Semilir angin memainkan rambut kecoklatan Melody. Gadis itu duduk santai di balkon kamarnya. Sejauh mata memandang nampak taman kesayangan mama yang segar bersih terawat, kolam ikan koi kesayangannya dan kolam renang tempat biasanya dia dan keluarga bersantai sekaligus berolah raga.
"Jadi apa yang pengin elo bicarakan sama gue?" tanya Ansya di telepon mereka sore ini.
"Sebelumnya gue minta maaf, Bad. Gue siap apapun yang bakal elo putusin ke gue setelah tahu semua tentang gue."
"Iya, Cinta. Gue siap dengerin apapun yang mau elo sampaikan. Gue simak dulu. Sekarang elo bicara dulu aja biar gue sempat memikirkannya."
Ini adalah acara bertelepon langsung mereka yang kedua dan kali ini Melody yang berinisiatif menelepon duluan meskipun berawal dengan rasa dag dig dug teleponnya bakal di terima atau enggak.
Ada rasa adem dan tenang mendengar suara Ansya yang begitu sabar dan pengertian padanya.
"Elo sekarang dimana? Gue ganggu nggak kalau ma
Melody duduk bersebelahan dengan Sisil yang setia menemani di aula gedung tempat di laksanakan presentasi final lomba karya ilmiah remaja. Total peserta ada 25 mahasiswa dan mahasiswi dari seluruh universitas di kota mereka. Dari total peserta, empat orang adalah perwakilan dari almamater Melody. Sungguh pencapaian yang luar biasa dan membuat bangga. Dari 25 peserta tersebut hanya akan di ambil enam orang pemenang yaitu juara 1 sampai dengan juara 3 dan juara harapan 1 sampai dengan juara harapan 3. Pemenang pertama otomatis akan mewakili universitas di kota mereka menuju persaingan nasional universitas se-Indonesia. “Nomor peserta sembilan, Melody Cinta Efenira Atma dari Universitas Saktya Jaya di persilahkan ke atas panggung.” Melody segera berdiri dari tempat duduk, menggenggam sejenak tangan sahabatnya yang mengangguk sambil tersenyum memberikan semangat. Menoleh sebentar ke arah dosen-dosen pendamping sekaligus ke teman-teman satu universitasnya. Senyuman dan ac
“Ayo dong, Ma, dandannya lama banget sih, ngalah-ngalahin gadis yang belum laku kawin,” celetuk Melody yang menunggui mama merias diri di kamarnya. Sudah ketiga kalinya gadis itu menengok ke kamar mama, dan akhirnya dia duduk di ranjang orang tuanya sengaja merecoki Meira yang belum selesai-selesai berdandan sejak tadi.“Aish, kamu nih, ya, sabar dikit dong ah. Ini lho wajah mama banyak kerutan, bikin nggak sempurna penampilan. Iya kalau kamu, pake make up gitu juga udah cantik banget, pasti nanti Alfa terpesona.”“Ngapain bawa-bawa nama Alfa sih, Ma. Emang dia bakal tahu secantik apa Melody malam ini?”“Ya pasti tahulah, kan nanti dia berangkat bareng kita.”“Hah, apa? Ogah ah, Ma, lagian dia nggak di undang tuh sama Sisil.”“Oh, ketahuan nih akhirnya, jangan-jangan Sisil nggak undang Alfa karena kamu, ya? Padahal semua teman sekelasnya katanya di undang, tapi kemarin
Melody mematut diri di depan cermin. Blouse pendek warna biru langit, celana jeans 7/8 warna putih, tas selempang kecil dan flat shoes putih menyempurnakan gaya santainya di minggu pagi ini. Seperti biasa, rambutnya yang tak terlalu panjang dia biarkan tergerai, kali ini sebuah jepit mungil dia sematkan di bagian samping antara rambut poninya, mempermanis tampilannya dan tampak semakin imut. Lipgloss tipis dia ulaskan di bibir pink alaminya, pun begitu dengan bedak tipis yang juga menyapu wajah cantiknya. Wajah putih dan bersih Melody sepertinya emang tak membutuhkan banyak polesan, apalagi karakter gadis itupun adalah type yang santai. Pesolek bukan, tapi di kata tomboi pun enggak. Simple, itulah keseharian Melody. Wajah oriental manadonya yang sedikit bergeser ke wajah gadis ala korea mungkin oleh-oleh dari ngidam Meira yang pada waktu hamil pengin banget pergi ke negeri gingseng yang penuh oppa-oppa cakep dan unnie-unnie cantik itu, namun tak kesampaian karena kondisi kesehatan p
Melody sedang bersenda gurau bersama Sisil dan beberapa teman sekelas mereka di koridor kelas karena jadwal kuliah hari ini batal di sebabkan dosen mereka sedang berhalangan hadir karena kecelakaan ketika menuju kampus untuk mengajar. “Nanti update kondisi Pak Krisna, ya, Dik. Kalau sudah boleh di kunjungi biar kita bisa segera jenguk,” saran Melody pada Dika ketua kelasnya. “Siap, Mel. Nanti gue cari info perkembangan kesehatan Pak Krisna, semoga beliau nggak terlalu parah lukanya.” “Aamiin … “ jawaban serentak Melody dan teman-temannya. “Ke kantin yuk, mumpung kita masih ngumpul di kampus bersama, sekali-kali ngantin bareng,” usul Chacha. “Kayak mau kemana aja, Lo,” ledek Sinta yang sebenarnya tiba-tiba merasa terharu. “Skripsi kita udah pada jalan gess … semoga semua lancar, nanti semester depan tiba-tiba udah ada yang lulus aja, jadi nggak bisa ngumpul kan kayak hari ini,” bela Chacha pada usulnya tadi. “Kok, elo bikin gue
Jam tujuh malam keluarga Melody sudah duduk manis di ruang makan keluarga Alfa. Tak hanya Alfa, nampak juga Boy, cowok tanggung kelas sepuluh yang merupakan adik dari Alfa ikut bergabung di antara mereka. Sejak tadi cowok yang sedang menginjak puber itu suka sekali curi-curi pandang memperhatikan wajah imut Melody.“Ma, beneran Kak Mel ini temen kuliahnya Kak Alfa?” tanya Boy dengan suara seraknya khas remaja baligh, bocah ini sepertinya berpembawaan lebih terbuka. Nela yang sebenarnya sedari tadi memperhatikan tingkah konyol putra keduanya itu tersenyum lebar.“Iya bener, tanya aja sama orangnya mumpung ada di sini.”“Malu mau nanya langsung. Sebenarnya pengin percaya, tapi kok susah percaya, ya?”“Kenapa emangnya? Kak Melody terlalu imut, ya?” goda Melody sambil tersenyum yang sepertinya menyukai sikap terbuka Si Boy.Boy nampak sedikit malu begitu ternyata Melody yang mengeluarkan suara menanggapi
Alfa mengajak Melody menikmati malam di balkon lantai dua rumah besar itu.Semilir angin memainkan rambut sebahu Melody. Kedua tangan gadis itu menumpu pada pagar kaca pembatas balkon yang setinggi dada. Pandangannya lurus menatap ke depan, sama sekali tak menghiraukan keberadaan Alfa di sebelahnya."Elo nggak ingin bertanya sesuatu ke gue?" tanya Alfa setelah sekian lama tak mendengar suara Melody."Gue nggak ada perlu bicara sama elo," jawab Melody ketus."Trus ngapain ikut kesini kalau nggak ada perlu sama gue?" tanya Alfa memancing pembiacaraan."Menghormati orang tua," jawab singkat Melody berusaha membuat Alfa merasa gagal tak berhasil mengajaknya bicara."Oh, kirain ada yang mau di bahas juga sama gue."Melody kembali diam. Dia berusaha keras menahan diri supaya tak banyak bicara karena sebenarnya banyak cacian, banyak pertanyaan yang ingin dia ungkapkan pada cowok itu."Elo nggak kangen sama gue?" tanya Alfa tiba-tiba y
Jam sudah menunjuk empat sore ketika Melody masuk ke kamar bernuansa putih ungu tempat istirahat ternyamannya. Kebiasaan baik gadis itu, setelah dari luar rumah dan selelah apapun dia tak akan langsung naik ranjang. Begitupun dengan sore ini, setelah meletakkan tas kuliah di tempatnya dia segera masuk ke kamar mandi. Menyegarkan tubuh dan fikirannya dengan air shower kemudian berganti pakaian rumahan, kaos lengan pendek bergambar minnie mouse di padu dengan celana pendek di atas lutut. Setelahnya barulah dia merebahkan tubuh penatnya di kasur empuk yang terasa begitu nyaman."Mbak Melody," panggil Bi Iyah dari luar pintu kamar.Melody yang baru saja memasuki dunia kaum rebahan kembali bangun dan berjalan ke arah pintu."Iya, Bi, ada apa?" tanya Melody melihat Bi Iyah yang berdiri di depan pintu dengan segelas jus mangga kesukaanya."Ini minumnya mbak, lumayan buat obat lelah," Bi Iyah menyodorkan segelas jus yang di pegangnya sambil tersenyum. Melody sege
"Oke semuanya, kuliah hari ini saya akhiri semoga hari kalian menyenangkan," salam Hesta mengakhiri perkuliahannya di kelas Melody.Melody sedang membereskan buku dan alat tulisnya ketika dia dengar suara Hesta di dekatnya. Dan ternyata dosen cantik itu memang sedang berdiri tak jauh di depan bangkunya."Mel, bisa ke ruang saya sebentar setelah ini?" tanya Hesta dengan nada lembut dan senyuman di bibir."Ada apa ya, Bu?" tanya Melody keheranan karena jarang banget dan bahkan tak pernah Hesta ataupun dirinya saling ada keperluan selain urusan perkuliahan. Dan seingatnya kuliahnya di kelas Hesta lancar dan aman-aman aja nggak ada masalah."Ada sedikit hal yang mau aku bicarakan sama kamu, saya tunggu, ya," perjelas Hesta kemudian berlalu pergi dari hadapan gadis yang masih berfikir tentang apa yang akan di bicarakan oleh Hesta.Sisil mendekati Melody yang bersiap berdiri."Perlu gue tungguin di dekat ruang dosen?" tanya Sisil bersiap diri. Gad
Entah berapa jam Melody tak sadarkan diri dia tak mengetahuinya. Ketika matanya terbuka dia hanya menyadari bahwa kini sedang tidak berada di kamarnya. Sebentar memutar bola matanya hanya ruang kamar serba putih yang di lihatnya. Bau obat menyeruak ke indera penciumannya dan tepat di pergelangan tangannya dia merasakan ada rasa menekan dengan sedikit nyeri. Sebentar segera dia coba menggerakkan tangan dan mengangkatnya. Yang di lihatnya pertama kali adalah selang bening kecil, dan ternyata yang membuat pergelangan tangannya terasa tertekan dan nyeri adalah jarum yang menancap di situ, secara reflek Melody mendongak ke atas melihat kantong infus berisi tinggal separuh yang tergantung di situ. Perlahan ingatan Melody kembali, tentang bagaimana pada akhirnya dia bisa berada di sini. Tak salah lagi, ini adalah rumah sakit. Dengan gerakan lemahnya spontan dia mengelus perut ratanya yang sedikit masih terasa nyeri. Matanya memanas, entah kenapa dia merasakan kehilangan bahkan pada
Sebulan berlalu dari semua kejadian dan kisah tentang Bimo. Cowok itu akhirnya harus merasakan indahnya tinggal di dalam penjara, kasusnya cepat di putuskan karena banyak saksi dan diapun cukup kooperatif tak banyak perlawanan ataupun sanggahan atas tindak kejahatannya. Tak hanya kasus melukai Melody dan Alfa, dia terjerat juga kasus penggunaan narkotika. Di luar itu, ternyata Bimo juga terjerat kasus penggelapan uang perusahaan. Karena begitu urusan pekerjaan yang biasanya di pegang oleh Bimo di alih tangankan kepada orang lain nampak banyak kejanggalan pada laporan aliran keuangan. Terutama keuangan perusahaan Pak Edward yang masuk ke perusahaan Fendy Atma. Setelah di telusur lagi oleh tim forensik kepolisian, di temukan Bimo tak main sendiri, dia di bantu oleh Alisa, perempuan berstatus kekasih tersembunyi Bimo yang bekerja di bagian keuangan perusahaan Fendy Atma. Melody hanya menatap sedih gadis bernama Alisa yang sampai bersujud memohon ampun atas kesalahannya. Namun u
Melody telungkup di sisi ranjang tempat tubuh Alfa tak sadarkan diri. Sebentar pun dia tak mau meninggalkan lelaki yang sama sekali belum membuka mata semenjak kemarin di bawa ke rumah sakit, masuk ruang operasi sampai dengan di pindahkan ke ruang observasi khusus dengan campur tangan kekuasaan uang atas keinginan keluarga. Mimpi buruk seolah mengejar Melody setiap kali matanya terpejam, hingga menjadikannya bertahan berusaha membuka mata. Tangannya menggenggam erat tangan Alfa, doa tak henti dia panjatkan berharap tiba-tiba tangan itu bergerak balik menggenggam erat tangannya. Hampir dua puluh empat jam belum ada tanda-tanda bahwa Alfa akan tersadar, semua peralatan medis lengkap yang di butuhkan berada di kamar yang cukup luas ini.Meira, Nela, Fendy, Rudi, Boy, Rheiga, Sisil dan Kevin berjaga di luar. Bergantian mereka keluar masuk ruang berusaha membujuk Melody supaya bersedia untuk istirahat sejenak meredakan lelah dan setresnya. Tak henti meyakinkan gadis itu bahwa Alfa
Melody masih mengikuti langkah Bimo yang memperlakukan dirinya sebagai tawanan. Dirinya benar-benar tak habis fikir bagaimana seorang Bimo nekat melakukan kejahatan seperti ini di kondisi sekarang. Sama sekali tidak mempertimbangkan keadaan yang bisa saja tidak berpihak padanya. "Mas Bimo, sadarlah, tindakan Mas Bimo ini tidak benar, berbahaya," Melody masih berusaha bersikap baik menyadarkan cowok ini. Di apa-apain juga, selama bekerjasama dengannya dia selalu menampakkan sikap baik di depannya. Urusan sikap dia itu asli atau palsu, buat Melody saat ini tak jadi soal. Dia hanya ingin selamat dan tidak terjadi apa-apa dengan dirinya dan Bimo, apalagi dengan tindakan-tindakan kekerasan. "Selama ini aku sudah berusaha bersikap benar tapi hal itu tak pernah nampak di mata dan hati kamu, Mel. Hari ini, nggak ada salahnya kan aku sekali berbuat tidak benar tapi pada akhirnya bisa memiliki hidup bersama kamu. Setelah ini kita akan menikmati indahnya surga dunia bersama, Me
Meeting di hari kedua lebih seru dari hari kemarin. Lebih banyak hal dan permasalahan di masing-masing grup yang di bahas pada hari ini selain dari perwakilan masing-masing grup yang harus menyampaikan laporan pertanggungjawaban kuartal satu. Dan tepat mulai jam tiga sore, beberapa kolega yang merupakan tamu undangan mulai di ikutkan masuk ke forum. Termasuk Pak Edward dan sesuai prediksi Alfa, Bimo nampak hadir juga saat ini. Semenjak seseorang yang sedang Alfa waspadai itu masuk ruang, tak hentinya mata cowok itu menatap tajam ke arah Bimo tanpa sungkan-sungkan lagi tak memikirkan apakah cowok itu akan merasa atau tidak jika ternyata sedang di lihatnya. Alfa sengaja memperhatikan setiap gerak gerik Bimo yang sering mencuri pandang ke arah Melody padahal saat ini gadisnya itu banyak diam karena di sesi ngobrol bersama kolega ini para peserta meeting lebih banyak berbincang dengan Pak Fendy selaku Presdir Fendy Atma Group. Setelah penuh dengan diskusi seru antara pes
Melody sedang berada di ruang kerja Fendy bersama Dista. Mereka membahas rencana meeting direksi kuartal pertama tahun ini yang biasanya di adakan dengan menginap di sebuah cottage atau hotel sekaligus untuk refreshing karyawan di sepertiga tahun pertama. Yang bertujuan untuk menjaga semangat kerja para pejabat perusahaan supaya tetap fresh dalam memimpin dan mempertahankan kinerja terbaik di masing-masing bagiannya. “Jadi gimana, Dis, budgetnya apakah sudah fixed semua?” tanya Fendy pada Dista. “Sudah, Pak. Tadi sudah saya serahkan kepada Alisa supaya di aturkan booking ball room beserta kamar-kamarnya,” jelas Dista. “Berapa total pesertanya nanti?” tanya Fendy selanjutnya. “Total 7 orang direktur di tambah 16 orang manager, Pak,” jawab Dista sambil melihat catatan anggaran budgetnya. “Baik, nanti hitungkan sekalian seperti biasa buat kita, kamu ajak putri dan suami kamu juga, kan? Kasian di tinggal sibuk terus sama kamu,” ujar Fendy sambil t
Begitu Melody menyusul Boy ke lantai dua, Rheiga segera berjalan ke arah kamar tamu yang terletak tak jauh dari ruang keluarga. Di sofa ruang keluarga tempat biasanya di pakai untuk nonton tivi bersama, nampak Alfa dan Hesta yang sedang duduk berdua. Rheiga menahan langkahnya dan berlindung di balik almari hias tempat pajangan pernak pernik koleksi Nela. Dari tempat itu terdengar jelas pembicaraan Hesta dan Alfa.“Al, kamu sungguh bisa maafin kesalahanku, kan?” rayu Hesta tak ubahnya gadis SMA yang mau di putuskan oleh pacarnya. Entah hilang kemana urat malu perempuan itu yang pada hari ini masih nekat untuk menemui lelaki yang kemarin jelas-jelas menolaknya.Alfa diam sambil menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi.“Al, aku mohon, aku tahu kamu marah sama aku, tapi aku tahu hatimu tak sejahat itu ke aku. Apapun yang kamu katakan ke aku di rumahku kemarin bagiku tak lebih dari emosi kamu saja,” lanjut Hesta dengan nada penuh hiba. Menu
Minggu pagi yang cerah. Rheiga dan Alfa sedang duduk santai di pinggir lapangan basket komplek perumahan Alfa. Pagi-pagi tadi Rheiga menyusulnya, mereka menghabiskan waktu bersama dengan jogging menikmati kebersamaan pertemanan mumpung Rheiga sedang tak ada job. Sesuatu hal langka yang terjadi pada Rheiga dan Alfa di hari minggu. Aktifitas pagi mereka awali dengan jogging dan berakhir di sport center komplek perumahan. Ikut tanding basket sebentar bersama klub lokal komplek yang kebetulan sedang menggelar latihan bersama. Sambil beristirahat mereka membahas beberapa hal dan terutama tentang kejadian yang masih hangat kemarin. Tentang Hesta dan Melody. "Jadi elo jalanin rencana sesuai obrolan kita kapan hari?" tanya Rheiga pada Alfa. "Iya, dan sepertinya dugaanku tak meleset jauh, Bimo nampak begitu gencar dan lebih antusias mendekati Melody. Gue hanya perlu menangkap basahnya saja sebagai bukti." "Yang penting elo dan Melody harus tetap hati-hati, kar
Semenjak insiden Alfa dan Hesta pada hari itu, sepertinya Bimo benar-benar merasa peluang untuk mendekati Melody lebih terbuka lagi. Seperti yang dia lihat untuk waktu saat ini, jika dulu hubungan Alfa dan Melody nampak begitu baik dengan hal nyata bahwa Alfa tak segan menunjukkan perhatiannya untuk Melody di depan publik, yang terjadi sekarang adalah kebalikannya. Mereka berdua nampak saling diam. Melody memasang sikap cueknya, nampak begitu acuh dengan Alfa. Pun begitu dengan Alfa, yang ikut mendiamkan Melody dengan tak banyak mengajaknya bicara. Hanya satu dua kata saja mereka nampak bertukar suara, dan itupun tentang kerja. Tak banyak yang tahu rencana mereka berdua, hanya Dista satu-satunya yang mengerti semua cerita tentang Melody. Itupun Melody sampaikan di luar jam kerja, ketika mereka memutuskan pulang kerja bersama dan shoping bersama. Jika saja Dista tak melihat kejadian di ruang Melody pagi harinya, mungkin dia pun termasuk dalam orang-orang yang tidak akan Melod