Aku segera berlari setelah turun dari mobil. Sedang manajer kutinggalkan begitu saja. "Aku duluan! Sisanya kamu urus.""Oke. Cepat temui istrimu."Reflek naluri sebagai seorang suami dan calon ayah membuatku bergegas ingin melihat kondisi Minaki dan calon anak kami. Sejak tadi aku terus menghubungi Yamada untuk bertanya tentang kondisi Minaki.Aku tidak memiliki keberanian menghubungi Tuan atau Nyonya Tatsuo. Entahlah, walau mereka berdua adalah mertuaku tapi dinding pemisah diantara kami terbentang luas. Belum sempat aku membuka pintu kamar 3.4 suara Yamada menginterupsi. "Jay!" Dia berlari ke arahku seorang diri. "Dimana Minaki?" Aku bertanya dengan raut cemas."Baru saja masuk ruang operasi.""Kenapa harus operasi?""Kalau melahirkan normal itu tidak memungkinkan. Pinggul Minaki terlalu sempit."Aku mengangguk tapi tidak benar-benar paham dengan ucapan Yamada. Korelasi antara pinggul dan melahirkan itu apa?Otakku tidak sampai kesana dan ya sudah lah."Kita tunggu dia di depan
Jika dulu aku begitu dielu-elukan oleh keluarga Siraga untuk menjadi terapis sekaligus partner bayaran Minaki, kini hidupku bagai sampah yang ditendang dengan begitu murahnya dari keluarga ini. Alasannya sudah pasti karena tugasku untuk melayani Minaki hingga membuatnya hamil sampai ia melahirkan telah usai. Ya, setelah kelahiran putri kami yang bernama Mayka Siraga, aku terusir. "Ini bonus untukmu." Tuan Tatsuo mengangsurkan amplop coklat berisi satu juta Yen untukku. Kini, kamu tengah berada di ruang tamu rumah megah miliknya yang beberapa waktu ini sempat kutinggali bersama Minaki. Sedang dua koper besar berisi pakaianku telah siap di depan pintu dengan manajerkub berada disebelahnya. "Ambillah karena kamu sudah menjalankan tugasmu dengan baik. Juga, sebagai ucapan maafku karena telah membuatmu berpisah dari kekasihmu." Aku masih bergeming dengan menatap amplop coklat itu. Bukan karena jumlahnya kurang, karena isi ATM-ku kini berjumlah lebih banyak dari yang beliau berikan. Me
"Ke Indonesia?" Tanya manajerku dengan raut tidak percaya. "Aku mau pulang." "Apa maksudmu, Jay? Kita tidak pernah membicarakan hal ini sebelumnya dan mendadak kamu ingin pulang." "Intinya sama. Aku ingin pulang besok. Dan aku tidak harus mengatakan apa yang menjadi privasiku padamu!"Emosiku masih mendidih karena ucapan wanita yang tadi mengataiku sebagai seorang gigolo. Ucapannya tidak sepenuhnya benar tapi tidak sepenuhnya salah. Bukan berarti aku pernah menyerahkan tubuhku pada Minaki semata-mata lalu menjadikannya sebagai profesi yang berkelanjutan, melainkan saat itu aku butuh banyak uang. Dan sekarang aku tidak lagi menjajaki profesi sebagai surrogate sexual partner untuk wanita cacat manapun. Aku ingin hidup normal selayaknya seorang pria. "Lalu pekerjaan yang sudah kamu terima, bagaimana nasibnya? Kamu punya jadwal manggung berturut-turut hingga minggu depan." Aku yang tengah memasukkan pakaian yang tadi sempat kukenakan saat manggung pun berubah dengan membuangnya ke s
Aku segera menoleh ke arah Bapak berada dengan wajah gugup dan perasaan yang kacau. Ini semua karena Dina yang terlalu suka mencampuri urusanku. Seharusnya topik tentang perpisahanku dengan Minaki tidak perlu menjadi pembahasan di rumah. Karena tujuan kepulanganku ke Indonesia adalah untuk melupakannya."Ng... i... itu, temanku Pak.""Teman? Tapi Bapak dengarnya kok Dina nyebut nama kamu Jak?"Aku menelan saliva sambil berusaha mencari alasan lainnya. "Iya, Pak. Aku punya teman yang namanya sama kayak namaku.""Oh, ya udah kalau gitu. Bapak pikir kamu nikah diam-diam."Andai Bapak tahu jika aku telah menikah bahkan sudah bercerai dan dikaruniai seorang bayi perempuan berkulit putih, bernama Mayka."Mas, maaf." Dina mendekat lalu berucap lirih.Tanpa menanggapi permintaan maaf Dina, aku melenggang pergi ke kamar untuk beristirahat. Aku tidak mau dicecar seputar Minaki dan masa lalu kami***Sudah satu minggu aku bermalasan di rumah. Tanpa hiruk pikuk kota, ramainya suara club, serta
Setelah lepas dari Minaki, kini Bapak malah menjodohkanku dengan Putri. Kepalaku begitu pusing dan berat memikirkan ini semua. Bayangan Minaki dan Mayka saja sudah berhasil membuat hari-hariku tidak bersemangat. Itulah mengapa aku tidak ingin keluar rumah semenjak datang dari Jepang. Bukan sekedar bermalasan di rumah, melainkan aku sedang mengikuti media sosial Minaki yang terus mengunggah kebersamaannya dengan putri kecilku yang begitu cantik bak malaikat. "Ayah rindu kamu, Mayka." Ucapku lirih sambil mengusap wajahnya dari layar ponselku dengan dada teramat sesak. Lalu sebulir bening air mata itu menetes membasahi pipiku. Panggilan dari manajer dan Rinto sudah tiga hari ini kuabaikan karena otakku tidak bisa menerima semua runtutan masalah yang terus menekanku. Ingin sekali aku pergi ke sebuah pulau lalu berdiam diri disana tanpa gangguan dari siapapun. "Mas Jak, ada Putri di luar." Itu suara Dina yang mengiterupsi sedihku. Aku mengusap air mata dengan membelakanginya. Aku ti
Orang tua mana yang tidak terkejut dengan pengakuan anaknya jika ia telah menikah. Padahal si anak tidak pernah mengatakan apapun perihal keputusan besarnya itu. Walau laki-laki memiliki kelonggoran untuk meminang gadis pujaannnya tanpa restu orang tua, tetap saja adat ketimuran yang kuanut lama tidak membenarkan tindakanku.Menghormati orang tua adalah sebuah keharusan, "Mantan istri? Maksudmu apa, Jak?"Aku menatap kedua mata tua Bapak yang benar-benar memancarkan keterkejutan yang luar biasa."Aku... udah nikah, Pak.""Nikah? Kapan?! Kok Bapak nggak dikasih tahu?"Dan disitulah awal mula aku menceritakan semua runutan kejadian dari awal hingga akhir perpisahanku dengan Minaki. Tidak lupa aku menghanturkan permohonana maaf pada Bapak karena menyembunyikan ini semua demi kebaikan keluarga. Bapak hanya bisa terdiam sembari mengusap wajahnya berulang kali sedang aku terus bercerita. Jelas beliau kecewa karena anak laki-laki satu-satunya justru menyembunyikan rahasia sebesar ini. "Ja
"Rin, kamu dimana?" Tanya manajerku melalui sambungan telfon."Aku sedang di luar bersama Minaki.""Jayka sudah kembali."Hening tidak ada jawaban apapun dari Rinto ketika manajer menyebut namaku. Aku curiga jika ia menggunakan kesempatan kepulanganku untuk mendapatkan Minaki. Aku tidak menduga jika ia berani bermain di belakangku padahal selama ini aku banyak membantunya agar tidak lagi menjadi buruh TKI lagi."Jayka mencarimu. Kami menunggumu di apartemen.""Ada masalah apa?" "Datang lah sendiri. Jayka ingin berbicara penting denganmu.""Apa ini soal pekerjaan? "Manajer menatapku yang memasang wajah tidak bersahabat. "Iya. Cepat lah datang.""Aku tidak bisa datang cepat karena karena sedang berbelanja."Lalu suara rengekan anak bayi terdengar di sambungan telfon dan itu membuatku reflek menegakkan badan dan meraih ponsel manajerku. Emosiku tersulut cepat tanpa diperintah."Dimana posisimu?! Biar aku yang datang menemui kalian. Katakan!"Bukannya mendapat jawaban, Rinto justru mem
"Kedua orang tuaku ingin bertemu kamu. Bertemu setelah aku menikahimu lagi."Minaki menatapku tidak percaya lalu pandangannya tertuju pada bayi mungil kami yang berada dalam dekapanku. "Sebulan berpisah dengan kalian berdua membuatku tahu kalau aku tidak bisa hidup tanpa kalian. Aku sangat rindu Mayka dan ... kamu."Minaki yang tengah duduk di atas kursi roda menunjuk dirinya sendiri."Aku? Aku bisa membuatmu rindu padaku, Jay?" Tanyanya meyakinkan pernyataanku. Aku mengangguk sembari menatap wajahnya yang merona tidak percaya. "Aku ingin kita bersama lagi, Minaki.""Tapi, bukankah kamu tidak suka hidup bersama perempuan tidak sempurna sepertiku? Bukankah kamu merindukan hidup bersama Harumi?"Aku menggeleng lalu satu tanganku yang bebas menggenggam tangannya erat. "Aku dan Harumi sudah berpisah sebelum anak kita lahir. Lalu setelah anak kita lahir aku pulang ke Indonesia, menceritakan semuanya pada orang tuaku. Kalau aku pernah menikah dan telah memiliki anak. Mereka juga ingin
POV MINAKI Satu Tahun Kemudian … Jayka benar-benar menunjukkan keseriusannya padaku selama satu tahun kami menjalani pernikahan kedua ini. Semua terasa indah dan melenakan karena sesungguuhnya hati ini masih lah miliknya meski sedalam apapun kesalahan yang Jayka perbuat. Sungguh cinta sebodoh ini. Hari-hari penuh cinta selalu Jayka tawarkan padaku. Perlakuannya di ranjang juga tidak kalah hebatnya hingga aku diam-diam selalu menginginkannya. Maklum, usia kami masih tergolong pasangan muda. Meski kakiku memiliki keterbatasan, namun aku tidak menjadikan itu sebagai penghalang untuk memuaskannya juga. Aku ingin kami sama-sama menikmati dan bahagia. Satu bulan kemudian setelah pernikahan kami, Jayka membawaku ke Spanyol untuk melakukan pengobatan. Ditemani Mayka, pengasuh, dan manajer Jayka. Kaki yang terkena polio membuatku tidak bisa berdiri dan itu menyebabkan tulang punggungku tertekan dan terasa nyeri. Akhirnya dokter melakukan beberapa tindakan dan aku diwajibkan menjalani ter
POV MINAKI "Aku tidak hamil, Jay," selaku cepat kemudian menunduk. Menatap kedua tanganku yang ia genggam erat. Kemudian Jayka menghela nafas panjang dan menggunakan tangan kanannya untuk menaikkan daguku. Lalu memberiku satu ciuman di bibir. Meski hanya sekilas namun cukup membuatku panas dingin. "Setelah dari Spanyol, kita akan berusaha memberi Mayka adik. Tidak ada protes." Lalu ia kembali mencium bibirku sedikit lebih lama hingga dering ponselnya meminta perhatian. Dengan kedua tangan, aku mendorong dada Jayka agar menyudahi ciuman ini lalu menerima panggilan itu. Panggilan yang berasal dari manajernya. "Halo? Ada apa?" "Semua sudah beres." Jayka tersenyum lalu jemari kirinya mengusap sudut bibirku. "Terima kasih, manajer." Kemudian Jayka menekan tombol merah pada layar ponselnya lalu menghubungi seseorang kembali. Kali ini siapa yang ia hubungi? "Halo, Michiya. Apa kabar?" "Baik, Jay." "Terima kasih sudah mau menerima panggilanku. Sekali lagi, aku minta maaf untuk
POV MINAKI Kepulangan Dina ke Indonesia membuatku kehilangan adik sekaligus sahabat terbaik. Meski kami masih saling bertukar kabar melalui pesan singkat, namun aku berharap esok hari dia mau ikut calon besanku kembali menuju Jepang untuk menghadiri upacara pernikahanku dengan Jayka. Masih di lokasi yang sama di Kuil Aoshima, rencana pernikahanku dengan Jayka agar digelar. Segala sesuatunya telah diurus oleh manajer Jayka dan dipastikan kuil tidak akan dibuka untuk umum selama pernikahan kami berlangsung. Tidak banyak yang kami undang mengingat banyaknya pro dan kontra yang terjadi di luar sana. Fans Jayka terutama, ada yang mendukung tapi tidak sedikit yang menghujat hubungan kami dengan melontarkan komentar negatif. Tapi Jayka selalu berkata 'jangan diambil pusing'. Agar tidak membuatku merasa tertekan dan tidak nyaman. Bahkan ia sengaja tidak mengatakan kapan upacara pernikahan kami akan digelar agar tidak ada paparazi yang menguntit. Cukup menyewa fotografer profesional dan me
POV MINAKISepeninggal Sagawa dari villa keluargaku di Ebino, aku mengajak Dina kembali ke Miyazaki. Aku menyarankan dia agar tidur di rumah kedua orang tuaku beberapa hari ke depan untuk membuat hatinya tenang.Dan betapa terkejutnya Jayka ketika melihat Dina telah berada di rumahku esok harinya, karena Jayka fikir Dina sedang menemani Sagawa di Ebino. Untuk masalah patah hati itu, aku sengaja menyembunyikannya dari Jayka. Biarlah Dina sendiri yang mengatakan pada kakaknya itu. Khawatir jika ada kata-kataku yang tidak sesuai dengan apa yang Dina rasakan. "Mas, pesanin aku tiket pulang ke Indonesia," ucap Dina pada Jayka.Wajah sendu dan tidak bersemangat menunjukkan betapa sedih suasana hatinya. Padahal tadi aku sudah mengatakan padanya agar tidak menunjukkan betapa hancur hatinya agar Jayka tidak bertanya-tanya. Jayka yang sedang menyuapi Mayka, akhirnya menoleh ke arah adiknya itu. "Kenapa? Tiga minggu lagi aku dan Minaki mau nikah, Din. Ibu Bapak juga bakal kesini. Kok kamu mal
POV MINAKI "Aku dan Sagawa ... kami sudah ... " "Sudah apa, Dina?" tanyaku semakin penasaran hingga tidak terasa aku meremas tangannya sangat erat. "Kami ... pernah seranjang bersama, Minaki San." *** Usai Dina mengakui hubungannya dengan Sagawa sudah sejauh itu, kepalaku teramat pusing sekali. Aku hanya khawatir Dina hamil dan keluarga Sagawa tidak mau mengakuinya. Berulang kali aku melihat jam di dinding dengan hati kesal karena Sagawa belum kembali juga padahal senja sudah tiada. Dan aku sudah menghabiskan dua cangkir kopi hitam sembari menunggunya. "Kamu kemana, Sagawa?!" geramku dengan jemari mengetuk-ngetuk sandaran tangan di kursi roda. Sengaja, aku menyuruh Dina istirahat agar dia tidak terlihat seperti mayat hidup. Aku paham sekali bagaimana terpukul dirinya menyadari jika mimpi indahnya bersama Sagawa telah usai. Dia harus bangun dan menyadari bahwa Sagawa haruslah kembali ke Tokyo seperti kemauan ibunya. Soal mahkotanya yang telah diambil Sagawa, bukankah mere
POV MINAKI Terpaan angin pantai itu membuat pakaian dan rambutku berkibar-kibar namun kedua mataku tidak lepas menatap Mayka dan Jayka yang sedang bermain pasir dan hewan-hewan kecil di pesisir pantai. "Aku meulis harapan, semoga tidak lagi hidup dengan Jayka." "Minaki!" seru Kak Yamada dengan suara tidak terima. Kedua matanya menatapku dengan sorot emosi lalu aku memberikan senyum terbaik. "Aku belum selesai berucap, Kak." "Ingat Mayka jika kamu menolak Jayka. Anakmu itu akan menjadi korban. Dia akan merasa kosong karena kehilangan sosok ayah dalam dirinya!" "Aku menulis harapan semoga tidak lagi hidup dengan Jayka, bila sekali lagi dia menyelingkuhiku." Kak Yamada menghela nafas panjang lalu berbalik menatap Jayka dan Mayka yang masih bersenang-senang disana. "Jayka sudah berjanji padaku bahkan dia sudah mengganti beberapa aset kekayaannya atas namamu. Demi meyakinkanku dan Papa untuk diberi izin kembali meminangmu." "Benarkah?" *** Pagi-pagi sekali aku teringat dengan ag
POV MINAKI "Jay, sudahlah. Temui saja pendetanya. Aku menunggu disini saja." Usai mengatakan itu, tanganku perlahan menurunkan tangan Jayka dari lipatan belakang lutut kakiku yang tadi sudah bersiap mengangkat tubuhku ke dalam gendongannya. Kedua mata tajam Jayka menyorotku dengan tatapan sedikit tidak suka namun aku memilih memalingkan wajah. Masalahnya, keseriusannya masih tidak terbaca oleh kata hatiku hingga rasanya perasaan ini masih saja meragu. "Aku mengajakmu ke Kuil Aoshima untuk mendengarkan dari pendeta sendiri kapan tanggal terbaik untuk kita menikah. Apa pesan yang akan pendeta katakan untuk pernikahan kedua kita nantinya, Minaki. Agar keraguan yang ada di hatimu juga hilang." Aku menggigit bibir dengan perasaan bingung tak karuan karena ucapan Jayka. "Sekarang, ayo kita masuk. Kamu mau 'kan?" Belum sempat aku menjawab, tiba-tiba saja ada suara bisik-bisik dan derap langkah kaki yang tidak biasa di belakangku. Begitu tatapan Jayka mengarah ke belakangku dengan se
POV MINAKI Terowongan berbentuk hati warna merah yang membentang indah dengan beragam gantungan kayu bertuliskan nama para nama pasangan yang ingin hubungannya diberkahi sepanjang pernikahan ketika akan menuju Kuil Aoshima seakan menambah kesan tak kira di dalam hati. Ketika Jayka mendorong kursi rodaku perlahan-lahan, aku segera memejamkan kedua mata lalu membayangkan wajahnya dan Mayka sembari memohon pada para dewa agar hubungan kami dilanggengkan. Kalaupun kami menemui rintangan dalam rumah tangga, semoga baik aku dan Jayka sama-sama diberi kekuatan untuk melewatinya. Juga, semoga tidak ada perselingkuhan diantara kami. Dan aku kuat menghadapi ujian apapun ke depannya setelah Jayka kembali mengambil sumpahnya menjadikanku satu-satunya istri. "Sudah," bisik Jayka ketika aku merasakan kursi rodaku berhenti didorong. Begitu membuka mata, benar saja jika aku sudah usai melewati terowongan berbentuk hati itu. Lalu Jayka kembali mendorong kursi rodaku menuju Chozuya, sebuah batu b
POV MINAKI Niat Jayka untuk menikahiku lagi mendapat beragam tanggapan dari para fans dan netizen. Ada yang memuji kerendahan hatinya karena mau meminang perempuan tidak sempurna sepertiku. Bahkan ada yang menganggap aku menggunakan ancaman untuk membuat Jayka bertekuk lutut. Hasilnya, aku sendiri yang merasa sakit hati karena membaca beragam komentar dan pemberitaan tentang kami. Dan jalan satu-satunya adalah tidak memegang ponsel sama sekali untuk sementara waktu. Kini, aku sudah bersiap dengan pakaian musim semi dan make up natural yang menghiasi wajah. Begitu juga dengan Mayka, sudah terlihat manis dengan pakaian barunya yang dibelikan Jayka hampir satu koper banyaknya. “Kenapa aku begitu cemas, Kak?” tanyaku pada Kak Yamada. “Wajar.” Rencananya hari ini, kami akan pergi ke Kuil Shinto yang ada di Aoshima. Itu adalah Kuil Shinto kuno di pulau kecil yang rimbun dengan patung Dewa Buddha yang indah. Aku masih belum tahu mengapa Jayka memilih kuil itu sebagai tempat pernikahan