Home / Pendekar / Legenda Pendekar Buruk Rupa / 18. Pertemuan Terakhir

Share

18. Pertemuan Terakhir

Author: Hakayi
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Angin berembus cukup kencang saat Tanaka dan Bimala berhasil turun dari bukit kedua. Bimala tampak lelah, sementara hari sudah hampir petang. Tanaka tampak kasihan melihatnya.

“Apa sebaiknya kita istirahat dulu saja?” tanya Tanaka.

Bimala menoleh dengan napas tak beraturan pada Tanaka.

“Kita istirahat di perkampungan saja,” jawab Bimala. Dia ingin segera tiba pada tujuannya. Dia tak ingin berlama-lama dalam perjalanan. Dia yakin, saat ini pasukan yang dikirim oleh Putra Mahkota pasti sedang mengejarnya.

“Memangnya dekat sini ada perkampungan?” tanya Tanaka heran.

“Kau belum pernah ke sini sebelumnya?” tanya Bimala heran. Kini dia berhenti.

Tanaka ikut berhenti lalu menggeleng.

Bimala menunjukkan senyum indahnya. “Pantas saja,” celetuk Bimala.

Tanaka heran. “Pantas saja bagaimana?”

“Kau tidak tahu kalau di sini ada perkampungan yang sangat terkenal di seluruh penjuru Kerajaan Banggala?” jawab Bimala.

Tanaka mengernyit mendengarnya. “Perkampungan terkenal?”

“Iya!” jawab Bimala, “Perkamp
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Legenda Pendekar Buruk Rupa   19. Pusaka Tua

    Malam sudah datang. Tanaka tampak lelah mengejar langkah pamannya Se yang begitu cepat. Tanaka heran, jalanan yang mereka lalui sepertinya bukan jalan menuju kediamannya.“Tunggu!” teriak Tanaka.Se berhenti melangkah.“Ada apa keponakanku? Sudah paman bilang, jangan dulu banyak tanya! Nanti aku jelaskan padamu kenapa aku mengikutimu ketika kita sudah sampai di rumah,” ujar Se sedikit geram.“Ini bukan jalan pulang,” ujar Tanaka dengan bingung.“Kau pikir hanya jalan yang dilalui gadis itu saja yang harus dilewati?” tanya Se geram.Tanaka memejamkan matanya. Dia menggunakan ajiannya. Se menghela napas. Dia tahu apa yang dilakukan keponakannya itu. Keponakannya pasti sedang menggunakan jurus kucing mengendus. Ajian yang mampu membaui sesuatu yang mencurigakan.“Paman bohong padaku,” ucap Tanaka.“Memangnya apa yang kau endus hingga bisa mengatakan aku berbohong?” tanya Se mencoba memastikan.“Paman tidak membawaku ke rumah, tapi paman mencoba memutar arah untuk kembali ke arah perkampu

  • Legenda Pendekar Buruk Rupa   20. Serangan Malam

    Bimala duduk termenung di teras rumahnya. Malam kian larut. Kakek dan Neneknya datang dari dalam rumah menghampirinya. Sepiring ubi rebus dan segelas teh manis dibawa Neneknya lalu dihidangkan di dekat Bimala.“Takdir telah datang kepada ayahmu. Jangan kau bersedih lagi. Sekarang ada Kakek dan Nenek yang akan selalu bersamamu,” pinta Kakeknya.Bimala mencoba tersenyum pada Kakeknya. Dia tidak ingin kesedihannya terbaca di mata Kakek dan Neneknya itu.“Aku sudah menerima takdirnya meski sulit, Kek,” sahut Bimala.Kakeknya tersenyum lega melihatnya.“Makan dan minumlah dulu,” pinta Neneknya. “Setelah ini ada sesuatu yang ingin Kakek dan Nenek lakukan untukmu.”Bimala mengernyit heran mendengarnya.“Apa itu, Nek?” tanya Bimala heran.“Makan dan minumlah dulu,” pinta Neneknya.Bimala langsung meraih gelas teh hangat lalu menyeruputnya. Dia membiarkan sepiring ubi di dekatnya.“Aku sudah kenyang, bukan kah tadi kita sudah makan. Jika ada sesuatu yang ingin Nenek dan Kakek katakan, katakanl

  • Legenda Pendekar Buruk Rupa   21. Jurus Menembus Waktu

    “Mau tidak mau kita harus melawan mereka,” jawab Se.“Jumlah mereka sangat banyak,” keluh Si.Su mengitari tempat itu. Putra Mahkota dan ratusan prajuritnya tampak sudah mengepung tempat itu. Putra Mahkota telah membawa prajurit terbaiknya.“Bukan kah kita sudah terbiasa menghadapi orang banyak?” tanya Si dengan percaya dirinya.Putra Mahkota tertawa.“Pucuk dicinta ulam pun tiba,” ucap Putra Mahkota. “Rupanya musuh lamaku tengah berada di sini. Sepertinya Dewata sengaja mengirimkan kalian pada kami!”Se, Si dan Su tampak bersiap menghadapi mereka.“Kau pikir kami takut?” tanyang Se.Putra Mahkota kembali tertawa.“Ada urusan apa kalian dengan calon ratuku?” tanya Putra Mahkota kemudian. Dia heran mereka ada di sana dan rumah itu tiba-tiba lenyap berikut penghuninya.“Bukan urusanmu!” teriak Su geram.Putra Mahkota tertawa lagi. “Kalian berada di tempat Ratuku, itu artinya kalian menjadi urusanku!” Putra Mahkota pun melihat tiga prajurit terbaiknya. “Cari Bimala sampai ketemu!”“Siap

  • Legenda Pendekar Buruk Rupa   22. Cahaya Gua

    Cahaya begitu terang dari celah-celah gua. Sa terbangun karena sorot cahaya matahari itu. Di melihat Tanaka sedang tertidur lelap di sebelah kirinya, sementara di sebelah kanannya, Laras masih tampak terlelap. Dia kelelahan menunggu Tanaka. Sa terkejut saat melihat Si, Su dan Se berdiri di hadapan mereka. Melihat itu, Sa langsung mengajak Si, Su dan Se keluar dari dalam gua itu untuk menanyakan apakah mereka berhasil mendapatkan benda pusaka itu.Sa Sa sudah berada di luar bersama ketiga adik-adiknya. Dia langsung memandang mereka bertiga dengan curiga ketika melihat benda pusaka itu tidak berada di tangan mereka.“Mana benda pusaka itu?” tanya Sa.“Kami gagal mendapatkannya, Kakak Pertama,” ucap Se.Sa geram mendengarnya.“Kenapa kalian bisa gagal? Benda pusaka itu berada di rumah yang penghuninya tidak memiliki ilmu bela diri yang mumpuni. Harusnya kalian dengan mudah mendapatkannya,” kecewa Sa.“Kami sudah berhasil menyandera seisi rumah itu. Tiba-tiba cucu perempuan mereka berhasi

  • Legenda Pendekar Buruk Rupa   23. Sebuah Misi

    Siang itu Laras tengah menghidangkan ayam bakar untuk Tanaka, Suaminya dan ketiga adik iparnya. Wajah Laras tampak kesal melihat ketiga adik iparnya itu. Dia masih kesal karena tidak berhasil mencari Tanaka dan membiarkan Tanaka bertarung sendirian menghadapi Panglima dan pasukannya. Sa yang menyadari itu tampak merasa bersalah.“Sudah lah. Maafkan lah mereka,” pinta Sa sambil menikmati makan siangnya. “Mereka sudah berusaha mencari anak kita.”“Aku hanya kesal melihat Tanaka menghadapi Panglima dan prajurit itu sendirian. Sekarang katakan padaku, kenapa mereka mencari kita? Ada apa sebenarnya?” tanya Laras yang tidak mengetahui semuanya. Dia tidak tahu kalau pihak kerajaan mencari mereka karena ulah perampokan yang mereka lalukan selama ini.Tanaka, Sa, dan ketiga adik Iparnya itu tampak bingung untuk menjawabnya. Rahasia itu merekalah yang tahu. Sa tidak menginginkan Laras tahu tentang semuanya.“Pihak kerajaan tak ingin kita mendiami hutan,” jawab Sa berbohong.“Kalau begitu, ayo k

  • Legenda Pendekar Buruk Rupa   24. Pertarungan Malam

    Sang Raja tampak gelisah di kediamannya. Dia bingung harus bagaimana untuk menggagalkan kehamilan Sang Ratu. Dia tidak mau memiliki anak yang buruk rupa lagi seperti dahulu. Sang Raja pun bangkit lalu pergi dari kediamannya, dia menuju kediaman tabib istana. Sesampainya di sana Tabib langsung bersimpuh di hadapannya.“Ampun, Yang Mulia. Seharusnya biar hamba yang menghadap Yang Mulia,” ucap Tabib menyembunyikan keheranannya.“Apa benar istriku tengah hamil?” tanya Sang Raja memastikan sekali lagi.“Benar, Yang Mulia. Usia kandungannya sudah sebulan ini,” jawab Tabib itu.“Bagaimana mungkin itu bisa terjadi? Selama ini istriku selalu diberikan ramuan agar setiap kali aku berhubungan dengannya dia tak akan pernah hamil?” tanya Sang Raja pada dirinya sendiri.Sang Tabib pun menunggu kata-kata Sang Raja selanjutnya. Sang Raja pun menatap Sang Tabib dengan tatapan tajamnya.“Bagaimana pun kau harus menggagalkan kandungan istriku,” pinta Sang Raja.Tabib itu terbelalak mendengarnya.“Ampun,

  • Legenda Pendekar Buruk Rupa   25. Malam Berdarah

    Tanaka bingung harus bagaimana. Dia sangat yakin yang sedang bertarung itu adalah ayah dan paman-pamannya. Pihak Kerajaan pasti telah mengirimkan prajurit terbaiknya untuk mengepung mereka di hutan ini. Akhirya Tanaka bergegas memasuki gua. Dia ingin pamit pada Ibunya. Saat sudah berhasil memasuki gua, dia melihat Ibunya sudah terlelap. Dengan pelan dia membangunkan Ibunya.“Bu,” panggil Tanaka lembut.Laras terbangun dengan heran.“Kenapa, anakku?” tanya Laras.“Aku mendengar suara pertarungan di kejauhan sana. Aku khawatir itu ayah dan paman-paman sedang serang pihak kerajaan,” jawab Tanaka.Laras terbelalak mendengarnya.“Sudah aku bilang. Harusnya dalam keadaan genting begini jangan dulu berburu,” kesal Laras.“Aku pergi ke sana ya, Bu. Aku ingin membantu ayah dan paman-pamanku,” izin Tanakan.Laras tampak bingung. Satu sisi dia takut sendirian di sana, tapi suami dan paman-pamannya pasti membutuhkan pertolongan anaknya. Laras tahu, ilmu bela diri yang dikuasai Tanaka sudah mumpun

  • Legenda Pendekar Buruk Rupa   26. Jalu

    Saat matahari mulai bersinar, Tanaka tiba di dekat lapangan luas di hadapan gerbang pertama istana. Dia melihat para penduduk tengah berkumpul mengelilingi tiang gantungan. Matanya terbelalak saat melihat paman-pamannya itu sudah meregang nyawa di tiang gantungan.“Paman!” isak Tanaka tak percaya melihat paman-pamannya sudah meregang nyawa.Tanaka tampak lemah melihat mayat-mayat paman-pamannya itu. Dia terduduk lemah di bawah pohon itu.“Inilah akbibatnya bagi para pemberontak di negeri ini!” teriak Pejabat Istana di hadapan tiang gantungan itu. “Mereka telah melakukan aksi perampokan sudah lama! Siapapun yang berani seperti mereka! Mereka akan berakhir di tiang gantungan ini!”Para penduduk tampak riuh mendengarnya. Tanaka tampak geram. Air matanya mengalir. Dia mengepalkan kedua tangannya dengan dendam dan amarah. Saat Tanaka hendak berlari ke tengah kerumunan itu, tiba-tiba anak panah kecil mengenai lehernya. Tanaka mendadak rubuh ke atas tanah. Dia pingsan terkena racun dari anak

Latest chapter

  • Legenda Pendekar Buruk Rupa   158. Akhir Kisah

    Bimala dan Pelayan Minun tampak gelisah menantikan Tabib Istana bersama tabib-tabib lain yang sedang membantu Sang Ratu untuk melahirkan itu. Akhirnya hari itu telah tiba. Sang Ratu pun tak bisa lagi menahannya karena waktu kelahiran anak keduanya itu telah tiba.Sementara Bimala dan Pelayan Minun belum mendapat kabar dari Tanaka. Mereka tidak tahu apakah Tanaka sudah berhasil atau belum membunuh Baluku hingga kutukan itu terlepas dan tidak akan dialami oleh bayi yang sedang berusaha dikeluarkan oleh para tabib itu.Tak lama kemudian terdengar suara tangisan bayi. Bimala dan Pelayan Minun tampak haru bercampur was-was. Mereka was-was jikalau bayi itu akan terlahir buruk rupa juga seperti Tanaka.“Oh anakku!” teriak Sang Ratu di dalam sana terlihat menangis haru.Bimala dan Pelayan Minun saling menatap dengan ragu.“Apakah bayi itu juga terlahir buruk rupa?” bisik Pelayan Minun dengan penasaran pada Bimala.“Aku tidak tahu, Bi,” jawab Bimala dengan berbisik juga.“Bimala, Pelayan Setia

  • Legenda Pendekar Buruk Rupa   157. Tanaka VS Baluku

    Baluku terbelalak ketika pulau yang menjadi tempatnya dikurung para dewa itu sudah dikelilingi kapal-kapal yang berisi pasukan dari Tanaka. Baluku kini berdiri di atas puncak batu karang yang paling tinggi. Matanya kini tertuju pada Tanaka yang berdiri gagah di samping Roh Panglima.“Kami sudah datang, Tuan Guru!” teriak Tanaka.Baluku kian geram mendengarnya.“Panglima dan prajurit-prajurit keparat! Kenapa kalian lebih setia pada muridku dibanding denganku yang sudah membangkitkan kalian dari alam roh hingga bisa hidup seperti manusia lagi?!!! Harusnya kalian berpihak padaku, bukan pada manusia buruk rupa itu!!!” teriak Baluku dengan geramnya.“Bukan kah Yang Mulia membangkitkan kami untuk setia pada Tuan Tanaka? Bukan pada Yang Mulia?” jawab Roh Panglima.Baluku kian geram mendengarnya. Baluku pun mengangkat tangannya. Seketika batu-batu kecil di atas permukaan karang itu terangkat lalu tak lama kemudian batu-batu kecil itu menyalakan api yang tampak panas.Tanaka dan Roh Panglima p

  • Legenda Pendekar Buruk Rupa   156. Tanaka VS Roh Hitam

    Pelayan Minun berteriak memanggil Bimala saat melihat Sang Ratu sedang kesakitan memegangi perutnya yang besar itu. Bimala bergegas datang dengan panik.“Yang Mulia!” ucap Bimala mendekat ke kasurnya. “Yang Mulia kenapa?”“Perutku sakit sekali, Bimala. Aku sepertinya hendak melahirkan.”Bimala dan Pelayang Minun pun panik mendengarnya.“Tolong panggilkan Tabib, Bi,” pinta Bimala dengan panik pada Pelayan Minun.“Baik, Nona.”Pelayan Minun pun bergegas keluar untuk memanggil Tabib. Bimala pun memegangi tangan Sang Ratu untuk menguatkannya.“Tunggu sebentar lagi, Yang Mulia. Sebentar lagi Tabib akan segera datang.”“Tapi bagaimana jika seandainya sekarang anak ini berhasil dilahirkan sementara Tanaka belum berhasil membunuh Baluku? Apakah kutukan itu akan menghilang jika setelah anak ini lahir, Tanaka baru bisa memusnahkan Baluku?” tanya Ratu dengan bingung sambil menahan sakit di perutnya.“Apapun yang terjadi, sekarang pikirkan saja kesehatan Yang Mulia Ratu dan anaknya nanti. Meskipu

  • Legenda Pendekar Buruk Rupa   155. Tanaka VS Karan

    “Bagaimana ini bisa terjadi?” tanya Jabali dengan terbelalak tak percaya melihat dirinya, Tanaka, Roh Panglima dan para awak kapal layarnya sedang dibawa terbang berputar mengelilingi tentara mereka yang tengah bertarung di atas lautan itu.“Inilah kemampuanku sekarang, Jabali,” ucap Tanaka.Tanaka pun memandangi Roh Panglima.“Kau hadapai Panglima Setan itu dan aku akan menghadapi murid baru Raja Iblis itu,” perinta Tanaka pada Roh Panglima.“Siap, Tuan Tanaka!”Roh Panglima pun langsung terbang melesat menuju Panglima Setan untuk menyerangnya. Panglima Setan pun terkejut melihat kedatangan Roh Panglima yang tengah melesat ke arahnya itu. Dia pun lansung meninggalkan Karan di atas kapal itu kemudian bertarung dengan Roh Panglima di atas lautan itu dengan jurus meringankan tubuhnya.Sementara Karan di atas kapalnya itu terbelalak ketika mendapati Tanaka kini sudah berada di hadapannya. Karan mundur ke belakang karena ketakutan melihat wajah Tanaka yang menghitam. Dia seperti baru itu

  • Legenda Pendekar Buruk Rupa   154. Perang Satu Perguruan

    Tiba-tiba awak kapal tampak terbelalak ketika melihat kapal-kapal layar seperti menghadang di hadapan sana.“Tuan, Panglima! Tuan, Panglima!” teriak awak kapal itu.Tanaka dan Roh Panglima yang sedang berada di sisi kapal itu pun menoleh pada awak kapal itu.“Ada apa?” tanya Roh Panglima heran.“Di hadapan sana seperti ada puluhan kapal menghadang, Tuan,” jawab awak kapal itu.Roh Panglima dan Tanaka pun bergegas berjalan ke ujung kapal. Mereka berdua terbelalak melihat kapal-kapal di hadapan.“Tahan layarnya!!!!” teriak Roh Panglima saat melihat pasukan Karan tengah menghadang di hadapan sana dengan sepuluh kapal layar berkarangnya.Seluruh awak kapal Pasukan Tanaka pun mengatur layarnya agar kapal-kapal mereka berhenti berlayar. Saat kapal-kapal pasukan Tanaka berhenti, Tanaka berjalan ke ujung kapal lalu memperhatikan kapal-kapal pasukan Karan itu dengan jelas. Roh Panglima berdiri di sebelahnya.“Apakah benar yang berdiri paling depan di kapal layar terdepan itu murid baru Raja Ba

  • Legenda Pendekar Buruk Rupa   153. Menuju Baluku

    “Yang Mulia Ratu! Yang Mulia Ratu!” teriak pelayan setianya memasuki ruangan kediamannya. Dia tampak heran tidak melihat ada Ratu di sana.Sesaat kemudian Ratu tampak datang dari belakangnya.“Kau mencariku?” tanya Ratu heran.Pelayan Minun menatap Ratu dengan lega.“Bimala sudah datang, Yang Mulia!” ucap Pelayan Minun dengan lega.Ratu pun sangat senang mendengarnya.“Di mana dia sekarang?”“Dia ada depan gerbang kediamanmu ini, Yang Mulia,” jawab Pelayan Minum.“Suruh dia masuk! Tadi kenapa aku tidak melihatnya,” perintah Ratu.“Baik, Yang Mulia.”Pelayan Minun pun bergegas keluar dari ruangan itu. Ratu pun duduk di tempat duduknya dengan tidak sabar. Dia ingin tahu banyak bagaimana kabar Tanaka darinya. Tak lama kemudian Pelayan Minun datang bersama Bimala. Bimala langsung bersimpuh di hadapannya.“Maafkan aku, Yang Mulia,” ucap Bimala sembari meneteskan air mata. “Aku telah meninggalkan istanamu tidak pamit langsung di hadapanmu.”“Kau tak perlu merasa bersalah, Bimala. Sekarang c

  • Legenda Pendekar Buruk Rupa   152. Karan

    Baluku berdiri di hadapan seorang lelaki yang sedang berlutut padanya. Lelaki yang dahulu tidak sengaja terdampar di sana karena perahu yang dia naiki terpaksa pecah tergulung ombak hingga dia terdampar dan diselamatkan Baluku di sana. Dia menatap lelaki itu dengan lekat, dengan wajah tegasnya.“Hari ini kau telah berhasil mendapatkan semua ilmu dariku!” ucap Baluku padanya. “Kau sendiri yang bersedia memilih untuk menjadi muridku daripada mati di tanganku! Aku tidak pernah memaksamu untuk datang ke pulauku ini. Perahumu lah yang karam dan membuatmu terdampar di sini!”“Baik, Guru!” ucap Pemuda yang bernama Karan.“Dan untuk bisa bebas dariku,” lanjut Baluku. “Kau harus mendapatkan Pedang Perak Cahaya Merah itu dari mantan Muridku si Buruk Rupa itu. Aku merasakan pedang itu sudah ada pada dirinya saat ini. Dia tengah berada di negeri Nusantara.”“Baik, Guru,” sahut Karan sekali lagi.Baluku pun menatap sebuah kapal setan yang di atasnya sudah berdiri seorang Panglima Setan, Nakoda dan

  • Legenda Pendekar Buruk Rupa   151. Gerbang Peri

    Kapal-kapal yang dinaiki Tanaka bersama kaum Sakwa itu pun akhirnya berlabuh di pelabuhan Nusantara. Roh panglima bersama prajuritnya langsung menyambut kedatangan mereka. Bimala sudah tidak sabar lagi untuk segera bertemu dengan Tanaka. Begitu pun Sakwa. Dia ingin meminta maaf pada kaumnya yang telah meninggalkan mereka di negeri raksasa itu.Saat Tanaka dan kaum sakwa itu turun dari kapal layar masing-masing. Bimala langsung berlari menuju Tanaka lalu memeluknya dengan erat.“Apakah kau berhasil mengembalikan batu permata itu pada Yang Mulia Raja Sujana?” tanya Bimala penasaran.“Batu permata itu ternyata untukku, Bimala,” jawab Tanaka.Bimala terkejut mendengarnya. “Untukmu?”“Iya,” jawab Tanaka. “Raja Sajuna menghadiahkannya padaku! Dia tahu aku hendak membunuh Raja Iblis itu. Katanya batu permata itu akan sepadang dengan kekuatan yang dimiliki raja Iblis itu.”Bimala senang mendengarnya. Kini dia semakin tenang karena Tanaka akan memiliki kekuatan lebih untuk melawan Baluku. Dia

  • Legenda Pendekar Buruk Rupa   150. Tanaka Kembali

    “Ampun Yang Mulia! Jika kami memiliki kesalahan dan dosa hingga Yang Mulia berkunjung ke tempat sederhana kami ini, kami rela dihukum, Yang Mulia!” ucap ayah Numi yang tampak ketakutan melihat kedatangan Raja Saka yang secara mendadak itu.Begitu pun dengan Numi dan Ibunya, mereka pun memohon-mohon ampun pada Raja Saka. Raja Saka yang melihat itu tampak tidak enak hati dan merasa bersalah.“Berdirilah,” pinta Raja Saka.“Ampun, Yang Mulia. Berdiri di hadapan Raja adalah dosa besar bagi kami yang hanya sebagai rakyat jelata. Itu akan membuat leluhur mengutuk kami. Biarkan kampi bersimpuh begini Yang Mulia.”Numi dan Ibunya pun kembali memohon-mohon ampun pada Raja Saka. Sekarang Raja Saka tampak kebingungan sendiri. Dia pun menatap Panglimanya. Pendekar Penggebrak Bumi itu tampak kebingung. Dia tidak mengerti soal urusan asamara itu. Saat Raja Saja menatap Bari, Bari pun tampak mengangkat kedua bahunya. Sementara para warga di sekitar rumah Numi itu masih tampak berlutut di tempat masi

DMCA.com Protection Status