Uhuk!“Minum, Bu,” tawar Dewa kepada sang ibu sambil menyodorkan segelas air putih.“Terima kasih, Nak.”Rasti sampai terbatuk-batuk ketika mendengar pertanyaan dari Dewa tersebut, dia tidak menyangka kalau ternyata Dewa malah menanyakan hal itu. Bahkan Rasti kemungkinan belum siap untuk menjelaskan kepada Dewa, siapa orang yang bernama Farheen.Rasti tampak salah tingkah, namun dia terus berusaha untuk menikmati makanan yang berada di tangannya. Walaupun Dewa sedang berusaha mengorek kepada Rasti tentang ayahnya itu."Ibu, bagaimanapun usaha ibu untuk menghindar dariku tentang cerita ini, sampai kapanpun aku akan terus bertanya, apakah benar lelaki yang bernama Farheen itu adalah ayahku?" tanya Dewa lagi sambil menggenggam tangan ibunya.Dewa berharap Rasti dapat bercerita mengenai siapa sebenarnya ayah kandung Dewa, karena Dewa saat ini belum berniat untuk mencari tahu di mana keberadaan Farheen namun Dewa hanya ingin tahu saja siapa orang yang telah membuatnya terlahir ke dunia."
"Apakah aku boleh mencari dan bertemu dengannya?" tanya Dewa dengan penuh harap. Dewa menatap ke dalam mata Rasti—ibunya, ingin mencari tahu apa benar ada kekhawatiran di hati Rasti mengenai niat Dewa mencari Farheen, ayah kandungnya. "Apakah Ibu takut kalau aku menemui Farheen? Apa yang sebenarnya tersembunyi di balik rasa takut di mata Ibu itu?" gumam Dewa dalam hati, penasaran. Rasti masih memilih diam, menahan tangis di sudut matanya. "Bagaimana menurut Ibu?" tanya Dewa lagi, semakin penasaran dengan perasaan ibunya. "Apakah Ibu akan mengizinkan aku menemui ayah kandungku itu? Ataukah Ibu justru melarangku?" gumam Dewa.Dewa tahu, meski bertemu Farheen sekalipun, tak akan ada yang berubah. Dia tidak akan menuntut pengakuan darinya, hanya ingin melihat wajah ayah kandungnya itu saja. "Sebaiknya kau lupakan, Dewa. Kau tidak harus mencarinya," jawab Rasti dengan nada sedih dan lemah. "Hiduplah dengan kehidupanmu yang saat ini, tanpa harus tahu orang yang berada di kehidupanmu
“Kalau mau mati jangan disini!”Suara seseorang perempuan tanpa jeda mengagetkan Dewa.Dewa melihat ke arah sumber suara, dan itu adalah suara Kalila yang tidak pernah sopan ataupun berbicara lembut kepadanya.“Kau jangan lupa kalau kontrak kita itu adalah sepuluh tahun, jika kau mati sebelum sepuluh tahun pernikahan kita. Maka, kontrak ini akan batal, dan semua perusahaan yang aku kasih kembali lagi padaku dan itu sah secara hukum. Bahkan aku adalah ahli waris yang sah,” ujar Kalila lagi dengan senyuman sinisnya.“Kau ingin sekali aku cepat mati, ya?” tanya Dewa kepada Kalila.Dewa hanya bisa menggelengkan kepalanya, apalagi melihat Kalila yang tidak menjawab dan melengos saat Dewa menatapnya.Kalila selalu mengaitkan semua itu dengan kontrak pernikahan mereka, sepertinya kontrak itu menjadi andalan bagi Kalila untuk membuat Dewa sangat kesal, sehingga apapun yang menjadi masalah mereka, maka kontrak lah yang dibawa oleh Kalila."Tenang saja, Kalila. Jika, aku mati dan kontrak kita b
“Astaga, sebenarnya ada apa lagi ini?” gumam Dewa sembari menyugar kasar rambutnya."Apa yang beliau katakan?" tanya Dewa kemudian kepada Rasti.Dewa begitu penasaran kenapa William malah menemui Rasti. Dan juga ada rasa takut di hati Dewa, jika William menyakiti ibunya atau menyinggung perasaan ibunya. Selama ini, dia sudah berusaha untuk memproteksi orang-orang yang bertemu dengan Rasti, namun dia tidak tahu jika mertuanya yang malah datang ke rumah mereka dan bertemu ibunya."Ibu tidak tahu sebenarnya pernikahan seperti apa yang sedang kau jalani bersama Kalila, sehingga orang tua Kalila datang kemari hanya meminta ibu untuk memperingatkan kau agar segera meninggalkan Kalila," jawab Rasti menerawang."Yang Ibu lihat selama ini kalian baik-baik saja, walaupun ibu juga melihat kalau kalian itu tidak pernah akur. Tapi, Ibu tidak melihat sesuatu yang serius bermasalah dengan kalian. Apalagi kau juga mengatakan cara rumah tangga orang itu berbeda-beda.”“Namun, ketika kedatangan Willia
“Bukan itu kan maksudnya? Kau tidak mungkin melakukan pernikahan kontrak, kan?” tanya Rasti.Dan dsri wajahnya terlihat kalau Rasti sangat takut dengan jawaban Dewa.“Kenapa kau diam, Dewa?” “Apa benar kalian menikah kontrak?” tanya Rasti lagi saat belum mendapatkan jawaban dari Dewa.Dewa hanya bisa menganggukkan kepalanya, dan Dewa memang tidak akan pernah bisa berbohong kepada ibunya dalam waktu yang lama, akhirnya dia pasti akan jujur dan terbuka kepada Rasti."Di saat itu tiba, aku akan menjadi seorang single yang mungkin akan mencari istri lagi. Aku takut jika yang aku nikahi adalah adik satu ayah, itu yang aku tidak mau,” jawab Dewa.“Walaupun sebenarnya aku juga tidak mengharapkan perpisahan dengan Kalila. Aku harap juga pernikahan ini meskipun awalnya hanyalah pernikahan yang berdasarkan sebuah perjanjian, pada akhirnya akan membuat kami menjadi pasangan yang saling mencintai dan melengkapi," lanjut Dewa pelan.“Astaga, mengapa seperti ini,” gumam Rasti lemah.Rasti hanya me
"Mama…," panggil Dewa terkejut ketika melihat siapa orang yang datang ke rumah mereka di malam ini.Ternyata yang datang malam-malam seperti itu adalah ibunya Kalila, entah mungkin kedatangan William siang tadi tidaklah cukup bagi mereka yang hanya bertemu dengan Rasti. Entah mau apa lagi Nyonya William yang bernama Dilara itu datang di malam ini."Jangan panggil aku mama, aku tidak pernah mau dipanggil mama oleh anak kupu-kupu malam seperti kau," ujar Nyonya William sambil tersenyum mengejek.Nyonya Dilara, atau ibunya Kalila memandang Rasti dengan pandangan yang jijik. Kemudian dia duduk di salah satu kursi yang kosong yang tepat berada di samping Dewa.Sementara itu Dewa dan Rasti masih memilih diam mendengar penghinaan yang terus dilakukan oleh Dilara. Walaupun sebenarnya amarah Dewa benar-benar memuncak ketika masih ada saja orang-orang yang menghina ibunya."Mama, jika memang kedatangan Mama ke sini hanya untuk menghina Ibuku, sebaiknya Mama tinggalkan saja rumah ini. Karena ak
“Apa kau tidak mendengarku?” tanya Dilara menatap Dewa dengan tajam.“Dengar, kok,” jawab Dewa santai."Pergilah kemanapun yang kalian suka, sampai Kalila benar-benar tidak tahu kalian berada di mana. Karena kami tidak mungkin terus-terusan membiarkan anak kami hidup bersama seseorang yang bahkan derajat hidupnya jauh di bawah. Kami pun tidak tahu asal muasal kalian dari mana, bahkan semua orang saat ini tahu kalau Kalila menikahi seorang lelaki dari lokalisasi.”Kembali Dilara menjeda kalimatnya. Nafasnya tampak tidak teratur, anehnya sudah tua masih saja sibuk dengan harta."Dan ingat pergilah malam ini, karena kemungkinan besok Kalila akan kembali ke sini. Jadi, sebelum Kalila kembali kalian tinggalkan kota ini. Dan jangan pernah bermain-main denganku. Aku tidak pernah suka dengan orang yang bermain-main dan mengingkari janji," lanjut Dilara sambil menatap tajam ke arah Dewa.“Hahaha….”Hal yang tidak terduga terjadi, Dewa tertawa tergelak-gelak ketika melihat apa yang dilakukan ol
Hening tidak ada seorangpun yang menjawab."Hei! Siapa yang berada di sana?!" teriak Dewa lebih keras.Dua orang security yang bertugas di pos mendengar Dewa berteriak kemudian berlari mendekat ke arah Dewa. Dia pikir Dewa memanggil mereka."Siap, Pak! Ada apa?" tanya kedua orang tersebut sambil memberikan hormat kepada Dewa.Keduanya memang tidak heran jika melihat Dewa sedang duduk di taman dekat kolam ikan tersebut, karena hal itu sering sekali dilakukan Dewa dalam menikmati malam bersama rokoknya. Karena Dewa tidak pernah merokok di dalam rumah, walaupun Kalila juga merokok. Namun, Dewa tidak akan pernah membuat rumah mereka dipenuhi dengan asap.Hal itulah yang membuat Dewa selalu pergi menjauh saat dia ingin merokok, pergi ke balkon ataupun di taman tersebut itu merupakan dua tempat yang benar-benar menjadi favorit Dewa.Seperti malam ini, Dewa memilih taman dekat kolam pastinya agar bisa sambil menikmati embusan angin malam yang segar."Kalian tidur?" tanya Dewa dengan menyeli