“Eh!? Siapa kamu!? Kamu mau berbuat jahat ya! Pergi kamu!” Bentak Maya kepada sosok pria yang cukup tampan yang tiba-tiba muncul di hadapannya, tapi dia hanya memakai celana dan tidak memakai baju.
Mendengar itu, sosok pria itu menoleh ke segala arah seperti mencari sesuatu. Lalu, pria itu bertanya,
“Kamu bicara dengan siapa May?”
“Eh!? Kok kamu tahu namaku?” Tanya Maya.
Lalu, pria itu menoleh lagi ke segala arah. Tapi tetap saja, tidak ada siapa-siapa di sana kecuali Maya, pria itu dan 10 sosok yang tergeletak tadi.
“Siapa? Aku?” Tanya pria itu sembari menunjuk dirinya sendiri.
“Yaiya lah! Jadi kalau bukan kamu, siapa coba? Disini hanya ada kita berdua saja… Emm… Otoy… Kamu menculik Otoy ya!!!” Bentak Maya kepada pria itu.
‘Menculik? Oh iya, dia kan belum pernah melihat wujud manusiaku ya? Emm… Aku kerjain ah, hehe’
“Hai n
“Hadeh-hadeh… Yasudah, aku ikut. Tapi, aku keluar menggunakan wujud ini ataupun menggunakan wujud manusia. Aku punya sebuah cincin batu merah delima yang bisa ku gunakan untuk tempatku bersemayan sekaligus memulihkan tenagaku. Aku juga dapat memantau pergerakanmu dari dalam batu cincin ini. Tapi sebagai gantinya, coba kamu salurkan tenagamu sedikit ke dalam batu merah delima ini, supaya aku bisa masuk ke dalamnya. Nih, coba pakai…” Kata Otoy sembari memberi sebuah cintin batu merah delima kepada Maya.Kemudian, Maya mengambil cincin itu dan kemudian memasangkannya di jari manisnya.Sontak, ketika cincin itu di pasangkan di jari manisnya, seketika tubuhnya Maya gemetar hebat dalam waktu kurang dari semenit. Kemudian, tiba-tiba cincin batu merah delima itu bersinar, dak kemudian, Otoy masuk ke dalam batu cincin itu. Setelah itu, cahaya dari batu merah delima itu redup dan kembali seperti semula.“May… Maya… Kamu bisa m
“Eyang, aku keluar dulu ya…”“Iya May, jangan lama-lama pulangnya ya.”“Iya Eyang, aku berangkat dulu… Kak Reno, kak Ayu, aku berangkat.”Setelah itu, Ayu keluar dan menuju ke pos penjaga milik pakde Yono.“Pakde… Pakde…”“Eh… Siapa itu, malam-malam begini kok panggil-panggil? Ganggu orang lagi nonton TV saja.” Kata pakde Yono.Kemudian, pakde Yono mematikan TV nya, dan kemudian berjalan menuju pintu dan membukanya.“Eh, non Maya? Anda mau kemana, kok sudah rapih-rapih sekali?” Tanya pakde Yono.“Hehe… Mau jalan-jalan dong pakde. Eyang sudah mengizinkanku untuk keluar jalan-jalan, tapi harus di temenin oleh pakde. Pakde sibuk nggak?” Kata Maya.“Emm… Pakde sedang santai sih… Tapi non Maya beneran mau keluar? Tidak takut apa, malam-malam begini keluar? Emang mau kemana?”
“Setelah ini, kita mau kemana non?” Tanya pakde Yono.“Emm… Kita disini dulu lah pakde sembari menikmati bakso ini. Setelah itu, baru kita keliling lagi.” Jawab Maya.“Emm… Yasudah non”Beberapa menit kemudian,“Ini non bakso nya…”“Eh, iya bu, terima kasih ya bu, ini uang nya…”“Terima kasih banyak ya non…”Lalu, Maya dan pakde Yono duduk di dekat penjual bakso itu sembari menikmati bakso yang tadi di beli oleh penjual bakso itu. Dan,“Hummpphh… Bakso nya enak ya bu… Tapi kok, tidak ada orang yang datang kesini untuk membeli bakso ibu ya?” Tanya Maya dengan nada bicara yang sedikit keras kepada ibu penjual bakso itu.Mendengar itu, pakde Yono menyenggol bahunya Maya untuk memberikan kode untuk menyuruh Maya diam. Lalu seketika, Maya menyadari kalau suaranya sedikit keras, tapi dia sudah te
Mendengar itu, pakde Yono langsung menoleh kearah yang di tunjuk oleh Maya. Tapi tetap saja, tak ada apapun yang di atas sana.“Ha!? Tidak ada apa-apa kok non. Ada jangan bercanda ah…” Kata pakde Yono.“Eh, enggak loh pakde, itu serius ada seseorang yang tergantung di ranting pohon, tapi mengarah ke bawah sini loh! Kalau dia sampai jatuh, otomatis dia akan langsung mendarat ke tempat kita yang sekarang ini pakde. Jaraknya sangat tinggi loh pakde, sekitar 40 meter ke atas sana kalau dari tempat kita berdiri sekarang ini.” Kata Maya sembari masih menunjuk kearah atas puncak.“Ah, anda sepertinya sedang berhalusinasi saja non..”“Tidak loh pakde, itu sepertinya salah satu pendaki yang tadi sempat bertanya tentang jalur pendakian yang kita temui di jalan tadi. Masak pakde di melihatnya?”“Ah, anda serius non?”Kemudian, Maya menutup matanya dan mencoba berbicara dengan Otoy,
‘Permisi bu… Ma… Maaf, numpang tanya bu… Emm… Jalan mau ke… Eh!? Bu… Kok Ibu bawa-bawa pisau? Bu… Tolong jangan…’‘Aaaakhhhh!!!’‘Niaaaa!!! Nisa! Mundur Nisa! Yura! Lenny! Mundur!’‘Aaaakhhhh!!!’‘Aaaakhhhh!!!’‘Aaaakhhhh!!!’“Tiiidaaaak!!!”“Huffttt… Huffttt…”Seketika, gadis pendaki itu tersadar.“Eh, kamu sudah sadar kak? Jangan terlalu banyak gerak dulu, nanti lukanya makin parah loh… Nih, minum dulu kak biar sedikit legah.” Kata Maya kepada gadis pendaki itu.“Ak… Aku… Aku dimana? Kamu siapa?” Tanya gadis itu sembari memegangi kepalanya yang sakit.“Oh, kakak di rumah Eyangku… Aku yang kemarin itu loh kak, yang kakak tanyain soal jalur pendakian itu…”“Hah?
“Ya takut lah, sakit tau! Yasudah, ayo kita berkeliling sekalian berkenalan dengan teman-temanku yang kemarin. Sekalian juga, kamu minta maaf ke mereka atas kejadian yang kemarin…”“Emm… Iya deh iya…”“Yaudah, yuk kita jalan…”Lalu, Maya dan Otoy berjalan masuk ke dalam hutan dan satu-persatu sosok-sosok mulai bermunculan. Tapi kali ini, mereka tidak berani untuk muncul secara tiba-tiba di hadapan Maya. Melainkan, mereka muncul setelah Maya melewati mereka. Sampai beberapa saat, mereka tiba di sebuah yang bentuknya seperti istana yang ada di tengah-tengah hutan.“Eh, kok ada sebuah istana di tengah hutan ini? Milik siapa ya?” Tanya Maya kepada Otoy.Tiba-tiba, ketika Maya dan Otoy mendekati istana itu, ada sekitar 4 sosok yang sangat tinggi banget. Kemudian, Maya memandangi sosok itu dari bawah kaki sampai ke atas dan,“Ehh… Jangan memandanginya begitu,
“Toy… Tolong Toy… Jangan sampai, kejadian yang kemarin terulang lagi… Tolong deh bilangin ke dia, jangan dekat-dekat begitu…” Kata Maya sembari memandangi wajah sosok itu.“E… Eh kuy-kuy, jangan terlalu dekat begitu ya, hehe. Tidak enak dilihat tetangga sebelah nanti…” Kata Otoy sembari sedikit menjauhkan si Kuyang dari Maya.“Nah, gitu dong, kalau begini agak sedikit berkurang rasa takutnya, hehe.”Kemudian, sosok-sosok yang lainnya mulai bermunculan satu-persatu bersamaan dengan si Genderuwo yang tadinya sempat pergi tidak tau kemana. Dan sekarang, di depan istana itu sudah ramai dengan berbagai jenis sosok. Mulai dari yang paling pendek, sampai yang paling tinggi, mulai dari yang kurus, sampai yang paling besar tubuhnya. Ada yang memiliki kepala dengan wajah yang masih utuh, ada yang memiliki kepala, tapi dengan wajah yang abstrak, bahkan sampai ada yang berwajah rata. Kemudian, ada
“Umm… Umm… Umm…” Teriak Sukma sembari mulutnya di bungkam oleh Maya dan menunjuk kearah Otoy yang sepertinya tiba-tiba muncul.“Sssstttt… Sudah, dia tidak mengganggu kok kak. Dia temanku, hehe”“Huh! Memang ya, manusia kalau sudah di tolong tidak tahu terima kasih! Eh, malah tunjuk-tunjuk, ga sopan tau!” Kata Otoy dengan sedikit jengkel kepada Sukma.“Di tolong? Siapa? Aku? Hah!?” Tanya Sukma kepada Maya.“Iya kak, dia yang sudah menyelamatkan kakak. Ga tau deh, bagaimana cara dia menyelamatkan kakak. Tapi yang jelas, kakak selamat, hehe”“Hah!? Hadehh…”“Eeeittttsss… Jangan pingsan, tolong jangan pingsan. Bakal ribet entar urusannya… Oke-oke, aku pergi…” Kata Otoy.Dan seketika, Otoy perlahan menghilang.“M… May… Itu tadi apa? Siapa? Kok dia punya dua tanduk begitu? Pun
“Yah sudah, kita serang dia sama-sama saja!” teriak Pakde Yono. “Oke!”Akhirnya, perdebatan pun selesai dan mereka memutuskan untuk menyerang Rio bersama-sama. Namun, saat mereka berdua melihat ke arah tempat Rio berdiri tadi, tiba-tiba Rio sudah tidak ada disana. Pakde Yono dan Pakde Gunawan sempat melihat ke sekeliling, tapi tetap tidak terlihat karena gelap. Lalu, mereka berdua menghidupkan lampu senter yang mereka genggam di masing-masing tangan kanan mereka, lalu menyorotkan lampu senter itu ke segala arah dan terhenti tepat di posisi awal Rio berdiri tadi. “Eh, Yono, dia tidur tuh!” bisik Pakde Gunawan sambil menyorotkan lampu senternya kearah Rio yang terlihat tengah tertidur pulas di atas tanah, tepat di hadapannya. “Kita serang aja, bagaimana?” tanya Pakde Yono dengan raut wajah yang penuh semangat.Awalnya, Pakde Gunawan hanya diam dan berpikir, kalau dia menyerang Rio dalam keadaan tertidur seperti itu, itu adalah tindakan seorang pengecut. Namun, kalau dia me
Crooot! “Uhuk-uhuk~” Gedebuk!Pria itu mencabut bayangan hitam yang membentuk sebilah keris dari perut sesosok wanita itu dan seketika, sesosok wanita itu terjatuh dan tergeletak ke tanah. Dia terbaring lemah dengan sebuah lubang melingkar di perutnya, serta mengeluarkan darah berwarna hitam dari lubang bekas tusukan itu. Wusshhhh …Pria itu menghilangkan bayangan hitam berbentuk keris panjang yang tengah di pegangnya tadi dan kemudian, dia pun berjalan kearah Sukma, Pakde Gunawan dan Pakde Yono. “Eh-eh, dia berjalan kesini, tuh!” bisik Pakde Yono sambil perlahan berjalan mundur dengan raut wajah yang mulai terlihat panik. “Sssttt! Tenang, Yono, tidak perlu panik,” kata Pakde Gunawan yang masih terlihat tenang.Sukma langsung mematikan lampu senternya, setelah melihat kalau si pria itu sedang berjalan kearahnya dan hanya bisa meramas baju yang dikenakan oleh Pakde Gunawan dan bersembunyi di balik tubuhnya. Dia sangat takut dan tak tahu harus berbuat apa pada saat
“Tadi, Pakde dan Non Maya menyusuri hutan ini ketika kami pergi dan pulang ke rumah Eyangnya Non Maya. Kita sengaja ke sini, siapa tahu bisa menemukan petunjuk keberadaan dari Non Maya,” sahut Pakde Yono. “Hmm, seperti itu … lalu, bagaimana kalau ternyata, Maya tidak ada di hutan ini, Pakde?” tanya Sukma. “Yah, kita pulang saja kalau begitu. Kalau sudah tidak ada, untuk apa dicari lagi, ‘kan?” tanya balik Pakde Yono. “Yeee, tidak begitu, dong, Pakde … masa’ Pakde ingin pasrah semudah itu … jangan …,” “Loh, kalau sudah tidak ada, harus diusahakan agar kembali ada? Coba, kalau kamu memiliki kekasih, tapi kalian berdua telah mengakhiri hubungan kalian, dan kamu tidak memiliki rasa cinta lagi padanya. Namun, kekasihmu itu, memaksamu untuk kembali mencintainya. Bagaimana?” tanya Pakde Yono, memotong perkataan Sukma
“Maya sudah tidak ada di dunia ini lagi,” “Apa!!!”Sontak, siapapun yang mendengar itu, pasti sangat terkejut. Bagi orang-orang yang memiliki pemikiran layaknya manusia biasa, pasti menganggap kalau perkataan dari Eyang kakung itu, mengatakan kalau Maya telah tiada. “Ma-Maya … Maya telah …,” “Ah, tidak. Bukan seperti itu maksud dari Tuan Ajie, Mbak … tidak ada di dunia ini lagi itu maksudnya, Maya sudah dibawa ke dunia lain, oleh sesosok makhluk tak kasat mata. Begitu lah sekiranya," jelas Pakde Gunawan, memotong perkataan Ibunya Sukma.Seketika, semua orang yang mendengar itu, langsung menghela nafas lega. Namun, tak sampai disitu, “Dibawa oleh makhluk tak kasat … loh, Maya diculik!?” tanya Eyang putri dengan raut wajah panik yang tergambar jelas di wajahnya. “Secara teknis, memang sepert
“Hihihi … aku tidak tahu kalian ini siapa, dan mengapa kalian mengejar anak itu. Aku beritahukan kepada kalian semua, ya … ini wilayahku, dan anak itu adalah tamuku. Jadi, jangan coba-coba untuk mengganggunya, atau kalian akan berurusan denganku. Mengerti?” tanya Ibunya Rani, yang tiba-tiba muncul dari arah belakang Pria itu. “Hahaha … bukan ingin bermaksud merendahkan kamu, ya, tapi … makhluk-makhluk rendahan seperti kalian ini, tidak lebih dari seekor anjing yang berani menggonggong ketika berada di wilayahnya, dan menjadi seekor kucing ketika berada diluar wilayahnya,” kata Pria itu dengan lantang, berusaha membuat sosok Ibunya Rani marah padanya.Tidak tahu apa yang membuat Pria itu sangat yakin sampai dia berani berbicara seperti kepada sosok Ibunya Rani, padahal tempat itu adalah wilayahnya. Namun, bukannya marah, Ibunya Rani malah tertawa cekikikkan sambil bertepuk tangan dan menggelengkan kepalanya.
Belum sempat Maya menyelesaikan pertanyaannya, Ibu nya Rani langsung menyuruh Maya untuk diam dan tak bersuara sedikitpun sambil menunjuk kearah bawah. Dengan terpaksa, Maya memberanikan diri untuk melihat kearah bawah. Ternyata, orang-orang yang tengah mengejar Maya, telah sampai di dekat pohon, tempat Maya, Ibu nya Rani, dan Rani bersembunyi. ‘Eh, it ….’Ibu nya Rani meminta Maya untuk tak bersuara sedikitpun. Lalu, dia berbicara dalam hati, untuk menghindari keributan. Namun, belum sempat Maya berbicara dalam hati, Ibu nya Rani langsung membungkam mulutnya, untuk mengejutkannya dan membuatnya diam sepenuhnya. “Hmm?”Terlambat sudah, membuat Maya untuk tidak bersuara. Terlihat dari raut wajah Pria yang memimpin pengikutnya, tiba-tiba tersentak dan merasakan setitik suara yang masuk ke telinganya. Sebagian pengikutnya sudah berlari cukup jauh dari lokasi pohon besar itu, dan seketika, Pria itu bert
“Dindingnya sudah menghilang! Ayo kita kejar gadis kecil itu, sebelum kita kehilangan dia!”Mendengar itu, mereka semua pun kembali berlari mengejar Maya. Namun, baru beberapa langkah mereka berlari, Brak!!! Gedebug!!!Mereka kembali menabrak dinding yang sama, dan kembali terjatuh ke tanah. Terasa jelas kalau mereka benar-benar telah menabrak dinding itu. Namun, saat mereka berdiri dan kembali melakukan hal yang sama, mereka tetap saja tidak menemukannya. Merasa ada yang tidak beres, Pria yang dianggap sebagai pemimpin, yang sejak dari tadi berlari tepat di belakang mereka semua, langsung berjalan maju ke depan. “Hmm, aku rasa seperti ada yang tidak beres, nih … mungkin, kedua sosok yang tengah bersama dengan gadis itu tadi, yang membuat dinding astral ini. Mereka benar-benar ingin cari ribut denganku!” Semua orang yang mendengar itu, seketika terkejut dan kebi
“Rani Sayang, hehe … co-coba to-tlong katakan pada ibu kamu, dong … jelaskan padanya, bagaimana bisa kakak sampai kesini.”Raut wajah dari sosok ibunya Rani, terlihat sangat marah pada Maya. Perlahan, wajah ibunya Rani mendekat kearah Maya, lalu mulutnya terbuka lebar dan tiba-tiba, beberapa ekor laba-laba berbulu berukuran lumayan besar secara bergantian keluar dari mulutnya, “Huwaaaaaa!!!” Maya berteriak sekeras-kerasnya, menyembunyikan wajahnya dibalik punggung Rani sambil meremas bahunya. Mendengar itu, Rani menoleh perlahan kearah Maya, lalu menoleh kearah Ibunya, “Ibu! Jangan menakuti kakak, ah!” kesal Rani pada ibunya. “Tidak, ibu hanya bertanya padanya saja …,” kata ibunya Rani, berbicara yang lambat, dengan mata yang melotot kearah Maya.Mendengar suara dari ibunya Rani yang sepertinya sudah tak lagi marah, Maya perlahan
Slash!Pria itu menebas semak-semak, tempat Maya bersembunyi. Sontak, raut wajahnya terlihat pucat pasih, mendengar suara tebasan itu. Dia melihat kearah kiri dan kanan, menyadari kalau semak-semak yang digunakannya untuk bersembunyi itu, sudah hancur karena terkena tebasan dari pria itu. Namun anehnya, tak terjadi apapun pada Maya, bahkan sehelai rambut pun. “Sepertinya, dia tidak ada di sekitar sini, Tuan …,” kata salah seorang pria dari arah seberang. “Tidak! Pasti dia masih ada di sekitar sini! Tidak mungkin seorang anak kecil seperti dia, bisa lari dan menghilang secepat itu,” sahut pria itu. “Ta-tapi, Tuan …,” “Diam, kamu!” Whooooosh! “Aaarrrgggg!!!” Gedebug!Pria itu menunjuk kearah seorang pria yang berdiri di seberangnya, dan seketika keluar