Alfata Langit Angkasa.
Lelaki dua puluh satu tahun yang memiliki garis keturunan Jawa-Manado.
Berpostur tubuh ideal dengan tinggi kurang lebih 180cm dan berat badan 67 kg. Kulitnya putih segar dengan garis-garis macho yang membuatnya tampak begitu menarik perhatian. Hobi olahraganya berhasil membentuk body sixpack bak roti sobek di perut seksinya (jika saja ada yang berhasil melihat itu). Bisa benar-benar di buktikan ketika dia memakai kostum basket dan sedang bermain dengan anggota klub lokal di sport center komplek perumahannya meski itu hanya bisa terjadi satu minggu sekali, lebih tepatnya di hari sabtu sore. Untuk melihat kesempurnaan fisiknya di hari dan jam biasa jangan harap, karena cowok itu lebih menyukai memakai kaos santai yang menyembunyikan postur tubuh seksinya. Alfa bukan type yang suka tebar pesona atau pamer body menawannya untuk menarik perhatian lawan jenis. Dia lebih suka tampil simple tanpa menonjolkan kelebihan apapun tentang dirinya.
Ke
Yang penasaran dengan sosok Alfa dan sudut pandangnya, udah kesampaian tahu, kan? Yuk, lanjut terus ngikutin tingkah menyebalkannya, yaš
Dua minggu kemudian dari segala cerita tentang Melody, Alfa dan Hesta yang sudah terjadi. ... "Kemana sih, Mel?" tanya Sisil penuh keheranan ketika Melody menarik tangannya secara paksa dan mengajaknya berlari tergesa padahal kuliah mereka baru berakhir dua menit yang lalu. "Ke gedung A, Es Batu lagi sidang skripsi hari ini di sana," jawab Melody sambil berjalan cepat tanpa melepaskan tangan Sisil yang masih erat di genggamnya. "Eh, pantesan beberapa waktu terakhir ini dia nggak pernah muncul di kelas kita, kok elo nggak pernah cerita, sih," ujar Sisil baru nyadar dengan nafas sudah ngos-ngosan berkat olah raga dadakan yang di adakan Melody. "Males bahas soal dia," jawab Melody singkat. Kekecewaan Melody yang belum hilang sepenuhnya setelah melihat apa yang terjadi antara cowok itu dan Hesta di ruang dosen masih tersimpan rapat di ingatan Melody. Gadis itu galau dengan perasaan yang ada di hatinya, dia nggak bisa mengartikan apa
Alfa segera melajukan mobilnya keluar dari area parkir kampus. Senyum tipis terukir di bibir merah mudanya. Sesekali ekor matanya melirik gadis yang duduk di jok sebelah. Dia lihat gadis di sampingnya itu sesekali melihat layar chat di handphone dalam genggamannya. Layar chat yang Alfa hafal betul tampilan foto profilnya meskipun nampak kecil. Foto profil mobil ferrari biru yang dia comot dari google pada waktu itu.“Kekasih dunia mayamu nggak akan menghubungimu, sayang, karena dia ada nyata di sampingmu sekarang ini,” batin Alfa dengan kilasan senyum smirk. Sejenak kemudian rahangnya nampak mengeras, namun sedetik pula dia kembali tersenyum tipis tanpa Melody menyadarinya.Aneh memang, setiap kali membayangkan hubungan manisnya selama ini dengan Melody dalam karakter Ansya, maka ada sesuatu yang menggumpal menyesakkan di hati Alfa. Bagaimana bisa Melody begitu perhatian dan menyayangi bahkan seseorang yang belum pernah dia temui sebelumnya. Sedangkan denga
"Elo hari ini yakin bakal selamat dari si janda lampir, Mel?" tanya Sisil kasak kusuk di ruang kelas mereka pagi ini. Tadi ketika berangkat kuliah dia sudah mendengar cerita lengkap mengenai keseruan first dating Alfa dan Melody. Termasuk sesi di restoran masakan padang yang melibatkan peran empat orang dosen. Wajar banget pertanyaan itu terluncur karena kelas pertama pagi ini adalah kuliah Hesta."Kalau gue dalam bahaya, elo yang paling pertama wajib nyelametin gue, karena elo yang tahu masalah gue," jawab Melody sambil tertawa."Gue berasa jadi anggota Tim Sar, harus ikut waspada dong," kedumel Sisil yang membuahkan senyum di bibir Melody. Tanpa di mintapun gadis itu tahu kalau sahabatnya ini akan selalu waspada untuknya.Isi kelas sudah lengkap ketika dosen cantik ber-make up lengkap itu menyembulkan sosoknya di ambang pintu. Wajahnya datar tak secerah seperti biasanya. Melody dan Sisil yang paling tahu alasan pastinya kenapa wajah cantik yang biasan
"Hei, sekali-kali kita jalan bareng yang santai dan sehat yuk?" ajak Dika pada teman sekelasnya. "Menurut elo, jalan santai yang sehat itu yang gimana bro?" tanya seorang cowok teman sekelas yang lain. "Jalan-jalan pagi hari? Di sini kota metropolitan, bro, meski pagi sama aja banyak tak sehatnya, udah polusi di mana-mana," perjelas yang lain. "Lagian gue kagak mungkin bisa bangun subuh-subuh," tolak yang lainnya. "Tenang-tenang, maksud gue nggak seperti itu para bro and sis," Dika kembali bersuara meredam suara yang mulai gaduh. Melody hanya duduk diam menyimak percakapan teman-temannya. "Gini ... gini ... ini masih jam tiga sore kan, kuliah kita dan urusan di kampus udah pada selesai, gimana kalo kita jalan ke taman dekat kampus kita ini. Itu yang di ujung sono," jelas Dika menunjukkan lokasi yang dia maksud. "Oh, di situ toh? Boleh sih, taman di situ cukup enak buat bersantai, ada pusat kuliner kaki lima, ada lapangan basketny
Bab 25 Galau“Mel, elo baik-baik aja, kan?” tanya Sisil pada Melody yang duduk diam di sampingnya dalam perjalanan pulang dari taman kota sore ini. Kemudi sengaja gadis itu yang pegang, tak akan rela dia menumpukan nasib hidupnya di tangan sahabatnya jika gadis itu nampak galau.“Kok gue pengin nangis ya, Sil?” tanya Melody dengan penuh kejujuran.“Ya udah nangis aja, stok tissue elo masih banyak, kan?” ucap Sisil dengan kalimat asal bicara.“Masih, kok. Tadi pagi barusan ambil stok tissue baru,” Melody masih sempat memberi jawaban lagi sebelum akhirnya tangis sesenggukannya pecah juga. Sekian menit menumpahkan air mata hingga ingus nempel di beberapa tissue kering yang bernasib nahas jadi hancur basah kuyup, hingga akhirnya gadis itu kembali tenang namun dengan efek suara sengau yang dia derita karena hidungnya sempat buntu sesaat ketika menangis barusan.“Udah lega abis nangis?&r
Beberapa bulan berlalu. Hubungan Alfa dan Melody belum ada kemajuan yang berarti. Alfa sibuk dengan mengelola usaha, dan tiap kali ketemu dengan Melody tetap saja kisah Tom and Jerry menjadi inspirasi mereka. Sedangkan hubungan Melody dan Ansya tetap manis seperti biasanya meski mereka sama sekali belum pernah bertatap muka walaupun sekedar video call saja. Ansya masih terlalu canggih untuk menyembunyikan identitas aslinya sedangkan Melody terlalu santai dengan hubungan manisnya dengan Ansya. Jujur, belum ada mimpi pasti untuk masa depannya yang dia rangkai saat ini bersama Ansya.Pagi ini, di depan cermin besar di kamarnya Melody mematut diri. Kemeja kerja resmi selayaknya orang bekerja menutup tubuh proporsionalnya. Warna dusty pink yang lembut berpadu dengan kulit putihnya membuat gadis itu begitu cantik. Sebuah rok span mini yang masih cukup sopan berwarna dark grey menjadi padu padan bajunya. Postur tubuh yang bagus dan warna kulit putih bersih yang di miliki oleh Melody
Alfa termenung di ruang kerjanya. Jika bisa protes, dokumen yang sudah terbuka di mejanya sekian lama dan tak tersentuh oleh tangannya akan berteriak histeris memprotesnya karena terabaikan semenjak tadi. Raga cowok itu emang berada di ruang kerjanya, tapi jiwanya sedang duduk termenung di sebuah ruang cukup luas yang masih satu gedung dengannya, bahkan di lantai yang sama. Satu ruang bercat putih dengan pernak-pernik ungu yang begitu cocok dengan penghuninya yang girly abis. Jiwanya sedang duduk memandangi seorang gadis yang tengah serius melakukan pekerjaannya, gadis yang semakin mengisi relung hatinya tapi sekaligus membuatnya semakin egois. Masih teringat jelas kejadian malam itu di rumah Melody, teringat tatapan terluka yang tertuju padanya setelah kejadian di taman kota bersama Hesta. Yang tak di klarifikasinya dengan jelas karena berharap gadis itu akan datang kepadanya meminta penjelasan. Namun, jangankan datang kepadanya, justru hubungan keduanya semakin dingin dan menjauh.
Melody tengah termenung di balkon kamarnya. Otaknya sedang sibuk berfikir tentang hidupnya 2-3 bulan terakhir. Ada susah, ada senang. Dia mulai sibuk dengan beragam masalah di perusahaan, setidaknya dia merasa senang karena akhirnya bisa membantu papa. Namun di balik itu, ada susahnya juga. Dalam waktu seminggu, beberapa hari dia harus satu kantor dengan Alfa. Ada saja tingkah menyebalkan cowok itu yang menjungkir balikkan hati dan perasaannya. Kadang-kadang bersikap sangat manis, kadang-kadang sangat menjengkelkan. Apalagi jika berurusan dengan perempuan-perempuan yang entah kenapa selalu melihat penuh minat kepada cowok itu. Si cowok yang mendapat perhatian tetap aja bersikap dingin dan cuek, tapi sikap para perempuan itu bikin jengah seorang Melody yang melihatnya. Kenapa mereka harus cari-cari perhatian, sok kegenitan dan kenapa pula Alfa adem ayem aja membiarkan sikap mereka. Inginnya Melody, cowok itu dengan tegas menolak atau menegur sikap mereka jika emang keterlaluan, bukan
Entah berapa jam Melody tak sadarkan diri dia tak mengetahuinya. Ketika matanya terbuka dia hanya menyadari bahwa kini sedang tidak berada di kamarnya. Sebentar memutar bola matanya hanya ruang kamar serba putih yang di lihatnya. Bau obat menyeruak ke indera penciumannya dan tepat di pergelangan tangannya dia merasakan ada rasa menekan dengan sedikit nyeri. Sebentar segera dia coba menggerakkan tangan dan mengangkatnya. Yang di lihatnya pertama kali adalah selang bening kecil, dan ternyata yang membuat pergelangan tangannya terasa tertekan dan nyeri adalah jarum yang menancap di situ, secara reflek Melody mendongak ke atas melihat kantong infus berisi tinggal separuh yang tergantung di situ. Perlahan ingatan Melody kembali, tentang bagaimana pada akhirnya dia bisa berada di sini. Tak salah lagi, ini adalah rumah sakit. Dengan gerakan lemahnya spontan dia mengelus perut ratanya yang sedikit masih terasa nyeri. Matanya memanas, entah kenapa dia merasakan kehilangan bahkan pada
Sebulan berlalu dari semua kejadian dan kisah tentang Bimo. Cowok itu akhirnya harus merasakan indahnya tinggal di dalam penjara, kasusnya cepat di putuskan karena banyak saksi dan diapun cukup kooperatif tak banyak perlawanan ataupun sanggahan atas tindak kejahatannya. Tak hanya kasus melukai Melody dan Alfa, dia terjerat juga kasus penggunaan narkotika. Di luar itu, ternyata Bimo juga terjerat kasus penggelapan uang perusahaan. Karena begitu urusan pekerjaan yang biasanya di pegang oleh Bimo di alih tangankan kepada orang lain nampak banyak kejanggalan pada laporan aliran keuangan. Terutama keuangan perusahaan Pak Edward yang masuk ke perusahaan Fendy Atma. Setelah di telusur lagi oleh tim forensik kepolisian, di temukan Bimo tak main sendiri, dia di bantu oleh Alisa, perempuan berstatus kekasih tersembunyi Bimo yang bekerja di bagian keuangan perusahaan Fendy Atma. Melody hanya menatap sedih gadis bernama Alisa yang sampai bersujud memohon ampun atas kesalahannya. Namun u
Melody telungkup di sisi ranjang tempat tubuh Alfa tak sadarkan diri. Sebentar pun dia tak mau meninggalkan lelaki yang sama sekali belum membuka mata semenjak kemarin di bawa ke rumah sakit, masuk ruang operasi sampai dengan di pindahkan ke ruang observasi khusus dengan campur tangan kekuasaan uang atas keinginan keluarga. Mimpi buruk seolah mengejar Melody setiap kali matanya terpejam, hingga menjadikannya bertahan berusaha membuka mata. Tangannya menggenggam erat tangan Alfa, doa tak henti dia panjatkan berharap tiba-tiba tangan itu bergerak balik menggenggam erat tangannya. Hampir dua puluh empat jam belum ada tanda-tanda bahwa Alfa akan tersadar, semua peralatan medis lengkap yang di butuhkan berada di kamar yang cukup luas ini.Meira, Nela, Fendy, Rudi, Boy, Rheiga, Sisil dan Kevin berjaga di luar. Bergantian mereka keluar masuk ruang berusaha membujuk Melody supaya bersedia untuk istirahat sejenak meredakan lelah dan setresnya. Tak henti meyakinkan gadis itu bahwa Alfa
Melody masih mengikuti langkah Bimo yang memperlakukan dirinya sebagai tawanan. Dirinya benar-benar tak habis fikir bagaimana seorang Bimo nekat melakukan kejahatan seperti ini di kondisi sekarang. Sama sekali tidak mempertimbangkan keadaan yang bisa saja tidak berpihak padanya. "Mas Bimo, sadarlah, tindakan Mas Bimo ini tidak benar, berbahaya," Melody masih berusaha bersikap baik menyadarkan cowok ini. Di apa-apain juga, selama bekerjasama dengannya dia selalu menampakkan sikap baik di depannya. Urusan sikap dia itu asli atau palsu, buat Melody saat ini tak jadi soal. Dia hanya ingin selamat dan tidak terjadi apa-apa dengan dirinya dan Bimo, apalagi dengan tindakan-tindakan kekerasan. "Selama ini aku sudah berusaha bersikap benar tapi hal itu tak pernah nampak di mata dan hati kamu, Mel. Hari ini, nggak ada salahnya kan aku sekali berbuat tidak benar tapi pada akhirnya bisa memiliki hidup bersama kamu. Setelah ini kita akan menikmati indahnya surga dunia bersama, Me
Meeting di hari kedua lebih seru dari hari kemarin. Lebih banyak hal dan permasalahan di masing-masing grup yang di bahas pada hari ini selain dari perwakilan masing-masing grup yang harus menyampaikan laporan pertanggungjawaban kuartal satu. Dan tepat mulai jam tiga sore, beberapa kolega yang merupakan tamu undangan mulai di ikutkan masuk ke forum. Termasuk Pak Edward dan sesuai prediksi Alfa, Bimo nampak hadir juga saat ini. Semenjak seseorang yang sedang Alfa waspadai itu masuk ruang, tak hentinya mata cowok itu menatap tajam ke arah Bimo tanpa sungkan-sungkan lagi tak memikirkan apakah cowok itu akan merasa atau tidak jika ternyata sedang di lihatnya. Alfa sengaja memperhatikan setiap gerak gerik Bimo yang sering mencuri pandang ke arah Melody padahal saat ini gadisnya itu banyak diam karena di sesi ngobrol bersama kolega ini para peserta meeting lebih banyak berbincang dengan Pak Fendy selaku Presdir Fendy Atma Group. Setelah penuh dengan diskusi seru antara pes
Melody sedang berada di ruang kerja Fendy bersama Dista. Mereka membahas rencana meeting direksi kuartal pertama tahun ini yang biasanya di adakan dengan menginap di sebuah cottage atau hotel sekaligus untuk refreshing karyawan di sepertiga tahun pertama. Yang bertujuan untuk menjaga semangat kerja para pejabat perusahaan supaya tetap fresh dalam memimpin dan mempertahankan kinerja terbaik di masing-masing bagiannya. āJadi gimana, Dis, budgetnya apakah sudah fixed semua?ā tanya Fendy pada Dista. āSudah, Pak. Tadi sudah saya serahkan kepada Alisa supaya di aturkan booking ball room beserta kamar-kamarnya,ā jelas Dista. āBerapa total pesertanya nanti?ā tanya Fendy selanjutnya. āTotal 7 orang direktur di tambah 16 orang manager, Pak,ā jawab Dista sambil melihat catatan anggaran budgetnya. āBaik, nanti hitungkan sekalian seperti biasa buat kita, kamu ajak putri dan suami kamu juga, kan? Kasian di tinggal sibuk terus sama kamu,ā ujar Fendy sambil t
Begitu Melody menyusul Boy ke lantai dua, Rheiga segera berjalan ke arah kamar tamu yang terletak tak jauh dari ruang keluarga. Di sofa ruang keluarga tempat biasanya di pakai untuk nonton tivi bersama, nampak Alfa dan Hesta yang sedang duduk berdua. Rheiga menahan langkahnya dan berlindung di balik almari hias tempat pajangan pernak pernik koleksi Nela. Dari tempat itu terdengar jelas pembicaraan Hesta dan Alfa.“Al, kamu sungguh bisa maafin kesalahanku, kan?” rayu Hesta tak ubahnya gadis SMA yang mau di putuskan oleh pacarnya. Entah hilang kemana urat malu perempuan itu yang pada hari ini masih nekat untuk menemui lelaki yang kemarin jelas-jelas menolaknya.Alfa diam sambil menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi.“Al, aku mohon, aku tahu kamu marah sama aku, tapi aku tahu hatimu tak sejahat itu ke aku. Apapun yang kamu katakan ke aku di rumahku kemarin bagiku tak lebih dari emosi kamu saja,” lanjut Hesta dengan nada penuh hiba. Menu
Minggu pagi yang cerah. Rheiga dan Alfa sedang duduk santai di pinggir lapangan basket komplek perumahan Alfa. Pagi-pagi tadi Rheiga menyusulnya, mereka menghabiskan waktu bersama dengan jogging menikmati kebersamaan pertemanan mumpung Rheiga sedang tak ada job. Sesuatu hal langka yang terjadi pada Rheiga dan Alfa di hari minggu. Aktifitas pagi mereka awali dengan jogging dan berakhir di sport center komplek perumahan. Ikut tanding basket sebentar bersama klub lokal komplek yang kebetulan sedang menggelar latihan bersama. Sambil beristirahat mereka membahas beberapa hal dan terutama tentang kejadian yang masih hangat kemarin. Tentang Hesta dan Melody. "Jadi elo jalanin rencana sesuai obrolan kita kapan hari?" tanya Rheiga pada Alfa. "Iya, dan sepertinya dugaanku tak meleset jauh, Bimo nampak begitu gencar dan lebih antusias mendekati Melody. Gue hanya perlu menangkap basahnya saja sebagai bukti." "Yang penting elo dan Melody harus tetap hati-hati, kar
Semenjak insiden Alfa dan Hesta pada hari itu, sepertinya Bimo benar-benar merasa peluang untuk mendekati Melody lebih terbuka lagi. Seperti yang dia lihat untuk waktu saat ini, jika dulu hubungan Alfa dan Melody nampak begitu baik dengan hal nyata bahwa Alfa tak segan menunjukkan perhatiannya untuk Melody di depan publik, yang terjadi sekarang adalah kebalikannya. Mereka berdua nampak saling diam. Melody memasang sikap cueknya, nampak begitu acuh dengan Alfa. Pun begitu dengan Alfa, yang ikut mendiamkan Melody dengan tak banyak mengajaknya bicara. Hanya satu dua kata saja mereka nampak bertukar suara, dan itupun tentang kerja. Tak banyak yang tahu rencana mereka berdua, hanya Dista satu-satunya yang mengerti semua cerita tentang Melody. Itupun Melody sampaikan di luar jam kerja, ketika mereka memutuskan pulang kerja bersama dan shoping bersama. Jika saja Dista tak melihat kejadian di ruang Melody pagi harinya, mungkin dia pun termasuk dalam orang-orang yang tidak akan Melod