“Buka mulutmu!”“Sejak tadi dia hanya menggeleng dan tidak mengeluarkan sepatah katapun!”“Apakah kau bisu? Tapi, menurut cerita Ari kau merusak semuanya sambil berteriak! Kenapa sekarang kau malah diam?”Dewa duduk tepat di hadapan lelaki yang telah mengacaukan acaranya itu. Lelaki yang masih sangat muda, dan terlihat sedang frustasi.“Apakah kau hanya gila sesaat?” tanya Dewa sembari menarik kerah baju lelaki itu.Lelaki itu tampak meringis, dia sepertinya tahu saat sedang berhadapan dengan siapa. Kemudian dia tersenyum, yang seolah-olah mengejek.“Akhirnya aku bertemu juga dengan pemilik perusahaan ini yang dengan seenaknya mendirikan perusahaan di tanah orang tanpa membayar ganti rugi!” teriak lelaki itu kemudian.Semua orang tampak tercengang karena ternyata lelaki itu sengaja diam dan tidak mengeluarkan suaranya, karena dia ingin bertemu Dewa secara langsung.Plak! Plak!Jojo langsung mengambil alih saat Dewa melepaskan baju lelaki itu. Jojo menamparnya dengan sangat keras, sehi
“Kurang ajar!”Braaak!“Pak, ada apa?” “Apa yang dia inginkan?”“Pak, siapa yang bapak maksud?”Ari yang masuk ke ruangan Dewa tampak keheranan melihat Dewa yang sangat marah dengan sorot mata tajam. Mendengar suara gebrakan meja, Ari dengan buru-buru masuk ke ruangan Dewa.Karena Ari melihat Dewa yang sangat marah, Ari yakin ada sesuatu yang mengganggunya sehingga membuat Dewa sangat marah seperti itu, Ari menutup pintu ruangan Dewa dengan pelan dan duduk di hadapan Dewa.“Benar-benar musuh dalam selimut, dan orang seperti ini tidak baik diajak berteman,” gumam Dewa kembali duduk di kursinya dan menerima satu botol air mineral dingin dari Ari.Ari tidak bertanya sedikitpun, karena Ari tahu Dewa perlu waktu untuk meluapkan semua amarahnya.Setelah beberapa saat, Dewa tampak sudah mulai tenang. Emosinya sudah stabil, berkali-kali dia menenggak minumannya itu.“Ada apa, Pak?” tanya Ari kemudian memberanikan diri bertanya kepada Dewa.“Kau tahu siapa orang yang menggunakan kemeja hijau
"Apa dia sudah gila?" "Sudah lama aku mencarimu," ujar wanita itu."Hei, siapa kau? Apa yang kau lakukan. Astaga…. Kenapa mesti dapat pemandangan seperti ini, dan kalau gak dilihat ini adalah tontonan yang seru," ujar Ari sambil menggeleng, dan segera menutup pintu agar tidak menjadi tontonan para karyawan lainnya.Namun, Ari tidak keluar dari ruangan itu. Dia begitu penasaran dengan apa yang akan Dewa lakukan kepada perempuan itu.Perempuan itu terus menciumi bibir Dewa dan turun ke leher, semetara tangannya menggerayangi Dewa. Dan bahkan memegang bagian paling sensitif Dewa."Jangan di tahan," ujar wanita itu yang sepertinya sudah mulai terangsang. Dan terus saja menggerayangi tubuh Dewa."Kau benar-benar menggairahkan," ujar perempuan itu yang terus saja menciumi Dewa, bahkan menggesekkan dadanya kepada Dewa.Ternyata Dewa hanya diam, sedikitpun Dewa tidak merespon apa yang dilakukan oleh perempuan itu.Meskipun sebenarnya Dewa sedang berusaha kuat untuk menahan gejolak jiwa kelel
“Jangan membuat kami marah! Cepat katakan!” “Aku….”“Lanjutkan sesuai rencana, Go. Kita tidak akan menunggu terlalu lama. Karena dia adalah orang yang membahayakan,” perintah Dewa kepada Rigo dan kembali ke meja kerjanya.“Siap, Pak!” jawab Rigo sembari mengeluarkan ponsel dari saku celananya, dia akan menelepon polisi. Agar perempuan itu dibawa ke kantor polisi dan dilakukan interogasi oleh para polisi yang bertugas.Perempuan itu tampak menunduk.“Setelah itu bawa keluarganya kepadaku,” pesan Dewa kepada Rigo.“Tolong…, jangan libatkan keluarga aku. Mereka tidak tahu apapun yang aku lakukan. Mereka pasti akan sangat kecewa,” mohon perempuan itu menunduk dan bersujud.Dewa memandang Rigo dan menganggukkan kepalanya pertanda dia akan tetap meneruskan menyerahkan perempuan itu ke pihak kepolisian.“Akui siapa yang ada di belakang kau, maka kami berjanji akan melindungi mereka,” ujar Dewa memberikan suatu tawaran kepada perempuan itu.Perempuan itu menghela nafas berat.“Agata, orang y
"Yang penting bagi orang ini adalah keuntungan," lanjut Zaki.Dewa masih diam mendengarkan apa yang Zaki jelaskan, karena sepertinya Zaki belum mau mengatakan kenal atau tidak, jika dia belum menyelesaikan ceritanya."Dan dia bisa melakukan apa saja asal ada yang membayar. Kemungkinan Agata menerima bayaran dari seseorang untuk melakukan sesuatu, dan perempuan itu utusannya. Bisa jadi perempuan itu memang tidak tahu apapun selain hanya perintah Agata.""Aku kenal Agata, beberapa kali berurusan dengan perempuan itu, dan paling rumit."Zaki menyelesaikan ceritanya."Rumitnya seperti apa?" tanya Dewa."Dia akan bertele-tele hanya untuk mendapatkan bayaran yang mahal. Dan berbohong adalah keahliannya," jelas Zaki lagi.Dewa menghela nafas berat, karena biasanya ya pastinya orang itu menginginkan uang yang banyak. Mereka pastinya memiliki akal bulus asal bisa memeras orang lain dan dia akan mendapatkan keuntungan yang banyak."Cari tahu alasan dia mengirim kupu-kupunya ke kantorku," permin
“Dia bersama siapa ya? Kayaknya jauh lebih muda?”“Mereka terlihat tidak terlalu akrab dan sedikit canggung.”Dewa mengamati William yang sedang bersama dengan seseorang perempuan dewasa, dan umurnya sepertinya masih lebih muda daripada Kalila. Sepertinya sekitar 30-an. Keduanya terlihat sedang berdiri di ujung parkiran, dan sepertinya pertemuan itu sedikit tersembunyi karena William maupun wanita itu sangat sering celingukan, seolah-olah sedang takut kalau dipergoki oleh seseorang.Jepret!Dewa mengambil gambar keduanya dari jarak jauh dan menggunakan zoom dan segera mengirimkan foto itu kepada Zaki, siapa tahu Zaki mengenalnya.Send!Dewa mengirimkan foto itu kepada Zaki dan berharap Zaki segera membaca pesannya. Namun, hingga beberapa saat Zaki tidak kunjung membacanya. Bahkan sampai keduanya orang itu pergi dan masuk ke mobil masing-masing.“Ayo kita lanjut saja, Zaki juga belum membaca pesan. Mungkin dia sedang sibuk,” ujar Dewa yang kemudian mengajak semuanya untuk masuk ke mall
“Dewa…,” panggil Rasti pelan sembari menunduk saat tahu kalau anaknya sudah berada di rumah saat dia dan Kalila sedang bersitegang.Dewa tidak menjawab dan terus masuk ke dalam rumah, dilihatnya Kalila yang duduk dengan santai sambil tersenyum miring.“Kenapa kau cepat pulang?” tanya Kalila seolah tidak terjadi sesuatu.Kalila tidak peduli, meskipun dia tahu kalau Dewa sedang menahan amarahnya. “Itu tidak penting! Bisa kau jelaskan apa maksudmu berkata seperti itu kepada ibu?!” tanya Dewa dengan berteriak karena kesal dan menatap tajam ke arah Kalila. Karena yang Dewa tahu selama ini hubungan Rasti dan Kalila mulai sedikit membaik, Dewa tidak tahu kalau sebenarnya di belakangnya hubungan keduanya bagaikan menggenggam bara.“Dewa, ibu yang salah,” ujar Rasti pelan dan berusaha agar Dewa tidak marah kepada menantunya itu.Rasti tahu meskipun Dewa menghargai dan mencintai Kalila, kalau sudah menyangkut hinaan kepada ibunya Dewa bahkan tidak segan-segan kepada orang tersebut.“Kau dengar
“Kenapa?” tanya Kalila heran.“Tidak apa-apa.”“Kau lagi mabuk?” Kalila yang sepertinya masih tidak percaya dengan ajakan yang diberikan oleh Dewa terus saja mengajukan pertanyaan kepada sang suami. Dewa menggeleng dan menahan tawanya melihat reaksi yang diberikan oleh Kalila.“Aku tidak mabuk, dan juga aku rasa tidak memerlukan alasan kalau mau mengajak istri sendiri untuk bersenang-senang di luar,” jawab Dewa yang kemudian duduk di ujung pembaringan sambil menatap ke arah Kalila.“Bersama ibumu itu?” tanya Kalila yang tampaknya masih tidak menyukai Rasti.“Dia ibuku dan juga ibumu, karena kita adalah suami istri. Orang tuaku adalah orang tuamu, begitu juga sebaliknya,” ujar Dewa pelan. Dia tahu Kalila memang tidak mudah menerima hal itu untuk mengakui Rasti sebagai ibunya. Namun, Dewa juga tidak akan lelah mengingatkan Kalila agar mengakui hal itu. Karena tidak ada yang bisa menyangkal hubungan itu.“Kita hanya berdua saja. Ibu tidak ikut,” lanjut Dewa yang membuat mata Kalila tam