Tabib istana tengah membuat ramuan untuk Ratu Anin. Dia meracik rumuan yang seharusnya untuk kesehatan janin yang sedang dikandung Sang Ratu. Tak lama kemudian seorang pelayan mengintip cari celah-celah dinding bambu. Dia terbelalak ketika melihat Tabib menumbuk daun yang dikenal mematikan itu. Pelayan itu heran, untuk apa Tabib memasukkan daun mematikan ke dalam ramuannya.Saat Tabib selesai membuatkan ramuannya, dia keluar dari ruangan itu lalu pergi menuju kediaman Ratu Anin sambil membawa ramuan itu. Diam-diam pelayan mengikuti langkahnya. Tabib merasa ada yang mengikutinya. Dia berhenti melangkah. Saat menoleh, dia tidak melihat siapa-siapa. Rupanya pelayan itu bersembunyi di balik rimbun bebungaan.Tabib kembali melangkah menuju kediaman Ratu Anin. Dia harus melaksanakan perintah Raja Tala untuk menggugurkan kandungan Sang Ratu. Raja Tala tidak mau terlahir kembali bayi buruk rupa seperti dahulu. Dia tidak mau aibnya terbongkar karena meminta pertolongan Penguasa Kegelapan.Saat
“Tuan Guru! Bolehkan aku pergi dari pulau ini untuk segera membalaskan dendamku pada Raja Tala?” tanya Tanaka yang sudah dikuasai dendamnya. Matanya masih menyala terang. Tangannya terkepal penuh emosi. “Aku sudah tidak sabar untuk membakar istana dan membunuh semua orang yang terlibat dalam pembataian keluargaku!” Baluku tertawa mendengar itu. “Sabar, muridku! Kau baru mendapatkan ilmu tingkat pertama dariku! Masih ada beberapa tingkat lagi yang harus kau kuasai,” jawab Baluku. “Sekarang tumbuhkan selalu rasa dendam itu di hatimu! Agar roh-roh sakti itu selalu berpihak padamu!” “Baik, Tuan Guru!” Tanaka pun mengatur napasnya. Seketika api yang menyala di tangannya padam. Cahaya di matanya meredup. Dia mendarat di hadapan Baluku dengan sorot mata tajam penuh dendamnya. “Hamba siap mendapatkan ilmu berikutnya, Tuan Guru,” ucap Tanaka penuh hormat di hadapan Baluku. Baluku tertawa senang mendengar itu. *** Ratu Anin tampak gelisah di singgasananya. Kepala Pelayan dan para pelayan
Golok Hitam di tangan Roh Panglima tiba-tiba mengeluarkan api yang menyala. Tanaka kembali mengenang semua dendam dan kebencian yang selama ini dia rasakan. Itulah cara agar roh-roh sakti di dalam tubuhnya menyatukan kekuatan dengannya. Seketika mata Tanaka bercahaya merah. Bola api keluar di kedua tangannya. Dia sudah siap melawan Roh Panglima itu dengan apa yang dia dapatkan dari Baluku.Baluku tertawa melihat Tanaka berhasil membangkitkan kesaktian roh-roh di dalam tubuhnya.“Ayo lawan aku!” tantang Tanaka pada Roh Panglima itu.Roh Panglima langsung menyerangnya dengan golok hitamnya. Tanaka melawannya dengan melesatkan bola-bola api di tangannya itu kepada Roh Panglima. Roh Panglima menangkisi bola-bola api itu hingga bola-bola api itu melesat ke dinding gua dan hampir saja membakar seisi gua itu.Tanaka semakin tertantang. Dia pun mengeluarkan gerakan ilmu bela dirinya yang menyatu dengan roh-roh sakti itu. Roh Panglima pun menahan serangan itu dengan baik. Tanaka hampir saja ke
Bimala yang tengah tertidur di dalam penjara bawah tanah itu tampak terkejut mendengar suara orang membuka pintu penjara itu. Matanya terbelalak ketika mendapati Putra Mahkota datang dan tengah berdiri di depan pintu. Bimala tampak ketakutan.“Kenapa kau datang menemuiku malam-malam begini?” tanya Bimala ketakutan. Dia takut Putra Mahkota berbuat macam-macam padanya.Putra Mahkota tampak berlutut di hadapannya dengan tatapan tajam. Bimala mundur takut hingga menyandar di dinding ruangan itu.“Aku hanya ingin bicara sesuatu padamu,” ucap Putra Mahkota.“Bicara apa?” tanya Bimala ketakutan.“Ikuti kemauanku, maka Kakek dan Nenekmu akan hidup aman dan tentram di luar sana. Bila perlu aku akan membuatkan rumah yang indah untuk mereka dan aku akan kirimkan penjaga untuk rumahnya,” pinta Putra Mahkota dengan nada mengancam.Bimala kesal mendengarnya. “Sampai kapan pun, aku tak akan mengikuti kemauanmu! Aku tidak mencintaimu!” tegas Bimala.Putra Mahkota mengangkat dagu Bimala dengan tatapan
Saat Roh Panglima berbicara dengan hatinya begitu. Baluku datang padanya.“Itulah tujuanku untuk menurunkan semua ilmuku padanya,” ucap Baluku tiba-tiba.Roh Panglima terbelalak melihatnya.“Ampun, Yang Mulia. Ampuni hamba telah bepikiran tidak baik,” ucap Roh Panglima.Baluku tertawa.“Patuhlah padanya,” ucap Baluku sambil melihat Tanaka yang sudah terlelap. “Kelak dia akan memimpinmu untuk membalaskan dendam kita pada manusia. Kelak di tanganya lah semua manusia akan mati dan kerajaan kita kembali berdiri.”“Baik, Yang Mulia,” ucap Roh Panglima.Seketika Baluku kembali menghilang dari hadapannya. Saat itu juga Roh Panglima kembali tenang. Dia memiliki tujuan untuk menjadi abdi Tanaka. Dia sudah tidak sabar melihat Tanaka berhasil mendapatkan semua ilmu dari Baluku hingga dendamnya di masa lalu bisa terbalaskan.***Dan di pagi itu, Putra Mahkota membawa Bimala yang sudah diurus dengan baik oleh para pelayan istana ke hadapan Sang Raja dan Ratu. Bimala tampak cantik mengenakan pakaia
Tanaka terbelalak saat melihat kehebatan tentara hitamnya yang kini tengah menyerang Naga hitam itu. Setiap semburan api yang dilakukan Naga hitam itu berhasil dielak oleh para tentara hitam itu.Roh Panglima menoleh pada Tanaka, “bersiaplah, Tuanku. Kau harus merebut mahkota Naga itu disaat para parjurit berhasil melengahkannya.”Tanaka mengangguk. Dia pun mengangkat goloknya, seketika goloknya menyala terang karena mengeluarkan api. Seketika Tanaka melompat dan bersiap melepaskan mahkota di kepala Naga itu dengan goloknya. Namun saat hampir saja dia berhasil mengibas goloknya ke ujung mahkota, ekor naga itu tiba-tiba memukul Tanaka hingga dia terpental jauh dan golok di tangannya terlepas ke dasar gua.“Tuanku!” teriak Roh Panglima tampak khawatir. Roh itu langsung berlari menuju Tanaka.“Apakah Tuanku baik-baik saja?” tanya Roh Panglima.“Sekarang kau yang membantuku melepeskan mahkota di kepala Naga itu,” pinta Tanaka.“Tidak bisa, Tuanku,” jawab Roh Panglima.Tanaka mengernyit he
Sementara itu, Tanaka sudah tiba di pulau tempat Baluku berada. Naga hitam itu menurunkannya di atas bebatuan karang. Setelah itu dia terbang meninggalkan pulau itu menuju tempat asalnya. Roh Penglima pun datang. Tak lama kemudian Baluku hadir di hadapan mereka. Tanaka dan Roh Panglima langsung membungkuk kepadanya.“Ampun, Tuan Guru. Hamba telah berhasil merebut Mahkota Naga Hitam itu,” ucap Tanaka.Baluku tertawa senang mendengarnya.“Aku percaya kau akan berhasil melakukannya,” ucap Baluku.“Sekarang hamba siap melakukan ajaran selanjutnya,” ujar Tanaka.“Esok, saat matahari sudah terbit, aku akan kembali memberi sesuatu untukmu. Sekarang istirahatlah!” pinta Baluku.“Baik, Tuan Guru!”***Sang Raja tampak bingung di kediamannya. Pejabat istana tengah duduk menemaninya.“Kenapa Yang Mulia ingin cepat-cepat Putra Mahkota menikah?” tanya Pejabat Istana tampak heran.“Aku ingin Putra Mahkota segera mendapatkan keturunan. Aku bermimpi ada hal buruk yang akan terjadi padaku,” jawab Sang
Tanaka bersembunyi di dalam rongga batu besar. Kini ratusan anak panah itu tak lagi menyerangnya. Sesaat kemudian dia gemetar ketika mendengar suara langkah kaki yang menguncangkan tanah tempatnya berpijak.“Siapa itu?” tanya Tanaka heran. Sementara suara teriakan kesakitan dari makhluk-makhluk yang diikat di tiang-tiang besi di alam itu terdengar semakin mengerikan.Dia pun mengintip dari balik batu itu. Matanya terbelalak ketika mendapati kaki raksasa tengah berjalan hendak melewati tempatnya bersembunyi. Dia seperti penjaga seisi neraka itu. Asap menghalangi penghilatannya untuk melihat dengan jelas siapakah makhluk raksasa itu? Tanaka hanya bisa melihat kaki besar yang kasar bagai permukaan tebing batu.Tanaka semakin gemetar saat kaki itu melangkahi batu tempatnya bersembunyi di dalam rongganya. Tak lama kemudian asap itu menjauh dari pandangannya. Dia kian terbelalak ketika mendatapi sosok raksasa yang begitu tinggi, berwajah kasar dan bermata besar. Dikepalanya ada tanduk satu.
Bimala dan Pelayan Minun tampak gelisah menantikan Tabib Istana bersama tabib-tabib lain yang sedang membantu Sang Ratu untuk melahirkan itu. Akhirnya hari itu telah tiba. Sang Ratu pun tak bisa lagi menahannya karena waktu kelahiran anak keduanya itu telah tiba.Sementara Bimala dan Pelayan Minun belum mendapat kabar dari Tanaka. Mereka tidak tahu apakah Tanaka sudah berhasil atau belum membunuh Baluku hingga kutukan itu terlepas dan tidak akan dialami oleh bayi yang sedang berusaha dikeluarkan oleh para tabib itu.Tak lama kemudian terdengar suara tangisan bayi. Bimala dan Pelayan Minun tampak haru bercampur was-was. Mereka was-was jikalau bayi itu akan terlahir buruk rupa juga seperti Tanaka.“Oh anakku!” teriak Sang Ratu di dalam sana terlihat menangis haru.Bimala dan Pelayan Minun saling menatap dengan ragu.“Apakah bayi itu juga terlahir buruk rupa?” bisik Pelayan Minun dengan penasaran pada Bimala.“Aku tidak tahu, Bi,” jawab Bimala dengan berbisik juga.“Bimala, Pelayan Setia
Baluku terbelalak ketika pulau yang menjadi tempatnya dikurung para dewa itu sudah dikelilingi kapal-kapal yang berisi pasukan dari Tanaka. Baluku kini berdiri di atas puncak batu karang yang paling tinggi. Matanya kini tertuju pada Tanaka yang berdiri gagah di samping Roh Panglima.“Kami sudah datang, Tuan Guru!” teriak Tanaka.Baluku kian geram mendengarnya.“Panglima dan prajurit-prajurit keparat! Kenapa kalian lebih setia pada muridku dibanding denganku yang sudah membangkitkan kalian dari alam roh hingga bisa hidup seperti manusia lagi?!!! Harusnya kalian berpihak padaku, bukan pada manusia buruk rupa itu!!!” teriak Baluku dengan geramnya.“Bukan kah Yang Mulia membangkitkan kami untuk setia pada Tuan Tanaka? Bukan pada Yang Mulia?” jawab Roh Panglima.Baluku kian geram mendengarnya. Baluku pun mengangkat tangannya. Seketika batu-batu kecil di atas permukaan karang itu terangkat lalu tak lama kemudian batu-batu kecil itu menyalakan api yang tampak panas.Tanaka dan Roh Panglima p
Pelayan Minun berteriak memanggil Bimala saat melihat Sang Ratu sedang kesakitan memegangi perutnya yang besar itu. Bimala bergegas datang dengan panik.“Yang Mulia!” ucap Bimala mendekat ke kasurnya. “Yang Mulia kenapa?”“Perutku sakit sekali, Bimala. Aku sepertinya hendak melahirkan.”Bimala dan Pelayang Minun pun panik mendengarnya.“Tolong panggilkan Tabib, Bi,” pinta Bimala dengan panik pada Pelayan Minun.“Baik, Nona.”Pelayan Minun pun bergegas keluar untuk memanggil Tabib. Bimala pun memegangi tangan Sang Ratu untuk menguatkannya.“Tunggu sebentar lagi, Yang Mulia. Sebentar lagi Tabib akan segera datang.”“Tapi bagaimana jika seandainya sekarang anak ini berhasil dilahirkan sementara Tanaka belum berhasil membunuh Baluku? Apakah kutukan itu akan menghilang jika setelah anak ini lahir, Tanaka baru bisa memusnahkan Baluku?” tanya Ratu dengan bingung sambil menahan sakit di perutnya.“Apapun yang terjadi, sekarang pikirkan saja kesehatan Yang Mulia Ratu dan anaknya nanti. Meskipu
“Bagaimana ini bisa terjadi?” tanya Jabali dengan terbelalak tak percaya melihat dirinya, Tanaka, Roh Panglima dan para awak kapal layarnya sedang dibawa terbang berputar mengelilingi tentara mereka yang tengah bertarung di atas lautan itu.“Inilah kemampuanku sekarang, Jabali,” ucap Tanaka.Tanaka pun memandangi Roh Panglima.“Kau hadapai Panglima Setan itu dan aku akan menghadapi murid baru Raja Iblis itu,” perinta Tanaka pada Roh Panglima.“Siap, Tuan Tanaka!”Roh Panglima pun langsung terbang melesat menuju Panglima Setan untuk menyerangnya. Panglima Setan pun terkejut melihat kedatangan Roh Panglima yang tengah melesat ke arahnya itu. Dia pun lansung meninggalkan Karan di atas kapal itu kemudian bertarung dengan Roh Panglima di atas lautan itu dengan jurus meringankan tubuhnya.Sementara Karan di atas kapalnya itu terbelalak ketika mendapati Tanaka kini sudah berada di hadapannya. Karan mundur ke belakang karena ketakutan melihat wajah Tanaka yang menghitam. Dia seperti baru itu
Tiba-tiba awak kapal tampak terbelalak ketika melihat kapal-kapal layar seperti menghadang di hadapan sana.“Tuan, Panglima! Tuan, Panglima!” teriak awak kapal itu.Tanaka dan Roh Panglima yang sedang berada di sisi kapal itu pun menoleh pada awak kapal itu.“Ada apa?” tanya Roh Panglima heran.“Di hadapan sana seperti ada puluhan kapal menghadang, Tuan,” jawab awak kapal itu.Roh Panglima dan Tanaka pun bergegas berjalan ke ujung kapal. Mereka berdua terbelalak melihat kapal-kapal di hadapan.“Tahan layarnya!!!!” teriak Roh Panglima saat melihat pasukan Karan tengah menghadang di hadapan sana dengan sepuluh kapal layar berkarangnya.Seluruh awak kapal Pasukan Tanaka pun mengatur layarnya agar kapal-kapal mereka berhenti berlayar. Saat kapal-kapal pasukan Tanaka berhenti, Tanaka berjalan ke ujung kapal lalu memperhatikan kapal-kapal pasukan Karan itu dengan jelas. Roh Panglima berdiri di sebelahnya.“Apakah benar yang berdiri paling depan di kapal layar terdepan itu murid baru Raja Ba
“Yang Mulia Ratu! Yang Mulia Ratu!” teriak pelayan setianya memasuki ruangan kediamannya. Dia tampak heran tidak melihat ada Ratu di sana.Sesaat kemudian Ratu tampak datang dari belakangnya.“Kau mencariku?” tanya Ratu heran.Pelayan Minun menatap Ratu dengan lega.“Bimala sudah datang, Yang Mulia!” ucap Pelayan Minun dengan lega.Ratu pun sangat senang mendengarnya.“Di mana dia sekarang?”“Dia ada depan gerbang kediamanmu ini, Yang Mulia,” jawab Pelayan Minum.“Suruh dia masuk! Tadi kenapa aku tidak melihatnya,” perintah Ratu.“Baik, Yang Mulia.”Pelayan Minun pun bergegas keluar dari ruangan itu. Ratu pun duduk di tempat duduknya dengan tidak sabar. Dia ingin tahu banyak bagaimana kabar Tanaka darinya. Tak lama kemudian Pelayan Minun datang bersama Bimala. Bimala langsung bersimpuh di hadapannya.“Maafkan aku, Yang Mulia,” ucap Bimala sembari meneteskan air mata. “Aku telah meninggalkan istanamu tidak pamit langsung di hadapanmu.”“Kau tak perlu merasa bersalah, Bimala. Sekarang c
Baluku berdiri di hadapan seorang lelaki yang sedang berlutut padanya. Lelaki yang dahulu tidak sengaja terdampar di sana karena perahu yang dia naiki terpaksa pecah tergulung ombak hingga dia terdampar dan diselamatkan Baluku di sana. Dia menatap lelaki itu dengan lekat, dengan wajah tegasnya.“Hari ini kau telah berhasil mendapatkan semua ilmu dariku!” ucap Baluku padanya. “Kau sendiri yang bersedia memilih untuk menjadi muridku daripada mati di tanganku! Aku tidak pernah memaksamu untuk datang ke pulauku ini. Perahumu lah yang karam dan membuatmu terdampar di sini!”“Baik, Guru!” ucap Pemuda yang bernama Karan.“Dan untuk bisa bebas dariku,” lanjut Baluku. “Kau harus mendapatkan Pedang Perak Cahaya Merah itu dari mantan Muridku si Buruk Rupa itu. Aku merasakan pedang itu sudah ada pada dirinya saat ini. Dia tengah berada di negeri Nusantara.”“Baik, Guru,” sahut Karan sekali lagi.Baluku pun menatap sebuah kapal setan yang di atasnya sudah berdiri seorang Panglima Setan, Nakoda dan
Kapal-kapal yang dinaiki Tanaka bersama kaum Sakwa itu pun akhirnya berlabuh di pelabuhan Nusantara. Roh panglima bersama prajuritnya langsung menyambut kedatangan mereka. Bimala sudah tidak sabar lagi untuk segera bertemu dengan Tanaka. Begitu pun Sakwa. Dia ingin meminta maaf pada kaumnya yang telah meninggalkan mereka di negeri raksasa itu.Saat Tanaka dan kaum sakwa itu turun dari kapal layar masing-masing. Bimala langsung berlari menuju Tanaka lalu memeluknya dengan erat.“Apakah kau berhasil mengembalikan batu permata itu pada Yang Mulia Raja Sujana?” tanya Bimala penasaran.“Batu permata itu ternyata untukku, Bimala,” jawab Tanaka.Bimala terkejut mendengarnya. “Untukmu?”“Iya,” jawab Tanaka. “Raja Sajuna menghadiahkannya padaku! Dia tahu aku hendak membunuh Raja Iblis itu. Katanya batu permata itu akan sepadang dengan kekuatan yang dimiliki raja Iblis itu.”Bimala senang mendengarnya. Kini dia semakin tenang karena Tanaka akan memiliki kekuatan lebih untuk melawan Baluku. Dia
“Ampun Yang Mulia! Jika kami memiliki kesalahan dan dosa hingga Yang Mulia berkunjung ke tempat sederhana kami ini, kami rela dihukum, Yang Mulia!” ucap ayah Numi yang tampak ketakutan melihat kedatangan Raja Saka yang secara mendadak itu.Begitu pun dengan Numi dan Ibunya, mereka pun memohon-mohon ampun pada Raja Saka. Raja Saka yang melihat itu tampak tidak enak hati dan merasa bersalah.“Berdirilah,” pinta Raja Saka.“Ampun, Yang Mulia. Berdiri di hadapan Raja adalah dosa besar bagi kami yang hanya sebagai rakyat jelata. Itu akan membuat leluhur mengutuk kami. Biarkan kampi bersimpuh begini Yang Mulia.”Numi dan Ibunya pun kembali memohon-mohon ampun pada Raja Saka. Sekarang Raja Saka tampak kebingungan sendiri. Dia pun menatap Panglimanya. Pendekar Penggebrak Bumi itu tampak kebingung. Dia tidak mengerti soal urusan asamara itu. Saat Raja Saja menatap Bari, Bari pun tampak mengangkat kedua bahunya. Sementara para warga di sekitar rumah Numi itu masih tampak berlutut di tempat masi