Tepat tengah malam itu, Bimala duduk di atas batu. Tanaka dan Roh Panglima berdiri memperhatikannya. Bulan di atas sana tampak bersinar terang. Purnama telah menghiasi langit malam di atas bumi Manggala. Sesaat kemudian tubuh Bimala terangkat ke atas, tepat di atas aliran mata air yang memancarkan cahaya bulan.“Apakah benda pusaka itu akan kembali padanya?” tanya Roh Panglima pada Tanaka.“Kita lihat saja,” jawab Tanaka. “Jika benda pusaka itu tak bisa kembali padanya, aku akan ke sana untuk merebutnya.”“Yang Mulia sudah berubah pikiran?” tanya Roh Panglima heran.“Maksudmu?” tanya Tanaka heran.“Maksudku, Yang Mulia akan tetap mengikuti syarat terakhir dari Yang Mulia Baluku?”Tanaka geram mendengarnya.“Aku tak akan menyerahkan benda pusaka itu padanya,” tegas Tanaka. “Aku malah akan membunuhnya dengan benda pusaka itu agar kutukan pada keluarga kandungku lenyap. Adikku bisa terlahir normal dan aku... aku berharap bisa menjadi seperti manusia normal yang tampan.”Roh Panglima mene
Bulan masih bersinar terang di atas sana. Bimala menoleh kembali pada Tanaka.“Bagaimana dengan jurus-jurus lamamu?” tanya Bimala tiba-tiba.“Maksudmu?”“Seperti jurus Mengibas-Ngibas Angin dalam Kendi dan jurus Angin dudukmu,” jawab Bimala.Tanaka terkekeh mendengar itu.“Itu jurus aneh dari paman-pamanku. Sebenarnya paman-pamanku sendiri tidak tahu apa nama sebenarnya dari jurus itu. Aku sendirilah yang menamainya,” jawab Tanaka.“Tapi waktu itu kau sudah hebat.”“Aku yang dulu lemah,” ucap Tanaka.Roh Panglima tampak kesal menunggui mereka.“Maaf, Tuanku,” ucap Roh Panglima pada Tanaka.Tanaka menoleh padanya.“Ada apa?”“Bukankah Nona Bimala akan mengembalikan tenaga dalamnya? Aku sudah tidak sabar mengerahkan tentaraku untuk merebut kembali benda pusaka itu,” jawab Roh Panglima.“Kau mengganggu saja,” kesal Tanaka.Roh Panglima pun terdiam. Bimala tersenyum lalu berdiri.“Baiklah. Aku akan kembali ke kediamanku. Di dekat kediamanku ada sebuah tempat untuk kalian istirahat. Nanti
Putra Mahkota berdiri di atas gerbang istana. Para prajuritnya tampak berbaris di atas pagar dengan anak panah masing-masing. Seluruh pagar yang mengelilingi istana itu sudah dijaga ketat oleh para prajurit, meskipun dinding pembatas tak terlihat sudah mengerungi istana itu.Putra Mahkota menatap lurus ke hadapan. Dia menunggu jika Tanaka dan tentara iblisnya datang menyerang. Dia juga yakin Bimala sedang berusaha merebut kembali Pedang Perak Cahaya Merah yang kini dimilikinya. Dia harus berjaga seandainya dinding pembatas tak terlihat itu mampu dipecahkan oleh Tanaka.Putra Mahkota itu menoleh pada prajuritnya.“Periksa seluruh pagar istana!” perintahnya.“Siap, Yang Mulia!”Prajurit itu pun berlari di atas pagar istana, dia membawa tompak lalu memeriksa seluruh pagar yang mengelilingi istana. Setelah jauh berlari dan memastikan semua prajurit yang lain telah menjaga ketat seluruh pagar istana, dia kembali tiba di hadapan Putra Mahkota dengan napas terengah-engah.“Semuanya aman, Yan
Tanaka semakin geram. Merasa diremehkan oleh Putra Mahkota. Akhirnya dia panas, seketika bola matanya bercahaya dan tubuhnya mengeluarkan kobaran api yang membara. Tanaka terbang lalu melesatkan bola api yang begitu besar dari tangannya, bola api itu meluncur cepat lalu mengenai dinding pembatas tak terlihat.BOOOM!!!Putra Mahkota terbelalak saat melihat dinding pembatas tak terlihat itu tampak retak seperti kaca yang baru saja terkena lemparan batu yang besar. Retakan itu terlihat mengerlipkan cahaya bagai cahaya kunang-kunang di malam hari.Sementara itu, Raja Tala yang hendak memasuki ruangan pribadinya tampak terkejut mendengar suara keras itu. Dia menoleh pada para prajurit penjaga dengan heran.“Suara apa itu?”“Ampun, Yang Mulia, sepertinya di luar sana pasukan Iblis menyerang Istana,” jawab Prajuritnya.Raja Tala terbelalak mendengar itu.“Ikut saya ke sana,” pinta Raja Tala pada prajuritnya.“Siap, Yang Mulia!”Raja Tala dan prajuritnya pun bergegas keluar dari kediaman itu.
Sang Ratu berlari dikejar para prajurit. Di hadapannya ada sang Raja yang juga hendak menuju gerbang Istana. Sang Raja terbelalak melihat Sang Ratu datang bersama Minun. Langkah Sang Ratu dan Minun berhenti saat melihat Sang Raja di hadapan mereka.“Kenapa kalian membiarkan Ratu keluar dari kediamannya!” teriak Sang Raja pada para prajurit yang mengejar itu.“Ampun, Yang Mulia!” ucap para prajurit itu.“Bawa paksa Ratu dan Pelayannya ke kediamannya!” tegas Sang Raja.“Baik, Yang Mulia!”Para prajurit itu akhirnya memegangi Sang Ratu dan Pelayannya untuk dibawa kembali ke kediamannya.“Aku ingin melihat siapa manusia buruk rupa itu! Aku yakin dia anak kandung kita!” teriak Sang Ratu sambil berusaha melepaskan pegangan dari para prajuritnya.Raja Tala terbelalak mendengarnya.“Dia sudah mati!” teriak Sang Raja.“Dia masih hidup! Aku yakin itu dia!” ucap Sang Ratu.Sang Raja kesal mendengarnya.“Bawa mereka ke kediamannya!” tegas Sang Raja.Akhirnya para prajurit itu terpaksa menarik San
Pasukan Tanaka dan Bimala kini telah tiba di dekat air tejun itu. Roh Panglima dan tentara dari bangsa dedemitnya tampak berbaris rapi di atas kuda masing-masing, begitu pun pasukan Dewi Air air di belakang Bimala.Seketika cahaya terang benderang muncul di atas permukaan aliran air terjun terjun itu. Tanaka heran, siapa yang datang itu. Tak lama kemuidan cahaya itu mewujud menjadi Dewi Air yang cantik jelita. Roh Panglima gemetar melihatnya. Dia pernah memerangi Dewi itu saat menjadi Panglima tertinggi di kerajaan Iblis dulu. Begitupun para tentara dedemitnya, mereka semua ketakutan, teringat di hari yang paling menyedihkan itu.“Jangan takut padaku,” ucap Dewi Air pada Roh Panglima dan tentaranya. Dia tahu isi hati makhluk-makhluk itu.Roh Panglima dan tentara dedemitnya pun menunduk, tak berani menatap wajah cantiknya. Sementara Tanaka dan Bimala terdiam menatapnya. Bimala menunggu apa yang ingin disampaikan Dewi Air padanya.Dewi Air pun menatap Bimala dengan lekat.“Masih ada den
Sementara itu, Pedang Perak Cahaya Merah yang sedang dipegang Putra Mahkota itu tiba-tiba mengambang ke atas kepalanya. Putra Mahkota heran melihatnya.“Apa yang sedang terjadi? Apa Bimala berhasil menarik kembali benda pusaka itu?” tanya Putra Mahkota dalam hatinya.Tak lama kemudian Putra Mahkota tidak melihat lagi dinding pembatas tak terlihat di atas langit istana. Dia tampak terkejut dan terbelalak melihatnya.“Kenapa ini bisa terjadi?”Seketika Pedang Perak Cahaya Merah itu melesat jauh ke atas langit. Benda pusaka itu pergi meninggalkannya. Putra Mahkota hanya bisa ternganga melihatnya. Dia tahu tak akan bisa mengejar benda pusaka itu. Dia pernah melakukannya dan tidak dapat mengejarnya. Yang hanya bisa dia lakukan hanya menatap para prajuritnya.“Jaga ketat istana ini!” teriak Putra Mahkota.Sekarang dia semakin khawatir jika pasukan Bimala dan Tanaka akan kembali ke istana dan menyerang mereka.Sementara itu, seketika Pedang Perak Cahaya Merah itu melesat menuju air terjun. B
Prajurit itu datang menghadap Raja Tala dengan gemetar ketakutan.“Ampun, Yang Mulia. Pasukan Iblis itu kembali datang dan sekarang Putra Mahkota sedang bertarung melawan pimpinan tentara iblis itu,” ucap Prajurit itu.Raja Tala terbelalak mendengarnya. Dia pun bergegas pergi menuju gerbang istana. Sesampainya dia di atas benteng istana itu, dia terbelalak melihat lelaki buruk rupa yang tengah bertarung dengan Putra Mahkota. Dia terkejut saat melihat kalung yang digunakan Tanaka mirip dengan kalung yang digunakan Putra Mahkota. Hanya Putra Mahkota yang dapat mengenakan kalung seperti itu.“Apakah dia masih hidup? Apakah pejabat istana menyembunyikannya dariku bahwa anak buruk rupa itu masih hidup?” ucap Raja Tala dengan geramnya.Tanaka pun berhasil mendendang perut Putra Mahkota hingga dia tersungkur ke atas tanah. Tanaka berdiri dengan geramnya. Roh Panglima dan tentara dedemitnya masih menunggu di atas kuda masing-masing. Mereka menunggu perintah Tanaka.Tanaka terdiam saat menatap
Bimala dan Pelayan Minun tampak gelisah menantikan Tabib Istana bersama tabib-tabib lain yang sedang membantu Sang Ratu untuk melahirkan itu. Akhirnya hari itu telah tiba. Sang Ratu pun tak bisa lagi menahannya karena waktu kelahiran anak keduanya itu telah tiba.Sementara Bimala dan Pelayan Minun belum mendapat kabar dari Tanaka. Mereka tidak tahu apakah Tanaka sudah berhasil atau belum membunuh Baluku hingga kutukan itu terlepas dan tidak akan dialami oleh bayi yang sedang berusaha dikeluarkan oleh para tabib itu.Tak lama kemudian terdengar suara tangisan bayi. Bimala dan Pelayan Minun tampak haru bercampur was-was. Mereka was-was jikalau bayi itu akan terlahir buruk rupa juga seperti Tanaka.“Oh anakku!” teriak Sang Ratu di dalam sana terlihat menangis haru.Bimala dan Pelayan Minun saling menatap dengan ragu.“Apakah bayi itu juga terlahir buruk rupa?” bisik Pelayan Minun dengan penasaran pada Bimala.“Aku tidak tahu, Bi,” jawab Bimala dengan berbisik juga.“Bimala, Pelayan Setia
Baluku terbelalak ketika pulau yang menjadi tempatnya dikurung para dewa itu sudah dikelilingi kapal-kapal yang berisi pasukan dari Tanaka. Baluku kini berdiri di atas puncak batu karang yang paling tinggi. Matanya kini tertuju pada Tanaka yang berdiri gagah di samping Roh Panglima.“Kami sudah datang, Tuan Guru!” teriak Tanaka.Baluku kian geram mendengarnya.“Panglima dan prajurit-prajurit keparat! Kenapa kalian lebih setia pada muridku dibanding denganku yang sudah membangkitkan kalian dari alam roh hingga bisa hidup seperti manusia lagi?!!! Harusnya kalian berpihak padaku, bukan pada manusia buruk rupa itu!!!” teriak Baluku dengan geramnya.“Bukan kah Yang Mulia membangkitkan kami untuk setia pada Tuan Tanaka? Bukan pada Yang Mulia?” jawab Roh Panglima.Baluku kian geram mendengarnya. Baluku pun mengangkat tangannya. Seketika batu-batu kecil di atas permukaan karang itu terangkat lalu tak lama kemudian batu-batu kecil itu menyalakan api yang tampak panas.Tanaka dan Roh Panglima p
Pelayan Minun berteriak memanggil Bimala saat melihat Sang Ratu sedang kesakitan memegangi perutnya yang besar itu. Bimala bergegas datang dengan panik.“Yang Mulia!” ucap Bimala mendekat ke kasurnya. “Yang Mulia kenapa?”“Perutku sakit sekali, Bimala. Aku sepertinya hendak melahirkan.”Bimala dan Pelayang Minun pun panik mendengarnya.“Tolong panggilkan Tabib, Bi,” pinta Bimala dengan panik pada Pelayan Minun.“Baik, Nona.”Pelayan Minun pun bergegas keluar untuk memanggil Tabib. Bimala pun memegangi tangan Sang Ratu untuk menguatkannya.“Tunggu sebentar lagi, Yang Mulia. Sebentar lagi Tabib akan segera datang.”“Tapi bagaimana jika seandainya sekarang anak ini berhasil dilahirkan sementara Tanaka belum berhasil membunuh Baluku? Apakah kutukan itu akan menghilang jika setelah anak ini lahir, Tanaka baru bisa memusnahkan Baluku?” tanya Ratu dengan bingung sambil menahan sakit di perutnya.“Apapun yang terjadi, sekarang pikirkan saja kesehatan Yang Mulia Ratu dan anaknya nanti. Meskipu
“Bagaimana ini bisa terjadi?” tanya Jabali dengan terbelalak tak percaya melihat dirinya, Tanaka, Roh Panglima dan para awak kapal layarnya sedang dibawa terbang berputar mengelilingi tentara mereka yang tengah bertarung di atas lautan itu.“Inilah kemampuanku sekarang, Jabali,” ucap Tanaka.Tanaka pun memandangi Roh Panglima.“Kau hadapai Panglima Setan itu dan aku akan menghadapi murid baru Raja Iblis itu,” perinta Tanaka pada Roh Panglima.“Siap, Tuan Tanaka!”Roh Panglima pun langsung terbang melesat menuju Panglima Setan untuk menyerangnya. Panglima Setan pun terkejut melihat kedatangan Roh Panglima yang tengah melesat ke arahnya itu. Dia pun lansung meninggalkan Karan di atas kapal itu kemudian bertarung dengan Roh Panglima di atas lautan itu dengan jurus meringankan tubuhnya.Sementara Karan di atas kapalnya itu terbelalak ketika mendapati Tanaka kini sudah berada di hadapannya. Karan mundur ke belakang karena ketakutan melihat wajah Tanaka yang menghitam. Dia seperti baru itu
Tiba-tiba awak kapal tampak terbelalak ketika melihat kapal-kapal layar seperti menghadang di hadapan sana.“Tuan, Panglima! Tuan, Panglima!” teriak awak kapal itu.Tanaka dan Roh Panglima yang sedang berada di sisi kapal itu pun menoleh pada awak kapal itu.“Ada apa?” tanya Roh Panglima heran.“Di hadapan sana seperti ada puluhan kapal menghadang, Tuan,” jawab awak kapal itu.Roh Panglima dan Tanaka pun bergegas berjalan ke ujung kapal. Mereka berdua terbelalak melihat kapal-kapal di hadapan.“Tahan layarnya!!!!” teriak Roh Panglima saat melihat pasukan Karan tengah menghadang di hadapan sana dengan sepuluh kapal layar berkarangnya.Seluruh awak kapal Pasukan Tanaka pun mengatur layarnya agar kapal-kapal mereka berhenti berlayar. Saat kapal-kapal pasukan Tanaka berhenti, Tanaka berjalan ke ujung kapal lalu memperhatikan kapal-kapal pasukan Karan itu dengan jelas. Roh Panglima berdiri di sebelahnya.“Apakah benar yang berdiri paling depan di kapal layar terdepan itu murid baru Raja Ba
“Yang Mulia Ratu! Yang Mulia Ratu!” teriak pelayan setianya memasuki ruangan kediamannya. Dia tampak heran tidak melihat ada Ratu di sana.Sesaat kemudian Ratu tampak datang dari belakangnya.“Kau mencariku?” tanya Ratu heran.Pelayan Minun menatap Ratu dengan lega.“Bimala sudah datang, Yang Mulia!” ucap Pelayan Minun dengan lega.Ratu pun sangat senang mendengarnya.“Di mana dia sekarang?”“Dia ada depan gerbang kediamanmu ini, Yang Mulia,” jawab Pelayan Minum.“Suruh dia masuk! Tadi kenapa aku tidak melihatnya,” perintah Ratu.“Baik, Yang Mulia.”Pelayan Minun pun bergegas keluar dari ruangan itu. Ratu pun duduk di tempat duduknya dengan tidak sabar. Dia ingin tahu banyak bagaimana kabar Tanaka darinya. Tak lama kemudian Pelayan Minun datang bersama Bimala. Bimala langsung bersimpuh di hadapannya.“Maafkan aku, Yang Mulia,” ucap Bimala sembari meneteskan air mata. “Aku telah meninggalkan istanamu tidak pamit langsung di hadapanmu.”“Kau tak perlu merasa bersalah, Bimala. Sekarang c
Baluku berdiri di hadapan seorang lelaki yang sedang berlutut padanya. Lelaki yang dahulu tidak sengaja terdampar di sana karena perahu yang dia naiki terpaksa pecah tergulung ombak hingga dia terdampar dan diselamatkan Baluku di sana. Dia menatap lelaki itu dengan lekat, dengan wajah tegasnya.“Hari ini kau telah berhasil mendapatkan semua ilmu dariku!” ucap Baluku padanya. “Kau sendiri yang bersedia memilih untuk menjadi muridku daripada mati di tanganku! Aku tidak pernah memaksamu untuk datang ke pulauku ini. Perahumu lah yang karam dan membuatmu terdampar di sini!”“Baik, Guru!” ucap Pemuda yang bernama Karan.“Dan untuk bisa bebas dariku,” lanjut Baluku. “Kau harus mendapatkan Pedang Perak Cahaya Merah itu dari mantan Muridku si Buruk Rupa itu. Aku merasakan pedang itu sudah ada pada dirinya saat ini. Dia tengah berada di negeri Nusantara.”“Baik, Guru,” sahut Karan sekali lagi.Baluku pun menatap sebuah kapal setan yang di atasnya sudah berdiri seorang Panglima Setan, Nakoda dan
Kapal-kapal yang dinaiki Tanaka bersama kaum Sakwa itu pun akhirnya berlabuh di pelabuhan Nusantara. Roh panglima bersama prajuritnya langsung menyambut kedatangan mereka. Bimala sudah tidak sabar lagi untuk segera bertemu dengan Tanaka. Begitu pun Sakwa. Dia ingin meminta maaf pada kaumnya yang telah meninggalkan mereka di negeri raksasa itu.Saat Tanaka dan kaum sakwa itu turun dari kapal layar masing-masing. Bimala langsung berlari menuju Tanaka lalu memeluknya dengan erat.“Apakah kau berhasil mengembalikan batu permata itu pada Yang Mulia Raja Sujana?” tanya Bimala penasaran.“Batu permata itu ternyata untukku, Bimala,” jawab Tanaka.Bimala terkejut mendengarnya. “Untukmu?”“Iya,” jawab Tanaka. “Raja Sajuna menghadiahkannya padaku! Dia tahu aku hendak membunuh Raja Iblis itu. Katanya batu permata itu akan sepadang dengan kekuatan yang dimiliki raja Iblis itu.”Bimala senang mendengarnya. Kini dia semakin tenang karena Tanaka akan memiliki kekuatan lebih untuk melawan Baluku. Dia
“Ampun Yang Mulia! Jika kami memiliki kesalahan dan dosa hingga Yang Mulia berkunjung ke tempat sederhana kami ini, kami rela dihukum, Yang Mulia!” ucap ayah Numi yang tampak ketakutan melihat kedatangan Raja Saka yang secara mendadak itu.Begitu pun dengan Numi dan Ibunya, mereka pun memohon-mohon ampun pada Raja Saka. Raja Saka yang melihat itu tampak tidak enak hati dan merasa bersalah.“Berdirilah,” pinta Raja Saka.“Ampun, Yang Mulia. Berdiri di hadapan Raja adalah dosa besar bagi kami yang hanya sebagai rakyat jelata. Itu akan membuat leluhur mengutuk kami. Biarkan kampi bersimpuh begini Yang Mulia.”Numi dan Ibunya pun kembali memohon-mohon ampun pada Raja Saka. Sekarang Raja Saka tampak kebingungan sendiri. Dia pun menatap Panglimanya. Pendekar Penggebrak Bumi itu tampak kebingung. Dia tidak mengerti soal urusan asamara itu. Saat Raja Saja menatap Bari, Bari pun tampak mengangkat kedua bahunya. Sementara para warga di sekitar rumah Numi itu masih tampak berlutut di tempat masi