Aku menatap lagit-langit kamar sambil merebahkan tubuh. Ada yang berbeda dengan perasaanku saat melihat Rinto dan Minaki bersenda gurau dengan lepasnya. Keduanya penyuka humor dan saat bertemu bagai bulan dan bintang, saling melengkapi satu sama lain. Harusnya aku berbahagia karena dengan begitu pekerjaan menjadi surrogate partner Minaki akan segera berakhir. Aku bisa kembali fokus pada masa depan dan cinta Harumi tanpa ada lagi pengkhianatan. "Jak, kamu udah lama kenal Minaki ya?" Tanya Rinto yang baru saja merebahkan diri di atas futon. Aku diam, pura-pura tidak mendengarnya."Jak?""Apa sih Rin?!" Merasa risih dengan pertanyaan Rinto, aku malah memunggunginya. "Kamu bohong Jak." "Bohong apa?""Minaki masih single."Aku memejamkan mata namun tidak merubah posisi. Akhirnya apa yang tadi sempat kukhawatirkan terjadi juga. Minaki mengakui statusnya di depan Rinto sedang aku pernah berbohong jika Minaki sudah memiliki tunangan. "Aku cuma nebak Rin, soalnya dia pernah dijemput cow
Sebagian laki-laki akan terbuka tentang perasaan saat disakiti oleh kekasih, sahabat, atau partner-nya. Dan sebagian lagi ada yang tidak ingin mengatakan perasaan terluka itu lalu memilih mendiaminya sementara waktu.Penolakan Minaki karena tidak mau menidurkanku yang tengah terbaring lemah di atas ranjang dengan alasan ia akan menjagaku, tidak serta merta merusak egoku dengan mudah. Karena aku memiliki kepercayaan diri besar untuk membuatnya menuruti kemauanku."Apa maksudmu Jayka, aku tidak pernah membayangkan Rinto akan menggantikan posisimu sebagai surrogater partner-ku.""Lalu mengapa kamu menolak untuk tidur disisiku? Bukankah kamu biasanya suka tidur dalam pelukanku?"Minaki diam sembari menunduk, namun tangan kirinya tidak lepas dari rambutku. "Aku tahu kamu mulai bosan denganku."Aku harus menunjukkan sakit hatiku karena penolakannya agar tahu sudah sejauh mana ucapan manis Rinto mempengaruhi hati Minaki.Belum juga mendapat jawaban, aku berusaha duduk dengan kepala sedikit
Ada perasaan lega ketika terbangun dini hari, Minaki ternyata tertidur dalam dekapanku. Mungkin ia naik ke atas ranjang saat aku sudah terlelap. Ternyata, ego yang kutunjukkan dengan penuh drama membuahkan hasil yang kuharapkan. Tapi masih ada satu masalah lain yang harus kutuntaskan setelah ini. Perlahan aku mengangkat kepala Minaki dari lengan kananku. Lalu kusibak perlahan rambutnya yang menutup pipi kemudian kuberi ciuman tipis. Rasa pusing di kepala telah mereda, syukurlah efek obat bekerja dengan baik. Sehingga pagi ini aku bisa masuk bekerja ke pabrik atau mendapat surat peringatan. Ponselnya yang tergeletak di atas nakas menarik perhatianku karena semalam aku mendengar samar-samar percakapannya dengan seseorang. Aku curiga jika itu dari Rinto. Bila tebakanku benar, aku akan membuat perhitungan dengannya pagi ini juga. Beruntung ponsel Minaki tidak terkunci. Ada sebuah riwayat panggilan dari nomer tanpa nama dengan foto profil seekor kucing. "Ck... Foto yang jelek!"
Mengabaikan ucapan Rinto dengan alasan lapar adalah jalan terbaik agar ia tidak terus bertanya. Dia masih tidak terima jika aku menghalangin jalannya untuk mendekati Minaki. Biarkan saja!!Selesai mengatasi Rinto, aku kembali pada rencanaku tadi pagi untuk menghubungi Minaki saat istirahat di pabrik. Aku ingin tahu siapa sosok yang mengirim pesan akan menjemputnya."Apa Jayka?" "Kamu masih di penginapan?" "Aku di rumah Jay. Kenapa?" "Ehm baguslah kalau kamu sudah berbaikan dengan orang rumah. Aku senang mendengarnya.""Ya Jayka. Sekarang aku di dapur mau membuat kue bersama guru kelas rotiku dan sepupuku.""Sepupu? Siapa?""Anak bibiku yang berada di Kanoya. Apa kamu ingat?" Aku teringat anak gadis bibi Minaki yang berada di Kanoya saat menjemput Minaki disana."Ya, aku ingat.""Tadi dia menjemputku ke penginapan bersama kakak. Kami sudah berbaikan Jay." Syukurlah jika yang menjemput Minaki adalah sepupunya. Aku tidak terima jika Rinto berani-beraninya menikung jalanku mendapatka
Rasanya tidak ada orang yang bebas dari dosa berbohong. Semua orang pasti pernah melakukannya dengan alasan yang berbeda. Termasuk aku.Alasan berbohong karena aku hanya ingin mencari aman. Karena bicara jujur pada Harumi tentang profesiku sebagai surrogate sexual partner hanya akan memperumit masalah.Pertama, dia pasti meninggalkanku karena jijik dengan profesi sampingan itu meski kehangatan yang kucurahkan menghasilkan banyak uang. Kedua, mana ada perempuan yang sudi membagi lelakinya dengan perempuan lain meski itu sebatas profesionalisme?Jadi daripada memulai drama dan menimbulkan pertengkaran diantara kami, aku lebih memilih berkata bohong."Ah... Aku terlalu lemah sayang sampai tidak sempat mengabarimu. Bahkan aku tidak membalas pesan Matsushima saat bertanya lebih lanjut tentang sakitku.""Pasti kata dokter kamu kelelahan?" Tebaknya. Aku menoel ujung hidungnya lalu memilih duduk disebelahnya. Merengkuh tubuhnya agar bersandar disisiku."Tebakanmu tepat sekali. Apa ini karena
-Tidak ada yang namanya kebetulan kecuali pertemuan yang telah dirancang diam-diam. Masing-masing manusia terlahir dengan garis kehidupan yang telah digambarkan dan akan saling bersinggungan bila diizinkan.-Mempelai pria dan wanita telah berdiri di depanku dengan saling melingkarkan tangan tanda bahwa kehidupan mereka sebentar lagi akan menjadi satu selamanya dihadapan Tuhan. Raut kebahagiaan yang terpancar dari wajah Yamada sungguh membuatku iri. Semoga saja suatu saat nanti yang akan melingkarkan tangannya di tanganku ketika mengucapkan janji suci pernikahan adalah Harumi, kekasih tercintaku. Aku memberi kode cinta melalui tatapan mata ketika ia juga melirikku di barisan para bridesmaids. Senyum malu-malu yang ditunjukkan membuatku ingin memeluknya dan ikut mengucapkan sumpah pernikahan juga agar bisa menikmati dan membawa Harumi kemanapun.Pengatur jalannya pernikahan masih menata para undangan agar duduk dengan rapi dan khidmat karena upacara pernikahan akan segera dimulai. Aku
Yosuke, sopir pribadi mobil Minaki. Kemanapun aku pergi bersama Minaki menggunakan mobil, maka Yosuke lah yang senantiasa mengantar kami. Termasuk kemari, ke gedung hotel tempat pernikahan Yamada berlangsung. Demi menemukan fakta terbaru tentang siapa Minaki sebenarnya, aku rela berpura-pura sakit agar tidak menjadi groomsmaids padahal tampilanku sudah sangat menawan. Lalu aku meninggalkan Harumi di dalam aula pernikahan dengan orang-orang yang tidak ia kenal sama sekali. "Mau bagaimana lagi. Aku harus menemukan Yosuke."Ada alasan khusus mengapa aku mencari Yosuke, aku yakin ia sudah lama bekerja untuk keluarga Siraga. Ia pasti tahu selentingan-selentingan yang terjadi dalam keluarga itu termasuk apa hubungan Minaki dengan Yamada. "Semoga dugaanku salah." Ucapku sambil terus melangkah menuju parkiran. Mengabaikan tatapan beberapa pengunjung di lobby karena melihat penampilan menawanku yang membuat mereka meleleh. Walau Yosuke tidak mengetahui banyak hal, setidaknya ia harus memba
Sepanjang mengenal Minaki, baru kali ini ia menggenggam erat tanganku tanpa mau melepasnya padahal kami sedang ada di depan pintu samping hotel. Minaki melakukan itu seakan-akan sedang menguatkan dirinya melalui aku. Juga rona kekecewaan di wajah menandakan ia sedang menahan tangis mati-matian. "Aku mohon bawa aku pergi Jayka." Ucapnya sekali lagi dengan suara sedikit bergetar. "Minaki, ayo kita kembali ke dalam. Mama dan papamu pasti mencarimu jika kamu tiba-tiba menghilang." Ajak sepupunya. Minaki menggeleng dengan tetap meremas jemariku. "Minaki, apa yang akan kukatakan pada papa dan kakakmu jika kamu pergi? Aku takut mereka akan memarahiku." "Kamu bisa pergi." "Minaki, ayolah. Ini adalah acara pernikahan kakakmu. Apa kamu tidak mau menghormati keluargamu sendiri?" Minaki menatapnya dalam. "Jika aku kembali masuk ke dalam, apa kamu bisa merasakan apa yang kurasakan Hikari? Apa kamu tidak kasihan melihatku berada di tempat yang terpencil tanpa berkomunikasi dengan siapapu
POV MINAKI Satu Tahun Kemudian … Jayka benar-benar menunjukkan keseriusannya padaku selama satu tahun kami menjalani pernikahan kedua ini. Semua terasa indah dan melenakan karena sesungguuhnya hati ini masih lah miliknya meski sedalam apapun kesalahan yang Jayka perbuat. Sungguh cinta sebodoh ini. Hari-hari penuh cinta selalu Jayka tawarkan padaku. Perlakuannya di ranjang juga tidak kalah hebatnya hingga aku diam-diam selalu menginginkannya. Maklum, usia kami masih tergolong pasangan muda. Meski kakiku memiliki keterbatasan, namun aku tidak menjadikan itu sebagai penghalang untuk memuaskannya juga. Aku ingin kami sama-sama menikmati dan bahagia. Satu bulan kemudian setelah pernikahan kami, Jayka membawaku ke Spanyol untuk melakukan pengobatan. Ditemani Mayka, pengasuh, dan manajer Jayka. Kaki yang terkena polio membuatku tidak bisa berdiri dan itu menyebabkan tulang punggungku tertekan dan terasa nyeri. Akhirnya dokter melakukan beberapa tindakan dan aku diwajibkan menjalani ter
POV MINAKI "Aku tidak hamil, Jay," selaku cepat kemudian menunduk. Menatap kedua tanganku yang ia genggam erat. Kemudian Jayka menghela nafas panjang dan menggunakan tangan kanannya untuk menaikkan daguku. Lalu memberiku satu ciuman di bibir. Meski hanya sekilas namun cukup membuatku panas dingin. "Setelah dari Spanyol, kita akan berusaha memberi Mayka adik. Tidak ada protes." Lalu ia kembali mencium bibirku sedikit lebih lama hingga dering ponselnya meminta perhatian. Dengan kedua tangan, aku mendorong dada Jayka agar menyudahi ciuman ini lalu menerima panggilan itu. Panggilan yang berasal dari manajernya. "Halo? Ada apa?" "Semua sudah beres." Jayka tersenyum lalu jemari kirinya mengusap sudut bibirku. "Terima kasih, manajer." Kemudian Jayka menekan tombol merah pada layar ponselnya lalu menghubungi seseorang kembali. Kali ini siapa yang ia hubungi? "Halo, Michiya. Apa kabar?" "Baik, Jay." "Terima kasih sudah mau menerima panggilanku. Sekali lagi, aku minta maaf untuk
POV MINAKI Kepulangan Dina ke Indonesia membuatku kehilangan adik sekaligus sahabat terbaik. Meski kami masih saling bertukar kabar melalui pesan singkat, namun aku berharap esok hari dia mau ikut calon besanku kembali menuju Jepang untuk menghadiri upacara pernikahanku dengan Jayka. Masih di lokasi yang sama di Kuil Aoshima, rencana pernikahanku dengan Jayka agar digelar. Segala sesuatunya telah diurus oleh manajer Jayka dan dipastikan kuil tidak akan dibuka untuk umum selama pernikahan kami berlangsung. Tidak banyak yang kami undang mengingat banyaknya pro dan kontra yang terjadi di luar sana. Fans Jayka terutama, ada yang mendukung tapi tidak sedikit yang menghujat hubungan kami dengan melontarkan komentar negatif. Tapi Jayka selalu berkata 'jangan diambil pusing'. Agar tidak membuatku merasa tertekan dan tidak nyaman. Bahkan ia sengaja tidak mengatakan kapan upacara pernikahan kami akan digelar agar tidak ada paparazi yang menguntit. Cukup menyewa fotografer profesional dan me
POV MINAKISepeninggal Sagawa dari villa keluargaku di Ebino, aku mengajak Dina kembali ke Miyazaki. Aku menyarankan dia agar tidur di rumah kedua orang tuaku beberapa hari ke depan untuk membuat hatinya tenang.Dan betapa terkejutnya Jayka ketika melihat Dina telah berada di rumahku esok harinya, karena Jayka fikir Dina sedang menemani Sagawa di Ebino. Untuk masalah patah hati itu, aku sengaja menyembunyikannya dari Jayka. Biarlah Dina sendiri yang mengatakan pada kakaknya itu. Khawatir jika ada kata-kataku yang tidak sesuai dengan apa yang Dina rasakan. "Mas, pesanin aku tiket pulang ke Indonesia," ucap Dina pada Jayka.Wajah sendu dan tidak bersemangat menunjukkan betapa sedih suasana hatinya. Padahal tadi aku sudah mengatakan padanya agar tidak menunjukkan betapa hancur hatinya agar Jayka tidak bertanya-tanya. Jayka yang sedang menyuapi Mayka, akhirnya menoleh ke arah adiknya itu. "Kenapa? Tiga minggu lagi aku dan Minaki mau nikah, Din. Ibu Bapak juga bakal kesini. Kok kamu mal
POV MINAKI "Aku dan Sagawa ... kami sudah ... " "Sudah apa, Dina?" tanyaku semakin penasaran hingga tidak terasa aku meremas tangannya sangat erat. "Kami ... pernah seranjang bersama, Minaki San." *** Usai Dina mengakui hubungannya dengan Sagawa sudah sejauh itu, kepalaku teramat pusing sekali. Aku hanya khawatir Dina hamil dan keluarga Sagawa tidak mau mengakuinya. Berulang kali aku melihat jam di dinding dengan hati kesal karena Sagawa belum kembali juga padahal senja sudah tiada. Dan aku sudah menghabiskan dua cangkir kopi hitam sembari menunggunya. "Kamu kemana, Sagawa?!" geramku dengan jemari mengetuk-ngetuk sandaran tangan di kursi roda. Sengaja, aku menyuruh Dina istirahat agar dia tidak terlihat seperti mayat hidup. Aku paham sekali bagaimana terpukul dirinya menyadari jika mimpi indahnya bersama Sagawa telah usai. Dia harus bangun dan menyadari bahwa Sagawa haruslah kembali ke Tokyo seperti kemauan ibunya. Soal mahkotanya yang telah diambil Sagawa, bukankah mere
POV MINAKI Terpaan angin pantai itu membuat pakaian dan rambutku berkibar-kibar namun kedua mataku tidak lepas menatap Mayka dan Jayka yang sedang bermain pasir dan hewan-hewan kecil di pesisir pantai. "Aku meulis harapan, semoga tidak lagi hidup dengan Jayka." "Minaki!" seru Kak Yamada dengan suara tidak terima. Kedua matanya menatapku dengan sorot emosi lalu aku memberikan senyum terbaik. "Aku belum selesai berucap, Kak." "Ingat Mayka jika kamu menolak Jayka. Anakmu itu akan menjadi korban. Dia akan merasa kosong karena kehilangan sosok ayah dalam dirinya!" "Aku menulis harapan semoga tidak lagi hidup dengan Jayka, bila sekali lagi dia menyelingkuhiku." Kak Yamada menghela nafas panjang lalu berbalik menatap Jayka dan Mayka yang masih bersenang-senang disana. "Jayka sudah berjanji padaku bahkan dia sudah mengganti beberapa aset kekayaannya atas namamu. Demi meyakinkanku dan Papa untuk diberi izin kembali meminangmu." "Benarkah?" *** Pagi-pagi sekali aku teringat dengan ag
POV MINAKI "Jay, sudahlah. Temui saja pendetanya. Aku menunggu disini saja." Usai mengatakan itu, tanganku perlahan menurunkan tangan Jayka dari lipatan belakang lutut kakiku yang tadi sudah bersiap mengangkat tubuhku ke dalam gendongannya. Kedua mata tajam Jayka menyorotku dengan tatapan sedikit tidak suka namun aku memilih memalingkan wajah. Masalahnya, keseriusannya masih tidak terbaca oleh kata hatiku hingga rasanya perasaan ini masih saja meragu. "Aku mengajakmu ke Kuil Aoshima untuk mendengarkan dari pendeta sendiri kapan tanggal terbaik untuk kita menikah. Apa pesan yang akan pendeta katakan untuk pernikahan kedua kita nantinya, Minaki. Agar keraguan yang ada di hatimu juga hilang." Aku menggigit bibir dengan perasaan bingung tak karuan karena ucapan Jayka. "Sekarang, ayo kita masuk. Kamu mau 'kan?" Belum sempat aku menjawab, tiba-tiba saja ada suara bisik-bisik dan derap langkah kaki yang tidak biasa di belakangku. Begitu tatapan Jayka mengarah ke belakangku dengan se
POV MINAKI Terowongan berbentuk hati warna merah yang membentang indah dengan beragam gantungan kayu bertuliskan nama para nama pasangan yang ingin hubungannya diberkahi sepanjang pernikahan ketika akan menuju Kuil Aoshima seakan menambah kesan tak kira di dalam hati. Ketika Jayka mendorong kursi rodaku perlahan-lahan, aku segera memejamkan kedua mata lalu membayangkan wajahnya dan Mayka sembari memohon pada para dewa agar hubungan kami dilanggengkan. Kalaupun kami menemui rintangan dalam rumah tangga, semoga baik aku dan Jayka sama-sama diberi kekuatan untuk melewatinya. Juga, semoga tidak ada perselingkuhan diantara kami. Dan aku kuat menghadapi ujian apapun ke depannya setelah Jayka kembali mengambil sumpahnya menjadikanku satu-satunya istri. "Sudah," bisik Jayka ketika aku merasakan kursi rodaku berhenti didorong. Begitu membuka mata, benar saja jika aku sudah usai melewati terowongan berbentuk hati itu. Lalu Jayka kembali mendorong kursi rodaku menuju Chozuya, sebuah batu b
POV MINAKI Niat Jayka untuk menikahiku lagi mendapat beragam tanggapan dari para fans dan netizen. Ada yang memuji kerendahan hatinya karena mau meminang perempuan tidak sempurna sepertiku. Bahkan ada yang menganggap aku menggunakan ancaman untuk membuat Jayka bertekuk lutut. Hasilnya, aku sendiri yang merasa sakit hati karena membaca beragam komentar dan pemberitaan tentang kami. Dan jalan satu-satunya adalah tidak memegang ponsel sama sekali untuk sementara waktu. Kini, aku sudah bersiap dengan pakaian musim semi dan make up natural yang menghiasi wajah. Begitu juga dengan Mayka, sudah terlihat manis dengan pakaian barunya yang dibelikan Jayka hampir satu koper banyaknya. “Kenapa aku begitu cemas, Kak?” tanyaku pada Kak Yamada. “Wajar.” Rencananya hari ini, kami akan pergi ke Kuil Shinto yang ada di Aoshima. Itu adalah Kuil Shinto kuno di pulau kecil yang rimbun dengan patung Dewa Buddha yang indah. Aku masih belum tahu mengapa Jayka memilih kuil itu sebagai tempat pernikahan