu Feng, kau berani berdiri melawanku, tetapi apa yang kau harapkan? Cahaya? Harapan? Semuanya adalah ilusi. Kegelapan adalah kebenaran dunia ini!"Liu Feng tidak menjawab. Matanya tetap f
Langit masih gelap, meskipun malam sudah terasa begitu panjang. Suara langkah pasukan di lembah terdengar seperti ritme yang tak berkesudahan. Di kejauhan, cahaya yang sebelumnya menyala terang kini memudar, menyisakan hanya sisa-sisa kilatan kecil yang membingungkan siapa saja yang melihatnya. Namun, Armand tidak peduli dengan itu. Pandangannya tertuju lurus ke depan, ke arah tempat Dalkar menghilang di balik bayangan.Aveline berdiri di sebelahnya, memegang pedang dengan tangan gemetar. "Armand, apa kita benar-benar akan mengejarnya? Dia... dia terlalu kuat."Armand tidak menjawab. Wajahnya yang biasanya tenang kini penuh dengan ekspresi yang sulit ditebak. Amarah, ketegangan, dan mungkin sedikit rasa takut. Tetapi di balik semua itu, ada tekad yang membara."Aku tidak punya pilihan, Aveline," jawabnya akhirnya, suaranya terdengar datar. "Jika aku tidak melakukannya, tidak ada yang bisa menghentikannya."Aveline terdiam. Kata-kata Armand begitu sederhana, tetapi ada kebenaran yang t
Langit kelam menjadi saksi bisu dari kehancuran yang baru saja terjadi. Lembah yang sebelumnya penuh dengan hiruk-pikuk suara pertempuran kini berubah menjadi lautan keheningan yang mencekam. Debu dan asap memenuhi udara, menyembunyikan pandangan serta menyisakan rasa takut yang mengakar dalam hati setiap orang yang masih bertahan. Armand berdiri di atas tebing kecil, tubuhnya penuh luka dan napasnya tersengal. Di depannya, pemandangan kehancuran membentang luas. Pasukan kecilnya tersebar, beberapa tertunduk lemas di tanah, sementara yang lain mencoba membantu rekan-rekannya yang terluka. Tapi satu hal yang pasti—mereka masih hidup. "Aveline!" seru Armand dengan suara serak, matanya mencari-cari sosok yang ia kenal. Dari balik reruntuhan, Aveline muncul dengan langkah tertatih, wajahnya dipenuhi kotoran dan darah. Namun matanya tetap penuh tekad. "Aku di sini," jawabnya lemah, tapi nadanya tetap tegas. Armand bergegas mendekat, membantu Aveline berdiri. "Kau baik-baik saja?" Avel
Langit di atas bentangan pegunungan mulai berubah, dari warna jingga mentari sore menjadi abu-abu kelam yang dipenuhi awan berat. Tidak ada bintang yang berani menampakkan diri, seolah kegelapan telah mengambil alih segalanya. Angin yang biasanya membawa kehangatan dan aroma dedaunan kini terasa seperti hembusan kematian, dingin dan menusuk hingga ke tulang. Armand berdiri di atas tebing, tatapannya mengarah ke lembah di bawah yang kini dipenuhi pasukan bayangan. Wajahnya yang lelah menunjukkan keteguhan hati yang tidak tergoyahkan, tetapi di balik itu, ada ketakutan yang tak bisa ia pungkiri. Bayangan dari makhluk raksasa yang baru saja mereka hadapi masih terukir dalam pikirannya. Kekuatan seperti itu melampaui apa pun yang pernah ia hadapi sebelumnya, dan ia tahu, pertempuran berikutnya tidak hanya akan menentukan nasibnya, tetapi juga nasib dunia. "Armand." Suara lembut namun penuh ketegasan itu membuyarkan lamunannya. Aveline melangkah mendekat, wajahnya penuh luka dan noda dar
Langit di atas markas utama Persekutuan Bayangan mendung dan penuh amarah, menggambarkan konflik yang sedang berkecamuk. Di dalam ruangan besar yang dingin dan dipenuhi ukiran gelap, para pemimpin fraksi kegelapan mulai merasa sesuatu yang aneh. Udara seolah memberat, seperti beban tak terlihat menghimpit dada mereka. Namun, mereka tak menyadari bahwa itu adalah awal dari serangan balik yang sudah lama direncanakan oleh pihak terang.Sementara itu, di sudut lain, Armand berdiri di hadapan sekumpulan prajurit yang bersiap untuk melancarkan serangan. Tatapan matanya tajam, penuh keyakinan meski ia tahu apa yang akan mereka hadapi adalah kekuatan yang telah berakar selama ribuan tahun. Suaranya lantang memecah kebisuan, memberikan semangat kepada mereka yang mulai dirundung keraguan."Kita mungkin tidak memiliki kekuatan sebesar mereka, tetapi jangan pernah lupakan satu hal: keadilan selalu menemukan jalannya. Ingat apa yang kita perjuangkan!"Kata-katanya membakar semangat pasukan yang
Kegelapan yang pekat masih melingkupi Azlan, namun kali ini ia merasa sesuatu yang berbeda. Beban berat yang selama ini menghimpit jiwanya mulai tergeser sedikit demi sedikit oleh percikan cahaya di dalam dirinya. Di tengah pusaran kegelapan yang nyaris menelannya, suara dari dalam hatinya menggema lebih kuat. "Bangkitlah, Azlan. Ini belum berakhir." Perlahan, tubuhnya yang sebelumnya tak berdaya mulai merespons. Ia merasakan energi hangat yang mengalir dari inti jiwanya, membakar segala ketakutan dan keraguan yang membelenggu. Ia menggerakkan jarinya, lalu tangannya, hingga akhirnya seluruh tubuhnya kembali terkontrol. Meskipun gravitasi dari pusaran energi hitam masih menariknya dengan kuat, Azlan berhasil menancapkan pedangnya ke lantai untuk menahan dirinya. Suara gesekan logam dengan batu menggema, memecah keheningan yang mencekam. Ia menatap makhluk itu dengan sorot mata yang penuh dengan keberanian yang baru ia temukan. "Aku tidak akan menyerah," ucapnya tegas, suaranya men
Di sebuah ruang yang terpisah dari dunia fana, suasana memanas di antara berbagai elemen yang saling berseteru. Setiap inci ruangan tampak diwarnai oleh aura konflik, dengan garis-garis energi yang menghubungkan entitas-entitas kuat di dalamnya. Di tengahnya berdiri seorang pemimpin, wajahnya terukir oleh campuran keputusasaan dan determinasi yang membara.Bayangan masa lalu terlintas dalam benaknya, mengingatkan dirinya pada perjalanan panjang yang telah dilaluinya. Namun, kali ini, jalan yang dia tempuh terasa lebih berat. Setiap langkah seakan-akan dipenuhi dengan duri, menguji tekadnya untuk terus maju."Apa yang sebenarnya kau cari di sini, Azlan?" suara dingin menggema dari sisi ruangan. Suara itu milik seorang wanita dengan mata yang menyala tajam seperti pisau. Dia adalah salah satu penjaga dimensi ini, seseorang yang tidak pernah gentar menghadapi ancaman apa pun.Azlan menghela napas, mencoba mengatur emosinya yang bercampur aduk. "Aku mencari kebenaran, dan aku tidak akan b
Kehancuran yang disebabkan oleh pertempuran besar itu meninggalkan jejak yang begitu nyata. Lembah yang sebelumnya penuh dengan kehidupan kini hanya menyisakan tanah hangus dan retakan yang menganga. Angin yang bertiup membawa aroma tajam abu dan debu, menciptakan suasana yang sepi dan menyesakkan. Zhao Feng berdiri di tengah kawah besar, tubuhnya dipenuhi luka dan napasnya masih tersengal. Pedang yang ia genggam kini tampak redup, seperti kehilangan sebagian besar cahayanya. Namun, meski kelelahan menyelimuti seluruh tubuhnya, tatapannya tetap terarah ke depan, mencari sesuatu. “Guru…” bisiknya pelan, namun hanya keheningan yang menjawab. Ia menurunkan pedangnya dan menghapus keringat serta darah yang menetes dari dahinya. Gurunya, yang sempat muncul di tengah pertempuran, kini menghilang seperti embun yang lenyap saat matahari terbit. Tidak ada jejak yang tersisa, tidak ada petunjuk yang menunjukkan keberadaannya. “Apakah itu hanya bayangan… ataukah benar-benar dia?” Zhao Feng m
Di dalam kegelapan yang pekat, Zhao Feng berdiri tak bergerak. Keringat dingin membasahi wajahnya, namun genggaman tangannya pada pedang suci tak goyah sedikit pun. Suara makhluk yang barusan berbicara masih menggema di pikirannya, membuat semua yang ia lakukan terasa seperti permainan yang sudah dirancang sebelumnya.Namun, meski kegelapan memeluknya dengan erat, ada cahaya kecil yang tetap bersinar dari pedangnya. Cahaya itu memancar pelan, seakan mencoba meyakinkan dirinya bahwa tidak semua telah hilang.“Aku tidak boleh berhenti di sini,” gumam Zhao Feng pada dirinya sendiri. “Jika aku menyerah sekarang, segalanya akan benar-benar berakhir.”Bayangan-bayangan yang tadi menyelimuti tempat itu mulai muncul kembali, kali ini dengan jumlah yang jauh lebih banyak. Mereka tidak menyerang langsung, melainkan bergerak dengan pola yang menyerupai tarian mematikan, membuat Zhao Feng merasa semakin tertekan.Namun, di saat itu juga, sebuah suara lembut terdengar di telinganya, suara yang tak
Cahaya matahari pagi menembus dedaunan hutan yang lebat, menyinari lapisan embun yang menempel pada rumput liar. Di tengah kesunyian alam, seorang pria berdiri dengan pandangan tajam ke arah cakrawala yang dihiasi awan kelabu. Langit, seolah mencerminkan isi hatinya, tampak gelisah, bergemuruh dengan suara yang mengancam. Zhao Feng menarik napas dalam, aroma tanah basah bercampur angin dingin yang menyegarkan paru-parunya. Namun, di balik ketenangan itu, pikirannya penuh gejolak. Di tangannya tergenggam pedang yang tidak hanya melambangkan kekuatan, tetapi juga beban tanggung jawab yang luar biasa. "Aku sudah terlalu jauh untuk mundur," gumamnya pelan, tetapi cukup keras untuk didengar oleh bayangan yang bersembunyi di kejauhan. Langkah kaki terdengar dari belakang, dan suara lembut yang familiar memanggil, "Zhao Feng, apakah kau yakin dengan keputusanmu? Jalan ini akan mengubah segalanya." Luo Xue, dengan jubah putihnya yang tertiup angin, mendekat perlahan. Wajahnya yang bias