Keduanya membawa tusuk konde permaisuri. Jika benda itu diperlihatkan kepada Jiu Long, pasti dia akan mengabulkan permintaan permaisuri. Untuk menemui ketua perguruan Wuwei, juga diutus masing-masing dua anggota pasukan istana Kaisar Giok Barat. Diharapkan dalam waktu satu bulan sudah ada kabar kepastiannya.
* * *
Perahu layar itu merapat di pelabuhan Jedung, di muara sungai kuning. Ukurannya yang besar tampak mencolok dibanding semua perahu layar yang berlabuh di pelabuhan. Kapal itu datang dari Himalaya, singgah di Pucet dan Malaka. Pelayaran ditempuh ligapuluh hari lebih sejak dari Himalaya. Semua penumpang adalah pedagang asing, dari Himalaya, India, dan Gujarat.
Pelabuhan tampak ramai. Kuli-kuli memanggul barang dagangan memindahkan ke perahu-perahu kecil. Sebagian pedagang memilih jalan sungai kuning untuk mencapai desa tujuan. Sebagian lain menggunakan kereta kuda, tergantung letak desa yang dituju.
Seorang lelaki berewok bertubuh tam
Wanita berbaju hitam mengangkat tangannya memberi tanda menghentikan kawannya. Dia tertawa sinis. "Tak perlu heran, setahun kami belajar bahasa negeri ini. Aku belum mau membunuh. Aku akan melepas kalian, tetapi kalian harus keluar dari warung ini dengan jalan merangkak."Kelima lelaki itu berdiri dan masih seperti orang bingung. Terdengar bentakan wanita baju hitam. "Cepat atau...”Lima lelaki itu cepat menjatuhkan diri, merangkak keluar warung.Seorang dari rombongan Himalaya, berdiri dan memberi hormat. "Pertunjukan ilmu yang hebat, nona-nona juga tak perlu heran, kami juga belajar bahasa negeri ini. Rupanya kita sama-sama mempersiapkan diri dengan baik. Kalau boleh tanya apa tujuan nona datang ke dataran tengah ini?"Wanita baju hitam masih tetap duduk, membalas hormat, "Sejak kami naik dari pelabuhan Malaka, aku sudah tahu bahwa kalian adalah pendekar kelas utama dari Dataran Tengah. Kami datang dan India, memang ada tujuan, tetapi tidak sopan
Pendekar Himalaya, sengaja memperlihatkan tenaga dalam yang tinggi. Tetapi gadis India juga memperagakan kekuatan tenaga dalam yang mumpuni. Nona baju hitam tidak bereaksi. Tidak marah. Dia menggamit dua anak buahnya. "Di sini tidak nyaman lagi, banyak orang iseng, ayo kita pergi."Rombongan dari Dataran Tengah itu tidak menyangka tiga gadis India itu mau mengalah dan pergi begitu saja. Mereka diam, memandang kepergian tiga gadis. Mendadak terdengar suara gemeretak, ternyata meja dan kursi yang tadi diduduki tiga gadis India itu patah berantakan. Itu pertunjukan tenaga dalam hebat. Meja kursi sudah dirusak tetapi masih berdiri tegar. Selang beberapa saat baru rubuh berantakan. Di ambang pintu, nona baju hitam berkata kepada lima pedagang lokal tadi. "Kalian bayar ganti rugi meja kursi itu, jika masih sayang nyawamu." Lima pedagang itu hanya bisa manggut.---ooo00ooo---Hwang Mi Hee mengerti mengapa Jiu Long menyuruhnya mengintai gerak
Di pintu gerbang tampak dua tamu perempuan sedang berdebat dengan murid penjaga. Melihat dua murid wanita datang, dua tamu itu memberi hormat. "Kami datang dari jauh, aku Triasing dan dia ini adikku Mei Li Tsu. Kami mau jumpa Kak Jiu Long.""Maaf, apa perlunya menemui ketua kami?"Triasing memandang adiknya. Mei Li Tsu menjawab dengan nada kesal. "Tadi sudah kami beritahu kepada penjaga ini bahwa tujuan kami ini rahasia dan hanya bisa kami ceritakan pada Kak Jiu Long."Lien-hua dan Hwang Mi Hee memerhatikan dua wanita pendatang itu. Triasing berusia sekitar empat puluhan, langkah dan geraknya sigap. Wajahnya tampak kaku dan dingin. Mei Li Tsu, berusia duapuluhan, cantik jelita, suka senyum mempertontonkan giginya yang putih dan mulutnya yang menarik. Ada kesan Genit.Lien-hua tertegun, menduga-duga apakah tetamu ini kenalan dekat ketua. Dia khawatir berlaku kasar yang nantinya malah ditegur sang ketua. Lain halnya Hwang Mi Hee yang mendongkol melihat laga
Lien-hua dan Triasing yang berdiri agak jauh, terkesiap. Keduanya ingin bergerak, tetapi sudah terlambat. Pada saat kritis itu, mendadak datang angin kencang membuat debu beterbangan. Terdengar suara jeritan dua perempuan ku.Seorang lelaki separuh baya muncul, Yu Jin. "Jika diteruskan kalian berdua akan sama terluka, bisa-bisa luka parah."Yu Jin datang tepat pada saat kritis. Ia memukul dengan tangan kosong menggunakan tenaga dalam yang tinggi. Ia berhasil mendorong tebasan pedang sekaligus merampas senjata itu, sedang tangan kirinya mementahkan pukulan Hwang Mi Hee. Tentu saja gerakan Yu Jin membuat Mei Li Tsu dan Hwang Mi Hee terpental beberapa langkah mundur.Lien-hua dan Hwang Mi Hee membungkuk memberi hormat. Lien-hua memanggil orangtua itu dengan sebutan guru sedang Hwang Mi Hee menyebut kakek. Mendengar itu Triasing dan Mei Li Tsu memastikan orangtua itu pasti tokoh sepuh perguruan.Keduanya yakin yang datang itu bukanlah Jiu Long, karena menurut
Jiu Long menimang-nimang tusuk konde emas berhias berlian itu. Dia tertawa. "Aku sudah lupa benda ini, tapi Im ji hye belum lupa. Akhirnya datang juga saatnya aku membayar hutang. Katakan kepada permaisuri junjunganmu, aku akan datang menemuinya secepat mungkin."Mei Li Tsu berusaha menarik perhatian Jiu Long, dia menyela sebelum Triasing. "Kalau boleh bertanya, kapan kira-kira tuan datang ke istana, supaya kami bisa menjemput di gerbang, apakah boleh kami meminta benda tadi, akan kami kembalikan ke istana."Jiu Long tertawa. "Tak perlu repot-repot menjemput aku, aku bisa mengubah diri menjadi burung dan bisa masuk langsung ke keputren. Dan benda ini akan kusimpan, atau kalau kalian mau ambil silahkan mengambil dari tanganku."Triasing diam bahkan tegang. Tidak demikian Mei Li Tsu yang memang berniat berkenalan dan menarik perhatian Jiu Long. "Ayo Kakak, kita ambil."Mei Li Tsu menyerbu ke depan. Triasing yang memang sedikit penasaran dan agak tidak perca
Mei Li Tsu merah wajahnya, malu karena pantatnya ditepuk dan diremas. Tetapi diam-diam dia girang, paling tidak dia tahu lelaki itu punya perhatian padanya. Ia tahu dari bagian tubuhnya yang selalu menarik perhatian lelaki adalah wajahnya yang cantik, lingkar pinggangnya yang kecil dan bokongnya yang semok. "Suatu waktu kamu pasti akan mencari aku," gumamnya dalam hatiTriasing juga serba salah. Maju lagi, tak mungkin, ilmu lelaki itu jauh di atas kemampuannya. Tidak bisa tidak, suka atau tidak suka, Triasing memaksa senyum dan memberi hormat. "Terimakasih atas pelajaran ketua, kami mohon diri."---ooo00ooo---Tebing karang itu tinggi di atas permukaan air laut. Gwangsin duduk termenung. Ia menengadah ke langit menatap Awan Putih yang berarak menutupi matahari siang. Jauh di bawah tampak debur ombak yang menghantam kaki tebing. Gwangsin sering duduk di situ menyaksikan dan mempelajari gemuruh ombak. Sifat dan gerak ombak menjadi inti pelajaran tenaga batin.Ombak datang dari tengah la
Tanpa terasa Gwangsin sudah menyelesaikan seluruh pencerahan ilmu neneknya. Tenaga inti Segoro membuat Gwangsin salin rupa menjadi seorang pendekar wanita yang kekuatan tenaga dalamnya sangat mumpuni. Ilmu ringan tubuh dikuasainya setelah mahir bermain-main di atas ombak ganas. Entah sudah berapa banyak air laut yang tanpa sengaja telah diteguknya ketika berlatih bersama neneknya. Neneknya memberi nama ilmu ringan tubuh ciptaannya Wimanasara mengibaratkan gerak secepat panah sakti. Setelah menguasai dua ilmu itu, barulah si nenek mewariskan ilmu Sapwa Tanggwa yang terdiri tujuhbelas jurus. Ilmu itu banyak mengandung perubahan sehingga tidak mudah dipelajari. Satu jurus dikuasai setelah pendalaman sekitar duapuluh hari. Uniknya jurus itu tidak berurutan. Nama-nama jurusnya pun aneh dan unik bahkan tidak sesuai dengan gerakannya.Waktu itu, ia sempat protes ketika neneknya mengajarkan jurus Cumangkrama (Menyetubuhi). Jurus itu indah tetapi dahsyat dan mematikan sebab tujuannya titik kem
Ia dan suaminya mencari si pembunuh, Gwangsin yang masih kecil dan menderita penyakit cacar dititipkan padi Kunti Jiao, adiknya yang berjuluk Dewi Obat. Tragisnya, si pembunuh ternyata salah seorang selir atau kekasih sang suami.Pendekar Matahari tanpa ampun membunuh selirnya itu. Tetapi tragedi membawa akibat panjang. Mungkin kecewa dengan tewasnya sang putra, Pendekar Matahari menghilang, tak pernah lagi bisa ditemui.Peiyu mencari dan mencari, tetapi tak pernah bisa menemukan lelaki yang dicintainya itu. Peiyu juga dilanda kekecewaan berat, dua anaknya mati, suami tercinta menghilang. Untuk mengatasi kekecewaan itu Peiyu menumpahkan semua perhatian pada penciptaan ilmu. Duapuluh tahun kemudian ia berhasil, lahirlah tenaga batin Segoro, ilmu ringan tubuh Wimanasara dan tujuhbelas jurus Sapwa Tanggwa.Suatu malam dalam tidur lelapnya, seseorang membelai rambut dan mencium lututnya. Ia tahu orang itu adalah suaminya, tetapi ia tak kuasa bangun. Tubuhnya lemas, tak bertenaga. Pasti pe