Accueil / Fantasi / Legenda Sang Genius Immortal / 09. Zaman Kultivasi Kuno

Share

09. Zaman Kultivasi Kuno

Auteur: Bebby
last update Dernière mise à jour: 2025-04-14 04:45:26

Suara desir angin bergaung samar di telinganya. Perlahan, kesadaran Shin Tian mulai merangkak kembali dari kegelapan. Ia menggeliat pelan, tubuhnya terasa seperti dihantam batu besar—berat, nyeri, dan tak sepenuhnya berada di bawah kendalinya.

“Ugh… aku… ada di mana?” gumamnya pelan. Suaranya terdengar parau, seperti bisikan dari balik kabut tebal. Ia memejamkan mata sejenak sebelum mencoba membukanya.

Kelopak matanya terbuka perlahan, dan cahaya temaram yang hangat menembus pandangan yang masih buram. Pandangan itu menari-nari, bergetar, sebelum akhirnya mulai menetap. Aroma khas kayu tua, bercampur debu dan sedikit jejak dupa, langsung menyeruak masuk ke dalam hidungnya, menampar kesadarannya.

Ia tersentak.

Tempat ini jelas bukan halaman belakang kediaman Keluarga Shin yang ia kenal sejak kecil. Ruangan itu sempit, dikelilingi oleh dinding batu yang dihiasi relief-relief tua—ukiran yang tampak hidup dalam keremangan cahaya. Ukiran naga yang menggulung, simbol-simbol kuno yang asing tapi entah kenapa… terasa familier.

“Ha… haha… aku berhasil…” bisiknya, lalu suara itu berubah menjadi tawa lirih yang menggigil. "Aku benar-benar berhasil!"

Mata Shin Tian membulat, mengusir sisa kantuk dari kesadarannya. Ia mendekati salah satu dinding, jemarinya menyusuri relief dengan hati-hati. Permukaan batu dingin menyentuh kulitnya, dan ukiran itu… ia tahu ukiran itu. Ia pernah melihat pola-pola seperti ini di dalam kitab kuno warisan keluarganya—kitab yang berbicara tentang zaman yang hanya dianggap legenda.

“Ini… ini pola dari era Kultivasi Kuno…” ucapnya pelan, hampir seperti takut kata-katanya sendiri akan membuyarkan kenyataan.

Pikirannya berputar cepat, seperti pusaran air yang menyeretnya makin dalam. Jantungnya mulai berdebar tak karuan.

“Tidak mungkin… ini tak mungkin…” bisiknya, setengah gemetar. “Apakah aku benar-benar… berada di Zaman Kultivasi Kuno?”

Sekujur tubuhnya seperti dialiri energi dingin. Napasnya memburu, dan keringat dingin mulai merembes di pelipisnya. Ia menoleh ke kanan dan kiri, seperti berharap seseorang akan muncul dan menjelaskan semuanya.

Sensasi kebahagiaan menjalar di seluruh tubuhnya. Ia berhasil membuktikan kalau teknologi juga bisa melintasi waktu, bukan hanya kultivasi saja.

“Mesin waktu…” gumamnya seraya meraba-raba lantai sekitar dipan tempat ia berbaring. Jemarinya menyusuri tiap sisi, mengangkat lipatan kain, menyentuh lantai batu yang kasar dan dingin—namun tak ada apa pun. Tidak ada benda logam, tidak ada panel kendali, tidak ada cahaya biru menyala seperti sebelumnya.

“Tidak… tidak, ini tidak boleh terjadi! Di mana mesin waktuku?! Kenapa aku bisa sampai di sini tanpa itu?!”

Detak jantungnya menggema di telinga, seperti genderang perang yang ditabuh tanpa henti. Panik mulai menggerogoti pikirannya, tapi ia memaksakan dirinya untuk tetap tenang.

Ia tidak akan bisa kembali tanpa mesin waktunya.

Seseorang pasti membawaku ke sini. Aku tidak mungkin berpindah waktu dan terbangun begitu saja di atas dipan ini tanpa bantuan siapa pun.

Matanya menajam, dan dengan langkah yang masih goyah, ia berdiri. Kakinya terasa berat, namun langkahnya mantap saat ia bergerak menuju pintu kayu tua di sudut ruangan. Ia mendorongnya perlahan.

Kriiieeek.

Pintu itu berderit nyaring, seakan protes karena dibuka setelah ratusan tahun tertutup. Cahaya lentera redup di dinding koridor menyambutnya, memantulkan siluet tubuhnya di dinding batu yang tinggi.

Matanya membelalak.

Koridor panjang membentang di hadapannya, dihiasi pilar-pilar besar dari batu giok, dengan ukiran naga yang meliuk dan simbol-simbol alkimia yang bersinar samar. Udara di sana mengandung aroma kuat herbal dan dupa, menenangkan namun juga memabukkan. Langkahnya bergema, berbaur dengan bunyi tetesan air dari langit-langit.

Lalu, seperti kilat yang menyambar pikiran, kenangan dan informasi dari kitab-kitab kuno menyeruak naik.

Mulutnya terbuka, dan kata-kata keluar dengan napas yang nyaris tak terdengar.

“…Kuil Dewa Alkemis…”

Suara itu bergetar, nyaris seperti doa. Ia menatap sekeliling, dan untuk sesaat, dunia terasa hening. Inilah tempat yang selama ini hanya ada dalam cerita kuno—tempat para alkemis agung zaman lampau mengembangkan ramuan kehidupan, tempat legenda lahir.

Dan sekarang… ia ada di dalamnya.

Bagaimana ia bisa terdampar di Kuil Dewa Alkemis ini?

Continuez à lire ce livre gratuitement
Scanner le code pour télécharger l'application

Related chapter

  • Legenda Sang Genius Immortal   10. Kuil Dewa Alkemis

    "Kuil Dewa Alkemis..." gumam Shin Tian dengan suara bergetar, nyaris seperti bisikan yang terlepas tanpa sadar dari bibirnya.Udara pagi yang dingin menusuk hingga ke tulang. Di depannya, kuil kuno berdiri kokoh di tengah kabut tipis, dikelilingi pohon-pohon tua yang daunnya berguguran pelan tertiup angin. Setiap helai daun yang jatuh seolah membawa bisikan masa lalu.Legenda tentang tempat ini telah lama menghantui kisah-kisah para kultivator—sebuah kuil yang menyimpan rahasia Kitab Dewa Alkemis. Konon, kitab itu menyimpan teknik pemurnian pil-pil langka, termasuk Pil Immortal—pil legendaris yang mampu membawa kultivator melesat langsung ke ranah Immortal, melewati semua tingkatan yang biasanya harus ditembus dengan bertahun-tahun latihan dan penderitaan.Jantung Shin Tian berdebar seperti genderang perang. Tangan kanannya mengepal erat, seolah ingin menggenggam takdir itu sendiri.“Jika ini benar-benar masa itu... berarti dia masih hidup,” bisiknya, suara tercekat antara kekaguman d

    Dernière mise à jour : 2025-04-14
  • Legenda Sang Genius Immortal   11. Akademi Alkemis

    Langkah-langkah ringan Shin Ling menggema lembut di sepanjang lantai batu giok aula besar, tiap hentakannya terdengar mantap namun anggun, seperti alunan melodi yang menyatu dengan udara penuh konsentrasi. Gaun alkemisnya berkibar lembut mengikuti gerakan tubuhnya, memancarkan aura percaya diri yang tak dibuat-buat. Aroma tajam herbal yang sedang diekstrak memenuhi ruangan—paduan antara akar pahit, dedaunan hangus, dan bau manis menyengat dari bunga-bunga eksotis yang hanya tumbuh di lembah tersembunyi.Asap putih tipis merayap dari tungku-tungku perunggu yang berderet rapi di setiap sisi aula, membentuk pusaran kecil yang naik ke langit-langit tinggi. Di dalam kepulan itu, aroma minyak atsiri dan obat-obatan kuno menciptakan kabut tipis yang membuat mata sedikit perih, namun justru membuat suasana semakin sakral.Shin Tian berjalan di belakangnya, langkahnya melambat saat matanya menyapu seluruh ruangan. Aura tempat itu nyaris magis. Puluhan pria dan wanita muda, kira-kira seumuranny

    Dernière mise à jour : 2025-04-14
  • Legenda Sang Genius Immortal   12. Kalah Taruhan

    Shin Tian terdiam, mata hitamnya menatap lurus ke arah gadis yang berdiri di hadapannya. Riak-riak keraguan menyelinap di benaknya. Ini—apa yang mereka pertaruhkan—terasa bodoh, sembrono. Tapi di sisi lain, ia mengenal siapa Shin Ling. Gadis itu keras kepala seperti batu karang, dan ketika ia sudah memutuskan sesuatu, bahkan badai pun takkan menggoyahkannya.Suara napasnya terdengar pelan saat ia menarik udara dalam-dalam, lalu mengembuskannya perlahan. Dengan ekspresi serius, ia mengangguk.“Baiklah,” ucapnya mantap. “Tapi jangan menangis kalau kamu kalah.”Senyum di wajah Shin Ling melebar seperti bulan sabit yang nakal. Matanya menyala, penuh gairah seperti api yang baru disulut. “Kita lihat saja nanti.”Tanpa membuang waktu, ia melangkah ke tungku alkemisnya. Tangan rampingnya mulai bergerak cekatan, mengambil satu per satu bahan herbal dari kotak kayu ukir—akar ginseng yang tampak masih segar, daun ungu beraroma tajam, dan serbuk kristal putih yang bersinar redup di bawah cahaya

    Dernière mise à jour : 2025-04-14
  • Legenda Sang Genius Immortal   13. Master Wang

    "Master Wang!"Seruan serempak itu menggema memenuhi ruang praktik alkimia seperti gemuruh petir yang mengguncang langit musim panas. Para murid berdiri tegak, sebagian masih tertutup jelaga dan asap tipis yang mengepul dari jubah mereka, aroma khas bahan alkimia yang terbakar menyengat di udara.Dari balik pintu kayu berat yang berderit pelan, muncullah seorang pria paruh baya dengan jubah coklat kemerahan yang berkibar ringan saat ia melangkah masuk. Matanya yang tajam menyapu ruangan sebelum akhirnya melengkung penuh tawa."Hahaha... apa yang sedang terjadi di sini?" tanyanya sambil menyeka sudut matanya, seolah-olah baru saja menyaksikan sandiwara lucu.Aura serius yang sempat membalut dirinya seketika mencair bersama tawa renyahnya. Murid-murid yang tadinya menahan napas, kini mulai berani menghela lega meski beberapa masih canggung berdiri di antara pecahan botol, genangan cairan hijau, dan kepulan asap dari meja yang gosong.Shin Lin, seorang gadis muda dengan mata bersinar pen

    Dernière mise à jour : 2025-04-21
  • Legenda Sang Genius Immortal   14. Pemuda Dari Masa Depan

    Nada suara Master Wang membuat jantung Shin Ling berdebar. Ada ketegangan di sana, sesuatu yang asing dari sosok Master yang biasanya santai. Bahkan udara di sekitar mereka terasa sedikit lebih berat.Shin Ling menelan ludah. Ia menatap Shin Tian seolah bertanya tanpa suara ... apa sebenarnya yang ingin kau tanyakan tadi...?Namun Shin Tian, dengan wajah serius dan tatapan penuh keyakinan, melangkah maju. Suaranya dalam dan tegas."Maaf, Master. Tapi aku butuh alat itu. Tanpa alat itu... aku tidak bisa kembali ke tempat asalku."Keheningan menggantung. Api obor berkerlap-kerlip, seperti menari dengan resah. Suara desiran angin yang masuk dari ventilasi batu terdengar nyaring di telinga mereka yang kini dicekam oleh sesuatu yang jauh lebih dalam dari sekadar rasa ingin tahu—sebuah rahasia yang tersembunyi di balik logam dingin dan kenangan lama yang belum terungkap.“Aku tahu.”Suara itu tenang namun dalam, seperti tetesan air yang jatuh ke dalam sumur tua—pelan, tapi menggema jauh ke

    Dernière mise à jour : 2025-04-22
  • Legenda Sang Genius Immortal   15. Kotak Kayu Misterius

    Dari balik salah satu pilar batu besar yang tertelan bayangan matahari pagi, sepasang mata tajam berkilat seperti bilah pisau yang baru diasah. Udara di sekitar pilar itu terasa lebih dingin, seolah kehadiran seseorang di sana mampu menyedot cahaya dan kehangatan dari ruang di sekitarnya.Sosok berjubah biru gelap itu berdiri diam dan tak bergerak sama sekali. Hanya matanya yang tampak mencolok—penuh perhitungan, rasa iri yang mengakar, dan keserakahan yang nyaris menetes dari setiap tatapannya.Hu Lei.Murid tertua Master Wang, dan yang selama ini selalu merasa tidak diperhatikan.Di sudut bibirnya, muncul sebuah senyuman tipis. Bukan senyuman bahagia—melainkan senyuman yang menyimpan dendam dan rencana.Suara langkah Master Wang dan Shin Tian yang tenang terdengar seperti gema yang mengiris ruangan praktek alkimia. Hu Lei menyimak setiap kata, setiap nada bicara yang meluncur dari bibir guru yang dulu ia kagumi, tapi kini ia ragukan.“Alat itu... bisa menembus batas waktu?”Bisikan

    Dernière mise à jour : 2025-04-22
  • Legenda Sang Genius Immortal   16. Cakram Waktu

    Tatapan Shin Tian terkunci pada Master Wang. Matanya yang gelap tampak seperti danau dalam malam yang tenang—dalam, dalam sekali—namun di dasarnya, ada api yang menyala. Bukan kobaran liar, melainkan bara yang telah lama dipendam, menunggu saatnya untuk membakar segala ketidakpastian.Ia tidak berkedip. Tidak ada gemetar di wajahnya, tidak ada getaran di tubuhnya. Namun di balik ketenangan itu, semesta seperti bergetar dalam diam.Master Wang mengamati Shin Tian dengan tatapan penuh kehati-hatian. Suaranya keluar pelan, seperti desir angin di atas pegunungan yang sunyi.“Dunia ini akan mulai bergerak, Tian,” katanya, dengan nada yang mengandung firasat. “Musuh dari masa lalu… dan bahkan mereka yang belum dilahirkan… akan mulai mencarimu.”Kalimat itu menggantung di udara, menggema dalam kesunyian yang tiba-tiba menjadi berat. Angin malam menyusup masuk dari celah-celah jendela kayu tua. Tirai bergoyang perlahan, seolah menyambut sesuatu yang tak terlihat. Bau tanah basah, dedaunan t

    Dernière mise à jour : 2025-04-23
  • Legenda Sang Genius Immortal   17. Warisan Luo Jin

    Shin Tian takjub melihat Cakram Waktu yang teknologinya jauh lebih maju dari teknologi yang diciptakannya.Dan di dalam kedalaman kristal itu… jiwa itu mulai terbangun.Awalnya hanya seberkas cahaya samar yang berdenyut di tengah cakram, seperti napas pertama dari sesuatu yang telah lama tertidur. Lalu, perlahan, denyut itu menjadi lebih kuat, memancar ke seluruh ruangan seperti gelombang kehangatan yang tidak berasal dari dunia ini.Aura biru menyebar, menari di dinding batu seperti roh kuno yang bangkit dari kegelapan. Ada sesuatu dalam cahaya itu—sesuatu yang membuat kulit bergidik, seolah ruangan ini tak lagi menjadi milik mereka, tapi telah menjadi altar bagi kekuatan yang telah lama tersegel.Shin Tian menatap ke arah pusat cahaya itu. Pupil matanya perlahan melebar, seolah ditarik oleh kekuatan tak terlihat yang mengalir dari inti kristal. Dunia di sekelilingnya mulai kabur. Suara api, desir angin, bahkan detak jantungnya sendiri—lenyap. Hening total. Sunyi yang begitu dalam, i

    Dernière mise à jour : 2025-04-23

Latest chapter

  • Legenda Sang Genius Immortal   19. Red Shadow

    Kabut pekat menyelimuti hutan selatan seperti selimut diam yang menelan suara dan cahaya. Aroma tanah basah bercampur dedaunan membusuk menusuk hidung, menciptakan atmosfer yang membuat tengkuk siapa pun meremang. Pepohonan tua menjulang tinggi bak penjaga kuno yang telah lama tertidur, namun malam ini mereka tampak memperhatikan.Tak ada desir angin. Tak seekor burung pun berkicau. Bahkan jangkrik memilih bungkam. Alam seolah menahan napas ketika sosok misterius melangkah di antara bayangan—langkahnya ringan seperti desir angin, nyaris tak terdengar.Ia dikenal hanya sebagai Bayangan Ketiga dalam catatan rahasia Sekte Ular Berkepala Dua. Namun di dunia bawah, dalam bisikan penuh ketakutan dan hormat, ia dijuluki Red Shadow.Sosok ramping sempurna itu mengenakan gaun merah darah yang bergerak seperti kabut saat ia berjalan, menyatu dengan malam. Di wajahnya, sebuah topeng merah pekat menyembunyikan identitasnya—topeng yang dihiasi garis halus menyerupai tetesan darah dan retakan halus

  • Legenda Sang Genius Immortal   18. Siasat Hu Lei

    Langkah kaki Master Wang terdengar pelan namun mantap, menggema di koridor batu yang dingin. Gaun jubah kultivasinya berkibar pelan mengikuti hembusan angin yang menyelinap masuk dari celah-celah dinding tua. Cahaya lentera yang tergantung di atas mereka melemparkan bayangan panjang di lantai, seakan menggambarkan kegelisahan yang ia simpan dalam diam.Tatapan mata tua itu, yang biasanya tenang dan penuh wibawa, kini mengandung campuran rumit antara kekaguman, kelegaan, dan kecemasan yang menjerat dada. Ia berhenti hanya beberapa langkah dari sosok muda yang berdiri membelakangi cahaya remang.“Tian…” suaranya parau, seperti tergores angin malam. “Kau... baik-baik saja?”Shin Tian menoleh perlahan, rambut hitamnya yang panjang tergerai dan sedikit menutupi wajahnya yang kini jauh lebih matang daripada terakhir kali mereka bertemu. Matanya redup, namun ada percikan cahaya di dalamnya—sebuah nyala kecil dari sesuatu yang lebih besar dan lebih dalam.“Aku tidak sendiri lagi, Master,” uca

  • Legenda Sang Genius Immortal   17. Warisan Luo Jin

    Shin Tian takjub melihat Cakram Waktu yang teknologinya jauh lebih maju dari teknologi yang diciptakannya.Dan di dalam kedalaman kristal itu… jiwa itu mulai terbangun.Awalnya hanya seberkas cahaya samar yang berdenyut di tengah cakram, seperti napas pertama dari sesuatu yang telah lama tertidur. Lalu, perlahan, denyut itu menjadi lebih kuat, memancar ke seluruh ruangan seperti gelombang kehangatan yang tidak berasal dari dunia ini.Aura biru menyebar, menari di dinding batu seperti roh kuno yang bangkit dari kegelapan. Ada sesuatu dalam cahaya itu—sesuatu yang membuat kulit bergidik, seolah ruangan ini tak lagi menjadi milik mereka, tapi telah menjadi altar bagi kekuatan yang telah lama tersegel.Shin Tian menatap ke arah pusat cahaya itu. Pupil matanya perlahan melebar, seolah ditarik oleh kekuatan tak terlihat yang mengalir dari inti kristal. Dunia di sekelilingnya mulai kabur. Suara api, desir angin, bahkan detak jantungnya sendiri—lenyap. Hening total. Sunyi yang begitu dalam, i

  • Legenda Sang Genius Immortal   16. Cakram Waktu

    Tatapan Shin Tian terkunci pada Master Wang. Matanya yang gelap tampak seperti danau dalam malam yang tenang—dalam, dalam sekali—namun di dasarnya, ada api yang menyala. Bukan kobaran liar, melainkan bara yang telah lama dipendam, menunggu saatnya untuk membakar segala ketidakpastian.Ia tidak berkedip. Tidak ada gemetar di wajahnya, tidak ada getaran di tubuhnya. Namun di balik ketenangan itu, semesta seperti bergetar dalam diam.Master Wang mengamati Shin Tian dengan tatapan penuh kehati-hatian. Suaranya keluar pelan, seperti desir angin di atas pegunungan yang sunyi.“Dunia ini akan mulai bergerak, Tian,” katanya, dengan nada yang mengandung firasat. “Musuh dari masa lalu… dan bahkan mereka yang belum dilahirkan… akan mulai mencarimu.”Kalimat itu menggantung di udara, menggema dalam kesunyian yang tiba-tiba menjadi berat. Angin malam menyusup masuk dari celah-celah jendela kayu tua. Tirai bergoyang perlahan, seolah menyambut sesuatu yang tak terlihat. Bau tanah basah, dedaunan t

  • Legenda Sang Genius Immortal   15. Kotak Kayu Misterius

    Dari balik salah satu pilar batu besar yang tertelan bayangan matahari pagi, sepasang mata tajam berkilat seperti bilah pisau yang baru diasah. Udara di sekitar pilar itu terasa lebih dingin, seolah kehadiran seseorang di sana mampu menyedot cahaya dan kehangatan dari ruang di sekitarnya.Sosok berjubah biru gelap itu berdiri diam dan tak bergerak sama sekali. Hanya matanya yang tampak mencolok—penuh perhitungan, rasa iri yang mengakar, dan keserakahan yang nyaris menetes dari setiap tatapannya.Hu Lei.Murid tertua Master Wang, dan yang selama ini selalu merasa tidak diperhatikan.Di sudut bibirnya, muncul sebuah senyuman tipis. Bukan senyuman bahagia—melainkan senyuman yang menyimpan dendam dan rencana.Suara langkah Master Wang dan Shin Tian yang tenang terdengar seperti gema yang mengiris ruangan praktek alkimia. Hu Lei menyimak setiap kata, setiap nada bicara yang meluncur dari bibir guru yang dulu ia kagumi, tapi kini ia ragukan.“Alat itu... bisa menembus batas waktu?”Bisikan

  • Legenda Sang Genius Immortal   14. Pemuda Dari Masa Depan

    Nada suara Master Wang membuat jantung Shin Ling berdebar. Ada ketegangan di sana, sesuatu yang asing dari sosok Master yang biasanya santai. Bahkan udara di sekitar mereka terasa sedikit lebih berat.Shin Ling menelan ludah. Ia menatap Shin Tian seolah bertanya tanpa suara ... apa sebenarnya yang ingin kau tanyakan tadi...?Namun Shin Tian, dengan wajah serius dan tatapan penuh keyakinan, melangkah maju. Suaranya dalam dan tegas."Maaf, Master. Tapi aku butuh alat itu. Tanpa alat itu... aku tidak bisa kembali ke tempat asalku."Keheningan menggantung. Api obor berkerlap-kerlip, seperti menari dengan resah. Suara desiran angin yang masuk dari ventilasi batu terdengar nyaring di telinga mereka yang kini dicekam oleh sesuatu yang jauh lebih dalam dari sekadar rasa ingin tahu—sebuah rahasia yang tersembunyi di balik logam dingin dan kenangan lama yang belum terungkap.“Aku tahu.”Suara itu tenang namun dalam, seperti tetesan air yang jatuh ke dalam sumur tua—pelan, tapi menggema jauh ke

  • Legenda Sang Genius Immortal   13. Master Wang

    "Master Wang!"Seruan serempak itu menggema memenuhi ruang praktik alkimia seperti gemuruh petir yang mengguncang langit musim panas. Para murid berdiri tegak, sebagian masih tertutup jelaga dan asap tipis yang mengepul dari jubah mereka, aroma khas bahan alkimia yang terbakar menyengat di udara.Dari balik pintu kayu berat yang berderit pelan, muncullah seorang pria paruh baya dengan jubah coklat kemerahan yang berkibar ringan saat ia melangkah masuk. Matanya yang tajam menyapu ruangan sebelum akhirnya melengkung penuh tawa."Hahaha... apa yang sedang terjadi di sini?" tanyanya sambil menyeka sudut matanya, seolah-olah baru saja menyaksikan sandiwara lucu.Aura serius yang sempat membalut dirinya seketika mencair bersama tawa renyahnya. Murid-murid yang tadinya menahan napas, kini mulai berani menghela lega meski beberapa masih canggung berdiri di antara pecahan botol, genangan cairan hijau, dan kepulan asap dari meja yang gosong.Shin Lin, seorang gadis muda dengan mata bersinar pen

  • Legenda Sang Genius Immortal   12. Kalah Taruhan

    Shin Tian terdiam, mata hitamnya menatap lurus ke arah gadis yang berdiri di hadapannya. Riak-riak keraguan menyelinap di benaknya. Ini—apa yang mereka pertaruhkan—terasa bodoh, sembrono. Tapi di sisi lain, ia mengenal siapa Shin Ling. Gadis itu keras kepala seperti batu karang, dan ketika ia sudah memutuskan sesuatu, bahkan badai pun takkan menggoyahkannya.Suara napasnya terdengar pelan saat ia menarik udara dalam-dalam, lalu mengembuskannya perlahan. Dengan ekspresi serius, ia mengangguk.“Baiklah,” ucapnya mantap. “Tapi jangan menangis kalau kamu kalah.”Senyum di wajah Shin Ling melebar seperti bulan sabit yang nakal. Matanya menyala, penuh gairah seperti api yang baru disulut. “Kita lihat saja nanti.”Tanpa membuang waktu, ia melangkah ke tungku alkemisnya. Tangan rampingnya mulai bergerak cekatan, mengambil satu per satu bahan herbal dari kotak kayu ukir—akar ginseng yang tampak masih segar, daun ungu beraroma tajam, dan serbuk kristal putih yang bersinar redup di bawah cahaya

  • Legenda Sang Genius Immortal   11. Akademi Alkemis

    Langkah-langkah ringan Shin Ling menggema lembut di sepanjang lantai batu giok aula besar, tiap hentakannya terdengar mantap namun anggun, seperti alunan melodi yang menyatu dengan udara penuh konsentrasi. Gaun alkemisnya berkibar lembut mengikuti gerakan tubuhnya, memancarkan aura percaya diri yang tak dibuat-buat. Aroma tajam herbal yang sedang diekstrak memenuhi ruangan—paduan antara akar pahit, dedaunan hangus, dan bau manis menyengat dari bunga-bunga eksotis yang hanya tumbuh di lembah tersembunyi.Asap putih tipis merayap dari tungku-tungku perunggu yang berderet rapi di setiap sisi aula, membentuk pusaran kecil yang naik ke langit-langit tinggi. Di dalam kepulan itu, aroma minyak atsiri dan obat-obatan kuno menciptakan kabut tipis yang membuat mata sedikit perih, namun justru membuat suasana semakin sakral.Shin Tian berjalan di belakangnya, langkahnya melambat saat matanya menyapu seluruh ruangan. Aura tempat itu nyaris magis. Puluhan pria dan wanita muda, kira-kira seumuranny

Découvrez et lisez de bons romans gratuitement
Accédez gratuitement à un grand nombre de bons romans sur GoodNovel. Téléchargez les livres que vous aimez et lisez où et quand vous voulez.
Lisez des livres gratuitement sur l'APP
Scanner le code pour lire sur l'application
DMCA.com Protection Status