Sepanjang mengenal Minaki, baru kali ini ia menggenggam erat tanganku tanpa mau melepasnya padahal kami sedang ada di depan pintu samping hotel. Minaki melakukan itu seakan-akan sedang menguatkan dirinya melalui aku. Juga rona kekecewaan di wajah menandakan ia sedang menahan tangis mati-matian. "Aku mohon bawa aku pergi Jayka." Ucapnya sekali lagi dengan suara sedikit bergetar. "Minaki, ayo kita kembali ke dalam. Mama dan papamu pasti mencarimu jika kamu tiba-tiba menghilang." Ajak sepupunya. Minaki menggeleng dengan tetap meremas jemariku. "Minaki, apa yang akan kukatakan pada papa dan kakakmu jika kamu pergi? Aku takut mereka akan memarahiku." "Kamu bisa pergi." "Minaki, ayolah. Ini adalah acara pernikahan kakakmu. Apa kamu tidak mau menghormati keluargamu sendiri?" Minaki menatapnya dalam. "Jika aku kembali masuk ke dalam, apa kamu bisa merasakan apa yang kurasakan Hikari? Apa kamu tidak kasihan melihatku berada di tempat yang terpencil tanpa berkomunikasi dengan siapapu
Salah satu ketakutan terbesar dalam hidupku adalah kehilangan Harumi, kekasih yang amat kucintai. Ada alasan mengapa aku begitu mencintainya, pertama karena aku sudah terlanjur nyaman dengannya, dan kedua, lelaki mana yang tidak menyukai perempuan berpendidikan, pintar, dan berasal dari keluarga terpandang seperti Harumi. Paras cantiknya bisa menghipnotis sekaligus menggiringku ke lembah terlaknat paling indah di dunia. Membayangkan dia marah lalu pergi meninggalkanku adalah hal yang tidak bisa kubiarkan. Pasti, dengan segala cara aku akan mempertahankannya agar selalu disisiku meski harus memakai paksaan sekalipun. Tuduhannya yang mengatakan bahwa aku memiliki selingkuhan, menampilkan ekspresi setengah terkejut di wajahku. Karena kenyataannya aku sedang mengkhawatirkan Minaki yang berulang kali menghubungi ponselku. Bodoh! Semua ini karena aku terlalu tergesa-gesa memulangkaan Harumi dengan gelagat yang kurang fleksibel. Kini, ekspresi wajah Harumi juga menuntut penjelasan atas t
Ketika hari ini aku bermain-main dengan perasaan, maka suatu saat nanti giliran aku yang dipermainkan. Pernah mendengar pepatah demikian? Aku menyadari bahwa kelakuanku tidak ubahnya seperti lintah darat sejati yang menghisap uang Minaki dengan memberi kepuasan hati. Mau bagaimana lagi, kehidupan bebasku di dunia club malam dan menjadi DJ, mengajarkan gaya hidup hedon, menikmati dunia, dan beragam cara mendapatkan uang tanpa memikirkan konsekuensinya. Harta benda keluarga Minaki kerap membuatku silau bahkan bermimpi ingin mendapatkannya. Tuntutan profesi sebagai seorang DJ membuatku malu jika setiap kali datang ke Yokoha Club harus memakai transportasi umum. Karena itu, aku membungkus wajah dengan masker dan mengenakan hoodie hitam. Alasannya agar tidak banyak orang yang tahu jika DJ Jayka pergi bekerja menggunakan angkutan umum. Mau ditaruh dimana harga diriku jika hal itu tersebar di dunia maya? Salah satu jalan adalah mendapatkan hati Minaki dengan cara yang lebih halus lagi.
Tugasku sebagai seorang surrogate sexual partner atau pasangan pengganti adalah membantu Minaki sebagai klienku menjadi lebih nyaman dengan keintiman, s****alitas, dan tubuhnya sendiri.Tujuan dari semua ini adalah memberi kesempatan bagi Minaki untuk mengeksplorasi dan mempraktekkan keintiman dan s**s seperti yang ia inginkan. Meski tidak jarang profesi sampinganku ini juga berperan lain dengan bertugas menjaga dirinya ketika dihadapkan pada masalah keluarga.Tugas ganda ini didasarkan pada kebutuhan Minaki secara personal. Dan aku wajib memenuhinya karena nilai bayaran yang diberikan juga tidak sedikit. Selain membuat Minaki mengerti tentang organ reproduksi wanita dan pria, aku juga memiliki banyak pekerjaan yang harus dilakukan untuk membuat Minaki merasa nyaman dengan keintiman, belajar melakukan kencan, dan belajar menerima keadaan tubuhnya yang tidak seperti perempuan normal pada umumnya.Surrogate sexual partner melayani penyandang disabilitas seperti Minaki untuk membuatnya
Membahas keintiman bersama Minaki adalah sebuah hal yang harus dibiasakan sebagai seorang surrogate sexual partner-nya. Tugasku mengenalkan fungsi, bentuk anatomi organ reproduksi, dan sensasi yang ditimbulkan saat bergairah.Minaki sangat awam dengan hal itu dan mungkin tidak mendapatkan pengalaman itu tanpa mempraktekkannya dengan terapis sepertiku. Di Jepang, lembaga bernama Blue Hands menyediakan jasa surrogate sexual partner bagi penderita disabilitas seperti Minaki. Namun sayang lembaga berlisensi itu justru tidak Minaki pilih sebagai solusi. Ia lebih suka menyewa jasaku untuk menjadi partner-nya dengan alasan ia mengagumiku. Dan inilah titik dimana hubungan kami mulai berani merambah ke sentuhan yang lebih dalam dari sekedar berpelukan, berciuman, hingga menyalurkan kasih sayang penuh kehangatan. Sentuhan yang mengajarkan pada Minaki tentang anatomi organ reproduksi pria secara langsung melalui singa kecilku. Moment yang tepat saat berdua di kamar hotel, dengan suasana hati
Seperti orang baru saja menikmati bulan madu yang benar-benar indah, aku mendorong kursi roda Minaki dengan senyum mengembang. Begitu pula dengan Minaki yang tersenyum malu-malu sambil mencium aroma wangi mawar putih pemberianku. "Aku mendapatkannya dari vas itu." Bisikku dengan menunjuk vas yang kini kosong tanpa bunga. Minaki terkekeh geli. "Memalukan sekali Jay." "Darurat." Aku kembali mendorong kursi roda Minaki menuju mobilnya yang telah terpakir di halaman lobby hotel. Dengan sigap aku menggendong tubuhnya yang masih terbalut gaun pernikahan berwarna putih gading. Sedang aku memakai pakaian yang biasa kugunakan untuk manggung. "Semoga menjadi keluarga yang bahagia. Terimakasih banyak telah menginap di hotel kami." Ucap seorang petugas hotel. Minaki tersenyum tipis sambil melingkarkan tangannya di leherku. "Terimakasih, doakan kami segera memiliki momongan." Ucapku tidak tahu malu. Lalu kami masuk ke dalam mobil dan sopir melipat kursi roda Minaki. Minaki masih ter
Bagi lelaki pemburu harta sepertiku, apapun yang bisa bernilai uang tidak akan lama-lama dibiarkan menganggur. Tawaran yang mendatangkan ratusan bahkan ribuan Yen tidak akan kulewatkan karena sejatinya kesempatan itu tidak selalu datang dua kali bila bukan karena faktor keberuntungan yang teramat. Tawaran Nyonya Tatsuo yang disaksikan Tuan Tatsuo adalah bukti bahwa kesempatan emas ini sedang menghinggapi takdirku. Beliau menawarkan nilai yang tidak main-main hanya agar aku bersedia selalu ada untuk Minaki. Keluarga kaya raya seperti mereka, uang bukanlah hal yang sulit didapatkan. Apalagi Minaki tidak bisa mereka awasi sepenuhnya karena sibuk dengan bisnis dan pekerjaan. Beban yang seharusnya bertumpu di pundak mereka berdua, dilimpahkan padaku dengan dalih aku adalah terapis kepercayaan Minaki. Padahal peranku sudah mirip lelaki pelayan pribadi Minaki. Tidak hanya mingguan, jika mereka menyuruhku untuk keluar dari pabrik, itu artinya aku bertanggung jawab penuh pada Minaki setiap
Dengan hati yang sudah mantap, dan melalui serangkaian pemikiran yang tepat dan cepat, karena aku juga dituntut harus segera memenuhi tanggung jawab, akhirnya aku pergi ke kantor PJTKI yang menaungiku selama empat tahun ini. Ditemani Matsushima di pagi yang cerah ini karena Jepang sedang musim semi, aku menyerahkan surat pengunduran diri. Pihak PJTKI sebenarnya enggan melepasku karena itu mengurangi jumlah keuntungan yang didapat. Namun setelah mengatakan serangkaian alasan yang membuat mereka percaya bahwa aku ingin fokus pada profesi baruku sebagai DJ, akhirnya mereka mengijinkan. Malah akan pergi ke Yokoha Club untuk menonton performance-ku. "Terima kasih Shima sudah menemaniku." Kami tengah menikmati Soba Abura, yaitu sajian ramen dengan tauge dan kol yang renyah, mie lebih keras, sup yang lebih kental tanpa bawang putih. Aku mentraktirnya sebagai ucapan terimakasih telah menemaniku. "Semoga itu menjadi pilihan terbaikmu Jay." Ucapnya dengan menikmati Soba Abura."Aku sudah m
POV MINAKI Satu Tahun Kemudian … Jayka benar-benar menunjukkan keseriusannya padaku selama satu tahun kami menjalani pernikahan kedua ini. Semua terasa indah dan melenakan karena sesungguuhnya hati ini masih lah miliknya meski sedalam apapun kesalahan yang Jayka perbuat. Sungguh cinta sebodoh ini. Hari-hari penuh cinta selalu Jayka tawarkan padaku. Perlakuannya di ranjang juga tidak kalah hebatnya hingga aku diam-diam selalu menginginkannya. Maklum, usia kami masih tergolong pasangan muda. Meski kakiku memiliki keterbatasan, namun aku tidak menjadikan itu sebagai penghalang untuk memuaskannya juga. Aku ingin kami sama-sama menikmati dan bahagia. Satu bulan kemudian setelah pernikahan kami, Jayka membawaku ke Spanyol untuk melakukan pengobatan. Ditemani Mayka, pengasuh, dan manajer Jayka. Kaki yang terkena polio membuatku tidak bisa berdiri dan itu menyebabkan tulang punggungku tertekan dan terasa nyeri. Akhirnya dokter melakukan beberapa tindakan dan aku diwajibkan menjalani ter
POV MINAKI "Aku tidak hamil, Jay," selaku cepat kemudian menunduk. Menatap kedua tanganku yang ia genggam erat. Kemudian Jayka menghela nafas panjang dan menggunakan tangan kanannya untuk menaikkan daguku. Lalu memberiku satu ciuman di bibir. Meski hanya sekilas namun cukup membuatku panas dingin. "Setelah dari Spanyol, kita akan berusaha memberi Mayka adik. Tidak ada protes." Lalu ia kembali mencium bibirku sedikit lebih lama hingga dering ponselnya meminta perhatian. Dengan kedua tangan, aku mendorong dada Jayka agar menyudahi ciuman ini lalu menerima panggilan itu. Panggilan yang berasal dari manajernya. "Halo? Ada apa?" "Semua sudah beres." Jayka tersenyum lalu jemari kirinya mengusap sudut bibirku. "Terima kasih, manajer." Kemudian Jayka menekan tombol merah pada layar ponselnya lalu menghubungi seseorang kembali. Kali ini siapa yang ia hubungi? "Halo, Michiya. Apa kabar?" "Baik, Jay." "Terima kasih sudah mau menerima panggilanku. Sekali lagi, aku minta maaf untuk
POV MINAKI Kepulangan Dina ke Indonesia membuatku kehilangan adik sekaligus sahabat terbaik. Meski kami masih saling bertukar kabar melalui pesan singkat, namun aku berharap esok hari dia mau ikut calon besanku kembali menuju Jepang untuk menghadiri upacara pernikahanku dengan Jayka. Masih di lokasi yang sama di Kuil Aoshima, rencana pernikahanku dengan Jayka agar digelar. Segala sesuatunya telah diurus oleh manajer Jayka dan dipastikan kuil tidak akan dibuka untuk umum selama pernikahan kami berlangsung. Tidak banyak yang kami undang mengingat banyaknya pro dan kontra yang terjadi di luar sana. Fans Jayka terutama, ada yang mendukung tapi tidak sedikit yang menghujat hubungan kami dengan melontarkan komentar negatif. Tapi Jayka selalu berkata 'jangan diambil pusing'. Agar tidak membuatku merasa tertekan dan tidak nyaman. Bahkan ia sengaja tidak mengatakan kapan upacara pernikahan kami akan digelar agar tidak ada paparazi yang menguntit. Cukup menyewa fotografer profesional dan me
POV MINAKISepeninggal Sagawa dari villa keluargaku di Ebino, aku mengajak Dina kembali ke Miyazaki. Aku menyarankan dia agar tidur di rumah kedua orang tuaku beberapa hari ke depan untuk membuat hatinya tenang.Dan betapa terkejutnya Jayka ketika melihat Dina telah berada di rumahku esok harinya, karena Jayka fikir Dina sedang menemani Sagawa di Ebino. Untuk masalah patah hati itu, aku sengaja menyembunyikannya dari Jayka. Biarlah Dina sendiri yang mengatakan pada kakaknya itu. Khawatir jika ada kata-kataku yang tidak sesuai dengan apa yang Dina rasakan. "Mas, pesanin aku tiket pulang ke Indonesia," ucap Dina pada Jayka.Wajah sendu dan tidak bersemangat menunjukkan betapa sedih suasana hatinya. Padahal tadi aku sudah mengatakan padanya agar tidak menunjukkan betapa hancur hatinya agar Jayka tidak bertanya-tanya. Jayka yang sedang menyuapi Mayka, akhirnya menoleh ke arah adiknya itu. "Kenapa? Tiga minggu lagi aku dan Minaki mau nikah, Din. Ibu Bapak juga bakal kesini. Kok kamu mal
POV MINAKI "Aku dan Sagawa ... kami sudah ... " "Sudah apa, Dina?" tanyaku semakin penasaran hingga tidak terasa aku meremas tangannya sangat erat. "Kami ... pernah seranjang bersama, Minaki San." *** Usai Dina mengakui hubungannya dengan Sagawa sudah sejauh itu, kepalaku teramat pusing sekali. Aku hanya khawatir Dina hamil dan keluarga Sagawa tidak mau mengakuinya. Berulang kali aku melihat jam di dinding dengan hati kesal karena Sagawa belum kembali juga padahal senja sudah tiada. Dan aku sudah menghabiskan dua cangkir kopi hitam sembari menunggunya. "Kamu kemana, Sagawa?!" geramku dengan jemari mengetuk-ngetuk sandaran tangan di kursi roda. Sengaja, aku menyuruh Dina istirahat agar dia tidak terlihat seperti mayat hidup. Aku paham sekali bagaimana terpukul dirinya menyadari jika mimpi indahnya bersama Sagawa telah usai. Dia harus bangun dan menyadari bahwa Sagawa haruslah kembali ke Tokyo seperti kemauan ibunya. Soal mahkotanya yang telah diambil Sagawa, bukankah mere
POV MINAKI Terpaan angin pantai itu membuat pakaian dan rambutku berkibar-kibar namun kedua mataku tidak lepas menatap Mayka dan Jayka yang sedang bermain pasir dan hewan-hewan kecil di pesisir pantai. "Aku meulis harapan, semoga tidak lagi hidup dengan Jayka." "Minaki!" seru Kak Yamada dengan suara tidak terima. Kedua matanya menatapku dengan sorot emosi lalu aku memberikan senyum terbaik. "Aku belum selesai berucap, Kak." "Ingat Mayka jika kamu menolak Jayka. Anakmu itu akan menjadi korban. Dia akan merasa kosong karena kehilangan sosok ayah dalam dirinya!" "Aku menulis harapan semoga tidak lagi hidup dengan Jayka, bila sekali lagi dia menyelingkuhiku." Kak Yamada menghela nafas panjang lalu berbalik menatap Jayka dan Mayka yang masih bersenang-senang disana. "Jayka sudah berjanji padaku bahkan dia sudah mengganti beberapa aset kekayaannya atas namamu. Demi meyakinkanku dan Papa untuk diberi izin kembali meminangmu." "Benarkah?" *** Pagi-pagi sekali aku teringat dengan ag
POV MINAKI "Jay, sudahlah. Temui saja pendetanya. Aku menunggu disini saja." Usai mengatakan itu, tanganku perlahan menurunkan tangan Jayka dari lipatan belakang lutut kakiku yang tadi sudah bersiap mengangkat tubuhku ke dalam gendongannya. Kedua mata tajam Jayka menyorotku dengan tatapan sedikit tidak suka namun aku memilih memalingkan wajah. Masalahnya, keseriusannya masih tidak terbaca oleh kata hatiku hingga rasanya perasaan ini masih saja meragu. "Aku mengajakmu ke Kuil Aoshima untuk mendengarkan dari pendeta sendiri kapan tanggal terbaik untuk kita menikah. Apa pesan yang akan pendeta katakan untuk pernikahan kedua kita nantinya, Minaki. Agar keraguan yang ada di hatimu juga hilang." Aku menggigit bibir dengan perasaan bingung tak karuan karena ucapan Jayka. "Sekarang, ayo kita masuk. Kamu mau 'kan?" Belum sempat aku menjawab, tiba-tiba saja ada suara bisik-bisik dan derap langkah kaki yang tidak biasa di belakangku. Begitu tatapan Jayka mengarah ke belakangku dengan se
POV MINAKI Terowongan berbentuk hati warna merah yang membentang indah dengan beragam gantungan kayu bertuliskan nama para nama pasangan yang ingin hubungannya diberkahi sepanjang pernikahan ketika akan menuju Kuil Aoshima seakan menambah kesan tak kira di dalam hati. Ketika Jayka mendorong kursi rodaku perlahan-lahan, aku segera memejamkan kedua mata lalu membayangkan wajahnya dan Mayka sembari memohon pada para dewa agar hubungan kami dilanggengkan. Kalaupun kami menemui rintangan dalam rumah tangga, semoga baik aku dan Jayka sama-sama diberi kekuatan untuk melewatinya. Juga, semoga tidak ada perselingkuhan diantara kami. Dan aku kuat menghadapi ujian apapun ke depannya setelah Jayka kembali mengambil sumpahnya menjadikanku satu-satunya istri. "Sudah," bisik Jayka ketika aku merasakan kursi rodaku berhenti didorong. Begitu membuka mata, benar saja jika aku sudah usai melewati terowongan berbentuk hati itu. Lalu Jayka kembali mendorong kursi rodaku menuju Chozuya, sebuah batu b
POV MINAKI Niat Jayka untuk menikahiku lagi mendapat beragam tanggapan dari para fans dan netizen. Ada yang memuji kerendahan hatinya karena mau meminang perempuan tidak sempurna sepertiku. Bahkan ada yang menganggap aku menggunakan ancaman untuk membuat Jayka bertekuk lutut. Hasilnya, aku sendiri yang merasa sakit hati karena membaca beragam komentar dan pemberitaan tentang kami. Dan jalan satu-satunya adalah tidak memegang ponsel sama sekali untuk sementara waktu. Kini, aku sudah bersiap dengan pakaian musim semi dan make up natural yang menghiasi wajah. Begitu juga dengan Mayka, sudah terlihat manis dengan pakaian barunya yang dibelikan Jayka hampir satu koper banyaknya. “Kenapa aku begitu cemas, Kak?” tanyaku pada Kak Yamada. “Wajar.” Rencananya hari ini, kami akan pergi ke Kuil Shinto yang ada di Aoshima. Itu adalah Kuil Shinto kuno di pulau kecil yang rimbun dengan patung Dewa Buddha yang indah. Aku masih belum tahu mengapa Jayka memilih kuil itu sebagai tempat pernikahan