Saat Wu Long melangkah keluar dari wilayah Sekte Bumi Hijau, hawa di sekitarnya berubah drastis. Udara lembap dan penuh kehidupan tadi kini digantikan oleh angin dingin yang menusuk tulang, dan tanah di bawah kakinya berubah menjadi bebatuan kasar yang retak. Wilayah berikutnya, Sekte Es Putih, telah menyambutnya.Di kejauhan, gunung-gunung es menjulang, memantulkan sinar matahari yang terpantul tajam dari permukaannya. Namun, bukan keindahan itu yang menarik perhatian Wu Long. Sesuatu yang lain menyelimuti tempat ini—keheningan yang mencekam, seolah-olah waktu berhenti.Ia merasakan hawa dingin yang semakin menggigit, membuat langkahnya melambat. Tapi lebih dari itu, ia bisa merasakan sesuatu yang bergerak di dalam bayangan, mengawasinya.“Wilayah ini lebih ganas daripada yang sebelumnya,” pikir Wu Long, tangannya bersiap membentuk segel kapan saja. “Sekte ini dikenal dengan kekuatan mereka yang dapat menghancurkan jiwa, bukan hanya tubuh.”Tiba-tiba, angin berdesir, membawa butiran
Saat Wu Long melangkah lebih jauh, aura dingin dari wilayah Sekte Es Putih perlahan memudar, tetapi di kejauhan ia bisa merasakan tekanan yang lebih hebat menanti. Wilayah terakhir, Sekte Angin Biru, sudah dekat. Wu Long tahu ini bukan hanya tentang kekuatan fisik, tetapi juga kekuatan mental dan spiritualnya. Sekte Angin Biru dikenal sebagai sekte yang paling misterius, dengan teknik yang menggabungkan kecepatan, ilusi, dan serangan mematikan yang datang seperti angin badai.Ketika ia mendekati perbatasan wilayah itu, langit berubah menjadi kelabu pekat, seolah-olah badai raksasa sedang terbentuk. Angin kencang menerpa tubuh Wu Long, membawa debu dan serpihan dedaunan kering. Suara gemuruh terdengar di kejauhan, seperti ratusan naga yang bergerak serempak. Wu Long berhenti sejenak, mengatur napasnya sambil menyesuaikan posturnya agar tidak terhempas oleh angin yang kian ganas.“Angin ini… bukan angin biasa,” pikirnya. “Ada energi yang mengalir di dalamnya. Mereka menguji daya tahan m
Wu Long menatap Jamur Seribu Tahun di tangannya dengan tatapan penuh tekad. Tanpa ragu, ia menyantapnya hingga tak bersisa, serpihan terakhir pun masuk ke dalam mulutnya. Rasa jamur itu meluncur di tenggorokannya, menyisakan sensasi dingin yang aneh namun menyegarkan. Ia tertawa terbahak-bahak, suaranya bergema di tengah hutan sunyi."Biar saja! Kaisar gila itu akan tetap menghukumku mati meski aku menyerahkan Jamur Seribu Tahun ini. Lebih baik aku memakannya sendiri untuk menambah kekuatan kultivasiku dan memperpanjang umurku. Hahaha! Padahal aku sudah Immortal!" teriak Wu Long dengan nada penuh ejekan.Tawanya menggema hingga ia tiba di gerbang Istana Nirvana Surgawi. Para penjaga meliriknya dengan tatapan bingung, tapi tidak menghentikannya. Wu Long berjalan dengan langkah santai, senyumnya tak pernah pudar, seolah membawa kemenangan besar.Penasehat Yuan menyambutnya dengan wajah penuh harapan. "Wu Long! Kau berhasil, bukan? Kau membawa Jamur Seribu Tahun?" tanyanya, nada suaranya
Wu Long berdiri dengan punggung tegak, tubuhnya dikelilingi oleh aura tenang yang bertolak belakang dengan kekacauan di aula istana. Ia bisa merasakan tekanan dari Kaisar yang seperti badai siap menghancurkan. Tapi justru, sensasi itu membuatnya merasa hidup—darahnya mengalir dengan semangat yang baru saja ia peroleh.Kaisar Nirvana Surgawi menggeram, suaranya rendah namun mengancam, seperti gemuruh gunung yang siap meletus. "Kau pikir tindakan bodohmu ini akan membebaskanmu? Tidak, Wu Long. Ini hanya akan memastikan bahwa hidupmu berakhir di tanganku!"Suara lantang Kaisar menggema di seluruh aula. Para penjaga menggenggam tombak mereka erat-erat, siap melangkah maju kapan saja. Namun, Wu Long hanya tersenyum tipis, matanya menatap Kaisar dengan tenang, seolah tantangan ini hanyalah angin lalu."Menarik," kata Wu Long sambil melangkah perlahan, langkahnya bergema di lantai batu marmer yang dingin. "Aku mungkin tidak bisa lolos dari takdirmu, Yang Mulia. Tapi aku bisa memastikan satu
Wu Long melesat di bawah langit malam, tubuhnya menyatu dengan kegelapan. Angin dingin menampar wajahnya, menyusup hingga ke tulang, tetapi bukan itu yang ia rasakan paling kuat. Di dalam dirinya, ada sesuatu yang menggelegak—panas, berdenyut, hidup. Energi dari Jamur Seribu Tahun mengalir deras di setiap nadinya, membuatnya merasa lebih ringan, lebih kuat, lebih sadar akan dunia di sekitarnya.Ia menajamkan indranya. Suara gemerisik dedaunan yang tersapu angin terdengar begitu jelas, setiap embusan napas bumi seakan berbisik di telinganya. Bintang-bintang di langit tampak lebih terang, bercahaya seperti lentera-lentera kecil yang menuntunnya ke takdir baru. Ia merentangkan tangannya sedikit, merasakan keseimbangan sempurna antara dirinya dan dunia."Aku bebas," bisiknya.Namun, senyum yang hampir terbentuk di bibirnya segera pudar. Kebebasan ini datang dengan harga yang mahal. Kaisar Nirvana Surgawi bukanlah penguasa yang akan diam saja. Dengan sifatnya yang penuh dendam dan kejam, s
Kabut tebal melayang di sekeliling mereka, berputar seperti ular raksasa yang mengintai mangsanya. Udara dingin merayap ke kulit Wu Long, menusuk hingga ke tulang, namun perhatiannya terkunci pada bayangan yang perlahan muncul di hadapannya. Seiring kabut yang tersibak, sebuah kuil tua terbentang di tengah lembah—megah dalam kesunyian waktu. Pilar-pilar batu menjulang tinggi, dihiasi ukiran kuno yang tertutup lumut hijau lembap, seolah bisikan zaman masih bersembunyi di dalamnya. Aroma tanah basah bercampur dengan keheningan yang pekat, menggema dalam detak jantung Wu Long yang semakin cepat. Ada sesuatu di sana—sebuah energi purba yang berdenyut di udara, seperti detak jantung makhluk kuno yang tertidur."Di dalam sana," suara wanita di sampingnya terdengar lembut, namun ketegasan di dalamnya tak terbantahkan. Ia mengangkat tangannya, menunjuk ke arah kuil. "Cawan Sejuta Ilmu bersemayam di sana. Peninggalan kuno yang menyimpan jawaban atas segala pertanyaan, kekuatan untuk menguasai
Wu Long memandangi lembah yang semakin memudar di belakangnya saat ia melangkah pergi. Energi yang ia dapatkan dari Cawan Sejuta Ilmu masih berdenyut di dalam tubuhnya. Ia merasa ringan, tetapi dalam pikirannya, badai baru telah berkecamuk.“Aku harus kembali. Kaisar Nirvana Surgawi sudah terlalu lama menjadi rantai yang membelenggu dunia ini,” gumamnya sambil mengepalkan tangan. Aura emas di sekitarnya memancar lebih terang saat ia melangkah menuju tebing yang mengarah ke hutan di bawahnya.Tiba-tiba, suara lembut yang sudah ia kenal memecah keheningan. “Kau benar-benar ingin menantangnya, Wu Long?” Wanita penjaga lembah itu kini berdiri di belakangnya, tongkat kayunya bersandar di bahunya.Wu Long menoleh dan menatap matanya yang seperti bintang. “Tidak hanya untukku. Banyak orang yang hidup di bawah ketakutan Kaisar. Sudah waktunya ia dihentikan.”Wanita itu mendekat, langkahnya seolah tak menyentuh tanah. “Kaisar bukan sekadar manusia biasa, Wu Long. Dia telah bersatu dengan Kunci
Wu Long berdiri di tengah reruntuhan Benteng Langit Timur, napasnya terengah-engah setelah mengalahkan Jenderal Yan Lei. Sisa-sisa energi petir masih terasa di udara, menyengat kulitnya, tetapi ia berdiri tegak, menggenggam Pedang Jiwa Malam yang berkilauan dengan aura biru pekat.“Aku harus bergerak cepat,” gumamnya. Matanya menatap cakrawala, di mana langit gelap masih menyembunyikan ancaman yang lebih besar. Tujuh lagi. Tujuh rintangan yang harus ia lalui sebelum mencapai Kaisar Nirvana Surgawi.Saat ia melangkah pergi, suara gemuruh terdengar dari belakangnya. Wu Long memutar tubuh, Pedang Jiwa Malam terangkat dengan siaga. Dari celah reruntuhan, muncul sosok berjubah merah darah. Tubuhnya tinggi, dengan tatapan yang memancarkan hawa kematian. Di tangan kanannya, sebuah belati hitam berkilauan dengan darah yang seperti hidup, menetes dan menguap di udara.“Wu Long,” kata pria itu dengan suara yang rendah dan dingin. “Kau cukup tangguh untuk mengalahkan Yan Lei, tapi kau tidak akan
Desa Rembulan, yang dulunya muram akibat kehancuran oleh Phoenix Iblis, kini bersinar kembali berkat bantuan dari Perguruan Matahari dan Rembulan. Hari ini, desa yang biasanya sepi itu dipenuhi keceriaan dan tawa penduduknya.Di sudut-sudut desa, aroma masakan menggoda tercium dari dapur-dapur rumah. Para ibu sibuk menyiapkan berbagai hidangan lezat, wajah mereka berseri-seri saat mencicipi masakan. Anak-anak berlarian riang, tertawa lepas, sementara para pria menghias jalanan dengan lentera warna-warni, menciptakan suasana meriah yang belum pernah dirasakan sebelumnya.Keramaian ini bukan tanpa alasan. Para pendekar dari Benua Andalas dan Benua Empat Elemen berdatangan, memenuhi desa untuk menghadiri pernikahan Pendekar Naga Putih, yang juga dikenal sebagai Pendekar Seruling Bambu Putih, serta Pendekar Pedang Matahari dan Rembulan. Wu Long, yang kini menjadi sosok ternama di Benua Andalas, menarik perhatian banyak praktisi bela diri yang ingin menyaksikan hari bahagianya.Di tengah ke
Dalam sekejap, transformasi Wu Long pun terjadi. Tubuhnya bergetar hebat, seolah tersambar energi purba yang mengalir deras dalam nadinya. Kulitnya mulai berubah, berkilauan putih keperakan yang memantulkan cahaya bulan, dan sisik-sisik halus muncul di lengannya. Dengan raungan yang menggelegar, Wu Long berubah menjadi Naga Putih, makhluk legendaris yang pernah hanya ada dalam dongeng. Di udara, bayang-bayang tubuh raksasa itu menyapu langit, menantang nasib dengan aura keagungan yang mempesona.Tak jauh dari sana, Phoenix Iblis—makhluk dengan tubuh berselimut api hitam dan mata menyala merah—menyaksikan perubahan itu dengan tatapan penuh amarah. Suara sayapnya mengibas keras, mengirimkan gelombang panas yang menyambar, seolah menolak kehadiran Naga Putih yang kini menaklukkan kegelapan malam. Tanpa ragu, kedua kekuatan kuno itu pun bertabrakan di angkasa.Pertempuran di antara awan mulai bergemuruh. Naga Putih menghembuskan semburan embun beku yang membeku segala yang disentuhnya, me
Malam itu, langit di atas Desa Phoenix Merah tampak pekat, seolah ditelan kegelapan. Angin menderu di antara pepohonan, menerbangkan debu dan dedaunan kering, membawa serta firasat buruk yang menggantung di udara. Para penjaga di menara dan gerbang utama menggenggam erat senjata mereka, merasakan sesuatu yang tak biasa. Namun, mereka tidak mengetahui bahwa di balik bayangan pepohonan yang menjulang, puluhan sosok bergerak dalam keheningan, mata mereka penuh tekad dan tangan menggenggam senjata tajam. Pasukan Aliansi Pendekar Putih telah bersiap.Wu Long mengangkat tangannya perlahan, memberi isyarat. Bayangan-bayangan di sekitarnya segera berpencar. Tim pertama, yang dipimpin oleh lima pendekar terbaik dari Perguruan Pedang Patah, bergerak seperti bayangan malam. Nafas mereka nyaris tak terdengar, langkah kaki mereka menyatu dengan kegelapan. Dalam sekejap, seorang penjaga di menara sinyal api tersentak, matanya membelalak sebelum pedang melintasi tenggorokannya. Darah hangat mengalir
Malam itu, di Desa Rembulan, pusat pergerakan Aliansi Pendekar Putih, udara dipenuhi ketegangan yang membara. Angin malam berembus membawa aroma tanah basah dan asap dari obor-obor yang menyala di sepanjang jalan utama desa. Aula besar yang terbuat dari kayu jati tua bergetar oleh langkah-langkah tegas para pendekar dari keempat perguruan yang telah bersatu. Mereka duduk mengelilingi meja panjang yang penuh dengan peta, sketsa formasi, serta gulungan laporan dari mata-mata yang telah menyusup ke Desa Phoenix Merah. Wu Long berdiri tegap di tengah ruangan, sorot matanya tajam menelusuri wajah-wajah penuh tekad di sekelilingnya. Suaranya dalam dan tegas ketika ia berbicara, "Kita telah mengumpulkan kekuatan dari Perguruan Pedang Patah, Tapak Sakti, Cakar Tengkorak, dan Jari Sakti. Namun, menghadapi Phoenix Iblis Lie Wei bukanlah tugas mudah. Kita harus memiliki strategi yang matang." Shun Ming, seorang ahli taktik dari Perguruan Matahari dan Rembulan, menatap peta yang tergelar di meja
Wu Long, Shun Ming, dan Diao Chan duduk mengelilingi meja kayu di dalam pondok sederhana. Peta besar terbentang di atas meja, menampilkan lokasi perguruan-perguruan yang mereka rencanakan untuk direkrut dalam perlawanan melawan Phoenix Iblis Lie Wei.Langkah Pertama : Perguruan Pedang Patah di Kota Bintang"Perguruan Pedang Patah dikenal dengan teknik pedang mereka yang tak tertandingi," kata Shun Ming sambil menunjuk lokasi Kota Bintang di peta. "Namun, mereka terkenal menjaga netralitas dan jarang terlibat dalam konflik antar perguruan."Wu Long mengangguk. "Kita harus meyakinkan mereka bahwa ancaman Lie Wei tidak hanya terhadap beberapa perguruan, tetapi terhadap seluruh dunia persilatan."Diao Chan menambahkan, "Mungkin kita bisa menunjukkan bukti kekejaman Lie Wei di Desa Rembulan untuk menggugah hati mereka."Dengan rencana tersebut, ketiganya berangkat menuju Kota Bintang. Setibanya di sana, mereka disambut oleh suasana kota yang ramai, dengan para pedagang dan pendekar berlalu
Shun Ming menatap Wu Long dengan tatapan tajam, alisnya sedikit berkerut, seolah mencoba menebak siapa gadis cantik yang berdiri di samping kekasihnya. Udara di antara mereka terasa tegang, seakan waktu berhenti sejenak.Wu Long menarik napas dalam-dalam, lalu berkata dengan suara pelan namun tegas, "Shun Ming, aku baru saja dari Desa Rembulan sebelum datang ke sini untuk menemuimu."Sebelum Shun Ming sempat merespons, gadis di samping Wu Long melangkah maju. Dengan senyum lembut namun mata yang penuh keyakinan, dia berkata, "Kak Shun Ming, aku sudah mengetahui hubungan kalian sebagai kekasih. Perkenalkan, aku adalah Diao Chan, kekasih Wu Long dari kehidupan sebelumnya di Dunia Atas Nirvana Surgawi, sebelum ia terlahir kembali ke dunia fana ini."Glek!Wu Long menelan ludah, jantungnya berdegup kencang. Kejujuran Diao Chan yang tiba-tiba membuatnya cemas, terutama karena mereka sangat membutuhkan bantuan Shun Ming. Dia melirik ke arah Shun Ming, mencoba membaca ekspresi di wajahnya ya
Wu Long menatap tajam ke arah kedua murid senior yang kini terhuyung mundur. Si wajah berbintik, dengan pedang terhunus, tampak ragu sejenak sebelum kembali menyerang. Namun, dengan gerakan lincah, Wu Long menghindar dan memberikan tamparan keras ke pipi lawannya.PLAAK!Si wajah berbintik terjatuh, pedangnya terlepas dari genggaman. Sementara itu, si gempal yang masih terkejut dengan tamparan sebelumnya, mencoba bangkit dan menyerang dari belakang. Namun, Wu Long sudah mengantisipasinya. Dengan cepat, ia memutar tubuh dan menendang perut si gempal, membuatnya terjatuh kembali."Beraninya kalian menghina tamuku!" Tiba-tiba terdengar suara berat dan berwibawa. Dari arah gerbang perguruan, muncul seorang gadis cantik dengan jubah putih bersih, wajahnya memancarkan ketegasan. Dia adalah Shun Ming, pemimpin Perguruan Matahari dan Rembulan.Kedua murid yang tergeletak di tanah segera mengenali suara itu. Dengan wajah pucat, mereka berusaha bangkit dan berlutut di hadapan Shun Ming."Ketua.
Kabut tipis menyelimuti reruntuhan Desa Rembulan. Asap masih mengepul dari puing-puing hangus yang tersisa, menyebarkan aroma kayu terbakar yang menusuk hidung. Angin membawa bisikan duka dari rumah-rumah yang kini hanya tinggal arang."Siapa yang melakukan ini semua, Wu Long?" tanya Putri Diao Chan dengan suara bergetar, matanya menyapu kehancuran di sekeliling mereka.Wu Long mengepalkan tangan, rahangnya mengeras. Matanya yang tajam menyiratkan kemarahan yang bergejolak di dadanya. "Siapapun yang melakukannya... harus membayar dengan nyawanya! Aku curiga ini perbuatan Lie Wei!" katanya, suaranya dingin seperti bilah pedang yang baru diasah. "Sepertinya dia bangkit kembali, seperti phoenix yang muncul dari abu."Diao Chan menoleh, alisnya berkerut. "Tapi... kenapa ia membakar Desa Rembulan?"Wu Long menarik napas dalam sebelum menjawab. "Ia menyimpan dendam kesumat padaku. Gadis yang ia cintai memilihku sebagai kekasihnya."Sejenak, Diao Chan terdiam. Meski telah menerima kenyataan,
Langit senja membentang luas, menyajikan perpaduan warna ungu yang bercampur jingga di cakrawala, seolah melukiskan keindahan terakhir sebelum malam menelan dunia. Namun, keindahan itu tak mampu menutupi bau pahit dari kayu yang terbakar dan daging yang hangus. Udara berat dengan abu yang melayang-layang, menyelubungi Desa Rembulan yang kini hanya tersisa puing dan arang.Wu Long melangkah perlahan, butiran debu dan serpihan bara terangkat setiap kakinya menyentuh tanah. Jubahnya berkibar dihembus angin yang dingin dan menyusup hingga ke tulang. Matanya menyapu pemandangan mengerikan di depannya—rumah-rumah yang hancur, tiang-tiang kayu yang masih berderak perlahan sebelum ambruk, dan kehampaan yang lebih menyakitkan dari suara jerit kesakitan.Tidak ada suara tawa anak-anak yang dulu bermain di jalanan, tidak ada pedagang yang sibuk menawarkan barang dagangan mereka. Desa ini, yang seharusnya penuh dengan kehidupan, kini menjadi kuburan tanpa nisan.Di sisinya, Putri Diao Chan menutu