"Ya Tuhan! Kita bahkan belum selesai memasak, tapi mereka sudah datang!"Grizelle bergegas mengecek ikan yang dipanggangnya."Aw!" ringisnya, menarik spontan tangannya yang terasa panas, lalu meniupnya."Mana yang terkena panas? Coba lihat!" Gallen meraih tangan Grizelle. Tampak ujung jari Grizelle memerah.Cepat-cepat Gallen mengambil sebungkus penyedap rasa, kemudian memasukkan ujung jari Grizelle ke sana.Sekali lagi bel berbunyi. Gallen memindahkan sebungkus penyedap itu ke genggaman tangan kiri Grizelle.Sebelum meninggalkan dapur, ia berpesan dengan wajah cemas, "Diamkan sampai panasnya hilang! Awas, jangan sampai terkena air. Nanti bisa melepuh.""Lo, ternyata Kakak dan Kakak Ipar ada di rumah. Kenapa lama sekali membukakan pintu?" Falisha nyaris bertabrakan dengan Gallen di pintu dapur."Harusnya kau yang tak perlu membunyikan bel berulang kali kalau bisa buka pintu sendiri," Gallen menyahut sewot, "Lihat! Gara-gara kelakuanmu itu, kakak iparmu jadi salah kira dan membuatnya c
Kepala Gallen dipenuhi tanda tanya. Kenapa dia yang kena omel setelah menjawab pertanyaan Grizelle?Ya salaam! Tidak dijelaskan salah, dijelaskan malah bikin masalah."Kok aku yang kena semprot ya?" Gallen garuk-garuk kepala."EGP! Anggap saja kamu perwakilan mereka!""Astagfirullah, Greeze! Aku tidak termasuk bagian dari lelaki yang berpikiran sempit itu! Aku berpikiran terbuka."Aku sangat sadar diri bahwa selain kodrat yang kusebutkan tadi, semuanya merupakan keahlian yang bisa dikuasai semua orang."Lelaki itu diciptakan sebagai pemimpin kaum wanita. Sebagai pemimpin, tentu aku harus lebih unggul supaya bisa menjadi teladan yang baik dan mengayomi. Rugi banget kalau harus merendahkan diri sendiri, padahal jelas-jelas Allah telah menakdirkan lebih tinggi."Kalau hanya bangga dengan kemampuan cari nafkah, perempuan juga bisa. Nah, kalau lelaki cuma menguasai satu kemampuan itu, sementara istrinya menguasai lebih banyak hal, apa tidak merendahkan diri sendiri namanya?"Jangan samakan
"Ayo! Kau mungkin akan menyukai ini."Grizelle melepaskan tangan dari pintu, lalu menghampiri Gallen dengan langkah pelan."Duduk sini!" Gallen menyediakan kursi di sisi kanannya untuk Grizelle.laptop Gallen menampilkan layar hitam. Kemudian, secara perlahan garis berwarna pelangi mulai bergerak turun naik, seiring dengan terdengarnya suara percakapan antara seorang pria dan wanita."Saya benar-benar tidak mengerti dengan jalan pikiran Anda, Nyonya. Anda telah melewatkan kesempatan bagus begitu saja. Mau sampai kapan Anda menyembunyikan jati diri Anda dari Tuan Muda Kyler?"Terdengar empasan napas berat yang tak begitu jelas.Gallen dan Grizelle saling tatap penuh tanya saat mendengar sang wanita menyebut Tuan Muda Kyler, tetapi tidak ada yang bersuara."Aku belum siap, Def."Hening sejenak.Kening Grizelle mengerut. Apa yang baru saja ia dengar, serupa dengan obrolan yang ia tangkap saat di Rumah Sakit.Wanita itu selalu mengatakan bahwa ia belum siap. Siap untuk apa?Grafik suara p
Gallen menjentikkan jari. "Hei! Apa yang kau temukan? Kelihatannya serius sekali.""Oh, anu ... tidak banyak. Hanya ada foto, tapi aku tidak tahu apakah ini akan berguna." Grizelle menyodorkan gawainya pada Gallen.Namun, sebelum Gallen menyentuh ponsel itu, sebuah teriakan melengking dari speaker laptop."Def, awaaas!""Aaakh!"Ckiit! Braak!Senyap."Nyonya Kimi dan Tuan Defian!" seru Gallen. "Mereka kecelakaan!"Perasaan Gallen mendadak resah. Refleks ia terlonjak bangkit dari kursi."Ayo, kita cek ke TKP!" ajak Grizelle, menarik tangan Gallen."Apa Anda baik-baik saja, Nyonya?"Suara Defian mengerem langkah Gallen dan Grizelle. Serentak mereka berbalik menghadap layar monitor. Harap-harap cemas menunggu respons dari Kimi."Ya. Aku tidak apa-apa. Hanya sedikit pusing."Terdengar embusan napas lega."Bagaimana denganmu?" tanya Kimi."Saya juga tidak apa-apa, Nyonya. Tapi, mobil Anda sepertinya cedera lumayan parah." Defian terkekeh pelan. Ck! Sempat-sempatnya ia tertawa saat terkena
"Tuan Muda! Kenapa Anda datang begitu tiba-tiba? Apa terjadi sesuatu?" Willy tercengang melihat kemunculan Gallen di rumah Dirga pagi-pagi sekali."Mana kakek, Paman?" Gallen melangkah masuk. Berlari menaiki tangga, menuju kamar Dirga."Keeek! Kakeeek!" Gallen berteriak seperti seorang bocah yang tersesat di tengah keramaian.Dirga sedang menikmati segelas susu di balkon kamarnya ketika Gallen terus memanggil, dan muncul di tengah pintu dengan napas tersengal-sengal."Kau terlihat kacau. Apa yang terjadi?" tanya Dirga, menaruh gelas yang telah kosong di atas meja. "Duduklah! Tenangkan dirimu!""Maaf, Tuan! Tuan Muda sangat tergesa-gesa dan tidak sabar untuk membiarkan saya memanggil Anda." Willy tiba membawa perasaan bersalah."Dia cucuku! Tidak apa. Pergilah! Selesaikan saja kewajibanmu!""Baik, Tuan!" Willy berlalu.Napas Gallen mulai teratur setelah duduk dengan tenang di seberang Dirga."Kau sudah sarapan?" tanya Dirga, membaca raut wajah Gallen dengan tatapan lekat dan dalam."Ak
"Mau ke mana kau?" tanya Dirga ketika Gallen mulai melangkah meninggalkan balkon."Menemui Kimi. Hanya dia kunci untuk menemukan keberadaan ibuku.""Aku ikut!" Dirga mengangkat pantatnya dari kursi."Tidak usah, Kek. Biar aku saja yang mencari kebenarannya. Kakek istirahat saja di rumah. Aku akan menghubungi Kakek untuk melaporkan perkembangannya."Membelah jalanan dengan kecepatan tinggi, Gallen bertolak ke kantor Kenzie.Begitu memasuki lobi, resepsionis cantik langsung bertanya, "Mau menemui Pak Kenzie, Tuan?""Hem.""Pak Kenzie sedang keluar."Tanpa bertanya lebih lanjut pada sang resepsionis, Gallen berbalik arah setelah mengangguk ringan pada gadis berkulit eksotis itu.Tiba di luar, Gallen menghubungi Kenzie, "Di mana kau?""Di Kafe Rainbows, Bos.""Hebat ya! Pagi-pagi meninggalkan kantor demi sebuah kencan?""Aduh, Bos! Jangan negative thinking begitu dong! Aku sedang menunggu klien," sahut Kenzie. "Nah, itu dia! Bos mau menunggu di ruanganku? Atau menyusul ke sini?""Aku ke s
Senyuman miring terbit di wajah Gallen ketika dilihatnya Kimi melenggang santai memasuki restoran milik keluarga Prayoga.Itu sangat menguntungkan dirinya. Dia hafal seluk-beluk seluruh ruangan pada restoran itu. Dan tentu saja lebih mudah baginya untuk mengakses rekaman CCTV.Lihat! Semesta bahkan berpihak kepadanya.Gallen mengekori Kimi. Mengamati ruang mana yang dituju oleh wanita itu. Setelah yakin, ia menyelinap ke belakang. Mengawasi kerja pelayan yang akan mengantar pesanan ke ruangan itu."VIP 1!" seru koki sambil memencet bel.Seorang pelayan wanita mengambil nampan yang baru keluar dari dapur.Mengintai di balik dinding, Gallen menunggu kesempatan untuk beraksi datang. Begitu seorang pelayan pria hendak kembali ke dapur dengan baki yang sudah kosong, Gallen mencegatnya.Gallen membisikkan sesuatu di telinga pelayan tersebut sambil sebelah tangannya menyelipkan beberapa lembar uang berwarna merah ke dalam sakunya. Tangan lainnya menjejalkan sesuatu ke telapak tangan pelayan
"Gallen!" Tertatih-tertatih Stephen memburu Gallen yang langsung melesat setelah menghunjam jantungnya dengan kata-kata menohok.Saat langkahnya menyejajari posisi duduk Atha, Stephen berhenti, membunuh nyali Atha dengan lirikan tajam. "Ini semua karena kau tak mampu mengendalikan lidah angkuhmu itu!"Gallen menulikan telinga terhadap teriakan Stephen yang terus menyerukan namanya.Plak!Tepisan keras sebelah tangan Gallen pada dinding yang dilewatinya membuat jantung Stephen seakan copot. Ia tertegun, dan napasnya mulai sesak."Tuan Besar," jerit Handoyo, merangkul tubuh ringkih majikannya yang mulai terhuyung."Ayo, duduk!" Handoyo memapah Stephen kembali ke tempat duduknya."Ga–Gallen ... pa–panggil a–anak itu k–kembali!" sahut Stephen, melangkah sembari memegangi dada kirinya.Gallen bersikap seolah ia tidak tahu apa-apa. Ia meneruskan langkah, hengkang dari rumah Stephen."Anak itu minggat, Yah. Bagaimana sekarang? Tidak mungkin Atha dapat membalikkan keadaan perusahaan jika kond
"Nyonya Bellona Hopkins?!" seru Gallen, kaget. "Tidak. Anda datang pada waktu yang tepat. Mari bergabung bersama keluargaku!""Iya, Nyonya. Ayo duduk sini!" Kimi menjemput Bellona."Terima kasih!" Bellona merasa terharu dengan sambutan Gallen dan keluarganya. "Sebenarnya, aku ke sini ingin minta maaf pada Gallen atas namaku dan juga Atha. Aku terlalu serakah dan mementingkan anakku.""Seorang ibu selalu menginginkan yang terbaik untuk anaknya. Itu bisa dimaklumi, Nyonya," sahut Gallen. "Kami juga minta maaf karena telah melaporkan Anda dengan beberapa tindak kejahatan yang tidak Anda lakukan."Wajah Gallen kecut, merasa bersalah."Itu bukan kesalahanmu sepenuhnya. Wanita berhati iblis itu yang sangat pandai menipu orang." Muka Bellona menggelap. "Kalau aku tahu Bibi Rose menggunakan wajahku untuk berbuat jahat, aku pasti telah lebih dulu menyeretnya ke penjara. Dia benar-benar licik!""Dia pasti mempelajari keterampilan make-up saat berada di Korea Selatan," timpal Kimi."Betul. Itu ar
Gallen melangkah gontai memasuki rumah. Ia melewati Grizelle yang duduk santai di ruang tengah begitu saja.Namun, ketika sudut matanya menangkap bayang Grizelle saat hendak menaiki tangga, ia berbalik.Tanpa malu-malu ia merebahkan diri dan meletakkan kepala di pangkuan Grizelle yang duduk berjuntai di atas sofa.Grizelle mengelus rambut Gallen yang jatuh ke kening."Kamu dari mana saja? Aku sangat khawatir. Teleponmu tidak aktif."Gallen merogoh saku, mengeluarkan ponsel. "Ck! Baterainya habis.""Sini! Kubantu mengisikan dayanya.""Nanti saja! Aku masih mau seperti ini." Gallen menaruh ponsel di atas meja, lalu melingkarkan lengan pada pinggang Grizelle.Saat hatinya sedang galau dan pikiran kacau, berbaring di pangkuan Grizelle bikin nyaman.Wangi vanila berpadu dengan aroma alami tubuh Grizelle menghadirkan perasaan tenang di hati Gallen.Setelah cukup lama menikmati kehangatan pangkuan Grizelle, Gallen bangkit. Mengecup kening Grizelle."Terima kasih. Bersamamu, aku selalu merasa
"Kenapa? Kaget? Hahaha ...."Wanita itu tak peduli dengan keberadaan polisi dan tangannya yang terbogol. Ia tertawa, seperti telah kehilangan kewarasannya.Gallen bukan hanya kaget, tapi syok. Tak menyangka orang yang selama ini dikenalnya begitu baik dan berada di pihaknya, ternyata merupakan dalang dari segala kemalangan yang menimpa keluarganya."Bibi Rose, katakan bahwa ini tidak benar!""Hahaha ... sayangnya, inilah kenyataannya."Gallen menggeleng-geleng. Masih sulit memercayai kebenaran yang terpampang di depan mata."Kenapa, Bi? Bukankah nenekku selalu memperlakukan Bibi dengan baik?"Gallen masih ingat, walaupun samar, neneknya tidak pernah memperlakukan Bibi Rose dengan kasar.Rianna bahkan memercayai Bibi Rose menjadi pelayan pribadinya. Neneknya bahkan tak pernah perhitungan dalam membelikan pakaian dan memenuhi kebutuhan Bibi Rose.Tapi lihat balasan yang diberikan wanita itu! Hanya pengkhianatan terhadap keluarganya."Baik? Cih! Nenekmu bahkan lebih licik dari seekor rub
"Bro, target memasuki perangkap. Kau ingin melihat langsung?""Aku sudah berada di lokasi. Di mana kau?"Gallen berdiri di belakang sebuah tiang besar, mengawasi seorang wanita yang baru saja turun dari mobil.Wanita itu memakai setelan tunik dan celana panjang yang terlihat modis. Sehelai masker dan kacamata hitam berbingkai lebar menutupi wajahnya yang lonjong.Sebuah topi bulat dengan hiasan sekuntum bunga teratai mekar meneduhi wajahnya yang tersembunyi dari terik matahari."Arah jam sembilan."Gallen mengerling ke titik yang disebutkan. Tampak bayangan Regan duduk di belakang roda kemudi, berlagak sedang membersihkan dashboard. Namun, matanya sering kali mengerling ke pintu gerbang."Aku pada titik jam satu."Pandangan keduanya segera bertemu begitu Gallen menutup panggilan telepon.Regan tersenyum seraya mengangguk ringan.Wanita itu telah memasuki lobi hotel. Regan mengikuti dari belakang layaknya juga seorang pengunjung.Gallen berjalan memutar. Memasuki hotel lewat pintu khusu
"Laura, memaafkan dan kembali bersama adalah dua hal yang berbeda! Jangan mengharapkan lebih dari apa yang dapat kuberikan dan pantas untuk kau dapatkan!"Binar di mata Laura sirna seketika. Tatapannya luruh ke tanah."Tapi aku masih sangat mencintaimu, Gallen! Tak bisakah kamu menceraikan istrimu dan kembali padaku?""Laura, rumah tangga bukan hanya tentang rasa cinta, tapi tentang komitmen dan saling percaya."Cinta adalah ungkapan rasa hati. Dan asal kau tahu, hati itu sangat rapuh. Mudah sekali terbolak-balik, seperti musim yang terus berganti."Sementara komitmen adalah keteguhan hati dalam memegang janji suci. Tak peduli sekuat apa semesta mengguncangnya, ia tak akan berubah. Tetap setia melewati berbagai cobaan dan rintangan."Namun, sekali komitmen itu hancur, maka yang tersisa hanyalah serpihan tak berwujud, dan tak akan pernah bisa kembali utuh seperti semula."Kau bukan hanya telah menghancurkan komitmen cintamu denganku, Laura, tapi juga telah membuangnya. Apa lagi yang bi
Hening!Orang itu tak menyahuti perkataan Gallen. Ia sama sekali tak membantah tuduhan Gallen."Siapa kau?"Gallen menekan beberapa titik di punggung orang itu dengan gerakan cepat. Mengunci tubuhnya agar tak bisa melarikan diri."Kamu apakan badanku, hah?! Lepaskan aku!"Gallen terkesiap. Ternyata sosok yang bersembunyi di balik coat panjang dengan kepala tertutup hoodie lebar itu adalah seorang perempuan."Kau tidak akan ke mana-mana sebelum aku mendapatkan apa yang kuinginkan darimu," bisik Gallen, dengan nada penuh penekanan.Beberapa pasang mata, dari orang-orang yang melintas hendak keluar masuk Rumah Sakit, mengerling curiga pada Gallen.Gallen pindah ke hadapan wanita itu. Tegak dengan sebelah tangan bersembunyi dalam saku celana.Posisi mereka seperti dua orang kenalan yang saling bercengkerama.Keinginan wanita itu untuk kabur dari Gallen melebihi kuatnya terjangan ombak yang mengempas batu karang. Sayang, sekujur tubuhnya tak bisa digerakkan."Tolong, lepaskan aku! Aku janj
"Ada apa ini? Kenapa semua terlihat canggung?" tanya Grizelle, merasa tak enak hati karena masuk tanpa mengetuk pintu."Ah, itu hanya perasaanmu saja!"Gallen menyongsong Grizelle, mengambil alih tas berukuran kecil, yang berisi pakaian Kimi."Instingku tak pernah salah," bisik Grizelle. "Aura ruangan ini agak aneh."Gallen tersenyum simpul. Ia akui Grizelle memiliki kepekaan yang luar biasa. Pantas saja ia tak pernah gagal dalam menyelidiki kasus kliennya."God! Ayah juga di sini?" seru Grizelle, bergegas menyalami Grath. "Huh! Sekarang aku tahu kenapa ruangan ini terasa aneh. Ternyata Adam dan Hawa bertemu kembali setelah terlempar dari surga ke belahan dunia yang berbeda.""Greeze, apa yang kamu katakan?" Pipi Kimi merona merah.Perumpamaan yang disematkan Grizelle pada dirinya dan Grath menurutnya terlalu berlebihan."Wah, Ayah juga sudah sembuh? Luar biasa! Memang ya ... lelaki akan melupakan segala rasa sakit dan kesedihannya begitu melihat senyum menawan sang istri," imbuh Griz
"Penjahat seperti David Kyler tidak akan mampu menyentuhku, Bu. Ibu tidak perlu mencemaskan aku. Pikirkan saja kesehatan Ibu! Ibu harus segera sembuh.""Kamu juga tidak perlu mengkhawatirkan aku secara berlebihan."Gallen meraih jemari Kimi. "Bu, aku takut. Jika terjadi sesuatu yang buruk pada Ibu, aku akan merasa bersalah seumur hidup. Aku akan dihantui perasaan menyesal.""Gallen, tidak ada yang perlu disesali dari sebuah takdir. Cepat atau lambat, kita semua akan meninggalkan dunia ini.""Aku tahu, Bu. Tapi aku akan menyesal karena aku belum sempat mempertemukan Ibu dengan ayah.""Kamu tidak perlu melakukan itu, Gallen." Kimi melengos. Matanya terasa panas."Kenapa? Apa Ibu tak lagi mencintai ayah?""Bukan. Bukan karena itu. Seumur hidupku, aku hanya mencintai satu orang pria. Dan Pria itu adalah ayahmu."Aku tidak pernah mencintai lelaki lain, dan tidak akan pernah bisa.""Tapi, kenapa Ibu tidak mau bertemu dengan ayah? Selama ini ayah juga menderita, Bu."Kimi berusaha untuk dudu
Bugh!Tendangan Gallen melempar David hingga menghantam dinding dan menyebabkan dinding itu jebol."Bawa dia!" titah Gallen pada dua orang anak buah Kenzie yang menonton aksinya."S–siap, Komandan!"Mereka gugup melihat kehebatan Gallen. Tak terbayang jika mereka yang berada di posisi David. Mengerikan.Cepat-cepat mereka mengangkat sosok David yang tergeletak di tanah.Suara dering ponsel memecah kesunyian di kamar isolasi Grath.Thomas meninggalkan komputer yang memuat laporan perkembangan kesehatan Grath. Berjalan sedikit menjauh setelah membaca nama Gallen pada layar monitor."Firasatku tidak enak menerima panggilan telepon darimu pagi-pagi begini," ujar Thomas dengan suara lirih."Apa istriku bersama Kakek? Aku tidak bisa menghubunginya.""Tidak. Ada apa?""Kek, kalau Grizelle datang menemui Kakek, tolong minta dia untuk ke rumah ibuku, mengambil baju. Ibuku dirawat di Rumah Sakit.""Ibumu dirawat?! Apa yang terjadi? Apa dia baik-baik saja?""Ceritanya panjang, Kek. Aku masih ada