"Aku akan memberitahumu pada saat yang tepat, Tuan Long! Sekarang yang perlu kamu ketahui, kalau aku melindungimu dan tidak bermaksud jahat padamu!" seru Xiao Fen. Dia masih harus menghindari serangan si brewok tanpa berusaha menyerang kepala gerombolan ini."Kalian tunggu apa lagi? Tangkap gadis brengsek ini!" perintah si brewok kepada anak buahnya.Belum sempat anak buah si brewok maju, mereka sudah terpental oleh serangan jarak jauh."Siapa yang berani ikut campur urusanku!" teriak si brewok yang terkejut melihat anak buahnya berjatuhan begitu saja oleh serangan sosok yang tidak kelihatan.Zhou Shen juga terkejut melihat begitu mudahnya anak buah si brewok ini berjatuhan oleh serangan yang bahkan penyerangnya belum kelihatan sama sekali."Berani mengacau di kota Galaksi, hukumannya adalah kematian!"Terdengar suara yang menggelagar dari jarak jauh disertai munculnya sosok pria yang berumur sekitar tiga puluhan di hadapan si brewok."Kamu tidak terluka, Xiao Fen?" tanya pria ini sam
"Apa kamu ingin segera masuk ke Perguruan Pedang Bintang?" tanya Xiaofen sambil menikmati mi panas di kedai sederhana itu. Aroma kuah mi yang menggoda memenuhi udara, menciptakan suasana hangat di tengah malam yang dingin."Kalau bisa sih secepatnya," sahut Wu Long dengan penuh semangat. "Aku ingin segera mencari pembunuh orangtuaku dengan bekal ilmu pedang yang lumayan hebat!"Xiaofen mengangguk sambil tersenyum. "Zhang Yun bisa membuatmu masuk ke dalam Perguruan Pedang Bintang dengan mudah!" kata Xiaofen lagi, namun wajahnya menyimpan misteri yang tak terpecahkan.Wu Long memperhatikan ekspresi Xiaofen, merasa ada sesuatu yang disembunyikan. "Apa kita bisa menemuinya sekarang? Lebih cepat kan lebih baik!"Xiaofen meletakkan sumpitnya dan menatap Wu Long dengan tatapan serius. "Aku akan mengantarmu menemui Zhang Yun, tapi aku ingin kita bermalam untuk satu malam lagi di penginapan sebelum kamu masuk ke Perguruan Pedang Bintang. Bagaimana menurutmu?"Wu Long ragu sejenak, tapi rasa pe
Keesokan harinya, Xiaofen dan Wu Long berangkat menuju Perguruan Pedang Bintang. Setelah pertemuan dengan Zhang Yun, Wu Long merasa semangatnya semakin membara. Mereka berjalan menyusuri jalanan kota hingga tiba di gerbang besar Perguruan Pedang Bintang yang megah.Gerbang besar itu terbuat dari kayu jati yang kokoh, dihiasi ukiran naga yang tampak hidup. Xiaofen mengetuk pintu besar itu, dan seorang murid perguruan membukakan pintu dengan hormat."Selamat datang di Perguruan Pedang Bintang. Ada yang bisa saya bantu?" tanya murid itu dengan sopan."Kami ingin bertemu dengan Ketua Zhing Yin," kata Xiaofen tegas. "Kami sudah membuat janji."Murid itu mengangguk dan mempersilakan mereka masuk. Mereka dibawa ke aula utama perguruan, tempat di mana seorang gadis cantik jelita dengan rambut panjang hitam pekat sedang berlatih dengan pedangnya. Gerakannya anggun namun mematikan, menunjukkan keahlian yang luar biasa."Ketua Zhing Yin," kata murid yang mengantar mereka, "ini tamu yang ingin be
Dengan tekad yang bulat, Wu Long bersiap untuk menghadapi ujian pertama. Xiaofen memberinya bekal makanan dan pakaian hangat untuk perjalanan ke Lembah Es. Perjalanan itu cukup jauh, dan Wu Long tahu bahwa dia harus menghemat energi serta mempersiapkan dirinya secara mental dan fisik.Setelah beberapa hari perjalanan melewati pegunungan dan hutan lebat, Wu Long akhirnya tiba di Lembah Es. Udara di sana sangat dingin, dan angin kencang yang menusuk tulang membuatnya merasakan betapa beratnya ujian ini."Ini hanya permulaan," gumam Wu Long pada dirinya sendiri, menggigil saat ia mulai berjalan menuju pusat lembah.Hari-hari pertama di Lembah Es sangat sulit. Setiap gerakan terasa berat, dan suhu yang ekstrem membuat tubuhnya lelah lebih cepat. Namun, Wu Long terus berlatih teknik pedang yang telah dia pelajari, bergerak dengan gigih meskipun tubuhnya semakin lemah.Pada hari ketiga, Wu Long mulai merasa lebih terbiasa dengan dinginnya Lembah Es. Dia menemukan sebuah gua kecil yang bisa
Wu Long merasakan aliran energi dalam tubuhnya yang mulai berdenyut kembali, mengisi setiap inci otot dan tulangnya dengan kekuatan yang perlahan bangkit dari dalam, meski tidak sebanding dengan masa kejayaannya sebagai seorang Immortal. Ilmu Pedang Bintang yang ia kuasai, seakan menari di antara helai angin dan gemerlap bintang, memulihkan dirinya setelah ditinggalkan oleh Naga Putih, yang pernah menjadi pelindungnya.Di sisi lain, Zhing Yin, dengan lembutnya perasaannya yang semakin mendalam, tak mampu menahan getaran hati yang semakin kuat terhadap Wu Long. Setiap kali mereka bersama, pesona pemuda itu kian merasuk dalam sanubarinya, hingga akhirnya, suatu malam yang tenang, di bawah cahaya bulan yang redup, Zhing Yin memberanikan diri untuk bertanya dengan suara selembut embun pagi, "Wu Long... apakah kau menyukaiku?"Kata-kata itu seketika mengguncang Wu Long. Dia tak menduga Zhing Yin, seorang pemimpin Perguruan Pedang Bintang yang dihormati, akan menyatakan perasaannya dengan b
Energi murni bergetar di udara saat Zhing Yin dan Wu Long berdiri berdampingan, saling menyuplai kekuatan dengan harmonis. Detak jantung Wu Long berpacu cepat, menyatu dengan gelombang energi yang mengalir deras ke dalam dirinya. Sebuah cahaya cemerlang menyelimuti mereka, memberi kesan seolah-olah dunia di sekelilingnya memudar, menyisakan hanya keduanya dan kekuatan yang terjalin.Saat energi itu meresap ke dalam tubuhnya, Wu Long merasakan kekuatan yang menggelegak, jauh melampaui batas yang pernah ia bayangkan. Dalam sekejap, ia menguasai Ilmu Pedang Bintang yang diajarkan oleh Zhing Yin, setiap gerakan terasa lemas namun berisi, seolah angin berbisik lembut di telinganya, memandu setiap serangan dan pertahanan."Kamu hebat, Wu Long!" puji Zhing Yin, wajahnya bersemu merah dengan kebanggaan. Kenangan akan bakat luar biasa Wu Long mengalir dalam pikirannya, mengingatkan pada momen ketika ia pertama kali menyaksikan pemuda ini. "Tidak sia-sia aku memberimu energi murni!"Wu Long mer
Setelah meninggalkan Desa Qui Lin, langkah Wu Long semakin mantap saat ia mendekati Hutan Keramat. Pepohonan menjulang tinggi, daun-daun berkilau di bawah sinar matahari yang merembes di antara celah-celah cabang, menciptakan suasana mistis. Namun, meski semangatnya berkobar, perasaan tidak nyaman menyelimutinya—hutan ini tidak hanya terkenal karena keindahannya, tetapi juga karena bahaya yang mengintai di dalamnya. Sementara itu, saat Wu Long melangkah lebih dalam, suara alam berubah menjadi sepi, hanya terngiang suara detak jantungnya. Dalam keheningan itu, tiba-tiba, sosok yang dikenal muncul di hadapannya—Lie Wei, Pendekar Phoenix. Tubuhnya berkilau dalam balutan pakaian merah menyala, menciptakan aura yang menakutkan dan megah. Senyum sinis menghiasi wajahnya, mencerminkan keyakinan yang menguar dari dalam dirinya. "Berharap bisa menyelamatkan Roh Naga Putih, Wu Long? Aku tidak akan membiarkanmu melakukannya," ucap Lie Wei, suaranya tegas dan penuh tantangan. Di belakangnya, en
Wu Long menatap dengan pandangan penuh kekaguman saat angin yang berputar di sekeliling sosok penolongnya perlahan mereda. Di hadapannya berdiri seorang wanita yang auranya begitu kuat namun lembut, seolah alam sendiri mengalir di dalam dirinya. Ketika tudung jubahnya terbuka, keindahan yang terpancar darinya membuat Wu Long terdiam. Sosok itu adalah Ashura, seorang wanita dengan kecantikan yang melebihi bidadari dari Kahyangan—kulitnya seputih pualam, matanya berkilau bagai bintang, dan setiap gerakannya terasa halus seperti desiran angin.Wanita ini tersenyum kepada dirinya setelah berhasil membawanya lolos dari incaran Lie Wei, Pendekar Phoenix Merah yang mengincar nyawanya."Jangan khawatir, aku tidak bermaksud buruk terhadapmu ... namaku, Ashura," ucap wanita cantik ini memperkenalkandirinya.“Ashura…” gumam Wu Long, meskipun ia tak pernah bertemu dengannya sebelumnya, namanya terasa akrab, seperti angin yang berhembus membawa bisikan dari tempat yang sangat jauh.Ashura tersenyu
Desa Rembulan, yang dulunya muram akibat kehancuran oleh Phoenix Iblis, kini bersinar kembali berkat bantuan dari Perguruan Matahari dan Rembulan. Hari ini, desa yang biasanya sepi itu dipenuhi keceriaan dan tawa penduduknya.Di sudut-sudut desa, aroma masakan menggoda tercium dari dapur-dapur rumah. Para ibu sibuk menyiapkan berbagai hidangan lezat, wajah mereka berseri-seri saat mencicipi masakan. Anak-anak berlarian riang, tertawa lepas, sementara para pria menghias jalanan dengan lentera warna-warni, menciptakan suasana meriah yang belum pernah dirasakan sebelumnya.Keramaian ini bukan tanpa alasan. Para pendekar dari Benua Andalas dan Benua Empat Elemen berdatangan, memenuhi desa untuk menghadiri pernikahan Pendekar Naga Putih, yang juga dikenal sebagai Pendekar Seruling Bambu Putih, serta Pendekar Pedang Matahari dan Rembulan. Wu Long, yang kini menjadi sosok ternama di Benua Andalas, menarik perhatian banyak praktisi bela diri yang ingin menyaksikan hari bahagianya.Di tengah ke
Dalam sekejap, transformasi Wu Long pun terjadi. Tubuhnya bergetar hebat, seolah tersambar energi purba yang mengalir deras dalam nadinya. Kulitnya mulai berubah, berkilauan putih keperakan yang memantulkan cahaya bulan, dan sisik-sisik halus muncul di lengannya. Dengan raungan yang menggelegar, Wu Long berubah menjadi Naga Putih, makhluk legendaris yang pernah hanya ada dalam dongeng. Di udara, bayang-bayang tubuh raksasa itu menyapu langit, menantang nasib dengan aura keagungan yang mempesona.Tak jauh dari sana, Phoenix Iblis—makhluk dengan tubuh berselimut api hitam dan mata menyala merah—menyaksikan perubahan itu dengan tatapan penuh amarah. Suara sayapnya mengibas keras, mengirimkan gelombang panas yang menyambar, seolah menolak kehadiran Naga Putih yang kini menaklukkan kegelapan malam. Tanpa ragu, kedua kekuatan kuno itu pun bertabrakan di angkasa.Pertempuran di antara awan mulai bergemuruh. Naga Putih menghembuskan semburan embun beku yang membeku segala yang disentuhnya, me
Malam itu, langit di atas Desa Phoenix Merah tampak pekat, seolah ditelan kegelapan. Angin menderu di antara pepohonan, menerbangkan debu dan dedaunan kering, membawa serta firasat buruk yang menggantung di udara. Para penjaga di menara dan gerbang utama menggenggam erat senjata mereka, merasakan sesuatu yang tak biasa. Namun, mereka tidak mengetahui bahwa di balik bayangan pepohonan yang menjulang, puluhan sosok bergerak dalam keheningan, mata mereka penuh tekad dan tangan menggenggam senjata tajam. Pasukan Aliansi Pendekar Putih telah bersiap.Wu Long mengangkat tangannya perlahan, memberi isyarat. Bayangan-bayangan di sekitarnya segera berpencar. Tim pertama, yang dipimpin oleh lima pendekar terbaik dari Perguruan Pedang Patah, bergerak seperti bayangan malam. Nafas mereka nyaris tak terdengar, langkah kaki mereka menyatu dengan kegelapan. Dalam sekejap, seorang penjaga di menara sinyal api tersentak, matanya membelalak sebelum pedang melintasi tenggorokannya. Darah hangat mengalir
Malam itu, di Desa Rembulan, pusat pergerakan Aliansi Pendekar Putih, udara dipenuhi ketegangan yang membara. Angin malam berembus membawa aroma tanah basah dan asap dari obor-obor yang menyala di sepanjang jalan utama desa. Aula besar yang terbuat dari kayu jati tua bergetar oleh langkah-langkah tegas para pendekar dari keempat perguruan yang telah bersatu. Mereka duduk mengelilingi meja panjang yang penuh dengan peta, sketsa formasi, serta gulungan laporan dari mata-mata yang telah menyusup ke Desa Phoenix Merah. Wu Long berdiri tegap di tengah ruangan, sorot matanya tajam menelusuri wajah-wajah penuh tekad di sekelilingnya. Suaranya dalam dan tegas ketika ia berbicara, "Kita telah mengumpulkan kekuatan dari Perguruan Pedang Patah, Tapak Sakti, Cakar Tengkorak, dan Jari Sakti. Namun, menghadapi Phoenix Iblis Lie Wei bukanlah tugas mudah. Kita harus memiliki strategi yang matang." Shun Ming, seorang ahli taktik dari Perguruan Matahari dan Rembulan, menatap peta yang tergelar di meja
Wu Long, Shun Ming, dan Diao Chan duduk mengelilingi meja kayu di dalam pondok sederhana. Peta besar terbentang di atas meja, menampilkan lokasi perguruan-perguruan yang mereka rencanakan untuk direkrut dalam perlawanan melawan Phoenix Iblis Lie Wei.Langkah Pertama : Perguruan Pedang Patah di Kota Bintang"Perguruan Pedang Patah dikenal dengan teknik pedang mereka yang tak tertandingi," kata Shun Ming sambil menunjuk lokasi Kota Bintang di peta. "Namun, mereka terkenal menjaga netralitas dan jarang terlibat dalam konflik antar perguruan."Wu Long mengangguk. "Kita harus meyakinkan mereka bahwa ancaman Lie Wei tidak hanya terhadap beberapa perguruan, tetapi terhadap seluruh dunia persilatan."Diao Chan menambahkan, "Mungkin kita bisa menunjukkan bukti kekejaman Lie Wei di Desa Rembulan untuk menggugah hati mereka."Dengan rencana tersebut, ketiganya berangkat menuju Kota Bintang. Setibanya di sana, mereka disambut oleh suasana kota yang ramai, dengan para pedagang dan pendekar berlalu
Shun Ming menatap Wu Long dengan tatapan tajam, alisnya sedikit berkerut, seolah mencoba menebak siapa gadis cantik yang berdiri di samping kekasihnya. Udara di antara mereka terasa tegang, seakan waktu berhenti sejenak.Wu Long menarik napas dalam-dalam, lalu berkata dengan suara pelan namun tegas, "Shun Ming, aku baru saja dari Desa Rembulan sebelum datang ke sini untuk menemuimu."Sebelum Shun Ming sempat merespons, gadis di samping Wu Long melangkah maju. Dengan senyum lembut namun mata yang penuh keyakinan, dia berkata, "Kak Shun Ming, aku sudah mengetahui hubungan kalian sebagai kekasih. Perkenalkan, aku adalah Diao Chan, kekasih Wu Long dari kehidupan sebelumnya di Dunia Atas Nirvana Surgawi, sebelum ia terlahir kembali ke dunia fana ini."Glek!Wu Long menelan ludah, jantungnya berdegup kencang. Kejujuran Diao Chan yang tiba-tiba membuatnya cemas, terutama karena mereka sangat membutuhkan bantuan Shun Ming. Dia melirik ke arah Shun Ming, mencoba membaca ekspresi di wajahnya ya
Wu Long menatap tajam ke arah kedua murid senior yang kini terhuyung mundur. Si wajah berbintik, dengan pedang terhunus, tampak ragu sejenak sebelum kembali menyerang. Namun, dengan gerakan lincah, Wu Long menghindar dan memberikan tamparan keras ke pipi lawannya.PLAAK!Si wajah berbintik terjatuh, pedangnya terlepas dari genggaman. Sementara itu, si gempal yang masih terkejut dengan tamparan sebelumnya, mencoba bangkit dan menyerang dari belakang. Namun, Wu Long sudah mengantisipasinya. Dengan cepat, ia memutar tubuh dan menendang perut si gempal, membuatnya terjatuh kembali."Beraninya kalian menghina tamuku!" Tiba-tiba terdengar suara berat dan berwibawa. Dari arah gerbang perguruan, muncul seorang gadis cantik dengan jubah putih bersih, wajahnya memancarkan ketegasan. Dia adalah Shun Ming, pemimpin Perguruan Matahari dan Rembulan.Kedua murid yang tergeletak di tanah segera mengenali suara itu. Dengan wajah pucat, mereka berusaha bangkit dan berlutut di hadapan Shun Ming."Ketua.
Kabut tipis menyelimuti reruntuhan Desa Rembulan. Asap masih mengepul dari puing-puing hangus yang tersisa, menyebarkan aroma kayu terbakar yang menusuk hidung. Angin membawa bisikan duka dari rumah-rumah yang kini hanya tinggal arang."Siapa yang melakukan ini semua, Wu Long?" tanya Putri Diao Chan dengan suara bergetar, matanya menyapu kehancuran di sekeliling mereka.Wu Long mengepalkan tangan, rahangnya mengeras. Matanya yang tajam menyiratkan kemarahan yang bergejolak di dadanya. "Siapapun yang melakukannya... harus membayar dengan nyawanya! Aku curiga ini perbuatan Lie Wei!" katanya, suaranya dingin seperti bilah pedang yang baru diasah. "Sepertinya dia bangkit kembali, seperti phoenix yang muncul dari abu."Diao Chan menoleh, alisnya berkerut. "Tapi... kenapa ia membakar Desa Rembulan?"Wu Long menarik napas dalam sebelum menjawab. "Ia menyimpan dendam kesumat padaku. Gadis yang ia cintai memilihku sebagai kekasihnya."Sejenak, Diao Chan terdiam. Meski telah menerima kenyataan,
Langit senja membentang luas, menyajikan perpaduan warna ungu yang bercampur jingga di cakrawala, seolah melukiskan keindahan terakhir sebelum malam menelan dunia. Namun, keindahan itu tak mampu menutupi bau pahit dari kayu yang terbakar dan daging yang hangus. Udara berat dengan abu yang melayang-layang, menyelubungi Desa Rembulan yang kini hanya tersisa puing dan arang.Wu Long melangkah perlahan, butiran debu dan serpihan bara terangkat setiap kakinya menyentuh tanah. Jubahnya berkibar dihembus angin yang dingin dan menyusup hingga ke tulang. Matanya menyapu pemandangan mengerikan di depannya—rumah-rumah yang hancur, tiang-tiang kayu yang masih berderak perlahan sebelum ambruk, dan kehampaan yang lebih menyakitkan dari suara jerit kesakitan.Tidak ada suara tawa anak-anak yang dulu bermain di jalanan, tidak ada pedagang yang sibuk menawarkan barang dagangan mereka. Desa ini, yang seharusnya penuh dengan kehidupan, kini menjadi kuburan tanpa nisan.Di sisinya, Putri Diao Chan menutu