Matahari mulai doyong ke barat. Jiu Long dan Gwangsin masih terkapar di hutan. Jiu Long memandang Gwangsin dengan iba. "Gadis ini tak tahu apa yang terjadi, tapi ia sudah terlibat urusanku. Bahkan nyawanya kini terancam, bakal mati sengsara jika tak memperoleh obat penawar racun."Sebenarnya Jiu Long sudah bulat tekad tak mau menerima pertolongan dua pendekar asing itu, apalagi dengan syarat seperti itu. Itu kan sama dengan mengkhianati perguruannya. Lagipula mengemis pertolongan bukan sikap pendekar. Tetapi bagaimana dengan keselamatan Gwangsin yang tak berdosa?Jiu Long bimbang. "Biarlah aku tak perlu diobati, Gwangsin saja yang diberi penawar. Sebagai gantinya aku akan mengajak mereka ke suatu tempat terpencil di bukit Naga. Dalam perjalanan mungkin aku bisa menemukan jalan lolos. Pokoknya aku tidak akan mengkhianati perguruan, lagipula mana aku tahu di mana tempat Sepuh Sun Jian."Berpikir demikian Jiu Long memaksa berdiri. Sekujur tubuhnya sakit dan nyeri. Susah payah ia bisa jug
Meski melihat datangnya serangan tetapi Jiu Long tak punya tenaga untuk menangkis atau mengelak. Pukulan mendarat di bahu Jiu Long yang dengan susah payah berhasil menangkap tangan si gadis. Ia memeluk Gwangsin. "Kenapa kamu marah, aku mengatakan sesuatu yang benar."Seketika Gwangsin sadar. Ia memberontak, tetapi Jiu Long tetap memeluk. Akhirnya gadis itu diam membiarkan tubuhnya dipeluk. Hari sudah malam. Selama ini Gwangsin kenyang dihina orang karena bekas cacarnya. Ia senang berkenalan dengan Jiu Long yang tampak tidak jijik berada di dekatnya. Jiu Long bahkan mengajaknya makan bersama. Namun pujian Jiu Long tadi dikiranya sindiran seperti halnya orang-orang sering mengejeknya.Suara Jiu Long terdengar merdu di telinganya. "Gwangsin, aku memujimu dengan tulus, kamu memang cantik, aku sungguh- sungguh.""Aku tahu. Tetapi Jiu Long, apakah kamu tidak jijik memeluk aku, kamu tidak takut terjangkit cacar?"Jiu Long memeluk erat tubuh Gwangsin yang ternyata sintal dan lembut. "Tidak, a
"Mengapa pulang ke rumah nenekmu?""Nenek adalah pendekar wanita yang dikenal sebagai Dewi Obat, ia sudah mengundurkan diri dari dunia kependekaran. Ia mampu mengobati bekas cacar di kulit wajah dan tubuhku. Tetapi waktu itu aku tidak mau, aku belum bersedia. Sekarang aku mau.""Mengapa kamu tak mau, bukankah setiap wanita ingin kelihatan cantik?""Karena tak ada lelaki yang menyukai aku, tak ada yang bersedia menjadi kekasihku." Jiu Long tertawa. Ia menganggap Gwangsin, gadis yang aneh. Gwangsin seperti bisa membaca pikiran Jiu Long. "Kamu benar, memang sulit mencari lelaki yang tidak jijik padaku. Tetapi akhirnya kan aku menemukan lelaki itu," dia menatap dengan sinar mata mencinta. Dia melanjutkan sambil memeluk Jiu Long. "Menurutku, jika lelaki itu tidak jijik padaku, atau dia menyayangiku, tentu dia akan lebih sayang dan lebih mencintaiku jika wajah dan tubuhku sembuh dari bercak cacar ini. Itu sebabnya, aku ingin pulang secepatnya ke Lembah Buah Persik agar nenek menyembuhkan be
Ia memang duduk paling dekat dengan batu besar tempat sembunyi Jiu Long dan Gwangsin. Sekitar lima tongkat. Ia mendengar desah nafas muda-mudi, namun ia tak mau gegabah. Semua kawannya membaca tulisan itu, mereka memandang Dwixi. Rupanya dalam segala hal, ia yang memutuskan "Soal tanda itu, nanti saja kita tetapkan di tengah jalan. Kita tidak punya banyak waktu, ayo berangkat sekarang. Kakak Pancaxi kamu paling depan," katanya kepada lelaki yang menulis pesan.Semua bergerak ke kuda masing-masing. Pancaxi sambil menjawab, "Baik Kak” ia memutar tubuh, maju dua langkah, dua tangannya mendorong ke depan. Tiga gerakan hampir serempak. Tenaganya membanjir keluar dan menerpa batu. Batu besar terdorong membentur Jiu Long, dan Gwangsin yang terkejut karena tak menyangka akan diserang. Keduanya terjengkang kebelakang. Pancaxi tidak berhenti sampai di situ. Ia merangkak maju. Dua tangannya mencengkeram pundak dan tengkuk Jiu Long.Jiu Long merasa angin tajam mengiris kulitnya. Dalam keadaan bia
Keduanya melakukan perjalanan cepat ke Lembah Buah Persik.Gwangsin sebagai penunjuk jalan berpatokan pada matahari. Mereka beristirahat hanya waktu siang untuk makan. Gwangsin menangkap ayam hutan dan memanggang. Keduanya makan lahap. Tanpa istirahat lagi mereka melanjutkan perjalanan.Hari sudah senja, mereka tiba di bagian hutan pepohonan jati. Ketika Gwangsin sedang mencari-cari tempat yang layak untuk bermalam, dia mendengar suara keluhan. Ia menoleh, ternyata Jiu Long sudah terbaring di tanah. Lelaki itu terjatuh dari kudanya. Dia terkesiap mendapatkan Jiu Long menggigil hebat. Ia menghampiri. "Jiu Long kenapa kamu?"Jiu Long tak kuasa menjawab. Bibirnya gemetar. Butiran keringat membasahi wajahnya yang pucat pasi Tampak ia sangat kesakitan. Gwangsin ingat akan ancaman Kumarawet. "Rupanya Racun Ular Salju mulai bekerja," kata gadis itu.Gwangsin hendak menolong, tetapi mendadak saja ia merasa seperti ribuan semut merambat dalam tubuhnya. Ra
"Kau berbudi, karena kau tidak jijik malah menolong gadis buruk rupa bekas penderita cacar yang mengalami kesulitan. Kamu bermoral, karena mau jujur mengatakan kamu sudah punya kekasih, kau tidak membohongi aku. Eh, siapa nama gadis kekasihmu itu?""Jen Ting. Aku mencintainya, aku berduka karena aku bakal mati tanpa bertemu lagi dengan dia.""Apakah dia mencintaimu?""Ya dia mencintaiku seperti aku mencintainya.""Lalu, kenapa dia meninggalkan kamu?""Bagaimana kamu tahu dia yang pergi meninggalkan aku bukan sebaliknya?"Gwangsin tertawa, suaranya merdu "Aku menerka asalan saja, kenapa dia pergi, apa katanya?""Ia ingin sendiri, katanya dia ingin memikirkan hubungannya dengan aku.""Perempuan bodoh.""Eh, kau jangan mengatainya bodoh, dia gadis yang cerdas sama seperti kamu""Boleh saja dia cerdas, tetapi dia tetap bodoh, karena apa? Karena melepas sesuatu yang sudah dalam genggaman. Kalau dia sudah yakin bahwa ka
"Kau jangan mengatai dia bodoh."Gwangsin tertawa. "Baiklah aku berjanji tidak akan mengatainya bodoh lagi.""Lantas mau apa kamu ketemu dia?""Mau menasehati dia supaya berpikir cerdas, berpikir sederhana saja dan jangan berpikir njelimet. Eh, kau tadi mengatakan ia lebih tua dari kamu, tentu ia cantik.""Ia memang lebih tua usia, tetapi ilmu yang dipelajarinya membuat ia tampak muda, sama seperti gadis remaja. Dan sangat cantik.""Kamu sudah menidurinya?"Jiu Long mengangguk. "Berulang-ulang, tak pernah bosan.""Jiu Long, coba kau bayangkan, seandainya wajah dan tubuhku bersih dan mulus tanpa ada bercak cacar, apakah aku secantik Jen Ting?"Jiu Long memandang Gwangsin di keremangan cahaya api unggun yang makin meredup. "Kamu cantik, Gwangsin. Tetapi aku mencintai Jen Ting."Gwangsin menelungkup di atas tubuh Jiu Long. "Kamu teruslah mencintai Jen Ting, aku tak akan menghalangimu. Aku tetap mencintaimu dan aku sudah bah
Gwangsin memacu kudanya, memburu waktu, ia harus tiba secepatnya sebelum racun ular itu menyerang lagi. Perjalanan jauh. Ketika matahari mulai tergelincir ke barat, Gwangsin berteriak gembira. Ia memeluk kekasihnya, "Jiu Long, kamu lihat, itu dia Lembah Buah Persik. Sebaiknya kita ganti kuda, supaya bisa lebih cepat"Gwangsin melompat turun. Tetapi berbarengan saat itu racun menyerangnya, ia jatuh bergulingan. Ia menjerit. Jiu Long terkejut, melompat dari kuda ingin menolong Gwangsin.Tetapi lantaran tak lagi punya tenaga yang cukup, Jiu Long pun jatuh bergulingan. Jiu Long merangkak mendekati Gwangsin. Ia memeluk gadis itu yang berontak kesakitan. Tak tahu harus berbuat apa, Jiu Long menyodorkan tangan ke mulut Gwangsin. Tanpa sadar Gwangsin menggigit tangan Jiu Long, ia menggigit sekeras-kerasnya. Jiu Long meringis kesakitan, tetapi ia diam tak bersuara. Ternyata dengan menggigit itu Gwangsin bisa bertahan dari rasa sakit.Tidak lama kemudian gadis itu sadar,