Meishin memotong penuturan Jiu Long. "Oh jadi kamu putranya kak Jiu Biao dan kak Zsu Tsu. Kamu yang ditolong kakakku Tian Shan dari istana duapuluh lima tahun lalu itu!"
"Tetapi kamu sendiri murid siapa, Meishin?"
Meishin tertawa. Tak urung ia malu, wajahnya kemerahan. "Namaku bukan Meishin, namaku Jen Ting, adik perguruan ayahmu, jadi aku ini bibi gurumu." Tiba-tiba saja gadis itu terkejut. Ia mengucapkan kata "bibi" dengan nada biasa.
Tetapi ketika mendengar ucapannya sendiri, ia terkejut. Ada sesuatu yang terbang dari sanubarinya. "Jika aku bibinya, berarti ia keponakan muridku, bagaimana mungkin bisa ada hubungan cinta di antara kita?"
Berpikir demikian, tiba-tiba Jen Ting memutar tubuh dan berlari sambil mendekap wajahnya. Jiu Long terkejut. Karuan saja ia lantas mengejar. "Meishin, tunggu, tunggu dulu."
Jen Ting berhenti. Ia menoleh dan memandang Jiu Long dengan wajah bersimbah air mata. "Jangan panggil aku Meishin, aku Jen Ting, aku bibimu,
Sambil melangkah masuk desa dia menggandeng lengan Jen Ting "Kenapa kamu keras kepala. Kita saudara seperguruan, Jen Ting, kamu kakak seperguruan, aku adik, cuma itu. Tak ada hubungan apa-apa, tak ada hubungan bibi guru dan keponakan murid. Mengapa kamu masih ngotot soal bibi dan keponakan." Jiu Long berhenti, memegang dua lengan Jen Ting, menatap mata gadis itu. "Apakah kamu tidak mencintaiku lagi? Coba, katakan kamu tidak mencintaiku lagi."Jen Ting menggeleng kepala. "Aku mencintaimu, Jiu Long." Ia terisak, menangis lagi. "Mengapa kau bukan Fei Hung, benar-benar Fei Hung yang sudah meniduri aku, Fei Hung yang mencintaiku dari malam sampai pagi di atas perahu. Mengapa tiba-tiba kamu beralih menjadi Jiu Long putra kak Jiu Biao dan kak Zsu Tsu?"Jiu Long memeluk kekasihnya. "Supaya aku lebih mencintaimu, menjaga dan melindungimu sampai hari tua."Dua sejoli itu bermalam di desa. Pembicaraan masih berkisar pada keraguan Jen Ting akan hubungan bibi guru dan kepona
"Itu tidak adil! Tidak bisa! Kau bukan bibi guruku, Jen Ting, kau adalah Meishin kekasihku!" Jiu Long berteriak sambil berlari. Ia berlari terus, berlari dan berlari. Ketika senja berubah menjadi malam. Ketika hutan menjadi pekat ditelan gelapnya malam, dia berhenti di tengah hutan. Ia tidak tahu berada di mana. Tetapi Jiu Long tak peduli. Karena sebenarnya dia hanya ingin lari menjauh dari persoalan yang begitu menggoncang hatinya. "Mengapa kita harus berpisah, Meishin?" Malamnya dia tidur di atas pohon. Dia berpikir dan merenung. Terjadi pertentangan dalam dirinya. Di satu sisi dia mengakui Jen Ting adalah bibi guru, di sisi lain dia menolak keras. "Memang Jen Ting adalah adik perguruan ayah dan ibuku. Jen Ting juga adik dari guruku Tian Shan. Dari dua alasan ini, benarlah Jen Ting adalah bibi guru. Tetapi setahuku tak ada aturan yang melarang perkawinan antara keponakan murid dengan bibi guru. Hanya memang aneh dan janggal apalagi jika usia bibi guru lebih
Jiu Long melangkah mendekati gadis burik itu. "Ayo adik, makan bersamaku, kebetulan aku tak punya kawan ngobrol." Jiu Long menatap dengan mata melotot ke pemilik warung. "Adik ini makan bersamaku, atas undanganku, kamu keberatan?" Gadis itu masih muda. Tubuhnya langsing dengan dada yang agak menonjol. Benar kata lelaki penggoda tadi, tubuhnya cukup molek hanya wajahnya burik. Gadis itu bekas terkena penyakit cacar. Bekas cacar berupa bintik-bintik hitam menghiasi sekujur tubuh dan wajahnya. Rambutnya panjang tidak terawat. Pemilik warung itu geleng-geleng kepala. Gadis burik itu malu-malu menatap Jiu Long. "Tuan, terimakasih, kamu sudah menolong aku. Tetapi aku tidak pantas duduk bersama kamu, biar aku pergi saja, sekali lagi terimakasih." Jiu Long memegang tangan gadis itu. "Jangan, jangan pergi, makan dulu, baru kamu pergi. Ayolah." Gadis itu memang lapar. Ia makan dengan lahap. Jiu Long ikut terbawa suasana, juga makan dengan lahap. "Namaku Jiu Lon
Memainkan dua jurus dari dua ilmu yang berlainan ini sebelumnya tak pernah dipelajari Jiu Long. Namun dalam keadaan darurat di mana jiwanya terancam. Ia justru memainkannya dengan sempurna.Terjadi benturan, siku tangan Jiu Long bergetar menerima tendangan Tangchi. Sikap Naga Perkasa dari jurus Naga Emas berhasil meredam tendangan lawan, lalu meminjam tenaga lawan, tangan Jiu Long menyampok lutut lawan. Tangchi menjerit. Masih untung bagi Tangchi, tenaga Jiu Long telah hilang sebagian akibat benturan di siku. Kalau tidak, lututnya bisa remuk.Saat berikut dua tangan Jiu Long yang merentang rata di tanah, membuat posisi tubuhnya turun sehingga tebasan lawan ke leher tidak mengena. Tetapi lawan yang ketiga yang tadi memukul dadanya kembali berhasil menggampar punggung Jiu Long."Duuukkk!" Jiu Long terlempar. Darah dalam tubuhnya bergolak. Mulut berasa asin. Keadaannya kritis, karena dua lawannya memburu dengan sengit.Tiba-tiba terdengar derap kaki kuda men
Orangtua itu kurus kering seperti tengkorak hidup. Pakaiannya serba hitam, celana sebatas lutut, telanjang dada dengan jubah longgar yang terjulai sampai batas lutut memperlihatkan tubuhnya yang kurus tinggal tulang dibalut kulit. Rambutnya panjang riap-riapan. Wajahnya tiris dihiasi kumis dan jengot jarang. Sebelah matanya hanya tinggal kelopak tanpa bola mata Tampangnya seram dan tak enak dipandang.Jiu Long berkata lantang, "Semua ini urusanku sendiri, tidak ada sangkut pautnya dengan temanku ini." Ia menoleh memandang Gwangsin dan mendorong gadis itu pergi, "pergilah kamu"Orangtua itu tertawa "Baru hari ini kutemui orang yang berani memerintah di hadapanku. Bocah gila, kamu belum tahu bahwa semua orang yang pernah ketemu aku, hanya boleh pergi jika kusuruh dia pergi."Di luar dugaan Gwangsin bukannya pergi malah tertawa mengejek. "Huh! Zhang Ma yang hebat, Iblis Chengdu yang kesohor dan ditakuti, ternyata cuma cacing kurus yang tak punya malu, beraninya cum
Zhang Ma terkesiap. Serangan dua anak muda itu cukup berbahaya. Tetapi dasar dia memang lihai. Ia menggerakkan tangan kiri menolak serangan Jiu Long, adu tenaga. Tangan kanan mengibas pasir mengembalikan kepada Gwangsin. Ia bergerak seperti ayal-ayalan tetapi akibatnya luar biasa. Pasir itu kembali menyerang Gwangsin yang terpaksa bergulingan.Sebagian pasir menerpa tubuhnya, rasanya panas. Jiu Long menerima akibat yang jauh lebih parah. Adu tenaga itu berat sebelah. Tenaga dingin Zhang Ma menghantam telak Jiu Long, menerobos sampai ke tulang sumsum. Mata Jiu Long melotot. Ia muntah darah, tiga kali. Tubuhnya bergetar kedinginan."Kalian akan mati dengan perlahan-lahan, karena aku tadi hanya menggunakan sebagian tenaga saja." Ia lalu tertawa keras, lengking suaranya bergelombang, nyaring tajam dan kering. Suara itu menusuk telinga Gwangsin dan Jiu Long. Itulah ‘Tawa Kuburan Hitam’ yang bisa membuat lawan hilang ingatan atau mati. Dalam keadaan seha
"Bagus kamu masih ingat akan paman guruku. Ia kini bertapa di kaki gunung Himalaya. Meskipun kamu mengaku kenal dengan paman guruku itu, tetapi jika kamu menyombongkan diri, tetap akan kuhajar."Zhang Ma penasaran. "Tetapi bagaimana bisa kamu mengetahui aku Zhang Ma dan jurus ‘Tawa Kuburan Hitam’, kamu juga bisa bahasa dataran tengah, sudah lama tinggal di dataran tengah?"Malini tertawa melihat Zhang Ma penasaran. "Aku enam bulan belajar bahasa dataran tengah, aku tahu semua nama pendekar kosen di negeri dataran tengah berikut ilmunya. Aku sudah satu tahun di dataran tengah, nah kini kamu serahkan dua anak muda ini kepadaku, aku punya urusan dengan mereka. Serahkan, itu lebih baik bagimu""Tidak bisa semudah itu. Anak muda Partai Naga Emas ini adalah urusanku, tak ada sangkutan dengan kamu, pergilah!"Berkata demikian Zhang Ma menoleh ke Jiu Long dan Gwangsin. Dua muda mudi ini dalam keadaan luka parah. Gwangsin berusaha mengatur pernafasan, meski pun agak sesak namun bisa berjalan l
Malini menghampiri Jiu Long. Ia berjongkok memeriksa denyut nadi. Saat berikut ia memeriksa Gwangsin. Jiu Long memandang Malini. Tadi ketika wanita itu jongkok di dekatnya ia mencium aroma harum Bau tubuh perempuan. Anehnya bau itu seperti tak asing, ia merasa pernah mencium bau yang sama. Tetapi di mana, ia lupa."Anak muda, temanmu cuma luka ringan, tidak sulit mengobatinya. Tetapi lukamu parah, tenaga dalammu luka berat, kukira tak ada tabib yang bisa mengobatimu Kupikir kamu sudah mendekati ajalmu, kasihan, padahal kamu masih muda."Suara Jiu Long nadanya getir. "Aku tahu."Kumarawet berkata dalam bahasa India. Suaranya ketus dan kasar. Malini membalas tak kalah sengitnya. Dua orang itu bertengkar. Sesaat kemudian keduanya diam. Malini menghampiri Jiu Long. "Kata suamiku, ia bisa mengobati kamu'"Wajah Jiu Long berseri, "Terimakasih, mau menolong aku." Suami isleri itu diam. Jiu Long heran. Suasana lengang. Tiba-tiba Gwangsin memecah kesunyian. "Kamu mau menolong kawanku, tetapi t