Kabut tebal melayang di sekeliling mereka, berputar seperti ular raksasa yang mengintai mangsanya. Udara dingin merayap ke kulit Wu Long, menusuk hingga ke tulang, namun perhatiannya terkunci pada bayangan yang perlahan muncul di hadapannya. Seiring kabut yang tersibak, sebuah kuil tua terbentang di tengah lembah—megah dalam kesunyian waktu. Pilar-pilar batu menjulang tinggi, dihiasi ukiran kuno yang tertutup lumut hijau lembap, seolah bisikan zaman masih bersembunyi di dalamnya. Aroma tanah basah bercampur dengan keheningan yang pekat, menggema dalam detak jantung Wu Long yang semakin cepat. Ada sesuatu di sana—sebuah energi purba yang berdenyut di udara, seperti detak jantung makhluk kuno yang tertidur."Di dalam sana," suara wanita di sampingnya terdengar lembut, namun ketegasan di dalamnya tak terbantahkan. Ia mengangkat tangannya, menunjuk ke arah kuil. "Cawan Sejuta Ilmu bersemayam di sana. Peninggalan kuno yang menyimpan jawaban atas segala pertanyaan, kekuatan untuk menguasai
Wu Long memandangi lembah yang semakin memudar di belakangnya saat ia melangkah pergi. Energi yang ia dapatkan dari Cawan Sejuta Ilmu masih berdenyut di dalam tubuhnya. Ia merasa ringan, tetapi dalam pikirannya, badai baru telah berkecamuk.“Aku harus kembali. Kaisar Nirvana Surgawi sudah terlalu lama menjadi rantai yang membelenggu dunia ini,” gumamnya sambil mengepalkan tangan. Aura emas di sekitarnya memancar lebih terang saat ia melangkah menuju tebing yang mengarah ke hutan di bawahnya.Tiba-tiba, suara lembut yang sudah ia kenal memecah keheningan. “Kau benar-benar ingin menantangnya, Wu Long?” Wanita penjaga lembah itu kini berdiri di belakangnya, tongkat kayunya bersandar di bahunya.Wu Long menoleh dan menatap matanya yang seperti bintang. “Tidak hanya untukku. Banyak orang yang hidup di bawah ketakutan Kaisar. Sudah waktunya ia dihentikan.”Wanita itu mendekat, langkahnya seolah tak menyentuh tanah. “Kaisar bukan sekadar manusia biasa, Wu Long. Dia telah bersatu dengan Kunci
Wu Long berdiri di tengah reruntuhan Benteng Langit Timur, napasnya terengah-engah setelah mengalahkan Jenderal Yan Lei. Sisa-sisa energi petir masih terasa di udara, menyengat kulitnya, tetapi ia berdiri tegak, menggenggam Pedang Jiwa Malam yang berkilauan dengan aura biru pekat.“Aku harus bergerak cepat,” gumamnya. Matanya menatap cakrawala, di mana langit gelap masih menyembunyikan ancaman yang lebih besar. Tujuh lagi. Tujuh rintangan yang harus ia lalui sebelum mencapai Kaisar Nirvana Surgawi.Saat ia melangkah pergi, suara gemuruh terdengar dari belakangnya. Wu Long memutar tubuh, Pedang Jiwa Malam terangkat dengan siaga. Dari celah reruntuhan, muncul sosok berjubah merah darah. Tubuhnya tinggi, dengan tatapan yang memancarkan hawa kematian. Di tangan kanannya, sebuah belati hitam berkilauan dengan darah yang seperti hidup, menetes dan menguap di udara.“Wu Long,” kata pria itu dengan suara yang rendah dan dingin. “Kau cukup tangguh untuk mengalahkan Yan Lei, tapi kau tidak akan
Wu Long menatap Benteng Darah Hitam di kejauhan. Kabut merah tebal mengelilinginya, seolah-olah benteng itu adalah makhluk hidup yang mengintimidasi siapa pun yang mendekat. Getaran aneh terasa di udara, membuat setiap langkah Wu Long terasa berat, seakan gravitasi sendiri melawan kehadirannya."Ini lebih dari sekadar benteng," pikir Wu Long. "Aura ini… seperti jeritan jiwa-jiwa yang terperangkap di dalamnya."Langkahnya melambat saat ia mendekati gerbang besar yang terbuat dari logam hitam berukir. Ukiran itu tampak seperti naga yang melilit gerbang, matanya yang merah menyala seolah-olah memperingatkan: "Berbaliklah, atau mati." Namun Wu Long tidak gentar. Dengan satu dorongan telapak tangannya yang dipenuhi energi, ia membuka gerbang itu, menyebabkan suara derak logam yang menggema seperti raungan naga.Di dalam benteng, suasana semakin mencekam. Langit di atasnya tidak terlihat karena tertutup kabut merah pekat. Tanah di bawah kakinya keras dan retak, seperti telah lama mati. Di s
Wu Long berdiri di depan gerbang kedua Benteng Darah Hitam. Kabut merah yang sebelumnya menggantung tebal mulai menipis, namun bukan berarti udara menjadi lebih ringan. Sebaliknya, tekanan tak kasatmata kini menyelubungi tempat itu, seperti tangan raksasa yang perlahan menekan tubuhnya. Setiap tarikan napas terasa berat, seolah ada sesuatu yang mencoba merasuki paru-parunya.Keheningan yang sempat menyelimuti benteng buyar oleh gema langkah berat yang menggetarkan tanah. Debu dan serpihan batu beterbangan dari dinding-dinding benteng yang retak. Gemuruh itu mendekat, bergema seperti drum perang yang ditabuh dalam ritme yang menghantui.Dari kegelapan yang merayap di balik gerbang, tiga sosok muncul, mengenakan zirah emas yang berpendar bagaikan sinar matahari yang menusuk kabut. Aura mereka menyilaukan, bukan hanya karena pantulan cahaya dari baju besi, tetapi juga karena kekuatan surgawi yang berdenyut di sekitar tubuh mereka. Mereka adalah Tiga Jenderal Langit—panglima terkuat di ba
Jenderal Fang Zhu – Raksasa Api LangitLangit berpendar merah, seakan mencerminkan amarah yang meledak-ledak dari sosok raksasa yang berdiri di tengah arena. Fang Zhu, Jenderal Api Langit, menjulang seperti benteng yang tak tergoyahkan. Tubuhnya bagai gunung yang bernafas, dengan urat-uratnya bersinar merah menyala, berdenyut seperti lava yang mengalir di bawah permukaan bumi. Setiap tarikan napasnya menghembuskan udara panas, menciptakan distorsi di sekelilingnya, seolah-olah dunia pun gemetar di hadapannya.Tubuhnya yang seperti gunung, tinggi hampir dua kali lipat Wu Long, dengan otot-otot yang tampak seperti baja yang ditempa. Ia membawa palu raksasa yang berlapis api, setiap ayunannya menghasilkan gelombang panas yang bisa melelehkan batu.Dengan satu gerakan lambat namun penuh kekuatan, Fang Zhu mengangkat palu raksasanya, logamnya berlapis api yang berkobar-kobar ganas. Panasnya begitu menyengat hingga tanah di bawahnya mulai menghitam dan mengelupas. “Wu Long!” suaranya mele
Wu Long berjalan melewati gerbang berikutnya, tubuhnya diliputi aura kepercayaan diri yang hampir arogan. Di balik pintu besar dari emas berukir, ia tiba di sebuah aula luas yang dipenuhi patung-patung kuno para leluhur. Energi di tempat ini terasa berbeda—lebih mencekam, lebih tajam, dan berbahaya.Di tengah aula itu, berdiri seorang pria dengan tubuh yang tegap, mengenakan baju zirah hitam berhiaskan ukiran naga merah yang tampak hidup. Aura pria ini begitu kuat hingga membuat udara bergetar. Matanya menyala seperti bara api, memancarkan kekuatan dan pengalaman bertempur yang tak diragukan lagi. Di punggungnya, sebuah tombak besar bersinar, tampak seperti senjata yang telah meminum ribuan nyawa.Wu Long menyipitkan matanya, menyadari bahwa pria ini bukan lawan biasa. "Siapa kau?" tanyanya, meskipun ia sudah bisa merasakan jawabannya.Pria itu tersenyum tipis, dingin seperti es di musim dingin. “Aku adalah Jenderal Langit Ketujuh, Shen Zhi. Kaisar mengirimku untuk memastikan kau tida
Wu Long berdiri dengan susah payah, tubuhnya dipenuhi luka yang memerah, namun matanya tetap memancarkan tekad yang membara. Sebaliknya, Shen Zhi tampak seperti gunung kokoh yang tidak tergoyahkan, meskipun bahunya berlumuran darah akibat tebasan terakhir Wu Long. Aula megah tempat mereka bertarung kini sudah berubah menjadi reruntuhan, dengan patung-patung kuno retak dan lantai penuh retakan akibat kekuatan mereka.Shen Zhi menyeringai, tombaknya yang berselimut api naga masih menyala terang, memancarkan energi yang membuat udara bergetar. “Wu Long, aku akui kau tangguh. Tapi aku adalah Jenderal Langit Ketujuh, penguasa seni tombak surgawi. Tidak ada yang mampu bertahan dariku sejauh ini. Bersiaplah untuk akhir yang menyakitkan!”Wu Long menghapus darah di sudut bibirnya, lalu menancapkan pedang Jiwa Malam ke tanah. Dengan napas berat, ia mulai merapal mantra dengan nada rendah namun menggetarkan jiwa. Aura hitam pekat mulai keluar dari tubuhnya, membungkus seluruh ruangan dengan keg
Angin dingin berembus pelan, menyapu halaman istana Nirvana Surgawi yang diselimuti cahaya keemasan. Aroma dupa membaur dengan wangi bunga plum yang merekah di sudut-sudut taman. Suasana sakral itu mendadak pecah oleh suara nyaring penuh kemarahan."Wu Long! Kenapa kau begitu tega membuat Ayah terluka?!"Suara melengking Putri Kaisar menggema di antara pilar-pilar megah. Mata jernihnya membara, menatap pemuda berbalut jubah hitam yang berdiri tegak tanpa sedikit pun gentar. Angin membelai rambut panjangnya yang terurai, menciptakan siluet yang tegas di bawah cahaya langit.Wu Long hanya menyipitkan mata, bibirnya melengkung tipis. "Jangan menyalahkan Wu Long, Ling'er ... aku yang salah!" suara lemah Kaisar Nirvana Surgawi menyela, menahan erangan kesakitan. Tangannya yang berlumuran darah masih menggenggam pedangnya erat, seolah tak rela melepaskan pertarungan yang baru saja terjadi."Sudah bagus aku tidak membunuh ayahmu setelah ia berulang kali mencoba membunuhku!" Wu Long berseru d
Wu Long menatap Kaisar Nirvana Surgawi dengan tajam. Udara di sekeliling mereka bergetar, seolah alam semesta pun menahan napas menyaksikan dua kekuatan besar yang akan bertarung.Tanpa peringatan, Wu Long melesat maju dengan kecepatan luar biasa. Pedang Jiwa Malamnya memancarkan cahaya kebiruan yang berpendar, menebas ruang dengan energi yang cukup untuk membelah gunung. Kaisar Nirvana Surgawi hanya tersenyum tipis, mengangkat Tombak Surya Abadi dan mengayunkannya dengan gerakan yang seolah lamban namun sarat dengan kekuatan luar biasa."CLANG!"Benturan dua senjata sakti menciptakan gelombang kejut dahsyat yang memecahkan lantai marmer istana. Getaran energi menyebar, meruntuhkan pilar-pilar raksasa dan membuat langit-langit bergetar. Wu Long terpental ke belakang, namun ia berputar di udara, mendarat dengan anggun di atas reruntuhan.Kaisar Nirvana Surgawi melangkah maju, mata emasnya bersinar penuh wibawa. "Kekuatanmu sudah meningkat, Wu Long. Tapi belum cukup untuk mengalahkanku.
Wu Long berdiri di antara reruntuhan yang berdebu, napasnya masih berat dan terengah-engah akibat pertarungan sengit melawan Chen Tian. Suara deru angin menyapu puing-puing, seakan ikut menangisi luka dan kelelahan yang masih membekas di tubuhnya. Meski demikian, bayang-bayang kegelisahan menari di balik matanya; hatinya tahu, satu pertarungan terakhir—pertarungan yang akan menentukan segalanya—masih menantinya.Di puncak gunung suci, Istana Kaisar Nirvana Surgawi menjulang megah, seolah terlahir dari legenda. Kabut tipis bercampur sinar keemasan mengelilingi menara-menara istana, memantulkan kilau mistis yang menyulap langit menjadi kanvas lukisan surgawi. Namun, di balik keindahan yang memukau itu, tersembunyi aura mengerikan yang seolah mengawasi setiap langkah yang mendekat.Wu Long mengulurkan tangannya dengan mantap, menggenggam Pedang Jiwa Malam—senjata yang kini kembali ke pelukannya seolah membawa janji akan balas dendam dan keadilan. Dengan langkah pasti, ia menyusuri jalan
Tubuh Wu Long terpental keras, menghantam bebatuan dengan dentuman yang menggetarkan tanah. Pedang Jiwa Malam terlepas dari genggamannya, menancap beberapa langkah darinya. Darah mengalir dari luka di dadanya, menetes di tanah yang kini penuh retakan akibat pertempuran dahsyat.Chen Tian melangkah mendekat dengan penuh percaya diri. Aura gelapnya semakin pekat, membuat udara di sekitarnya bergetar dengan tekanan yang hampir tak tertahankan. Iblis Penebas Langit berdenyut, seakan merayakan kemenangan yang sudah di depan mata.“Kau sudah kalah, Wu Long.” Suaranya dingin dan tajam. “Kekuatanmu tak cukup untuk menandingi kehendak kegelapan.”Wu Long berusaha bangkit, tetapi lututnya bergetar hebat. Matanya yang penuh tekad menatap Chen Tian dengan kebencian dan semangat yang tak padam. Namun tubuhnya tak mampu lagi merespons dengan cepat. Ia terengah-engah, menyadari bahwa dalam kondisinya sekarang, mustahil baginya untuk menang.Chen Tian mengangkat pedangnya tinggi-tinggi, bersiap mengh
Langit menggelegar, membelah kegelapan dengan kilatan petir ungu yang menari liar di antara awan merah darah. Suara gemuruh mengguncang tanah, seakan langit sendiri marah atas pertarungan yang akan menentukan takdir dunia. Hujan mulai turun, tiap tetesnya terasa seperti belati dingin yang menusuk kulit.Di bawahnya, Wu Long berdiri dengan napas tersengal. Jubah putihnya yang dulu bersih kini ternoda darah dan debu, mencerminkan pertempuran sengit yang telah ia lalui. Meski tubuhnya dipenuhi luka, matanya tetap menyala dengan tekad yang tak tergoyahkan. Di tangannya, Pedang Jiwa Malam berdenyut, seolah memahami beban yang dipikul pemiliknya.Chen Tian melangkah maju dengan aura mencekam. Setiap langkahnya mengguncang tanah, bayangannya memanjang di atas tanah yang bergetar di bawah tekanan energinya. Pedang raksasa hitamnya, Iblis Penebas Langit, berdenyut, retakan-retakan energi hitam menjalar di sekelilingnya, seakan hendak merobek realitas itu sendiri.“Wu Long, terimalah takdirmu.”
Asap putih mengepul di medan pertempuran, menyelimuti seluruh langit dengan cahaya keemasan. Ledakan Naga Purba yang dilepaskan Pek Long telah menghantam tubuh Chen Tian secara langsung.Wu Long mengatur napas di punggung naga putihnya, matanya tetap waspada. Apakah pertarungan ini sudah berakhir?Namun, sebuah suara menggema dari dalam asap tebal."Hmph. Tak kusangka, kau benar-benar bisa membangkitkan Pek Long."Dari dalam kepulan debu, siluet Chen Tian perlahan muncul. Jubah ungunya telah terkoyak, darah menetes dari sudut bibirnya, dan sebagian zirah obsidian yang melapisi tubuhnya retak. Namun, tatapan tajamnya tidak pudar sedikit pun—justru semakin membara.Wu Long mengernyit. Serangan itu seharusnya cukup untuk menghancurkan seorang Jenderal Langit.Chen Tian mengangkat tangan, dan seketika itu juga, energi hitam membara menyelimuti tubuhnya. Aura surgawi yang menakutkan menjalar ke seluruh medan pertempuran. Batu-batu di tanah melayang, angin berputar kencang, dan langit yang
Wu Long melangkah melewati gerbang terakhir yang terbuka dengan bunyi gemuruh. Ruangan di baliknya tidak seperti aula sebelumnya yang megah, melainkan sebuah medan luas yang tampak seperti dimensi lain. Langit berwarna merah tua berputar dengan badai energi, dan di tengah-tengahnya berdiri sosok tinggi yang memancarkan aura luar biasa.Jenderal Langit Kedelapan, Chen Tian, berdiri dengan kedua tangan bersedekap. Tubuhnya dilapisi zirah obsidian yang berkilauan, dengan jubah ungu yang berkibar tanpa adanya angin. Wajahnya tidak menunjukkan emosi, namun matanya berkilat seperti bintang yang menyaksikan kehancuran dunia. Di punggungnya tergantung senjata yang jarang digunakan para kultivator biasa—Pedang Kembar Penakluk Surga, dua bilah pedang yang masing-masing menyimpan kekuatan kehancuran dan penciptaan.Wu Long menghela napas panjang, tubuhnya masih terasa berat setelah pertarungan dengan Shen Zhi. Namun, ia tidak punya waktu untuk pulih. Chen Tian bukanlah lawan yang bisa diremehkan
Wu Long berdiri dengan susah payah, tubuhnya dipenuhi luka yang memerah, namun matanya tetap memancarkan tekad yang membara. Sebaliknya, Shen Zhi tampak seperti gunung kokoh yang tidak tergoyahkan, meskipun bahunya berlumuran darah akibat tebasan terakhir Wu Long. Aula megah tempat mereka bertarung kini sudah berubah menjadi reruntuhan, dengan patung-patung kuno retak dan lantai penuh retakan akibat kekuatan mereka.Shen Zhi menyeringai, tombaknya yang berselimut api naga masih menyala terang, memancarkan energi yang membuat udara bergetar. “Wu Long, aku akui kau tangguh. Tapi aku adalah Jenderal Langit Ketujuh, penguasa seni tombak surgawi. Tidak ada yang mampu bertahan dariku sejauh ini. Bersiaplah untuk akhir yang menyakitkan!”Wu Long menghapus darah di sudut bibirnya, lalu menancapkan pedang Jiwa Malam ke tanah. Dengan napas berat, ia mulai merapal mantra dengan nada rendah namun menggetarkan jiwa. Aura hitam pekat mulai keluar dari tubuhnya, membungkus seluruh ruangan dengan keg
Wu Long berjalan melewati gerbang berikutnya, tubuhnya diliputi aura kepercayaan diri yang hampir arogan. Di balik pintu besar dari emas berukir, ia tiba di sebuah aula luas yang dipenuhi patung-patung kuno para leluhur. Energi di tempat ini terasa berbeda—lebih mencekam, lebih tajam, dan berbahaya.Di tengah aula itu, berdiri seorang pria dengan tubuh yang tegap, mengenakan baju zirah hitam berhiaskan ukiran naga merah yang tampak hidup. Aura pria ini begitu kuat hingga membuat udara bergetar. Matanya menyala seperti bara api, memancarkan kekuatan dan pengalaman bertempur yang tak diragukan lagi. Di punggungnya, sebuah tombak besar bersinar, tampak seperti senjata yang telah meminum ribuan nyawa.Wu Long menyipitkan matanya, menyadari bahwa pria ini bukan lawan biasa. "Siapa kau?" tanyanya, meskipun ia sudah bisa merasakan jawabannya.Pria itu tersenyum tipis, dingin seperti es di musim dingin. “Aku adalah Jenderal Langit Ketujuh, Shen Zhi. Kaisar mengirimku untuk memastikan kau tida