"Maafkan ayah, Long'ge! Aku minta izin memanggilmu gege lagi ya? Aku tidak memiliki saudara apalagi kakak laki-laki yang bisa membimbingku!" ujar Shun Ming saat mereka telah meninggalkan bangunan utama perguruan."Tidak masalah, Ming'er!" jawab Wu Long sambil tersenyum. "Aku juga menyukaimu, tapi aku butuh izin dari ayah dan ibu terlebih dahulu kalau untuk urusan menikah ... kamu meengerti kan maksudku?" Shun Ming tersenyum mendengar alasan Wu Long. "Aku mengerti, Long'ge!" Tanpa disadari kedua bibir mereka sudah saling menempel. Mata Shun Ming yang terpejam membuat Wu long mulai berani melumat bibir merah manis milik Shun Ming sambil memeluk pinggang gadis ini."Aku suka padamu, Ming'er! Aku akan kembali nanti setelah bertemu ayah dan ibu!" bisik Wu Long sambil memeluk tubuh Shun Ming erat-erat sebelum melepaskannya. "Aku harus pergi! Tunggu aku kembali ya!" Shun Ming hanya bisa memandang kepergian Wu Long sampai pendekar ini hilang dari pandangannya."Semoga saja kamu memenuhi jan
Rasa dendam yang sudah sempat hilang dari pikirannya, mulai kembali mengisi pikirannya setelah Wu Long mendengar suara Lie Wei yang masih mengejeknya."Ck! Ternyata waktu tetap tidak menghapus sifatmu yang menjijikan ini!" sahut Wu Long saat melihat sosok LieWei yang sombong."Waktu juga tidak menghapus statusmu! Sekali gembel tetaplah gembel!" balas Lie Wei. Raut wajahnya menunjukkan kesombongan para bangsawan, tapi tubuhnya yang tegap menunjukkan keberhasilannya menjadi pendekar yang hebat."Aku belum membuat perhitungan terhadapmu, Lie Wei! Kamu dengan kejam menendangku masuk ke dalam jurang!" seru Wu Long.Mendengar ucapan Wu Long, hanya terlihat senyum mengejek dari wajah Lie Wei. "Masih bagus hanya kutendang masuk ke dalam jurang! Aku sebenarnya ingin menghabisimu terlebih dahulu sebelum kubuang ke dasar jurang!"Perkataan Lie Wei membuat kemarahan Wu Long semakin menjadi-jadi terhadapnya. "Bangsat Kau, Lie Wei! Aku sebenarnya sudah melupakan kejadian masa lalu demi Shun Ming, t
Pedang Mentari begitu indah saat dikeluarkan oleh Wu Long untuk menghadapi Lie Wei. Pedang Rembulan juga tidak kalah indahnya, membuat Lie Wei takjub terhadap pedang ganda ini."Bukan urusanmu, Lie Wei!" jawab Wu Long dengan singkat."Pedang ganda ini adalah warisan keluargaku! Pemilik Pedang Mentari dan Rembulan ini adalah kakek moyangku yang mendirikan Perguruan Matahari dan Rembulan!" ucap Lie Wei."Kamu ini keturunan dari salah satu pendiri perguruan?Tidak mungkin!" ucap Wu Long yang tidak percaya."Kamu pikir kenapa ayah Shun Ming akan menjodohkan Shun Ming padaku? Agar Perguruan Matahari dan Rembulan bertambah besar dengan bergabungnya diriku!" ujar Lie Wei."Hahaha! Aku tetap tidak percaya padamu, Lie Wei! Sekalipun kamu ini keturunan salah satu pendiri Perguruan Matahari dan Rembulan, tidak ada kewajibanku untuk menurutimu! Aku bukan murid perguruan Matahari dan Rembulan! Pedang Ganda ini juga bukan pedang milik keluargamu karena telah lama hilang! Mengerti kan?" ucap Wu Long
"Hahaha ... aku adalah Phoenix Merah Fang Yin! Aku berasal dari Pulau Phoenix Merah di Benua Empat Elemen!" seru Lie Wei yang berubah menjadi gadis cantik berpakaian merah menyala bagaikan kobaran api, kemudian berubah lagi menjadi Phoenix Merah."Jadi, kau tadi yang menyerangku? Kemana Lie Wei?' tanya Wu Long. "Pantas aku tidak merasakan sisi kejam Lie Wei!""Aku sedang menuju ke Perguruan Matahari dan Rembulan untuk melihat gadis yang bernama Shun Ming ... secantik apa dia sampai Master tergila-gila padanya," ucap Phoenix Merah ini."Ternyata kamu jatuh hati terhadap Master-mu sendiri ... apa itu diperbolehkan?" tanya Wu Long."Bukan urusanmu, Wu Long! Master masih berada di Pulau Phoenix Merah! Aku terbang ke sini hanya karena penasaran dengan kamu dan Shun Ming! Ternyata kamu belum mati, sayang sekali!" ujar Phoenix Merah."Aku tidak akan membiarkanmu kembali untuk melapor kepada Lie Wei! Pek Long, tangkap Phoenix Merah ini! Kita harus mengurungnya agar kekuatan Lie Wei melemah!"
Kehilangan Naga Putih sempat membuat Wu Long putus asa untuk sesaat, tapi mendadak dia mendapat kekuatan untuk bangkit kembali. "Biarlah Naga Putih menghilang dahulu untuk sementara ... aku juga tidak bisa menjaganya terus bersamaku di dalam Seruling Bambu Putih ini. Masih ada Singa Emas Surgawi yang bisa kuandalkan untuk pertarungan. Lagian aku belum pernah mengeluarkan serangan nada mematikan dari Seruling Bambu Putih ini, mungkin kelak akan kumainkan nada mematikan ini tapi tidak untuk sekarang ini," batin Wu Long sambil bergerak menuju kampung halamannya. Wu Long yang sedang ceria suasana hatinya ini mulai membayangkan rasa senang ibunya saat menyambutnya pulang ke kampung halamannya sebagai pendekar yang hebat. Bahkan ayahnya juga turut memujinya dan menyesal telah meragukan tekadnya. Saat mulai mendekati Desa Rembulan, tampak banyak kepulan asap hitam membubung tinggi ke angkasa yang berasal dari Desa Rembulan. "Apa yang telah terjadi? Apa penduduk desa sedang mengadakan pest
Kota Mentari semakin ramai di malam hari, yang di kota tersebut masih terang benderang. Setelah selesai menikmati mie telur cuma-cuma dari pedagang mie, Wu Long berpura-pura hendak pergi dari Kota Mentari.Paman pedangan mie telur ini juga terus mengawasinya yang berpura-pura berjalan ke arah gerbang luar Kota Mentari. Begitu sosok paman pedagang mie tidak terlihat lagi, Wu Long bergegas menuju arah lainnya dari Kota Mentari.Tidak terlihat lagi bangunan-bangunan yang bagus begitu Wu Long melewati jalan yang agak sempit di pinggiran Kota Mentari yang berada di dekat tembok kota. Hanya ada rumah-rumah kumuh yang rapat sekali dan agak jorok."Sangat berbeda dengan kota yang indah tempat aku makan tadi. Kenapa tempat ini sangat kumuh sekali?" pikir Wu Long sambil mulai melangkah dengan hati-hati.Baru saja dia berjalan beberapa langkah, sudah belasan pria bersenjata mengepungnya."Ha-ha-ha! Serahkan barangmu maka kamu boleh pergi, pendekar tampan!' seru salah satu pria bersenjata yang be
Kota Mentari menyediakan segala macam keperluan Wu Long sehingga di atidak kesulitan untuk membeli semua barang-barang yang diperlukannya. Sayangnya, tidak ada perlengkapan kultivator yang diperlukannya untuk menambah energi dan staminanya karena Kota Mentari hanyalah kota para pendekar walaupun kelihatan kota ini sangat megah.Wu Long kembali singgah di salah satu kedai makanan tapi kali ini dia memutuskan menikmati makanan yang lebih mahal agar bisa mencari informasi tentang keberadaan Naga Putih yang dicarinya.Kedai Makanan Seafood yang disinggahinya menyediakan berbagai masakan dari hewan-hewan laut yang kelihatannya sangat lezat. Shun Ming membekalinya dengan koin emas yang cukup banyak agar bisa bertahan hidup sampai dia kembali lagi ke Perguruan Matahari dan Rembulan membawa ayah dan ibunya."Pesan apa, Tuan?" tanya pelayan berseragam yang cukup cantik. Bahkan pelayan di Kedai Makanan ini semuanya cantik-cantik dan tampan-tampan, membuat Wu Long agak heran juga."Apa makanan
Tuan Luo Ming menepati janjinya untuk mengantar Wu Long menuju Kota Galaksi. Bahkan pelayanannya termasuk mencarikan tempat penginapan yang layak untuk ditempati sesuai kondisi keuangan Wu Long.Kota Galaksi bagaikan kota mimpi saat Wu Long memasukinya. Kota ini sangat maju dan sangat berbeda dengan kota lainnya. Bahkan penerangan sudah tidak menggunakan lilin lagi karena kota yang memiliki air terjun raksasa ini memanfaatkan energi dari air terjun untuk menyalakan lampu-lampu yang menerangi kota."Bagaimana Tuan Long Wu? Menakjubkan sekali bukan Kota Galaksi ini? Mereka memiliki teknologi yang hebat tapi tidak membagikan ilmu mereka terhadap kota lainnya. Semua menjadi rahasia bagi mereka sendiri."Wu Long sangat mengagumi Kota Galaksi yang bagaikan mimpi baginya. Kota yang mungkin hanya ada di dalam angan-angan karena kecanggihan kota ini jauh meninggalkan kota-kota di sekitarnya. "Wah! Aku sampai tidak bisa berkata-kata ... ternyata ada kota sehebat ini di Benua Langit terutama di
Benua Empat Elemen adalah daratan yang luar biasa, dipenuhi dengan keajaiban dan kekuatan elemen purba: api, angin, air, dan tanah. Keempat negara besar di benua ini saling menjaga keseimbangan dengan perjanjian yang telah bertahan selama ratusan tahun. Namun, tanda-tanda kehancuran mulai muncul ketika sebuah meteor misterius jatuh di pusat benua, membawa kekuatan asing yang mengancam menghancurkan harmoni elemen.Fire Dragon Country - Shin KangDi sebelah timur, Shin Kang, seorang pemimpin yang terkenal dengan keberanian dan kekuatan luar biasa, memimpin Fire Dragon Country. Negeri ini dikenal karena lautan pasir vulkanik dan naga-naga api yang terbang bebas di langit. Shin Kang adalah pemegang Pedang Inferno, senjata legendaris yang mampu membakar apa pun hingga abu. Namun, kebanggaannya akan kekuatan apinya membuatnya sering dianggap arogan oleh pemimpin negara lain.Shin Kang juga bisa summon Naga Api Shankar yang mampu menyemburkan api besar untuk membakar satu kota.Shin Kang pe
Wu Long mengingat kembali pertemuannya dengan Shin Kang, penguasa Negeri Naga Api, saat berada di Perguruan Matahari dan Rembulan. Di sanalah, jauh di lembah terpencil, ia pertama kali mendengar nama itu—sebuah nama yang kini membawa kekhawatiran tersendiri.“Aku sudah lama tak mengayunkan Pedang Matahari dan Pedang Rembulan dalam pertempuran,” gumamnya pelan. “Ingin sekali dikenal sebagai Pendekar Matahari dan Rembulan... Bagaimana kabar Shun Ming sekarang?” Hatinya terasa getir; sudah lama ia meninggalkan perguruan itu tanpa pesan, tanpa kepastian. Tapi ia tahu, Shun Ming memiliki pengetahuan tentang Benua Empat Elemen—pengetahuan yang mungkin berguna dalam pencariannya.Tak lama, Wu Long tiba di Perguruan Matahari dan Rembulan. Pandangannya bertemu dengan seorang gadis yang berdiri di halaman depan, wajahnya bersinar cerah, seolah-olah alam di sekitarnya pun ikut tersenyum. Gadis itu mendekat dengan langkah ringan, dan seketika, Wu Long terpaku—keindahan Shun Ming melampaui ingatan
Setelah menempuh perjalanan panjang dan penuh tantangan, Wu Long akhirnya tiba kembali di Desa Qui Lin. Saat matahari terbenam, langit membara dengan nuansa merah keemasan, menciptakan suasana magis di desa yang dulunya begitu akrab baginya. Namun, kini perasaan kerinduan itu diselimuti oleh kecemasan. Wu Long tahu bahwa perjalanan yang lebih berbahaya menantinya, dan dia membutuhkan petunjuk dari Dewa Jenius.Dengar-dengar, Peramal Sakti yang bisa membantunya tidak berada di desa ini, tetapi di Dunia Bawah Tanah yang kelam—suatu tempat yang ditakuti oleh banyak orang. Dengan semangat baru, Wu Long memutuskan untuk menantang kegelapan itu. Dia mengarahkan langkahnya ke pintu gerbang yang mengarah ke dunia bawah tanah, terletak di antara dua tebing tinggi yang menjulang.Saat dia melangkah masuk, hawa dingin dan lembab langsung menyergapnya. Suara tetesan air yang menetes dari stalaktit menambah suasana menakutkan. Setiap langkah yang diambil Wu Long membuatnya semakin merasakan ketega
Wu Long berdiri tegak, tubuhnya masih lelah, namun pandangannya tetap waspada saat suara misterius itu bergema di udara. Suara itu bergetar seperti angin yang berbisik di antara pepohonan, namun jelas memiliki kekuatan yang tak terduga. Mata Wu Long menyipit, tangannya semakin erat menggenggam Pedang Hantu, dan detak jantungnya semakin cepat.“Siapa lagi yang akan muncul sekarang?” gumamnya dengan suara rendah, merasa tubuhnya belum siap untuk pertarungan berikutnya.Kabut tipis yang melayang di sekelilingnya perlahan terpisah, menampakkan sosok yang tinggi dan berjubah hitam. Sosok itu melangkah dengan tenang, seolah tidak terpengaruh oleh kekuatan pulau yang telah menelan banyak jiwa. Matanya yang berkilau memancarkan kebijaksanaan namun sekaligus menakutkan, sementara senyumnya yang samar terlihat di bawah bayang jubahnya.“Aku sudah menunggu kedatanganmu, Wu Long,” suara sosok itu terdengar lebih jelas, membuat Wu Long terkejut.“Menungguku?” Wu Long menatapnya dengan tajam, menco
Saat Wu Long menggenggam Pedang Hantu, getaran aneh terasa menjalar dari gagang hingga ke lengannya. Aura pedang itu begitu kuat, seakan hidup dengan energi yang liar. Namun, perasaan itu tak sebanding dengan gelombang hawa marah yang tiba-tiba memenuhi udara sekitarnya. Suara-suara seram mulai terdengar, bergema di antara pepohonan di Pulau Pendekar Hantu.“Manusia hina! Beraninya mengusik pusaka suci kami!”Wu Long tersentak, matanya melebar saat melihat kabut kelabu berkumpul di sekelilingnya. Dari kabut itu muncul sosok-sosok yang tampak memudar, roh-roh pendekar pedang yang telah lama gugur di medan laga, yang masih terikat pada pulau ini.Mata Wu Long mengamati satu per satu roh itu. Mereka tampak mengenakan pakaian prajurit dari berbagai zaman, masing-masing membawa pedang berkilauan dengan aura mematikan. Wajah mereka tidak lagi manusiawi, dipenuhi kebencian dan dendam, seolah-olah kematian tidak mampu memadamkan keinginan mereka untuk bertarung.“Kembalikan pedang itu, atau k
Wu Long terus berlari menuju cahaya itu, walaupun setiap langkahnya semakin berat. Keringat dingin menetes di dahinya, tubuhnya terasa lebih lemah dari sebelumnya, namun semangatnya tak goyah. Cahaya di ujung pandangan seolah memanggilnya, membuatnya semakin yakin bahwa di sanalah Pedang Hantu berada. Hawa kematian yang mengelilingi pulau ini semakin tebal, dan aura-arwah para pendekar pedang yang telah gugur terasa semakin dekat.Ketika Wu Long mendekati cahaya tersebut, suara berat menggema dari belakangnya, disusul oleh tiga sosok bayangan yang tiba-tiba muncul, melayang tanpa suara di udara. Mereka adalah Roh Tiga Pendekar Kembar, yang telah lama menjaga pulau ini. Mata mereka memancarkan cahaya kehijauan yang mematikan, pedang, golok, dan tongkat mereka siap untuk bertarung kembali.“Takdir kita bertemu lagi, Wu Long,” ucap salah satu roh, suaranya seperti datang dari dalam liang kubur.Wu Long menghentikan langkahnya, menatap ketiga sosok tersebut. "Kalian masih belum puas? Buka
Wu Long melangkah dengan hati-hati memasuki labirin di Pulau Pendekar Hantu. Udara di sekitarnya semakin berat, mengandung aura kematian dan energi dari jiwa-jiwa yang sudah lama menghilang. Suara langkahnya menggema di dinding-dinding batu yang terasa hidup, seperti labirin itu sendiri merupakan makhluk purba yang mengawasi setiap pergerakannya.“Kau sudah mengalahkan Tiga Roh Pendekar Kembar,” gumam Wu Long, seolah mengingatkan dirinya bahwa kemenangan itu hanya salah satu dari banyak rintangan yang menantinya.Langit di atas labirin tertutup kabut kelabu, dan Wu Long bisa merasakan hawa dingin menyelusup ke dalam tulangnya. Setiap sudut labirin penuh jebakan tersembunyi; seakan-akan tembok-tembok batu itu bisa bergerak dan berubah bentuk kapan saja. Di kejauhan, terdengar raungan makhluk-makhluk yang tak dikenal, seolah sedang menunggu mangsa yang berikutnya.Wu Long mengencangkan genggaman pada Seruling Bambu Putih yang ada di tangannya. Hatinya tenang, namun kewaspadaannya tetap
Perahu Wu Long terombang-ambing di tengah lautan badai. Ombak menghantam kapal dengan ganas, membuat tubuhnya terhuyung, tapi matanya tetap fokus ke depan. Di ujung pandangannya, Pulau Pendekar Hantu mulai tampak samar-samar di balik kabut tebal. Udara di sekitarnya berubah semakin dingin, seolah hawa kematian mulai menyelimutinya.“Pulau ini benar-benar angker,” gumam Wu Long pada dirinya sendiri, napasnya mulai tertahan oleh ketegangan yang mengalir dalam darahnya. Sebelum terlalu dalam dalam pikirannya, tiba-tiba dari dasar laut muncul angin pusaran yang nyaris membalikkan kapalnya.Bruak!Kapal terhantam gelombang besar hingga hampir terbalik. Wu Long mencengkeram kuat tali layar, mencoba menjaga keseimbangan. Seketika ia mengeluarkan seruling Bambu Putihnya, meniupkan nada pelindung, nada yang menenangkan ombak dan angin di sekitarnya.Nada seruling itu bergema, melayang-layang di udara sebelum akhirnya menembus gelombang laut. Perlahan, badai mulai mereda, angin yang mengamuk be
Wu Long terus berjalan menuju barat, angin pegunungan menyapu wajahnya seakan memberinya kekuatan baru. Desa Qui Lin semakin jauh di belakang, sementara pikirannya tertuju pada Pulau Pendekar Hantu yang kini menjadi tujuannya. Perjalanan ini, meskipun berbahaya, adalah satu-satunya cara untuk menguak kekuatan sejati Kitab Pedang Hantu. Namun, bayangan akan roh-roh pendekar sakti yang menjaga pulau itu tak henti-hentinya menghantui pikirannya.Ketika akhirnya ia tiba di kota Sui Jian, hari mulai beranjak malam. Suasana kota yang ramai dipenuhi pedagang, penjaga, dan pengelana dari berbagai daerah tak bisa mengalihkan fokus Wu Long. Ia tahu siapa yang harus dicari—Lao Shen, si tukang kapal legendaris yang dikenal mampu membuat kapal untuk melintasi lautan badai.Wu Long berjalan menuju dermaga, tempat para tukang kapal bekerja. Asap tipis mengepul dari bengkel-bengkel kayu, sementara suara gesekan alat dan palu memecah kesunyian malam. Di salah satu pojok dermaga, ia menemukan seorang p