"Aku tak menyangka mobil itu membawa Profesor Smith, Tuan. Aku tidak mengenali wajah si pengendara."Pengakuan jujur Jeremy membuat kemurkaan David naik ke level tertinggi.Bugh!Tendangan bertenaga penuh dari kakinya yang terbalut sepatu menghantam telak dada Jeremy.Jeremy terjengkang, merasa sesak napas akibat beban yang menekan rongga dadanya."Cari identitas pemilik mobil itu! Dan juga keberadaan Profesor Smith!"David berbalik, membanting pantat pada kursi putarnya. Lelah.Energi batin dan pikirannya tersedot habis oleh perasaan kecewa dan putus asa. Kenapa rencananya selalu gagal?David memijat pelipisnya yang berdenyut sakit. "Enyah!"Jeremy segera melarikan diri dari hadapan David.Ia memeriksa kamera depan kendaraannya untuk mengecek mobil yang diduga membawa Profesor Smith.Setelah itu ia memanfaatkan koneksinya yang bekerja di kepolisian untuk medapatkan informasi tentang si pemilik mobil."Jerry, aku sudah mengecek siapa pemilik mobil itu," lapor suara pria muda dari sebe
Gallen tegak dengan kedua tangan bersembunyi dalam saku celana. Mata awasnya nyalang menatap layar yang terpasang ke dinding. Menampilkan sosok Jeremy yang terbaring di atas ranjang, dalam ruangan serba putih."Tenaga laki-laki itu sepertinya terkuras habis oleh tugas berat dari David," komentar Gallen, tersenyum tipis. "Bius dosis rendah saja mampu membuatnya tertidur sangat lama."Gallen melirik arloji di pergelangan tangannya. "Ini sudah lebih dari tiga jam. Bukankah seharusnya dia bangun satu jam yang lalu?"Kenzie mendekat pada layar. "Mungkin dia masuk ke fase tidur lelap karena kelelahan.""Ck! David sungguh kejam! Dia tak memikirkan kesehatan tangan kanannya.""Eh, dia bangun!" Kenzie berseru begitu melihat tangan Jeremy bergerak, mengucek mata."Baguslah! Dengan begitu anak buahmu tidak akan dihantui perasaan bersalah.""Sialan! Memangnya ini kasus malpraktik?" sahut Kenzie, sewot.Gallen mengedikkan bahu. Netra birunya tetap fokus mengamati gerak-gerik Jeremy.Di dalam kotak
"Ya sudah kalau tidak mau!" tukas Gallen ketika Jeremy masih mematung di tempatnya dengan mata yang kian merah."Tuan Muda Kyler, apa yang sedang Anda coba lakukan?"Gallen mengedikkan bahu. "Tidak ada hal yang spesial. Aku hanya memenuhi permintaanmu, tapi kau tidak bersungguh-sungguh. Aku akan pergi. Silakan nikmati hari-harimu terkurung dalam ruangan ini."Flash!Hologram Gallen lenyap tanpa jejak.Jeremy mulai panik. Ia berlari menjangkau tengah ruangan, di mana tadi Gallen muncul."Sial dangkalan! Aku belum sempat bertanya di mana letak toilet ruangan ini."Jeremy merapatkan paha. Sesuatu mendesak di bawah sana.Ia berlari ke setiap sudut sambil memegangi senjata pusakanya yang terasa didesak panggilan alam.Di depan layar lebar yang menempel pada dinding, Gallen menonton tingkah konyol Jeremy sambil geleng-geleng kepala."Dia cukup teguh memegang prinsip dan loyal pada bosnya. Sayang dia bekerja untuk orang yang salah.""Hei, apa yang dia lakukan?!" jerit Kenzie tiba-tiba, menya
"Nah, itu Gallen! Gallen, sini!"Gallen yang baru kembali dari ruangan Grath sambil menyeret Kenzie tertegun."Greeze? Bukannya tadi kau ke rumah ayah?""Iya, tapi dalam perjalanan pulang, aku singgah ke rumah kita, dan ...."Grizelle melirik ke sudut yang tak terlihat oleh pandangan Gallen."Apa?" kejar Gallen, dadanya mulai berdegup kencang. Jangan-jangan David sudah mengetahui tempat persembunyian mereka."Ih, kelamaan. Sini!" Grizelle menjemput Gallen. Menarik lengannya dengan paksa menuju ruang tamu.Tatapan Gallen terpaku pada sosok Kimi yang berdiri menyambut kedatangannya."Saat mampir ke rumah kita, aku ketemu ibu. Jadi, aku ajak ke sini," jelas Grizelle. Senyumnya merekah.Hatinya terasa hangat setelah menghabiskan waktu berbincang santai dengan Kimi. Ia seakan menemukan kelembutan dan kasih sayang seorang ibu yang telah lama hilang."Ibu ...." Gallen terharu melihat kemunculan Kimi di rumah Kenzie. Matanya menghangat.Grep!Kimi menubruk badan kekar Gallen. Sudah sejak lama
Gigi David mengerit kuat.Tatapan tajamnya menikam tepat ke manik mata lelaki paruh baya itu."Tuan Hermansyah, apa Anda lupa atau pura-pura lupa? Keluarga Kyler tidak hanya memegang lima persen saham yang tersisa, tapi juga lima puluh persen saham lainnya."Atas dasar apa Anda berani berpikir bahwa pemegang sepuluh persen saham lebih berhak mengambil alih posisi pimpinan perusahaan daripada saya?"Peserta rapat mulai kasak-kusuk dan saling berbisik. Sebagian besar mempertanyakan, jika Tuan Besar Kyler hanya memiliki dua puluh persen saham sebelumnya, lalu siapa yang memegang lima puluh persennya?Pikiran peserta rapat mulai teringat pada sosok Gallen."Bukankah sebelum Tuan Besar Kyler duduk di kursi pimpinan, perusahaan ini mengalami masa kejayaan di tangan Tuan Grath Kyler?" celetuk salah satu peserta rapat yang berusia mendekati enam puluh tahun. "Aku tidak akan pernah melupakan masa-masa emas itu."Beberapa anggota dewan direksi senior mengangguk, membenarkan informasi yang diang
"Kenapa aku harus malu? Aku juga punya hak untuk menghadiri rapat ini."Gallen menyahut dengan nada datar. Pandangannya beredar mengamati sosok-sosok yang hadir di ruangan itu.Tanpa meminta persetujuan dari David, Gallen menyapa para peserta rapat."Selamat siang! Aku yakin sebagian dari Anda masih mengenaliku, tapi tak ada salahnya jika aku memperkenalkan diri sekali lagi."Aku, Gallen Kyler. Sebelumnya pernah terusir dari perusahaan ini setelah berhasil memperbaiki keuangan perusahaan yang nyaris bangkrut—""Itu salahmu! Wajar jika kau bertanggung jawab. Masih untung Tuan Besar Kyler tidak menuntutmu untuk mengganti semua kerugian yang kau timbulkan," potong David, sengaja menyudutkan Gallen."Tuan Kyler, kini giliranku berbicara. Apa Anda tidak pernah mendapat pengajaran bahwa memotong pembicaraan orang lain itu merupakan suatu tindakan yang tidak sopan?"David terpaksa menahan diri ketika semua mata melayangkan tatapan protes kepadanya. Padahal, kata-kata makian dan umpatan telah
Gallen tersenyum sinis. "Terima kasih, Tuan Kyler! Anda akhirnya membongkar sendiri jati diri Anda. Aku sempat bertanya-tanya kenapa nenekku, Rianna, yang merupakan pemilik sesungguhnya dari perusahaan ini, memberikan saham kepada ayahku, tapi tidak kepada Anda. Ternyata itu karena kita bukan keluarga."Duduk tak berkutik menyimak perdebatan Gallen dan David, wajah Stephen pucat pasi. Akankah rahasia besarnya terbongkar hari ini?Tidak! Dia tidak akan membiarkan Gallen mempermalukan dirinya."Gallen, apa yang kau bicarakan? Kita ini satu keluarga. Kenapa kau mengingkari fakta yang sudah diketahui publik?""Sudahlah, Tuan Besar Kyler! Aku menghormati Anda yang sepuh dan tidak ingin berdebat dengan Anda."Aku akan langsung saja pada tujuan kedatanganku kemari. Aku menolak anak Anda, David Kyler, memimpin perusahaan ini. Aku—""Pengacau! Kau tidak punya hak untuk membuat keputusan! Ayahku yang telah menyerahkan perusahaan ini padaku. Apa kau tidak juga paham, hah?!"Gallen terkekeh. "Tua
Lelaki paruh baya yang menyanggah perkataan David mengulum senyum."Tuan Kyler, apakah Anda tidak dapat melihat dengan jelas bahwa kami semua mengangkat dua tangan?"Mengangkat dua tangan berarti menyerah. Kami menyerah pada kepemimpinan Anda, dan lebih memilih untuk tunduk pada keputusan Tuan Muda Gallen Kyler.""Ya! Kami semua setuju Nyonya Kimi Dhanurendra menggantikan anak Anda, bila Tuan Muda Gallen Kyler memang tidak menginginkan posisi itu.""Betul! Kami percaya pada penilaian Tuan Muda Kyler! Dan Kami yakin dengan kemampuan Nyonya Kimi Dhanurendra."Kalimat dukungan untuk Kimi terus bersahutan. Membuat David mati kutu.Muka David merah padam. Kali ini dia benar-benar dipermalukan setelah sempat dilambungkan ke awan.Braak!Stephen menggebrak meja. "Kalian keterlaluan! Kalian lebih percaya pada orang baru daripada anakku!""Tuan Besar Kyler, bagi kami anak Anda juga orang baru. Seperti apa kiprahnya di dunia bisnis selama ini, kami tak pernah tahu. Memercayakan perusahaan kepad
"Nyonya Bellona Hopkins?!" seru Gallen, kaget. "Tidak. Anda datang pada waktu yang tepat. Mari bergabung bersama keluargaku!""Iya, Nyonya. Ayo duduk sini!" Kimi menjemput Bellona."Terima kasih!" Bellona merasa terharu dengan sambutan Gallen dan keluarganya. "Sebenarnya, aku ke sini ingin minta maaf pada Gallen atas namaku dan juga Atha. Aku terlalu serakah dan mementingkan anakku.""Seorang ibu selalu menginginkan yang terbaik untuk anaknya. Itu bisa dimaklumi, Nyonya," sahut Gallen. "Kami juga minta maaf karena telah melaporkan Anda dengan beberapa tindak kejahatan yang tidak Anda lakukan."Wajah Gallen kecut, merasa bersalah."Itu bukan kesalahanmu sepenuhnya. Wanita berhati iblis itu yang sangat pandai menipu orang." Muka Bellona menggelap. "Kalau aku tahu Bibi Rose menggunakan wajahku untuk berbuat jahat, aku pasti telah lebih dulu menyeretnya ke penjara. Dia benar-benar licik!""Dia pasti mempelajari keterampilan make-up saat berada di Korea Selatan," timpal Kimi."Betul. Itu ar
Gallen melangkah gontai memasuki rumah. Ia melewati Grizelle yang duduk santai di ruang tengah begitu saja.Namun, ketika sudut matanya menangkap bayang Grizelle saat hendak menaiki tangga, ia berbalik.Tanpa malu-malu ia merebahkan diri dan meletakkan kepala di pangkuan Grizelle yang duduk berjuntai di atas sofa.Grizelle mengelus rambut Gallen yang jatuh ke kening."Kamu dari mana saja? Aku sangat khawatir. Teleponmu tidak aktif."Gallen merogoh saku, mengeluarkan ponsel. "Ck! Baterainya habis.""Sini! Kubantu mengisikan dayanya.""Nanti saja! Aku masih mau seperti ini." Gallen menaruh ponsel di atas meja, lalu melingkarkan lengan pada pinggang Grizelle.Saat hatinya sedang galau dan pikiran kacau, berbaring di pangkuan Grizelle bikin nyaman.Wangi vanila berpadu dengan aroma alami tubuh Grizelle menghadirkan perasaan tenang di hati Gallen.Setelah cukup lama menikmati kehangatan pangkuan Grizelle, Gallen bangkit. Mengecup kening Grizelle."Terima kasih. Bersamamu, aku selalu merasa
"Kenapa? Kaget? Hahaha ...."Wanita itu tak peduli dengan keberadaan polisi dan tangannya yang terbogol. Ia tertawa, seperti telah kehilangan kewarasannya.Gallen bukan hanya kaget, tapi syok. Tak menyangka orang yang selama ini dikenalnya begitu baik dan berada di pihaknya, ternyata merupakan dalang dari segala kemalangan yang menimpa keluarganya."Bibi Rose, katakan bahwa ini tidak benar!""Hahaha ... sayangnya, inilah kenyataannya."Gallen menggeleng-geleng. Masih sulit memercayai kebenaran yang terpampang di depan mata."Kenapa, Bi? Bukankah nenekku selalu memperlakukan Bibi dengan baik?"Gallen masih ingat, walaupun samar, neneknya tidak pernah memperlakukan Bibi Rose dengan kasar.Rianna bahkan memercayai Bibi Rose menjadi pelayan pribadinya. Neneknya bahkan tak pernah perhitungan dalam membelikan pakaian dan memenuhi kebutuhan Bibi Rose.Tapi lihat balasan yang diberikan wanita itu! Hanya pengkhianatan terhadap keluarganya."Baik? Cih! Nenekmu bahkan lebih licik dari seekor rub
"Bro, target memasuki perangkap. Kau ingin melihat langsung?""Aku sudah berada di lokasi. Di mana kau?"Gallen berdiri di belakang sebuah tiang besar, mengawasi seorang wanita yang baru saja turun dari mobil.Wanita itu memakai setelan tunik dan celana panjang yang terlihat modis. Sehelai masker dan kacamata hitam berbingkai lebar menutupi wajahnya yang lonjong.Sebuah topi bulat dengan hiasan sekuntum bunga teratai mekar meneduhi wajahnya yang tersembunyi dari terik matahari."Arah jam sembilan."Gallen mengerling ke titik yang disebutkan. Tampak bayangan Regan duduk di belakang roda kemudi, berlagak sedang membersihkan dashboard. Namun, matanya sering kali mengerling ke pintu gerbang."Aku pada titik jam satu."Pandangan keduanya segera bertemu begitu Gallen menutup panggilan telepon.Regan tersenyum seraya mengangguk ringan.Wanita itu telah memasuki lobi hotel. Regan mengikuti dari belakang layaknya juga seorang pengunjung.Gallen berjalan memutar. Memasuki hotel lewat pintu khusu
"Laura, memaafkan dan kembali bersama adalah dua hal yang berbeda! Jangan mengharapkan lebih dari apa yang dapat kuberikan dan pantas untuk kau dapatkan!"Binar di mata Laura sirna seketika. Tatapannya luruh ke tanah."Tapi aku masih sangat mencintaimu, Gallen! Tak bisakah kamu menceraikan istrimu dan kembali padaku?""Laura, rumah tangga bukan hanya tentang rasa cinta, tapi tentang komitmen dan saling percaya."Cinta adalah ungkapan rasa hati. Dan asal kau tahu, hati itu sangat rapuh. Mudah sekali terbolak-balik, seperti musim yang terus berganti."Sementara komitmen adalah keteguhan hati dalam memegang janji suci. Tak peduli sekuat apa semesta mengguncangnya, ia tak akan berubah. Tetap setia melewati berbagai cobaan dan rintangan."Namun, sekali komitmen itu hancur, maka yang tersisa hanyalah serpihan tak berwujud, dan tak akan pernah bisa kembali utuh seperti semula."Kau bukan hanya telah menghancurkan komitmen cintamu denganku, Laura, tapi juga telah membuangnya. Apa lagi yang bi
Hening!Orang itu tak menyahuti perkataan Gallen. Ia sama sekali tak membantah tuduhan Gallen."Siapa kau?"Gallen menekan beberapa titik di punggung orang itu dengan gerakan cepat. Mengunci tubuhnya agar tak bisa melarikan diri."Kamu apakan badanku, hah?! Lepaskan aku!"Gallen terkesiap. Ternyata sosok yang bersembunyi di balik coat panjang dengan kepala tertutup hoodie lebar itu adalah seorang perempuan."Kau tidak akan ke mana-mana sebelum aku mendapatkan apa yang kuinginkan darimu," bisik Gallen, dengan nada penuh penekanan.Beberapa pasang mata, dari orang-orang yang melintas hendak keluar masuk Rumah Sakit, mengerling curiga pada Gallen.Gallen pindah ke hadapan wanita itu. Tegak dengan sebelah tangan bersembunyi dalam saku celana.Posisi mereka seperti dua orang kenalan yang saling bercengkerama.Keinginan wanita itu untuk kabur dari Gallen melebihi kuatnya terjangan ombak yang mengempas batu karang. Sayang, sekujur tubuhnya tak bisa digerakkan."Tolong, lepaskan aku! Aku janj
"Ada apa ini? Kenapa semua terlihat canggung?" tanya Grizelle, merasa tak enak hati karena masuk tanpa mengetuk pintu."Ah, itu hanya perasaanmu saja!"Gallen menyongsong Grizelle, mengambil alih tas berukuran kecil, yang berisi pakaian Kimi."Instingku tak pernah salah," bisik Grizelle. "Aura ruangan ini agak aneh."Gallen tersenyum simpul. Ia akui Grizelle memiliki kepekaan yang luar biasa. Pantas saja ia tak pernah gagal dalam menyelidiki kasus kliennya."God! Ayah juga di sini?" seru Grizelle, bergegas menyalami Grath. "Huh! Sekarang aku tahu kenapa ruangan ini terasa aneh. Ternyata Adam dan Hawa bertemu kembali setelah terlempar dari surga ke belahan dunia yang berbeda.""Greeze, apa yang kamu katakan?" Pipi Kimi merona merah.Perumpamaan yang disematkan Grizelle pada dirinya dan Grath menurutnya terlalu berlebihan."Wah, Ayah juga sudah sembuh? Luar biasa! Memang ya ... lelaki akan melupakan segala rasa sakit dan kesedihannya begitu melihat senyum menawan sang istri," imbuh Griz
"Penjahat seperti David Kyler tidak akan mampu menyentuhku, Bu. Ibu tidak perlu mencemaskan aku. Pikirkan saja kesehatan Ibu! Ibu harus segera sembuh.""Kamu juga tidak perlu mengkhawatirkan aku secara berlebihan."Gallen meraih jemari Kimi. "Bu, aku takut. Jika terjadi sesuatu yang buruk pada Ibu, aku akan merasa bersalah seumur hidup. Aku akan dihantui perasaan menyesal.""Gallen, tidak ada yang perlu disesali dari sebuah takdir. Cepat atau lambat, kita semua akan meninggalkan dunia ini.""Aku tahu, Bu. Tapi aku akan menyesal karena aku belum sempat mempertemukan Ibu dengan ayah.""Kamu tidak perlu melakukan itu, Gallen." Kimi melengos. Matanya terasa panas."Kenapa? Apa Ibu tak lagi mencintai ayah?""Bukan. Bukan karena itu. Seumur hidupku, aku hanya mencintai satu orang pria. Dan Pria itu adalah ayahmu."Aku tidak pernah mencintai lelaki lain, dan tidak akan pernah bisa.""Tapi, kenapa Ibu tidak mau bertemu dengan ayah? Selama ini ayah juga menderita, Bu."Kimi berusaha untuk dudu
Bugh!Tendangan Gallen melempar David hingga menghantam dinding dan menyebabkan dinding itu jebol."Bawa dia!" titah Gallen pada dua orang anak buah Kenzie yang menonton aksinya."S–siap, Komandan!"Mereka gugup melihat kehebatan Gallen. Tak terbayang jika mereka yang berada di posisi David. Mengerikan.Cepat-cepat mereka mengangkat sosok David yang tergeletak di tanah.Suara dering ponsel memecah kesunyian di kamar isolasi Grath.Thomas meninggalkan komputer yang memuat laporan perkembangan kesehatan Grath. Berjalan sedikit menjauh setelah membaca nama Gallen pada layar monitor."Firasatku tidak enak menerima panggilan telepon darimu pagi-pagi begini," ujar Thomas dengan suara lirih."Apa istriku bersama Kakek? Aku tidak bisa menghubunginya.""Tidak. Ada apa?""Kek, kalau Grizelle datang menemui Kakek, tolong minta dia untuk ke rumah ibuku, mengambil baju. Ibuku dirawat di Rumah Sakit.""Ibumu dirawat?! Apa yang terjadi? Apa dia baik-baik saja?""Ceritanya panjang, Kek. Aku masih ada