"Gallen!" Tertatih-tertatih Stephen memburu Gallen yang langsung melesat setelah menghunjam jantungnya dengan kata-kata menohok.Saat langkahnya menyejajari posisi duduk Atha, Stephen berhenti, membunuh nyali Atha dengan lirikan tajam. "Ini semua karena kau tak mampu mengendalikan lidah angkuhmu itu!"Gallen menulikan telinga terhadap teriakan Stephen yang terus menyerukan namanya.Plak!Tepisan keras sebelah tangan Gallen pada dinding yang dilewatinya membuat jantung Stephen seakan copot. Ia tertegun, dan napasnya mulai sesak."Tuan Besar," jerit Handoyo, merangkul tubuh ringkih majikannya yang mulai terhuyung."Ayo, duduk!" Handoyo memapah Stephen kembali ke tempat duduknya."Ga–Gallen ... pa–panggil a–anak itu k–kembali!" sahut Stephen, melangkah sembari memegangi dada kirinya.Gallen bersikap seolah ia tidak tahu apa-apa. Ia meneruskan langkah, hengkang dari rumah Stephen."Anak itu minggat, Yah. Bagaimana sekarang? Tidak mungkin Atha dapat membalikkan keadaan perusahaan jika kond
"Sialan! Kau menipuku, Bellona? Bukankah kau yang bilang bahwa keluargamu bersedia membeli saham Perusahaan Kyler yang kupegang?"Stephen menggerung dengan muka merah pada Bellona. Tongkat di tangannya terempas ke lantai. Sekali lagi ruang tengah rumah besarnya menjadi saksi atas prahara yang mengguncang stabilitas sosial ekonomi keluarganya."Ayah, aku sudah melakukan upaya maksimal untuk merayu ayahku, tapi ... melihat harga saham Perusahaan Kyler yang terus terpuruk, dia jadi ragu."Aku telah menunjukkan baktiku kepada kekuarga ini, Yah. Aku bahkan pontang-panting mencari investor lain yang bersedia membeli saham Ayah." Bellona menyahut tenang. Kontrol emosinya patut diacungi jempol."Apa kau berhasil?" tanya Stephen, dengan nada terdengar mengejek, tetapi juga menyimpan secercah harap."Tentu saja! Aku Bellona Hopkins. Apa Ayah pikir pergaulan dan koneksi yang kumiliki begitu sempit?""Tidak usah bertele-tele! Jika apa yang kau katakan itu benar, atur jadwal pertemuanku dengannya.
Pucuk dicinta, ulam pun tiba!Gallen memang sudah berencana untuk menemui Kimi secara langsung, secepatnya. Kini, dia tidak perlu repot-repot mendatangi rumah Kimi, karena wanita itu telah mengantar dirinya sendiri, tepat ke depan pintu rumahnya tanpa diundang.Sejenak Gallen melempar pandang pada Grizelle. Lain yang direncanakan, lain pula kenyataan yang ditakdirkan Tuhan."Oh, tentu! Silakan masuk, Nyonya!" ujar Grizelle setelah mengedip pelan pada Gallen."Anda tiba begitu mendadak, Nyonya. Jika kami tahu lebih awal, tentu kami akan menjamu Anda dengan senang hati," sambung Gallen, berbasa-basi dengan perasaan tak keruan.Ia belum sempat mendengarkan rekaman stiker penyadap yang ia tempel pada nota kecil sewaktu di restoran itu."Tidak apa. Tidak perlu terlalu sungkan. Hatiku juga mendadak ingin ke sini," balas Kimi, duduk di atas sofa."Anda tentu tidak hanya sekadar ingin bertamu. Apa yang dapat kami lakukan untuk Anda, Nyonya?" Gallen memperhatikan wajah Kimi lekat-lekat.Lagi,
Gallen menyambar dokumen yang masih tergeletak di atas meja. Membuka dengan tergesa-gesa. Sorot matanya memindai dengan teliti data dirinya yang tercantum dalam surat hibah yang dibuat Kimi.Baru saat itulah ia tersadar bahwa data dirinya pada surat hibah itu memang tak menunjukkan sedikit pun kekeliruan.Ia tak pernah menyebar kartu identitas pengenalnya secara bebas, bahkan cenderung merahasiakannya, kecuali kepada pihak berwenang demi kepentingan tertentu."Tapi ... wajah Anda ...." Gallen tak meneruskan kalimatnya, takut pertanyaannya akan melukai perasaan Kimi jika wanita itu benar Indira—ibu kandungnya.Kimi menyentuh sebelah pipinya. "Wajah ini ... milik sahabat karibku. Dia ... dia ...."Kimi tak mampu meneruskan penjelasannya tentang sosok Kimi yang asli. Air matanya mengalir menganak sungai, seakan ingin membasuh goresan luka yang tak pernah kering."Nyonya, Anda tak harus memaksakan diri untuk bercerita sekarang jika itu terlalu menyakitkan."Grizelle spontan mendekati Kimi
"Aku tak percaya aku baru saja melakukan tes DNA," keluh Gallen, terkekeh sarkastik sambil mengempaskan diri di atas sofa ruang tamu begitu kembali dari Rumah Sakit.Dia dan Kimi sepakat untuk melakukan tes DNA bukan hanya dengan menggunakan helaian rambut, tetapi juga lewat pengambilan sampel darah."Bukankah sangat menyedihkan memiliki identitas yang meragukan?" tanyanya pada Grizelle yang ikut duduk di sebelah kanannya."Kalau saja kamu percaya pada intuisi dan perasaanmu, maka tes seperti itu tidak perlu. Ikatan batin ibu dan anak sangat kuat. Aku yakin, kamu dan Nyonya Kimi pasti merasa dekat satu sama lain."Perasaan dekat itu sulit digambarkan. Dan tes DNA adalah satu-satunya jalan yang akan membuktikan kebenaran perasaan akrab di antara kalian berdua. Tunggu saja hasilnya! Aku yakin Nyonya Kimi benar-benar ibu kandungmu."Aku dapat melihat dengan sangat jelas tatapan kasih tulus dan kerinduan seorang ibu pada manik mata Nyonya Kimi untukmu, sejak pertama kali dia melihatmu.""
"Syadid, tolong carikan aku seorang detektif andal dan dapat dipercaya untuk menyelidiki kecelakaan yang menimpaku "Aku tidak yakin kejadian itu murni kecelakaan. Aku baru saja memeriksakan kondisi kendaraanku ke bengkel sehari sebelumnya. Bagaimana mungkin keesokan harinya tiba-tiba mengalami rem blong? "Andai saat itu Kimi tak bersikeras untuk menggantikan aku mengemudi, maka akulah yang akan terbakar hangus dalam jurang itu.""Baik, Nyonya Indira. Umm, apa saya harus tetap memanggil Anda Nyonya Kimi untuk saat ini?""Akan lebih aman untukku kalau tak ada yang memanggilku dengan identitas asli."Gallen tak lagi memusatkan perhatiannya pada percakapan selanjutnya. Stephen bukan kakek kandungnya? Sungguh Gallen tak pernah menyangka. Pantas saja lelaki itu menunjukkan sikap pilih kasih dan cenderung mengabaikan dirinya.Sekarang ia mengerti mengapa Rianna memperkenalkan dirinya pada seluk-beluk ruang rahasia rumah besar itu. Dia telah mencium gelagat dan niat busuk suaminya."Huh! Pa
"M–maaf, aku ... lepas kendali." Gallen gugup. Ia mengutuk ketidakmampuannya dalam mengendalikan desir hati.Grizelle tak tahu apakah ia harus marah atau tertawa atas kepolosan Gallen. Kenapa juga dia harus minta maaf? Bukankah dia hanya mengambil sedikit haknya sebagai suami?Sebagai wanita dewasa, Grizelle juga memiliki fantasi akan indahnya surga dunia.Sudah berbulan-bulan mereka menikah, tetapi hubungan keduanya lebih mirip bak partner kerja.'Dasar suami tidak peka!' gerutu Grizelle dalam hati. 'Dia bahkan tidak bisa membedakan apakah istrinya marah atau justru ikut menikmati permainannya. Payah!'Masa iya dia yang harus meminta? Walaupun usia sudah terbilang matang, tetap saja sifat dasar seorang wanita adalah pemalu, apalagi dia masih perawan.Sebagai lelaki yang pasti punya sifat berani, seharusnya Gallen memulai sebuah romantisme sepasang pengantin, tanpa perlu diakhiri dengan perasaan bersalah.Rasa manis dari kenangan indah yang telah tercipta jadi hancur, dipatahkan oleh
"Tidak ada tapi-tapian! Satu lagi! Aku tak peduli bagaimana caranya, cari tahu siapa yang mewarisi saham nenek tua itu, aku menginginkan semua saham itu!"Entah kebetulan atau langit sedang berpihak kepada Gallen, rekaman suara lawan bicara Handoyo terdengar jelas pada detik-detik terakhir, diiringi seruan kaget Handoyo dan bunyi gerakan tergesa-gesa.Selanjutnya keheningan menyapa.Gallen menggebrak meja dengan kepalan tinju. Mukanya merah padam. Sungguh ia sangat kecewa. Tak menyangka jika hidupnya dikelilingi oleh ular berbisa.Belum terpecahkan misteri yang menguras otaknya selama ini, kini timbul lagi sosok misterius baru.Wanita yang menghubungi Handoyo lebih serakah daripada Bellona. Siapa dia?Grizelle mengusap punggung Gallen. "Lebih baik kamu istirahat. Masih ada hari esok untuk memikirkan dan mengambil tindakan terhadap orang-orang itu.""Kau tidurlah lebih dulu. Aku masih ingin di sini.""Kamu ... tidak akan melakukan sesuatu yang aneh, kan?" Grizelle was-was membiarkan Ga
"Nyonya Bellona Hopkins?!" seru Gallen, kaget. "Tidak. Anda datang pada waktu yang tepat. Mari bergabung bersama keluargaku!""Iya, Nyonya. Ayo duduk sini!" Kimi menjemput Bellona."Terima kasih!" Bellona merasa terharu dengan sambutan Gallen dan keluarganya. "Sebenarnya, aku ke sini ingin minta maaf pada Gallen atas namaku dan juga Atha. Aku terlalu serakah dan mementingkan anakku.""Seorang ibu selalu menginginkan yang terbaik untuk anaknya. Itu bisa dimaklumi, Nyonya," sahut Gallen. "Kami juga minta maaf karena telah melaporkan Anda dengan beberapa tindak kejahatan yang tidak Anda lakukan."Wajah Gallen kecut, merasa bersalah."Itu bukan kesalahanmu sepenuhnya. Wanita berhati iblis itu yang sangat pandai menipu orang." Muka Bellona menggelap. "Kalau aku tahu Bibi Rose menggunakan wajahku untuk berbuat jahat, aku pasti telah lebih dulu menyeretnya ke penjara. Dia benar-benar licik!""Dia pasti mempelajari keterampilan make-up saat berada di Korea Selatan," timpal Kimi."Betul. Itu ar
Gallen melangkah gontai memasuki rumah. Ia melewati Grizelle yang duduk santai di ruang tengah begitu saja.Namun, ketika sudut matanya menangkap bayang Grizelle saat hendak menaiki tangga, ia berbalik.Tanpa malu-malu ia merebahkan diri dan meletakkan kepala di pangkuan Grizelle yang duduk berjuntai di atas sofa.Grizelle mengelus rambut Gallen yang jatuh ke kening."Kamu dari mana saja? Aku sangat khawatir. Teleponmu tidak aktif."Gallen merogoh saku, mengeluarkan ponsel. "Ck! Baterainya habis.""Sini! Kubantu mengisikan dayanya.""Nanti saja! Aku masih mau seperti ini." Gallen menaruh ponsel di atas meja, lalu melingkarkan lengan pada pinggang Grizelle.Saat hatinya sedang galau dan pikiran kacau, berbaring di pangkuan Grizelle bikin nyaman.Wangi vanila berpadu dengan aroma alami tubuh Grizelle menghadirkan perasaan tenang di hati Gallen.Setelah cukup lama menikmati kehangatan pangkuan Grizelle, Gallen bangkit. Mengecup kening Grizelle."Terima kasih. Bersamamu, aku selalu merasa
"Kenapa? Kaget? Hahaha ...."Wanita itu tak peduli dengan keberadaan polisi dan tangannya yang terbogol. Ia tertawa, seperti telah kehilangan kewarasannya.Gallen bukan hanya kaget, tapi syok. Tak menyangka orang yang selama ini dikenalnya begitu baik dan berada di pihaknya, ternyata merupakan dalang dari segala kemalangan yang menimpa keluarganya."Bibi Rose, katakan bahwa ini tidak benar!""Hahaha ... sayangnya, inilah kenyataannya."Gallen menggeleng-geleng. Masih sulit memercayai kebenaran yang terpampang di depan mata."Kenapa, Bi? Bukankah nenekku selalu memperlakukan Bibi dengan baik?"Gallen masih ingat, walaupun samar, neneknya tidak pernah memperlakukan Bibi Rose dengan kasar.Rianna bahkan memercayai Bibi Rose menjadi pelayan pribadinya. Neneknya bahkan tak pernah perhitungan dalam membelikan pakaian dan memenuhi kebutuhan Bibi Rose.Tapi lihat balasan yang diberikan wanita itu! Hanya pengkhianatan terhadap keluarganya."Baik? Cih! Nenekmu bahkan lebih licik dari seekor rub
"Bro, target memasuki perangkap. Kau ingin melihat langsung?""Aku sudah berada di lokasi. Di mana kau?"Gallen berdiri di belakang sebuah tiang besar, mengawasi seorang wanita yang baru saja turun dari mobil.Wanita itu memakai setelan tunik dan celana panjang yang terlihat modis. Sehelai masker dan kacamata hitam berbingkai lebar menutupi wajahnya yang lonjong.Sebuah topi bulat dengan hiasan sekuntum bunga teratai mekar meneduhi wajahnya yang tersembunyi dari terik matahari."Arah jam sembilan."Gallen mengerling ke titik yang disebutkan. Tampak bayangan Regan duduk di belakang roda kemudi, berlagak sedang membersihkan dashboard. Namun, matanya sering kali mengerling ke pintu gerbang."Aku pada titik jam satu."Pandangan keduanya segera bertemu begitu Gallen menutup panggilan telepon.Regan tersenyum seraya mengangguk ringan.Wanita itu telah memasuki lobi hotel. Regan mengikuti dari belakang layaknya juga seorang pengunjung.Gallen berjalan memutar. Memasuki hotel lewat pintu khusu
"Laura, memaafkan dan kembali bersama adalah dua hal yang berbeda! Jangan mengharapkan lebih dari apa yang dapat kuberikan dan pantas untuk kau dapatkan!"Binar di mata Laura sirna seketika. Tatapannya luruh ke tanah."Tapi aku masih sangat mencintaimu, Gallen! Tak bisakah kamu menceraikan istrimu dan kembali padaku?""Laura, rumah tangga bukan hanya tentang rasa cinta, tapi tentang komitmen dan saling percaya."Cinta adalah ungkapan rasa hati. Dan asal kau tahu, hati itu sangat rapuh. Mudah sekali terbolak-balik, seperti musim yang terus berganti."Sementara komitmen adalah keteguhan hati dalam memegang janji suci. Tak peduli sekuat apa semesta mengguncangnya, ia tak akan berubah. Tetap setia melewati berbagai cobaan dan rintangan."Namun, sekali komitmen itu hancur, maka yang tersisa hanyalah serpihan tak berwujud, dan tak akan pernah bisa kembali utuh seperti semula."Kau bukan hanya telah menghancurkan komitmen cintamu denganku, Laura, tapi juga telah membuangnya. Apa lagi yang bi
Hening!Orang itu tak menyahuti perkataan Gallen. Ia sama sekali tak membantah tuduhan Gallen."Siapa kau?"Gallen menekan beberapa titik di punggung orang itu dengan gerakan cepat. Mengunci tubuhnya agar tak bisa melarikan diri."Kamu apakan badanku, hah?! Lepaskan aku!"Gallen terkesiap. Ternyata sosok yang bersembunyi di balik coat panjang dengan kepala tertutup hoodie lebar itu adalah seorang perempuan."Kau tidak akan ke mana-mana sebelum aku mendapatkan apa yang kuinginkan darimu," bisik Gallen, dengan nada penuh penekanan.Beberapa pasang mata, dari orang-orang yang melintas hendak keluar masuk Rumah Sakit, mengerling curiga pada Gallen.Gallen pindah ke hadapan wanita itu. Tegak dengan sebelah tangan bersembunyi dalam saku celana.Posisi mereka seperti dua orang kenalan yang saling bercengkerama.Keinginan wanita itu untuk kabur dari Gallen melebihi kuatnya terjangan ombak yang mengempas batu karang. Sayang, sekujur tubuhnya tak bisa digerakkan."Tolong, lepaskan aku! Aku janj
"Ada apa ini? Kenapa semua terlihat canggung?" tanya Grizelle, merasa tak enak hati karena masuk tanpa mengetuk pintu."Ah, itu hanya perasaanmu saja!"Gallen menyongsong Grizelle, mengambil alih tas berukuran kecil, yang berisi pakaian Kimi."Instingku tak pernah salah," bisik Grizelle. "Aura ruangan ini agak aneh."Gallen tersenyum simpul. Ia akui Grizelle memiliki kepekaan yang luar biasa. Pantas saja ia tak pernah gagal dalam menyelidiki kasus kliennya."God! Ayah juga di sini?" seru Grizelle, bergegas menyalami Grath. "Huh! Sekarang aku tahu kenapa ruangan ini terasa aneh. Ternyata Adam dan Hawa bertemu kembali setelah terlempar dari surga ke belahan dunia yang berbeda.""Greeze, apa yang kamu katakan?" Pipi Kimi merona merah.Perumpamaan yang disematkan Grizelle pada dirinya dan Grath menurutnya terlalu berlebihan."Wah, Ayah juga sudah sembuh? Luar biasa! Memang ya ... lelaki akan melupakan segala rasa sakit dan kesedihannya begitu melihat senyum menawan sang istri," imbuh Griz
"Penjahat seperti David Kyler tidak akan mampu menyentuhku, Bu. Ibu tidak perlu mencemaskan aku. Pikirkan saja kesehatan Ibu! Ibu harus segera sembuh.""Kamu juga tidak perlu mengkhawatirkan aku secara berlebihan."Gallen meraih jemari Kimi. "Bu, aku takut. Jika terjadi sesuatu yang buruk pada Ibu, aku akan merasa bersalah seumur hidup. Aku akan dihantui perasaan menyesal.""Gallen, tidak ada yang perlu disesali dari sebuah takdir. Cepat atau lambat, kita semua akan meninggalkan dunia ini.""Aku tahu, Bu. Tapi aku akan menyesal karena aku belum sempat mempertemukan Ibu dengan ayah.""Kamu tidak perlu melakukan itu, Gallen." Kimi melengos. Matanya terasa panas."Kenapa? Apa Ibu tak lagi mencintai ayah?""Bukan. Bukan karena itu. Seumur hidupku, aku hanya mencintai satu orang pria. Dan Pria itu adalah ayahmu."Aku tidak pernah mencintai lelaki lain, dan tidak akan pernah bisa.""Tapi, kenapa Ibu tidak mau bertemu dengan ayah? Selama ini ayah juga menderita, Bu."Kimi berusaha untuk dudu
Bugh!Tendangan Gallen melempar David hingga menghantam dinding dan menyebabkan dinding itu jebol."Bawa dia!" titah Gallen pada dua orang anak buah Kenzie yang menonton aksinya."S–siap, Komandan!"Mereka gugup melihat kehebatan Gallen. Tak terbayang jika mereka yang berada di posisi David. Mengerikan.Cepat-cepat mereka mengangkat sosok David yang tergeletak di tanah.Suara dering ponsel memecah kesunyian di kamar isolasi Grath.Thomas meninggalkan komputer yang memuat laporan perkembangan kesehatan Grath. Berjalan sedikit menjauh setelah membaca nama Gallen pada layar monitor."Firasatku tidak enak menerima panggilan telepon darimu pagi-pagi begini," ujar Thomas dengan suara lirih."Apa istriku bersama Kakek? Aku tidak bisa menghubunginya.""Tidak. Ada apa?""Kek, kalau Grizelle datang menemui Kakek, tolong minta dia untuk ke rumah ibuku, mengambil baju. Ibuku dirawat di Rumah Sakit.""Ibumu dirawat?! Apa yang terjadi? Apa dia baik-baik saja?""Ceritanya panjang, Kek. Aku masih ada