Beranda / Fantasi / Legenda Pedang Direnc / Bab 6. Terobos Sajalah Orc

Share

Bab 6. Terobos Sajalah Orc

Penulis: Mark Aksan
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Aku pernah membunuh Orc beberapa menit yang lalu, tapi aku tidak yakin bisa melawannya sebanyak ini. Kalau benar Orc ini datang karena pedang Direnc, maka sepenuhnya ini kesalahanku.

Aku berlari melalui jalan memutar sambil menuntun Yasemin. Sebisa mungkin kami menghindari penglihatan para Orc.

Yasemin terengah-engah. "Arkan, aku gak kuat."

Aku membawa Yasemin bersembunyi di belakang rumah warga. "Sebentar lagi kita sampai di rumah Kakek tua itu."

Sebenarnya membawa Yasemin cukup berbahaya, tapi meninggalkannya tanpa perlindungan akan lebih berbahaya. Tidak ada tempat yang aman selagi desa sedang diserang.

Pasukan Orc begitu ganas dan kejam pantas saja Zarif juga memperlakukan mereka dengan cara yang kejam. Tangisan dan jeritan menjadi suara yang menghias malam yang kelam ini. Aku mengintip sebentar lalu berlari menuju rumah lain, dan begitu seterusnya hingga sampai tiba di rumah Bamsi.

Rumah Bamsi adalah tempat bengkel besi, di dalamnya banyak terdapat laki-laki kekar yang biasa mengangkat palu besar dan memukul besi panas. Aku pikir di situ lah tempat paling aman untuk saat ini. Sayangnya, ketika kami sampai rumah Bamsi sepenuhnya rumah itu tertutup. Seolah ada tulisan tidak menerima tamu, apalagi Orc bau.

Aku dan Yasemin berhasil sampai di belakang rumahnya. Aku mengetuk pintu pelan-pelan. "Pak Bamsi!" teriaku yang nyaris berbisik. Sebab aku tidak mau menarik perhatian Orc yang ada di depan rumah.

"Bagaimana," bisik Yasemin.

"Mereka mungkin belum mendengar," kataku.

Aku kembali mengetuk pintu lebih keras. "Pak Bamsi, ini Arkan dan Yasemin anak Aftal. Tolong buka!"

Kali ini satu Orc mulai curiga. Hidung babinya seperti mengendus bau kami. Dia berderap menuju rumah belakang Bamsi dengan wajah yang kegirangan seperti kera sedang kasmaran. Warna kulit Orc itu hijau kecoklatan nampak jelas ketika dia mendekati cahaya obor. Orc itu bersiaga dengan pedang panjang di tangannya.

Aku menarik Yasemin ke belakang memposisikan dirinya di balik punggungku. Sama seperti Orc itu. Aku bersiaga. "Bagaimana ini," Yasemin berbisik suaranya bergetar ketakutan.

"Jangan bersuara," kataku.

Orc sudah setengah jalan. Berjalan langkah demi langkah dengan hati-hati. Semakin lama semakin mendekat dan jantungku seperti hendak meledak.

"Tusuk, putar, cabut," kataku dalam hati mengingat tutorial membunuh Orc dengan mudah.

Orc semakin dekat, langkahnya nyaris tidak terdengar. Kini kami hanya terhalang oleh sudut dinding. Satu langkah lagi kami akan saling berhadapan. Aku menghitung mundur dalam hati mulai dari angka lima. Keringatku bercucuran dengan deras seperti aliran sungai. Saat hitunganku mencapai angka dua, tiba-tiba seseorang menarik tubuh kami ke dalam rumah.

"Nyaris saja," ujar orang yang menarikku dengan suara yang berat.

"Aku hampir membunuh Orc lagi," kataku.

"Jangan bercanda, bocah," kata Elric anak dari Bamsi. Dia lebih tua dariku sekitar tiga tahun. Seperti ayahnya, tubuhnya juga kekar.

"Terima kasih, Elric," ucap Yasemin penuh rasa syukur.

Elric tersenyum pada Yasemin sambil merapikan tatanan rambutnya yang cepak. "Bukan masalah," katanya nampak grogi. Setidaknya aku sudah tahu, kalau Elric memang sudah menyukai Yasemin sejak lama.

"Aku melihatmu dan bergegas menolong meski dilarang orang tuaku." Elric sedetik melirikku. "Tidak aku sangka ternyata Arkan juga ada." Dari nada suaranya laki-laki itu terkesan menyesal telah menolongku. "Ayo! Ikut aku!" lanjut laki-laki yang mengenakan baju dan kaos serba ketat.

Kami berdua mengikuti Elric ke tempat yang dia tuju. Sebuah tempat di lantai dua. Di sana berkumpul laki-laki kekar dengan palu besar dimasing-masing tangannya. Aku terasa sangat kecil berada di antara mereka.

Bamsi mondar-mandir di depan keempat temannya dan dia berhenti ketika kami tiba. "Elric, kau ceroboh sekali. Bagaimana kalau kita ketahuan?"

Elric mengerutkan keningnya. "Ayah, Yasemin seorang perempuan. Sangat berbahaya kalau dia di luar."

Satu pria kekar menghampiri kami. "Pantas saja Elric berani ambil resiko, gadis ini sangat cantik," katanya sambil berkedip ke arah Yasemin.

"Boran, jangan mulai lagi," balas Bamsi pada laki-laki itu.

Sementara Yasemin tersenyum canggung.

"Maaf Yasemin," ucap Bamsi. "Bukannya aku tega, tapi Orc-orc di luar begitu ganas, aku tidak mau ambil resiko kalau keluargaku di serang." Bamsi menoleh ke sebelah kanan, tempat istri dan anak-anaknya yang masih kecil.

"Aku mengerti, Pak Bamsi. Kami juga akan melakukan hal yang sama," jawab Yasemin.

"Kalian hanya berdua, di mana Aftar?" tanyanya.

"Ayah ...."

"Dia selamat," kataku memotong kalimat Yasemin.

"Syukurlah," jawab Pria tua yang rambut dan janggutnya berwarna ganda, hitam dan putih. "Jadi, kalian sengaja ke sini atau ...."

"Kami mencari pedang," kataku. "Pedang yang dijual pamanku tadi siang."

"Ped—"

Bamsi pasti mau berkata pedang namun terhenti dengan suara pintu yang di dobrak. "Sial," teriak Bamsi. "Semuanya siaga, ada yang membobol pintu!"

"Kita akan melawan?" tanyaku.

"Jangan bodoh," pekik Bemsi. "Jangan cari mati, kita sembunyi."

'Wow,' kataku dalam hati. Badan mereka besar, tangan mereka yang berotot bisa dengan mudah mengeprek kepala Orc menjadi hidangan daging penyet. Sayang sekali, nyali mereka tidak sebesar badan mereka.

"Elric! Antarkan Yasemin pada ibumu," suruh Bamsi.

Yasemin memegang tanganku. "Pergi saja," kataku.

"Hati-hati." Yasemin membalas sebelum pergi bersama Elric.

"Pak Bamsi, soal pedang," kataku.

Bamsi menaruh telunjuknya di depan mulutnya. "Sssttt!"

"Boleh saya ambil pedang itu?" Kali ini aku berbisik.

Bamsi memberi isyarat pada kami semua untuk pergi dengan pelan-pelan. Tentu saja, berjalan di atas lantai yang terbuat dari kayu sangat sulit untuk tidak membuat suara sedikit pun. "Soal pedang, kita bicara nanti."

"Tidak bisa," kataku. "Pedang itu sangat penting, bisa saja pedang itu adalah kunci dari semua kejadian ini."

Di lantai bawah terdengar lagi suara barang yang dibanting. Orc itu entah sedang kesal atau memang sekedar hobi mereka saja yang merusak barang-barang.

Bamsi mencengkram lenganku dan menariknya untuk bergerak lebih cepat. "Apa maksudmu? Di mana Aftal mendapatkan pedang itu?" bisiknya dengan pelan.

"Sebenarnya itu pedangku, aku menemukannya di hutan."

"Apa maksud kamu dengan kunci?"

"Orc itu mungkin datang untuk mencari pedang itu."

"Pedang karatan?" Bamsi menarik kerah bajuku. "Pedang apa itu sebenarnya? Kalau sampai keluargaku jadi korban gara-gara pedang itu aku akan membunuhmu."

"Kenapa kau tidak membunuh Orc itu saja? Aku yakin mereka akan mati kalau kalian menghantam kepalanya dengan palu besar itu." Aku menunjuk palu besar yang sejak tadi dibawa oleh masing-masing dari mereka.

"Kami bukan petarung, menyerang mereka akan membahayakan anak dan istri kami di dalam."

Kami sudah masuk ke sebuah ruangan. Bamsi menutup pintunya secara pelan-pelan. Aku tidak melihat Yasemin atau perempuan lainnya di ruangan ini, tapi aku melihat Elric.

"Di mana Yasemin?" tanyaku.

"Dia sudah aman," katanya sambil menunjuk dinding belakang.

Oke, Yasemin sudah aman, kecuali kalau Orc sudah menemukan tempat ini. Sebuah ide buruk terbesit dalam benakku. Aku menghampiri kembali Bamsi.

"Pak! Tolong beritahu aku di mana pedangnya."

"Kau sangat keras kepala," bisiknya.

"Aku akan keluar dari sini, menampakan diri pada Orc dengan begitu mereka tidak akan menyerang kalian."

"Jangan gila, bocah!"

"Pak Bamsi pasti tidak mau kalau keluarga Bapak jadi korban. Beri tahu aku di mana pedang itu dan aku akan mengambilnya sambil mengalihkan para Orc."

"Pedang itu berada di gudang senjata. Di lantai satu sebelah kanan." Bamsi melototiku. "Kau hanya akan mengantarkan nyawamu."

Aku harap Zarif benar. Pedang Direnc mampu menyelamatkan kami. Sebelum aku keluar aku menemui Elric. "Jaga Yasemin dengan nyawamu," ujarku.

Elric mengangguk kepala. "Pasti."

Aku keluar dan mengisyaratkan pintu agar langsung di tutup. Aku berlari menuju tangga yang dengan mudahnya mendapatkan perhatian dari para Orc yang tengah naik ke atas. Senyum mereka merekah dan tatapan mereka terlihat haus akan darah.

Bab terkait

  • Legenda Pedang Direnc   Bab 7. Apa Kataku, Orc Bisa Mati Kalau Digeprek

    Aku lupa, kalau Orc itu gemar melemparkan senjatanya, apalagi kalau sasarannya laki-laki tampan dan putus asa sepertiku.Aku menunduk ketika Orc paling jelek yang hendak menaiki tangga melemparkan kapaknya. Aku mengasumsikannya begitu sebab dia melemparkan kapaknya padaku. (Sungguh tidak manusiawi, eh tidak Orc-wi) Sebenarnya wajah mereka hampir sama semua. Sangat sulit menentukan mana yang paling tampan.Begitu Orc yang tanpa senjata mendekat aku langsung menyabet perutnya sekuat tenaga. Orc itu jatuh dan menimpa temannya yang di belakang. Aku turun dan melompat ke samping agar Orc tersebut tidak jadi ke lantai atas."Hey, jelek!" Aku mencoba memprovokasi.Seluruh Orc itu mengerang. Seolah baru sadar bahwa mereka jelek.Rencana bunuh diriku berjalan dengan mulus, rombongan Orc itu mengejarku, setidaknya ada enam Orc bermuka jelek pencampuran kera dan babi. Tinggi mereka beragam, begitu juga berat badannya. Salah satu Orc yang mengejarku bertubuh gemuk seper

  • Legenda Pedang Direnc   Bab 8. Aku Gila Karena Sekarat atau Sekarat Karena Aku Gila

    Rumah Bamsi bergetar seolah ada gempa bumi. Gelak tawa Orc bergema di ruangan. Bamsi dan teman-temannya mundur hingga diambang pintu."Bocah! Kalau benar pedang itu harapan kita, mungkin ini saatnya," ujar Bamsi tanpa memandangku yang lagi kesusahan mengangkat pedang Direnc."Arkan, bukan waktunya bercanda, lakukan sesuatu," sela Elric.Aku tahu mereka semua panik dan mereka membuatku semakin lebih panik. Aku menarik pedang Direnc dengan dua tangan. "Ayo, Direnc!" Aku berceloteh dalam hati. "Aku tahu, aku merasa bodoh bicara padamu, tapi aku yakin kau bukanlah ...."Arkan, aku akan membantumu," ujar Yasemin dan meletakan tangannya di atas gagang pedang."Yase, cepat berlindung. Tolong bersembunyi di mana saja.""Tapi-""Bunuh manusia-manusia ini," teriak si Orc."Arkan!" teriak Elric.Aku berhasil mengangkat pedang Direnc dengan kedua tangan, menjatuhkan ujung pedang itu pada lantai sehingga terpelanting seperti besi jatuh ke lantai bata. Aku menyeretnya hingga keluar ruangan dan berha

  • Legenda Pedang Direnc   Bab 9. Pedang Cerewet

    Aku tidak sempat menghitung berapa Orc yang mati karena sabetan pedang Direnc. Saat pedang ini bersinar, Orc lari tunggang langgang seolah takut akan terbakar oleh cahayanya."Arkan! Sejak kapan kamu—""Tampan!" Aku menebak."Bisa menggunakan pedang sehebat itu," ungkap Yasemin.Untuk sementara rumah Bamsi aman. Aku bisa bernapas lega. Sementara itu Bamsi dan teman-temannya duduk di lantai karena kelelahan."Bro! Kejar meraka, yuk? Asik, nih," ujar pedang Direnc"Sebentar," jawabku."Sebentar apa," tanya Yasemin.Mungkin Yasemin tidak bisa mendengar perkataan pedang Direnc."Nanti saja aku ceritakan," janjiku.Saat aku keluar melalui pintu utama yang telah rusak, desa Zirve terlihat kacau balau. Rumah warga hancur, terbakar, dan banyak sekali korban yang berjatuhan.Orc memilih menghindar, berlari atau bersembunyi dari cahaya pedang Direnc."Dasar Orc pengecut," keluh Pedang DirencKami—aku dan pedang Direnc—mengejar Orc terde

  • Legenda Pedang Direnc   Bab 10. Kata Aftar Pedang Direnc Aneh

    "Kau pria yang buruk Aftal. Arkan masih anak-anak dan kau mengusirnya dengan tuduhan yang tidak jelas," kata Bamsi dengan tegas di hadapan semua warga yang tengah berkumpul di depan rumahnya.Hal itu ternyata belum cukup meredam emosi warga yang meminta aku dan Zarif segera pergi."Kau tidak mengerti, Bamsi. Aku hampir mati dibunuh kalau tidak melarikan diri ke hutan. Bukan hanya aku, tapi kami semua menjadi korban," balas pamanku dengan mudah menarik simpati dari warga lain.Warga lain mulai mengeluh seperti Paman Aftal membuat suasana seperti di pasar.Bamsi kemudian membuka bajunya. Memperlihatkan luka besar dari sayatan pedang Orc. "Kalian pikir aku baik-baik saja?"Paman Aftal bersama warga lain bergidik ngeri."Kalau bukan karena Arkan mungkin aku, keluargaku, dan bahkan kalian sudah mati," jelas Bamsi dengan suara lantang."Ayah, Arkan adalah keluarga kita. Kenapa Ayah setega itu mau mengusirnya?" Seperti biasa Yasemin membelaku. Dia masih belum mengganti pakaiannya, bahkan aku

  • Legenda Pedang Direnc   Bab 11. Pohon Dikira Rumput Liar Dasar Aneh

    "Terima kasih," kataku pada Bamsi.Bamsi memberikanku sarung pedang yang cocok untuk pedang Direnc. Sarung pedang yang dilengkapi dengan tali yang sangat memudahkanku membawa pedang Dirence ke mana-mana."Asik, ini baru kenyamanan yang hakiki," ujar Pedang Direnc saat aku masukan ke dalam sarung. Kemudian aku menggendong pedang di punggungku.Setelah pedang itu masuk aku tidak lagi mendengar ocehannya lagi. Ternyata Pedang Direnc hanya bisa berbicara saat aku memegangnya.Elric juga mengembalikan pedang Zarif. "Terima kasih," ujar Zarif dan langsung pergi."Kau sungguh-sungguh harus pergi?" tanya Yasemin sekali lagi. Membuatku menjadi sangat berat untuk meninggalkannya."Yase, akhir-akhir ini aku bermimpi sangat aneh. Ada sesuatu hal yang harus aku kerjakan di suatu tempat di luar sana. Aku tidak akan benar-benar tenang sebelum melakukannya."Aku memberikan alasan tambahan padanya agar dia semakin mengerti. Nyatanya aku memang kepikiran soal mimpiku tentang laki-laki yang dirantai em

  • Legenda Pedang Direnc   Bab 12. Troll Dan Aku Berbagi Makanan

    Menurut penjelasan Zarif yang disampaikan sambil lari, melompat dan menyerang balik Troll yang buas . Seharusnya tidak ada Troll di sini. Mereka biasanya di gunung."Awas!" teriak Zarif memperingatiku ketika pohon lain dilemparkan ke arah kami.Aku menunduk hingga wajahku menyentuh tanah. Lebih tepatnya tersungkur. "Bagai mana cara membunuh makhluk ini?" Aku buru-buru bangkit."Serang kepalanya atau dengan cahaya," katanya.Aku tersenyum, "Cahaya? Kebetulan sekali aku memiliki pedang yang bisa bercahaya." Tanganku mencoba meraba pedang Direnc yang digendong di punggung. "Celaka.""Di mana pedangmu?" tanyanya. Lalu, Zarif membidik Troll sambil lari dan melompat kemudian melepaskan anak panah mengarah pada kepalanya. Troll menutup kepala dengan tangannya. Sehingga anak panas Zarif menancap pada sikut Troll."Hilang!" Aku kembali berlari guna menghindari serangan Troll.Aku melihat sekitar hutan yang gelap. Pedang Direnc terjatuh beserta sarungnya di suatu tempat."Bagus sekali," koment

  • Legenda Pedang Direnc   Bab 13. Aku Didorong Dan Masuk Penjara

    "Jadi, kunci keberhasilan operasi ini adalah dari Tuan Arkan," kata Nazik seorang Elf penasehat Zarif."Panggil saja Arkan," kataku di depan semua orang yang tengah berkumpul untuk makan makan di bawah langit malam. Aku duduk di sebelah Zarif yang ternyata seorang pangeran Elf yang sangat dihormati."Bagaimanapun Tuan Arkan adalah sahabat Tuan Zarif," balas Nazik dengan sopan.Aku tidak terbiasa mendapatkan perlakukan seperti itu, badanku rasanya gatal-gatal."Aku masih muda dan lebih senang dipanggil Arkan," kataku sekilas aku melirik Zarif. "Pokoknya jangan terlalu formal.""Baiklah kalau itu maumu." Nazik mengalah."Keselamatan adikku ada di tanganmu," timpal Zarif. Dia terlihat berwibawa. "Aku percaya padamu, Arkan.""Zarif, aku—""Ehem," Nazik berdehem dan Elf lainnya batuk-batuk."Maksudku Pangeran Zarif. Anda tahu sendiri, bahwa aku baru beberapa kali menggunakan pedang. Aku bukan seorang ksatria yang hebat. Jadi, masuk sendiri ke dalam markas Orc rasanya itu seperti bunuh diri

  • Legenda Pedang Direnc   Bab 14. Jadi Siapa Putrinya?

    "Kau yakin?" kata Elf yang mencekikku."Sangat yakin."Akhirnya Elf galak itu membebaskanku. "Kenapa mereka mengutus orang bodoh seperti mu? Kau benar-benar dikirim Pangeran Zarif?" tanyanya."Tentu saja," kataku."Jadi, apa rencananya?""Ini rencananya." Aku mengangkat tangan dan memikirkan pedang Direnc. 'Direnc!' teriakku. Tentu saja dalam hati. Aku terus berkonsentrasi mengingat keberadaan Pedang Direnc dan keberadaanku."Wah! Rencana yang bagus!" komentarnya saat tidak terjadi sesuatu pada tanganku. "Pangeran Zarif pasti sedang mabuk mengirim anak ini.""Jangan terlalu pesimis," kataku. "Lebih baik kau bersiap-siap dan lindungi Putri Hazel sebaik-baiknya," titahku."Kau tidak berhak memerintahku, manusia."Lama menunggu pedang Direnc belum juga muncul. Aku semakin diragukan."Arkan! Kau tidak sedang membuat lelucon kan?" sela Hein."Tunggu sebentar," kataku. Aku memanggil Pedang Direnc lebih keras.Lalu pintu sel terbuka. Dua Orc datang dan menangkapku. Konsentrasiku buyar seket

Bab terbaru

  • Legenda Pedang Direnc   Bab 17. Rumah Tanpa Jendela Dan Pintu

    Akhirnya kami tiba di sebuah hutan yang katanya sama angkernya dengan hutan Yasakli. Namanya hutan Kayip. Hutan yang sering sekali membuat orang hilang tiba-tiba tampa menghilangkan jejak apapun."Apa jangan-jangan ada pasukan Orc juga di hutan ini?" tanyaku pada Zarif yang beristirahat di depan perapian bersama dengan Nazik, Guzel, dan tentu saja si Elf menyebalkan Hazel."Tidak. Hutan ini sudah dekat dengan Solros. Kami sering menyusuri hutan dan tidak pernah menemukan tanda-tanda keberadaan Orc," tukas Zarif."Jadi Solros sudah dekat ya?" tanyaku.Guzel yang duduk bersebelahan langsung bereaksi. Bahunya menabrak bahuku. "Kau ingin cepat-cepat ke Solros agar bisa segera menikahi Tuan Putri Hazel kan?" goda Guzel. Entah sihir atau apa alis Guzel terangkat sebelah dan ditambah cekikikan.Hazel menatapku dan Guzel secara bergantian dengan tatapan galaknya. Terlebih saat dia menatapku seperti ingin membunuhku dengan segera."Kau! Kenapa harus duduk di sini, pergi sana?" Hazel mengusirku

  • Legenda Pedang Direnc   Bab 16. Perjalanan Dimulai

    "Di mana letak Solros?""Di daerah barat," jawab Zarif.'Yagmur di timur dan Solros di barat,' gumamku dalam hati. Di satu sisi aku ingin sekali pergi ke negara manusia dan di sisi lain aku juga ingin ke negeri Elf dan bertambah kuat dengan latihan yang akan Zarif berikan.Memilih Yagmur bersama Hein mungkin akan mendekati tujuanku untuk menolong laki-laki dalam mimpiku. Berasumsi kalau gunung itu berada di daerah timur.Pergi ke barat artinya aku harus melakukan perjalanan panjang bersama Elf super menyebalkan bernama Hazel."Ada apa, Arkan?" tanya Zarif. "Kau keberatan ikut kami ke Solros?""Tidak."Zarif adalah temanku dan sudah sangat berjasa menolong Yasemin dan juga Paman Aftal. Kalau aku memilih Yagmur artinya aku akan mengecewakannya.Tiba-tiba teringat perkataan Hein, bahwa Elf selalu memanfaatkan kita. Sejauh ini, aku tidak merasa telah dimanfaatkan oleh Zarif kecuali rencana penyerangan Orc tadi pagi. Dia memaksaku menjadi umpan."Kalau kau tidak keberatan, kenapa kau nampa

  • Legenda Pedang Direnc   Bab 15. Solros Atau Yagmur?

    "Apa?!"Hazel bisa mendengar Pedang Direnc bicara? Apa itu mungkin?"Bro! Apa pacarmu bisa mendengar suaraku?" tanya Pedang Direnc mendahului."Justru itu pertanyaanku," aku membalas dalam benakku.Saat ini aku masih adu tatap dengan Elf perempuan muda yang angkuh, sombong, menyebalkan, dan juga cantik. Aku harus mengakui Hazel cantik, meski berat hati. Di lihat dari rambutnya yang panjang dan berwarna putih kekuning-kuningan, hidung mancung, berkulit putih dan mata yang seperti kacang almon menatapku dengan tajam. Jujur saja, dia adalah perempuan yang paling cantik yang pernah aku lihat. Sayangnya kecantikannya sirna dengan kelakuannya yang seperti itu."Sudah-lah kalian berdua. Hentikan, jangan seperti anak kecil." Zarif melerai kami tangannya menyentuk kedua ujung pedang dan menekannya ke bawah.Zarif menoleh. "Arkan sebaiknya kau istirahat selagi sempat. Aku akan tetap melatihmu menggunakan pedang."Kakak! Apa aku tidak salah? Kau akan mengajari anak tikus ini?""Zarif apa adikmu

  • Legenda Pedang Direnc   Bab 14. Jadi Siapa Putrinya?

    "Kau yakin?" kata Elf yang mencekikku."Sangat yakin."Akhirnya Elf galak itu membebaskanku. "Kenapa mereka mengutus orang bodoh seperti mu? Kau benar-benar dikirim Pangeran Zarif?" tanyanya."Tentu saja," kataku."Jadi, apa rencananya?""Ini rencananya." Aku mengangkat tangan dan memikirkan pedang Direnc. 'Direnc!' teriakku. Tentu saja dalam hati. Aku terus berkonsentrasi mengingat keberadaan Pedang Direnc dan keberadaanku."Wah! Rencana yang bagus!" komentarnya saat tidak terjadi sesuatu pada tanganku. "Pangeran Zarif pasti sedang mabuk mengirim anak ini.""Jangan terlalu pesimis," kataku. "Lebih baik kau bersiap-siap dan lindungi Putri Hazel sebaik-baiknya," titahku."Kau tidak berhak memerintahku, manusia."Lama menunggu pedang Direnc belum juga muncul. Aku semakin diragukan."Arkan! Kau tidak sedang membuat lelucon kan?" sela Hein."Tunggu sebentar," kataku. Aku memanggil Pedang Direnc lebih keras.Lalu pintu sel terbuka. Dua Orc datang dan menangkapku. Konsentrasiku buyar seket

  • Legenda Pedang Direnc   Bab 13. Aku Didorong Dan Masuk Penjara

    "Jadi, kunci keberhasilan operasi ini adalah dari Tuan Arkan," kata Nazik seorang Elf penasehat Zarif."Panggil saja Arkan," kataku di depan semua orang yang tengah berkumpul untuk makan makan di bawah langit malam. Aku duduk di sebelah Zarif yang ternyata seorang pangeran Elf yang sangat dihormati."Bagaimanapun Tuan Arkan adalah sahabat Tuan Zarif," balas Nazik dengan sopan.Aku tidak terbiasa mendapatkan perlakukan seperti itu, badanku rasanya gatal-gatal."Aku masih muda dan lebih senang dipanggil Arkan," kataku sekilas aku melirik Zarif. "Pokoknya jangan terlalu formal.""Baiklah kalau itu maumu." Nazik mengalah."Keselamatan adikku ada di tanganmu," timpal Zarif. Dia terlihat berwibawa. "Aku percaya padamu, Arkan.""Zarif, aku—""Ehem," Nazik berdehem dan Elf lainnya batuk-batuk."Maksudku Pangeran Zarif. Anda tahu sendiri, bahwa aku baru beberapa kali menggunakan pedang. Aku bukan seorang ksatria yang hebat. Jadi, masuk sendiri ke dalam markas Orc rasanya itu seperti bunuh diri

  • Legenda Pedang Direnc   Bab 12. Troll Dan Aku Berbagi Makanan

    Menurut penjelasan Zarif yang disampaikan sambil lari, melompat dan menyerang balik Troll yang buas . Seharusnya tidak ada Troll di sini. Mereka biasanya di gunung."Awas!" teriak Zarif memperingatiku ketika pohon lain dilemparkan ke arah kami.Aku menunduk hingga wajahku menyentuh tanah. Lebih tepatnya tersungkur. "Bagai mana cara membunuh makhluk ini?" Aku buru-buru bangkit."Serang kepalanya atau dengan cahaya," katanya.Aku tersenyum, "Cahaya? Kebetulan sekali aku memiliki pedang yang bisa bercahaya." Tanganku mencoba meraba pedang Direnc yang digendong di punggung. "Celaka.""Di mana pedangmu?" tanyanya. Lalu, Zarif membidik Troll sambil lari dan melompat kemudian melepaskan anak panah mengarah pada kepalanya. Troll menutup kepala dengan tangannya. Sehingga anak panas Zarif menancap pada sikut Troll."Hilang!" Aku kembali berlari guna menghindari serangan Troll.Aku melihat sekitar hutan yang gelap. Pedang Direnc terjatuh beserta sarungnya di suatu tempat."Bagus sekali," koment

  • Legenda Pedang Direnc   Bab 11. Pohon Dikira Rumput Liar Dasar Aneh

    "Terima kasih," kataku pada Bamsi.Bamsi memberikanku sarung pedang yang cocok untuk pedang Direnc. Sarung pedang yang dilengkapi dengan tali yang sangat memudahkanku membawa pedang Dirence ke mana-mana."Asik, ini baru kenyamanan yang hakiki," ujar Pedang Direnc saat aku masukan ke dalam sarung. Kemudian aku menggendong pedang di punggungku.Setelah pedang itu masuk aku tidak lagi mendengar ocehannya lagi. Ternyata Pedang Direnc hanya bisa berbicara saat aku memegangnya.Elric juga mengembalikan pedang Zarif. "Terima kasih," ujar Zarif dan langsung pergi."Kau sungguh-sungguh harus pergi?" tanya Yasemin sekali lagi. Membuatku menjadi sangat berat untuk meninggalkannya."Yase, akhir-akhir ini aku bermimpi sangat aneh. Ada sesuatu hal yang harus aku kerjakan di suatu tempat di luar sana. Aku tidak akan benar-benar tenang sebelum melakukannya."Aku memberikan alasan tambahan padanya agar dia semakin mengerti. Nyatanya aku memang kepikiran soal mimpiku tentang laki-laki yang dirantai em

  • Legenda Pedang Direnc   Bab 10. Kata Aftar Pedang Direnc Aneh

    "Kau pria yang buruk Aftal. Arkan masih anak-anak dan kau mengusirnya dengan tuduhan yang tidak jelas," kata Bamsi dengan tegas di hadapan semua warga yang tengah berkumpul di depan rumahnya.Hal itu ternyata belum cukup meredam emosi warga yang meminta aku dan Zarif segera pergi."Kau tidak mengerti, Bamsi. Aku hampir mati dibunuh kalau tidak melarikan diri ke hutan. Bukan hanya aku, tapi kami semua menjadi korban," balas pamanku dengan mudah menarik simpati dari warga lain.Warga lain mulai mengeluh seperti Paman Aftal membuat suasana seperti di pasar.Bamsi kemudian membuka bajunya. Memperlihatkan luka besar dari sayatan pedang Orc. "Kalian pikir aku baik-baik saja?"Paman Aftal bersama warga lain bergidik ngeri."Kalau bukan karena Arkan mungkin aku, keluargaku, dan bahkan kalian sudah mati," jelas Bamsi dengan suara lantang."Ayah, Arkan adalah keluarga kita. Kenapa Ayah setega itu mau mengusirnya?" Seperti biasa Yasemin membelaku. Dia masih belum mengganti pakaiannya, bahkan aku

  • Legenda Pedang Direnc   Bab 9. Pedang Cerewet

    Aku tidak sempat menghitung berapa Orc yang mati karena sabetan pedang Direnc. Saat pedang ini bersinar, Orc lari tunggang langgang seolah takut akan terbakar oleh cahayanya."Arkan! Sejak kapan kamu—""Tampan!" Aku menebak."Bisa menggunakan pedang sehebat itu," ungkap Yasemin.Untuk sementara rumah Bamsi aman. Aku bisa bernapas lega. Sementara itu Bamsi dan teman-temannya duduk di lantai karena kelelahan."Bro! Kejar meraka, yuk? Asik, nih," ujar pedang Direnc"Sebentar," jawabku."Sebentar apa," tanya Yasemin.Mungkin Yasemin tidak bisa mendengar perkataan pedang Direnc."Nanti saja aku ceritakan," janjiku.Saat aku keluar melalui pintu utama yang telah rusak, desa Zirve terlihat kacau balau. Rumah warga hancur, terbakar, dan banyak sekali korban yang berjatuhan.Orc memilih menghindar, berlari atau bersembunyi dari cahaya pedang Direnc."Dasar Orc pengecut," keluh Pedang DirencKami—aku dan pedang Direnc—mengejar Orc terde

DMCA.com Protection Status