Tangan kami sama-sama memegang barang yang tadi sempat kujatuhkan tidak sengaja. Lalu mata kami saling mengunci dengan tatapanku yang tidak bisa lepas dari wajah cantiknya yang lebih dari satu tahun lalu menjadi kekasihku hingga Minaki datang memisahkan kami perlahan-lahan. Seakan mengenal sepasang mataku yang biasa menatapnya penuh cinta, perempuan yang berada di hadapanku ini tetap tidak melepaskan pandangannya dariku dengan tangan masih sama-sama memegang barang yang terjatuh. Tanpa berucap satu patah kata pun, tatapan kami seperti mewakili segala pertanyaan dan perasaan, termasuk rindu, cinta, dan kesedihan. Aku meninggalkannya tanpa alasan, dan dia akhirnya mencari pelampiasan bersama lelaki lain lalu kubiarkan. Harumi berhak mendapatkan penggantiku yang lebih baik meski hatiku terluka dan hancur. Jujur, jika aku disuruh memilih diantara Megumi dan Harumi, aku lebih memilih Harumi walau Megumi jauh diatas Harumi. Bukan kecantikan dan harta melimpah, namun kedamaian hati saat b
Hanya keheningan yang menyelimuti kami selama perjalanan pulang ke rumah orang tua Minaki. Rencana akan menemani Minaki membuat roti di dapur stand tokonya akhirnya gagal. Aku tidak bisa membawanya kembali ke stand toko roti dengan kondisi hati yang remuk dan hancur seperti ini. Kehadiran Harumi saat aku dan Minaki berbelanja membuat perasaanku tercabik-cabik. Apa lagi melihat air mata luruh membasahi pipinya karena aku meninggalkannya tanpa alasan demi harta.Secara tidak langsung aku bisa merasakan luka di hatinya karena nyatanya aku berada di Miyazaki tanpa menghubunginya. Padahal dulu janjiku akan selalu mengabarinya ketika kembali ke Miyazaki.Niatku melepaskan Harumi tidak pernah benar-benar utuh. Kini setelah melihat kesedihan di wajah cantiknya secara tidak langsung membuatku ingin berlari ke arahnya lalu memeluknya. Tapi bagaimana mungkin? Ada Minaki yang kini menjadi tanggung jawabku. Terlebih dia sedang hamil besar dan dokter berpesan tidak boleh membuat Minaki stres. "J
"Menuntut apa maksudmu?" Tanyaku pada manajer yang masih berada di sambungan telfon. "Dia meminta kamu menepati janjinya. Janji akan kembali padanya setelah satu tahun kemudian dan akan menikahinya. Apa kamu menjanjikan itu?" Aku menyugar rambut frustasi di samping apotek klinik yang untungnya tidak ramai. Harumi membuat satu kejutan setelah kami sempat bertemu tidak sengaja. Tapi itu tidak salah karena dia hanya menuntut janji yang dulu sempat kukatakan padanya. Tapi masalahnya, aku tidak bisa menepati itu semua karena masih terikat pernikahan kontrak dengan Minaki. "Bagaimana Harumi bisa menemuimu?!" "Jangan mengalihkan pembicaraan, Jay. Aku ingin mendengar kejujuranmu." "Aku mencintainya dan waktu itu berjanji akan kembali padanya setelah satu tahun berkarir. Tapi sungguh aku tidak tahu kalau sekarang semuanya telah berbeda." "Satu lagi, kalau kamu tidak menemuinya, dia akan membuka ke media tentang siapa dirinya dan masa lalu kalian. Dia punya banyak foto dan video kemesraa
Jika aku pernah melihat Harumi berjalan mesra dengan lelaki lain di sebuah mall, lalu kini ia mengaku itu sebagai pelampiasan, juga menjual kisah masa lalu kami pada rivalku sesama artis, bukankah itu artinya Harumi menginginkan uang? Yeah, akhirnya aku mengerti, bahwa jodoh seseorang itu seperti ia melihat dirinya dari pantulan cermin. Tidak akan jauh berbeda.Jika aku meninggalkan Harumi demi uang, maka Harumi pun sama, menggadaikan masa lalu kami demi ratusan ribu Yen dari manajer Korusuke. "Tanpa menyangkutpautkan Harumi, aku bisa membuat kesepakatan denganmu agar Korusuke bisa naik daun dengan syarat hitam di atas putih. Tidak ada acara mengumbar masa laluku dengan Harumi ke media."Aku menatap Harumi tajam. Tidak kusangka dia begitu tega berbuat demikian. "Jay, kamu tidak mencintaiku lagi?" "Cinta katamu? Tidak ada yang namanya cinta kalau tujuannya hanya untuk membuatmu untung lalu membuat karirku hancur!" Aku menunjuk tepat di depan mukanya. "Aku hancur, Jay! Sejak kamu p
Setelah turun dari pementasan malam ini, aku segera melepas atribut yang bertengger ditubuh. Mulai dari anting-anting khusus pria, gelang karet hitam, rompi kulit, dan sepatu boot, kulempar ke sembarang arah. Aku sedang tidak enak hati pasca berpisah dari Harumi. Seakan nafas dan nyawaku ikut pergi. Rinto dan manajer yang mengikuti pementasanku malam ini hanya saling pandang melihat ulahku yang tidak biasa. Membiarkan segalanya berantakan dan irit bicara. Bahkan wartawan yang sejak tadi menghubungi manajerku pun terpaksa diabaikan. Apalagi jika bukan karena kasusku bersama Minaki beberapa bulan silam masih saja disorot."Korusuke mau berpamitan, Jay." Ucap manajerku. "Bilang saja aku mengantuk." Malam ini, sesuai janjiku kemarin, akan membawa serta Korusuke di setiap pementasanku agar ia naik daun atau manajernya akan menyebarkan foto dan video kemesraanku bersama Harumi. Satu sisi aku begitu membenci mantan kekasihku itu tetapi aku juga sangat mencintainya. "Ikhlasin, Ja
Tidak ada solusi atau penyelesaian antara aku dan Matsushima karena kami sama-sama tidak mau mengalah. Dia yang menganggapku seorang pengkhianat karena lama tidak pernah menjadi DJ di Yokoha Club, tempat awalku mendulang karir. Sedang aku tidak bisa seenaknya menjadi DJ disana karena terikat kontrak dengan agensi. Itulah mengapa seluruh jadwal pekerjaanku telah diatur oleh pihak agensi dan aku harus mematuhinya. "Keputusanmu mengatakan pernikahanku dengan Minaki hanya membuat Harumi marah dan dia memutuskan lebih baik kami berakhir! Itu yang kamu mau heh?! Kamu berniat balas dendam?!" Sungutku penuh amarah. "Iya, kenapa!? Seharusnya kamu juga berpikir, Jayka! Kamu telah mempermainkan hati gadis itu! Dia mencarimu seperti gadis hilang yang tidak memiliki kekasih! Sedang kamu sulit sekali dihubungi!""Sibuk bersenang-senang dengan selir kaya rayamu itu heh?! Tidur bersama, melepas haarat menggelora. Laki-laki manapun bisa tidur dengan perempuan yang tidak ia cintai sekalipun." Imbuhn
Aku segera berlari setelah turun dari mobil. Sedang manajer kutinggalkan begitu saja. "Aku duluan! Sisanya kamu urus.""Oke. Cepat temui istrimu."Reflek naluri sebagai seorang suami dan calon ayah membuatku bergegas ingin melihat kondisi Minaki dan calon anak kami. Sejak tadi aku terus menghubungi Yamada untuk bertanya tentang kondisi Minaki.Aku tidak memiliki keberanian menghubungi Tuan atau Nyonya Tatsuo. Entahlah, walau mereka berdua adalah mertuaku tapi dinding pemisah diantara kami terbentang luas. Belum sempat aku membuka pintu kamar 3.4 suara Yamada menginterupsi. "Jay!" Dia berlari ke arahku seorang diri. "Dimana Minaki?" Aku bertanya dengan raut cemas."Baru saja masuk ruang operasi.""Kenapa harus operasi?""Kalau melahirkan normal itu tidak memungkinkan. Pinggul Minaki terlalu sempit."Aku mengangguk tapi tidak benar-benar paham dengan ucapan Yamada. Korelasi antara pinggul dan melahirkan itu apa?Otakku tidak sampai kesana dan ya sudah lah."Kita tunggu dia di depan
Jika dulu aku begitu dielu-elukan oleh keluarga Siraga untuk menjadi terapis sekaligus partner bayaran Minaki, kini hidupku bagai sampah yang ditendang dengan begitu murahnya dari keluarga ini. Alasannya sudah pasti karena tugasku untuk melayani Minaki hingga membuatnya hamil sampai ia melahirkan telah usai. Ya, setelah kelahiran putri kami yang bernama Mayka Siraga, aku terusir. "Ini bonus untukmu." Tuan Tatsuo mengangsurkan amplop coklat berisi satu juta Yen untukku. Kini, kamu tengah berada di ruang tamu rumah megah miliknya yang beberapa waktu ini sempat kutinggali bersama Minaki. Sedang dua koper besar berisi pakaianku telah siap di depan pintu dengan manajerkub berada disebelahnya. "Ambillah karena kamu sudah menjalankan tugasmu dengan baik. Juga, sebagai ucapan maafku karena telah membuatmu berpisah dari kekasihmu." Aku masih bergeming dengan menatap amplop coklat itu. Bukan karena jumlahnya kurang, karena isi ATM-ku kini berjumlah lebih banyak dari yang beliau berikan. Me
POV MINAKI Satu Tahun Kemudian … Jayka benar-benar menunjukkan keseriusannya padaku selama satu tahun kami menjalani pernikahan kedua ini. Semua terasa indah dan melenakan karena sesungguuhnya hati ini masih lah miliknya meski sedalam apapun kesalahan yang Jayka perbuat. Sungguh cinta sebodoh ini. Hari-hari penuh cinta selalu Jayka tawarkan padaku. Perlakuannya di ranjang juga tidak kalah hebatnya hingga aku diam-diam selalu menginginkannya. Maklum, usia kami masih tergolong pasangan muda. Meski kakiku memiliki keterbatasan, namun aku tidak menjadikan itu sebagai penghalang untuk memuaskannya juga. Aku ingin kami sama-sama menikmati dan bahagia. Satu bulan kemudian setelah pernikahan kami, Jayka membawaku ke Spanyol untuk melakukan pengobatan. Ditemani Mayka, pengasuh, dan manajer Jayka. Kaki yang terkena polio membuatku tidak bisa berdiri dan itu menyebabkan tulang punggungku tertekan dan terasa nyeri. Akhirnya dokter melakukan beberapa tindakan dan aku diwajibkan menjalani ter
POV MINAKI "Aku tidak hamil, Jay," selaku cepat kemudian menunduk. Menatap kedua tanganku yang ia genggam erat. Kemudian Jayka menghela nafas panjang dan menggunakan tangan kanannya untuk menaikkan daguku. Lalu memberiku satu ciuman di bibir. Meski hanya sekilas namun cukup membuatku panas dingin. "Setelah dari Spanyol, kita akan berusaha memberi Mayka adik. Tidak ada protes." Lalu ia kembali mencium bibirku sedikit lebih lama hingga dering ponselnya meminta perhatian. Dengan kedua tangan, aku mendorong dada Jayka agar menyudahi ciuman ini lalu menerima panggilan itu. Panggilan yang berasal dari manajernya. "Halo? Ada apa?" "Semua sudah beres." Jayka tersenyum lalu jemari kirinya mengusap sudut bibirku. "Terima kasih, manajer." Kemudian Jayka menekan tombol merah pada layar ponselnya lalu menghubungi seseorang kembali. Kali ini siapa yang ia hubungi? "Halo, Michiya. Apa kabar?" "Baik, Jay." "Terima kasih sudah mau menerima panggilanku. Sekali lagi, aku minta maaf untuk
POV MINAKI Kepulangan Dina ke Indonesia membuatku kehilangan adik sekaligus sahabat terbaik. Meski kami masih saling bertukar kabar melalui pesan singkat, namun aku berharap esok hari dia mau ikut calon besanku kembali menuju Jepang untuk menghadiri upacara pernikahanku dengan Jayka. Masih di lokasi yang sama di Kuil Aoshima, rencana pernikahanku dengan Jayka agar digelar. Segala sesuatunya telah diurus oleh manajer Jayka dan dipastikan kuil tidak akan dibuka untuk umum selama pernikahan kami berlangsung. Tidak banyak yang kami undang mengingat banyaknya pro dan kontra yang terjadi di luar sana. Fans Jayka terutama, ada yang mendukung tapi tidak sedikit yang menghujat hubungan kami dengan melontarkan komentar negatif. Tapi Jayka selalu berkata 'jangan diambil pusing'. Agar tidak membuatku merasa tertekan dan tidak nyaman. Bahkan ia sengaja tidak mengatakan kapan upacara pernikahan kami akan digelar agar tidak ada paparazi yang menguntit. Cukup menyewa fotografer profesional dan me
POV MINAKISepeninggal Sagawa dari villa keluargaku di Ebino, aku mengajak Dina kembali ke Miyazaki. Aku menyarankan dia agar tidur di rumah kedua orang tuaku beberapa hari ke depan untuk membuat hatinya tenang.Dan betapa terkejutnya Jayka ketika melihat Dina telah berada di rumahku esok harinya, karena Jayka fikir Dina sedang menemani Sagawa di Ebino. Untuk masalah patah hati itu, aku sengaja menyembunyikannya dari Jayka. Biarlah Dina sendiri yang mengatakan pada kakaknya itu. Khawatir jika ada kata-kataku yang tidak sesuai dengan apa yang Dina rasakan. "Mas, pesanin aku tiket pulang ke Indonesia," ucap Dina pada Jayka.Wajah sendu dan tidak bersemangat menunjukkan betapa sedih suasana hatinya. Padahal tadi aku sudah mengatakan padanya agar tidak menunjukkan betapa hancur hatinya agar Jayka tidak bertanya-tanya. Jayka yang sedang menyuapi Mayka, akhirnya menoleh ke arah adiknya itu. "Kenapa? Tiga minggu lagi aku dan Minaki mau nikah, Din. Ibu Bapak juga bakal kesini. Kok kamu mal
POV MINAKI "Aku dan Sagawa ... kami sudah ... " "Sudah apa, Dina?" tanyaku semakin penasaran hingga tidak terasa aku meremas tangannya sangat erat. "Kami ... pernah seranjang bersama, Minaki San." *** Usai Dina mengakui hubungannya dengan Sagawa sudah sejauh itu, kepalaku teramat pusing sekali. Aku hanya khawatir Dina hamil dan keluarga Sagawa tidak mau mengakuinya. Berulang kali aku melihat jam di dinding dengan hati kesal karena Sagawa belum kembali juga padahal senja sudah tiada. Dan aku sudah menghabiskan dua cangkir kopi hitam sembari menunggunya. "Kamu kemana, Sagawa?!" geramku dengan jemari mengetuk-ngetuk sandaran tangan di kursi roda. Sengaja, aku menyuruh Dina istirahat agar dia tidak terlihat seperti mayat hidup. Aku paham sekali bagaimana terpukul dirinya menyadari jika mimpi indahnya bersama Sagawa telah usai. Dia harus bangun dan menyadari bahwa Sagawa haruslah kembali ke Tokyo seperti kemauan ibunya. Soal mahkotanya yang telah diambil Sagawa, bukankah mere
POV MINAKI Terpaan angin pantai itu membuat pakaian dan rambutku berkibar-kibar namun kedua mataku tidak lepas menatap Mayka dan Jayka yang sedang bermain pasir dan hewan-hewan kecil di pesisir pantai. "Aku meulis harapan, semoga tidak lagi hidup dengan Jayka." "Minaki!" seru Kak Yamada dengan suara tidak terima. Kedua matanya menatapku dengan sorot emosi lalu aku memberikan senyum terbaik. "Aku belum selesai berucap, Kak." "Ingat Mayka jika kamu menolak Jayka. Anakmu itu akan menjadi korban. Dia akan merasa kosong karena kehilangan sosok ayah dalam dirinya!" "Aku menulis harapan semoga tidak lagi hidup dengan Jayka, bila sekali lagi dia menyelingkuhiku." Kak Yamada menghela nafas panjang lalu berbalik menatap Jayka dan Mayka yang masih bersenang-senang disana. "Jayka sudah berjanji padaku bahkan dia sudah mengganti beberapa aset kekayaannya atas namamu. Demi meyakinkanku dan Papa untuk diberi izin kembali meminangmu." "Benarkah?" *** Pagi-pagi sekali aku teringat dengan ag
POV MINAKI "Jay, sudahlah. Temui saja pendetanya. Aku menunggu disini saja." Usai mengatakan itu, tanganku perlahan menurunkan tangan Jayka dari lipatan belakang lutut kakiku yang tadi sudah bersiap mengangkat tubuhku ke dalam gendongannya. Kedua mata tajam Jayka menyorotku dengan tatapan sedikit tidak suka namun aku memilih memalingkan wajah. Masalahnya, keseriusannya masih tidak terbaca oleh kata hatiku hingga rasanya perasaan ini masih saja meragu. "Aku mengajakmu ke Kuil Aoshima untuk mendengarkan dari pendeta sendiri kapan tanggal terbaik untuk kita menikah. Apa pesan yang akan pendeta katakan untuk pernikahan kedua kita nantinya, Minaki. Agar keraguan yang ada di hatimu juga hilang." Aku menggigit bibir dengan perasaan bingung tak karuan karena ucapan Jayka. "Sekarang, ayo kita masuk. Kamu mau 'kan?" Belum sempat aku menjawab, tiba-tiba saja ada suara bisik-bisik dan derap langkah kaki yang tidak biasa di belakangku. Begitu tatapan Jayka mengarah ke belakangku dengan se
POV MINAKI Terowongan berbentuk hati warna merah yang membentang indah dengan beragam gantungan kayu bertuliskan nama para nama pasangan yang ingin hubungannya diberkahi sepanjang pernikahan ketika akan menuju Kuil Aoshima seakan menambah kesan tak kira di dalam hati. Ketika Jayka mendorong kursi rodaku perlahan-lahan, aku segera memejamkan kedua mata lalu membayangkan wajahnya dan Mayka sembari memohon pada para dewa agar hubungan kami dilanggengkan. Kalaupun kami menemui rintangan dalam rumah tangga, semoga baik aku dan Jayka sama-sama diberi kekuatan untuk melewatinya. Juga, semoga tidak ada perselingkuhan diantara kami. Dan aku kuat menghadapi ujian apapun ke depannya setelah Jayka kembali mengambil sumpahnya menjadikanku satu-satunya istri. "Sudah," bisik Jayka ketika aku merasakan kursi rodaku berhenti didorong. Begitu membuka mata, benar saja jika aku sudah usai melewati terowongan berbentuk hati itu. Lalu Jayka kembali mendorong kursi rodaku menuju Chozuya, sebuah batu b
POV MINAKI Niat Jayka untuk menikahiku lagi mendapat beragam tanggapan dari para fans dan netizen. Ada yang memuji kerendahan hatinya karena mau meminang perempuan tidak sempurna sepertiku. Bahkan ada yang menganggap aku menggunakan ancaman untuk membuat Jayka bertekuk lutut. Hasilnya, aku sendiri yang merasa sakit hati karena membaca beragam komentar dan pemberitaan tentang kami. Dan jalan satu-satunya adalah tidak memegang ponsel sama sekali untuk sementara waktu. Kini, aku sudah bersiap dengan pakaian musim semi dan make up natural yang menghiasi wajah. Begitu juga dengan Mayka, sudah terlihat manis dengan pakaian barunya yang dibelikan Jayka hampir satu koper banyaknya. “Kenapa aku begitu cemas, Kak?” tanyaku pada Kak Yamada. “Wajar.” Rencananya hari ini, kami akan pergi ke Kuil Shinto yang ada di Aoshima. Itu adalah Kuil Shinto kuno di pulau kecil yang rimbun dengan patung Dewa Buddha yang indah. Aku masih belum tahu mengapa Jayka memilih kuil itu sebagai tempat pernikahan