Beranda / Fantasi / Legenda Pedang Direnc / Bab 5. Perjanjian dan Sumpah

Share

Bab 5. Perjanjian dan Sumpah

Penulis: Mark Aksan
last update Terakhir Diperbarui: 2022-11-23 19:10:32

Aku tahu tidak lama lagi mungkin aku akan mati dibunuh Orc jelek, bukan kematian yang aku impikan. Akan tetapi tetap saja yang aku khawatirkan adalah Yasemin. Rumah sudah berantakan dan hancur. Di sana tidak siapapun kecuali Orc yang sekarang mengejarku.

Aku berencana untuk kembali ke rumah Isley meminta bantuan Zarif. Sebab, hanya dia di desa Zirve ini yang pernah bertarung melawan Orc. Tiba-tiba saja aku terjatuh yang aku pikir hanya tersandung.

Kakiku terlilit rantai kemudian ditarik ke belakang oleh salah satu Orc. "Tolong!" teriakku sambil meronta-ronta mencakar tanah.

Orc itu tertawa. "Anak ini kurus, tidak enak dimakan," kata Orc dengan suara serak.

"Daging muda, aku suka daging muda," kata Orc yang lainnya.

Satu Orc memutar tubuhku sehingga terlentang, aku semakin meronta-ronta ketakutan. Satu Orc lain mulai mengalunkan kapaknya. Aku menutup mata karena tidak kuasa melihat kengerian. Sedetik kemudian Orc itu mengerang. Saat aku memberanikan diri untuk membuka mata, di kepala Orc yang memegang kapak sudah tertanam anak panah diantara kedua matanya.

Orc yang tersisa melepaskanku dan bersiap-siap menerima serangan yang datang. Aku menoleh dan melihat Zarif yang memanah lagi satu kepala Orc dan melesat menghantam Orc lain dengan pedangnya. Ternyata Elf itu mahir juga dalam menggunakan pedang. Kedua Orc kemudian mati oleh tebasan pedang Zarif.

"Kau melihatnya?" tanya Zarif.

"Melihat kau membunuh Orc itu?" Betapa sombongnya Elf ini. "Ya, aku melihatnya. Terima kasih sudah menolong."

"Kau masih belum membawa pedangmu, di mana pedang Direnc?"

"Ada hal yang lebih penting dari pedang Direnc. Tolong bantu aku menolong sepupuku, Yasemin."

Zarif seperti hendak memprotes.

"Rumahku di serang Orc. Aku belum melihat keluargaku. Pedang Direnc mungkin ada di sana," jelasku. Membawa-bawa pedang diantara kalimat penjelasanku terbukti ampuh menarik perhatian Zarif.

"Kalau begitu, jangan buang-buang waktu lagi." Zarif melemparkan pedangnya padaku.

"Apa ini?"

"Pedang. Gunakan itu untuk melawan Orc."

"Apa?"

"Lakukan seperti yang sudah aku contohkan." Zarif berlari begitu saja menuju rumah yang hanya berjarak kurang dari dua ratus meter tanpa menunggu aku yang hendak berkata keberatan.

Setibanya di dalam rumah kami di sambut hangat oleh Orc yang membawa pedang dan tombak. Berapa banyak sebenarnya Orc yang menggeledah rumahku.

Zarif dengan kecepatan tangannya langsung membunuh kedua Orc itu dengan panah. Kemudian Zatif memanah Orc yang hendak menuruni tangga. Kasihan Orc itu, setelah di panah di bagian dada langsung terjatuh dari tangga kemudian di dasar tangga kepalanya ditusuk belati oleh Zarif. Zarif memang Elf yang tidak berprike-Orc-an.

Dirasa sudah merasa aman aku memanggil sepupuku. "Yasemin. Kalau kamu bersembunyi, keluar sekarang. Semua sudah aman."

Kata 'Aman' seolah menjadi mantra pemanggil Orc. Masuk lagi Orc ke dalam rumah melalui pintu masuk. Karena aku yang awalnya berdiri di belakang Zarif, sedangkan musuh datang dari belakang alhasil aku menjadi sasaran dari kemarahan monster jelek itu.

Orc yang memakai pedang langsung menebasku dari atas ke bawah. Aku berhasil menangkisnya dengan pedang pemberian Zarif meski setelahnya aku terjatuh. Bukan hal yang baik.

Orc itu menghantam keras ke arah pedangku dan mengajak beradu kekuatan. Salah orang, jelas aku akan kalah.

Aku nyaris berpamitan dan mengucapkan 'Selamat tinggal dunia' kalau saja Zarif tidak menendang Orc itu.

Orc itu mundur beberapa langkah ke belakang. Zarif berteriak, "Tikam perutnya!"

Aku menurut. Aku menghunjam pedang itu sekuat tenaga. Setengah pedangku masuk ke dalam perut Orc.

"Putar pedangnya!" teriak Zarif.

Aku memutar pedang itu dan berhasil membuat Orc menjerit kesakitan.

"Cabut!"

Begitu aku mencabut pedangku Orc itu langsung tersungkur tak bernyawa. "Baik. Selanjutnya apa lagi?" Lalu aku tersadar bahwa Orc lain sudah mati, mungkin sudah dari tadi.

"Bagus, kau cepat belajar." Zarif menepuk punggungku. Elf itu berjalan ke lantai atas.

"Yasemin! Paman Aftal! Kalian ada di rumah?" Kali ini aku tidak berani mengucap kata aman.

"Keluargamu ada dua orang?"

"Iya. Aftal dan anaknya Yasemin."

"Tapi aku hanya merasakan satu orang." Zarif berderap masuk ke kamar Yasemin. Elf tampan itu menunjuk lemari kayu di sudut ruangan.

Aku membuka pintu itu cuma gagal sebab masih terkunci."Yase, ini aku, Arkan."

Pintu lemari terbuka dan keluarlah Yasemin dengan pakaian putihnya yang sudah kumal. Gadis itu memelukku. "Aku takut sekali, Arkan."

"Kau sudah aman sekarang," kataku. Yasemin menoleh pada Zarif. "Dia Zarif."

"Elf yang kemarin," bisik Yasemin. "Terima kasih."

"Zarif, ini Yasemin. Orang yang kemarin

Membantuku membawamu ke rumah tabib."

Zarif menaruh tangannya di dada kemudian menunduk. "Terima kasih, Nona Yasemin," katanya dengan sopan.

"Di mana Paman Aftal?" Aku bertanya pada Yasemin yang sudah cukup tenang.

"Ayah bersama pekerja berlari ke hutan belakang."

"Apa?" Berlari ke hutan bukan ide yang baik. Kenapa pamanku tidak berlari ke balai desa atau ke rumah warga.

"Di mana pedang Direnc?" potong Zarif.

Yasemin mengerutkan keningnya. "Direnc?"

"Pedangku yang disita ayahmu," jelasku.

"Oh, Pedang itu?"

"Ya, di mana kira-kira ayahmu menyimpannya?"

"Pedang itu telah di jual oleh Ayah pada Bamsi siang tadi."

"Sial!" Aku mengumpat.

"Siapa Bamsi?"

"Laki-laki tua yang gemar merusak pedang ataupun besi lainnya yang sudah tidak berguna lalu menjadikannya barang yang baru dengan kata lain, Bamsi adalah seorang pandai besi."

"Tunggu apa lagi, kita pergi ke sana," ujar Zarif.

"Bagaimana dengan ayahku?" tanya Yasemin.

"Zarif boleh kita bicara sebentar?"

Aku berjalan ke luar kamar dan Zarif mengikutinya dari belakang. "Zarif, bisakah kau menolong pamanku?"

"Prioritasku adalah pedang Direnc dan pemiliknya."

"Aku berjanji akan membantu menyelamatkan para sandra yang tengah ditawan di markas Orc. Di sana ada adikmu,kan? Aku tidak akan beralasan lagi dan juga aku pastikan kalau pedang Direnc akan berada di tanganku."

"Baiklah. Aku akan menolong pamanmu," jawab Zarif dengan nada yang lantang.

"Yasemin, kau akan ikut bersamaku atau bersembunyi di sini?"

"Aku akan ikut denganmu ke rumah Bamsi."

"Kalau begitu, setelah selesai aku akan pergi ke balai desa."

"Baiklah. Kita akan berkumpul di sana."

Zarif dengan cepatnya melesat ke luar melalui jendela.

"Baiklah," kataku pada Yasemin. "Saatnya kita pergi."

Aku dan Yasemin baru setengah jalan menuju rumah Bamsi. Langkah kami terhenti dengan pemandangan yang mengerikan tepat di depan kami.

Para Orc menyerang desa. Merusak rumah, menyerang siapa saja yang mereka temukan, tidak perduli laki-laki atau perempuan. Orang tua atau anak-anak.

Beberapa pria melakukan perlawan seadanya meski nyawa menjadi taruhannya.

"Kacau sekali," gumanku.

"Arkan, bagaimana ini?" Yasemin memegang tanganku dengan erat.

Aku masih membawa pedang Zarif. "Kita harus segera mengambil pedang Direnc," kataku.

Bab terkait

  • Legenda Pedang Direnc   Bab 6. Terobos Sajalah Orc

    Aku pernah membunuh Orc beberapa menit yang lalu, tapi aku tidak yakin bisa melawannya sebanyak ini. Kalau benar Orc ini datang karena pedang Direnc, maka sepenuhnya ini kesalahanku.Aku berlari melalui jalan memutar sambil menuntun Yasemin. Sebisa mungkin kami menghindari penglihatan para Orc. Yasemin terengah-engah. "Arkan, aku gak kuat."Aku membawa Yasemin bersembunyi di belakang rumah warga. "Sebentar lagi kita sampai di rumah Kakek tua itu."Sebenarnya membawa Yasemin cukup berbahaya, tapi meninggalkannya tanpa perlindungan akan lebih berbahaya. Tidak ada tempat yang aman selagi desa sedang diserang.Pasukan Orc begitu ganas dan kejam pantas saja Zarif juga memperlakukan mereka dengan cara yang kejam. Tangisan dan jeritan menjadi suara yang menghias malam yang kelam ini. Aku mengintip sebentar lalu berlari menuju rumah lain, dan begitu seterusnya hingga sampai tiba di rumah Bamsi.Rumah Bamsi adalah tempat bengkel besi, di dalamnya banyak terdapat laki-laki kekar yang biasa men

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-15
  • Legenda Pedang Direnc   Bab 7. Apa Kataku, Orc Bisa Mati Kalau Digeprek

    Aku lupa, kalau Orc itu gemar melemparkan senjatanya, apalagi kalau sasarannya laki-laki tampan dan putus asa sepertiku.Aku menunduk ketika Orc paling jelek yang hendak menaiki tangga melemparkan kapaknya. Aku mengasumsikannya begitu sebab dia melemparkan kapaknya padaku. (Sungguh tidak manusiawi, eh tidak Orc-wi) Sebenarnya wajah mereka hampir sama semua. Sangat sulit menentukan mana yang paling tampan.Begitu Orc yang tanpa senjata mendekat aku langsung menyabet perutnya sekuat tenaga. Orc itu jatuh dan menimpa temannya yang di belakang. Aku turun dan melompat ke samping agar Orc tersebut tidak jadi ke lantai atas."Hey, jelek!" Aku mencoba memprovokasi.Seluruh Orc itu mengerang. Seolah baru sadar bahwa mereka jelek.Rencana bunuh diriku berjalan dengan mulus, rombongan Orc itu mengejarku, setidaknya ada enam Orc bermuka jelek pencampuran kera dan babi. Tinggi mereka beragam, begitu juga berat badannya. Salah satu Orc yang mengejarku bertubuh gemuk seper

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-16
  • Legenda Pedang Direnc   Bab 8. Aku Gila Karena Sekarat atau Sekarat Karena Aku Gila

    Rumah Bamsi bergetar seolah ada gempa bumi. Gelak tawa Orc bergema di ruangan. Bamsi dan teman-temannya mundur hingga diambang pintu."Bocah! Kalau benar pedang itu harapan kita, mungkin ini saatnya," ujar Bamsi tanpa memandangku yang lagi kesusahan mengangkat pedang Direnc."Arkan, bukan waktunya bercanda, lakukan sesuatu," sela Elric.Aku tahu mereka semua panik dan mereka membuatku semakin lebih panik. Aku menarik pedang Direnc dengan dua tangan. "Ayo, Direnc!" Aku berceloteh dalam hati. "Aku tahu, aku merasa bodoh bicara padamu, tapi aku yakin kau bukanlah ...."Arkan, aku akan membantumu," ujar Yasemin dan meletakan tangannya di atas gagang pedang."Yase, cepat berlindung. Tolong bersembunyi di mana saja.""Tapi-""Bunuh manusia-manusia ini," teriak si Orc."Arkan!" teriak Elric.Aku berhasil mengangkat pedang Direnc dengan kedua tangan, menjatuhkan ujung pedang itu pada lantai sehingga terpelanting seperti besi jatuh ke lantai bata. Aku menyeretnya hingga keluar ruangan dan berha

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-17
  • Legenda Pedang Direnc   Bab 9. Pedang Cerewet

    Aku tidak sempat menghitung berapa Orc yang mati karena sabetan pedang Direnc. Saat pedang ini bersinar, Orc lari tunggang langgang seolah takut akan terbakar oleh cahayanya."Arkan! Sejak kapan kamu—""Tampan!" Aku menebak."Bisa menggunakan pedang sehebat itu," ungkap Yasemin.Untuk sementara rumah Bamsi aman. Aku bisa bernapas lega. Sementara itu Bamsi dan teman-temannya duduk di lantai karena kelelahan."Bro! Kejar meraka, yuk? Asik, nih," ujar pedang Direnc"Sebentar," jawabku."Sebentar apa," tanya Yasemin.Mungkin Yasemin tidak bisa mendengar perkataan pedang Direnc."Nanti saja aku ceritakan," janjiku.Saat aku keluar melalui pintu utama yang telah rusak, desa Zirve terlihat kacau balau. Rumah warga hancur, terbakar, dan banyak sekali korban yang berjatuhan.Orc memilih menghindar, berlari atau bersembunyi dari cahaya pedang Direnc."Dasar Orc pengecut," keluh Pedang DirencKami—aku dan pedang Direnc—mengejar Orc terde

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-18
  • Legenda Pedang Direnc   Bab 10. Kata Aftar Pedang Direnc Aneh

    "Kau pria yang buruk Aftal. Arkan masih anak-anak dan kau mengusirnya dengan tuduhan yang tidak jelas," kata Bamsi dengan tegas di hadapan semua warga yang tengah berkumpul di depan rumahnya.Hal itu ternyata belum cukup meredam emosi warga yang meminta aku dan Zarif segera pergi."Kau tidak mengerti, Bamsi. Aku hampir mati dibunuh kalau tidak melarikan diri ke hutan. Bukan hanya aku, tapi kami semua menjadi korban," balas pamanku dengan mudah menarik simpati dari warga lain.Warga lain mulai mengeluh seperti Paman Aftal membuat suasana seperti di pasar.Bamsi kemudian membuka bajunya. Memperlihatkan luka besar dari sayatan pedang Orc. "Kalian pikir aku baik-baik saja?"Paman Aftal bersama warga lain bergidik ngeri."Kalau bukan karena Arkan mungkin aku, keluargaku, dan bahkan kalian sudah mati," jelas Bamsi dengan suara lantang."Ayah, Arkan adalah keluarga kita. Kenapa Ayah setega itu mau mengusirnya?" Seperti biasa Yasemin membelaku. Dia masih belum mengganti pakaiannya, bahkan aku

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-20
  • Legenda Pedang Direnc   Bab 11. Pohon Dikira Rumput Liar Dasar Aneh

    "Terima kasih," kataku pada Bamsi.Bamsi memberikanku sarung pedang yang cocok untuk pedang Direnc. Sarung pedang yang dilengkapi dengan tali yang sangat memudahkanku membawa pedang Dirence ke mana-mana."Asik, ini baru kenyamanan yang hakiki," ujar Pedang Direnc saat aku masukan ke dalam sarung. Kemudian aku menggendong pedang di punggungku.Setelah pedang itu masuk aku tidak lagi mendengar ocehannya lagi. Ternyata Pedang Direnc hanya bisa berbicara saat aku memegangnya.Elric juga mengembalikan pedang Zarif. "Terima kasih," ujar Zarif dan langsung pergi."Kau sungguh-sungguh harus pergi?" tanya Yasemin sekali lagi. Membuatku menjadi sangat berat untuk meninggalkannya."Yase, akhir-akhir ini aku bermimpi sangat aneh. Ada sesuatu hal yang harus aku kerjakan di suatu tempat di luar sana. Aku tidak akan benar-benar tenang sebelum melakukannya."Aku memberikan alasan tambahan padanya agar dia semakin mengerti. Nyatanya aku memang kepikiran soal mimpiku tentang laki-laki yang dirantai em

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-23
  • Legenda Pedang Direnc   Bab 12. Troll Dan Aku Berbagi Makanan

    Menurut penjelasan Zarif yang disampaikan sambil lari, melompat dan menyerang balik Troll yang buas . Seharusnya tidak ada Troll di sini. Mereka biasanya di gunung."Awas!" teriak Zarif memperingatiku ketika pohon lain dilemparkan ke arah kami.Aku menunduk hingga wajahku menyentuh tanah. Lebih tepatnya tersungkur. "Bagai mana cara membunuh makhluk ini?" Aku buru-buru bangkit."Serang kepalanya atau dengan cahaya," katanya.Aku tersenyum, "Cahaya? Kebetulan sekali aku memiliki pedang yang bisa bercahaya." Tanganku mencoba meraba pedang Direnc yang digendong di punggung. "Celaka.""Di mana pedangmu?" tanyanya. Lalu, Zarif membidik Troll sambil lari dan melompat kemudian melepaskan anak panah mengarah pada kepalanya. Troll menutup kepala dengan tangannya. Sehingga anak panas Zarif menancap pada sikut Troll."Hilang!" Aku kembali berlari guna menghindari serangan Troll.Aku melihat sekitar hutan yang gelap. Pedang Direnc terjatuh beserta sarungnya di suatu tempat."Bagus sekali," koment

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-24
  • Legenda Pedang Direnc   Bab 13. Aku Didorong Dan Masuk Penjara

    "Jadi, kunci keberhasilan operasi ini adalah dari Tuan Arkan," kata Nazik seorang Elf penasehat Zarif."Panggil saja Arkan," kataku di depan semua orang yang tengah berkumpul untuk makan makan di bawah langit malam. Aku duduk di sebelah Zarif yang ternyata seorang pangeran Elf yang sangat dihormati."Bagaimanapun Tuan Arkan adalah sahabat Tuan Zarif," balas Nazik dengan sopan.Aku tidak terbiasa mendapatkan perlakukan seperti itu, badanku rasanya gatal-gatal."Aku masih muda dan lebih senang dipanggil Arkan," kataku sekilas aku melirik Zarif. "Pokoknya jangan terlalu formal.""Baiklah kalau itu maumu." Nazik mengalah."Keselamatan adikku ada di tanganmu," timpal Zarif. Dia terlihat berwibawa. "Aku percaya padamu, Arkan.""Zarif, aku—""Ehem," Nazik berdehem dan Elf lainnya batuk-batuk."Maksudku Pangeran Zarif. Anda tahu sendiri, bahwa aku baru beberapa kali menggunakan pedang. Aku bukan seorang ksatria yang hebat. Jadi, masuk sendiri ke dalam markas Orc rasanya itu seperti bunuh diri

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-25

Bab terbaru

  • Legenda Pedang Direnc   Bab 17. Rumah Tanpa Jendela Dan Pintu

    Akhirnya kami tiba di sebuah hutan yang katanya sama angkernya dengan hutan Yasakli. Namanya hutan Kayip. Hutan yang sering sekali membuat orang hilang tiba-tiba tampa menghilangkan jejak apapun."Apa jangan-jangan ada pasukan Orc juga di hutan ini?" tanyaku pada Zarif yang beristirahat di depan perapian bersama dengan Nazik, Guzel, dan tentu saja si Elf menyebalkan Hazel."Tidak. Hutan ini sudah dekat dengan Solros. Kami sering menyusuri hutan dan tidak pernah menemukan tanda-tanda keberadaan Orc," tukas Zarif."Jadi Solros sudah dekat ya?" tanyaku.Guzel yang duduk bersebelahan langsung bereaksi. Bahunya menabrak bahuku. "Kau ingin cepat-cepat ke Solros agar bisa segera menikahi Tuan Putri Hazel kan?" goda Guzel. Entah sihir atau apa alis Guzel terangkat sebelah dan ditambah cekikikan.Hazel menatapku dan Guzel secara bergantian dengan tatapan galaknya. Terlebih saat dia menatapku seperti ingin membunuhku dengan segera."Kau! Kenapa harus duduk di sini, pergi sana?" Hazel mengusirku

  • Legenda Pedang Direnc   Bab 16. Perjalanan Dimulai

    "Di mana letak Solros?""Di daerah barat," jawab Zarif.'Yagmur di timur dan Solros di barat,' gumamku dalam hati. Di satu sisi aku ingin sekali pergi ke negara manusia dan di sisi lain aku juga ingin ke negeri Elf dan bertambah kuat dengan latihan yang akan Zarif berikan.Memilih Yagmur bersama Hein mungkin akan mendekati tujuanku untuk menolong laki-laki dalam mimpiku. Berasumsi kalau gunung itu berada di daerah timur.Pergi ke barat artinya aku harus melakukan perjalanan panjang bersama Elf super menyebalkan bernama Hazel."Ada apa, Arkan?" tanya Zarif. "Kau keberatan ikut kami ke Solros?""Tidak."Zarif adalah temanku dan sudah sangat berjasa menolong Yasemin dan juga Paman Aftal. Kalau aku memilih Yagmur artinya aku akan mengecewakannya.Tiba-tiba teringat perkataan Hein, bahwa Elf selalu memanfaatkan kita. Sejauh ini, aku tidak merasa telah dimanfaatkan oleh Zarif kecuali rencana penyerangan Orc tadi pagi. Dia memaksaku menjadi umpan."Kalau kau tidak keberatan, kenapa kau nampa

  • Legenda Pedang Direnc   Bab 15. Solros Atau Yagmur?

    "Apa?!"Hazel bisa mendengar Pedang Direnc bicara? Apa itu mungkin?"Bro! Apa pacarmu bisa mendengar suaraku?" tanya Pedang Direnc mendahului."Justru itu pertanyaanku," aku membalas dalam benakku.Saat ini aku masih adu tatap dengan Elf perempuan muda yang angkuh, sombong, menyebalkan, dan juga cantik. Aku harus mengakui Hazel cantik, meski berat hati. Di lihat dari rambutnya yang panjang dan berwarna putih kekuning-kuningan, hidung mancung, berkulit putih dan mata yang seperti kacang almon menatapku dengan tajam. Jujur saja, dia adalah perempuan yang paling cantik yang pernah aku lihat. Sayangnya kecantikannya sirna dengan kelakuannya yang seperti itu."Sudah-lah kalian berdua. Hentikan, jangan seperti anak kecil." Zarif melerai kami tangannya menyentuk kedua ujung pedang dan menekannya ke bawah.Zarif menoleh. "Arkan sebaiknya kau istirahat selagi sempat. Aku akan tetap melatihmu menggunakan pedang."Kakak! Apa aku tidak salah? Kau akan mengajari anak tikus ini?""Zarif apa adikmu

  • Legenda Pedang Direnc   Bab 14. Jadi Siapa Putrinya?

    "Kau yakin?" kata Elf yang mencekikku."Sangat yakin."Akhirnya Elf galak itu membebaskanku. "Kenapa mereka mengutus orang bodoh seperti mu? Kau benar-benar dikirim Pangeran Zarif?" tanyanya."Tentu saja," kataku."Jadi, apa rencananya?""Ini rencananya." Aku mengangkat tangan dan memikirkan pedang Direnc. 'Direnc!' teriakku. Tentu saja dalam hati. Aku terus berkonsentrasi mengingat keberadaan Pedang Direnc dan keberadaanku."Wah! Rencana yang bagus!" komentarnya saat tidak terjadi sesuatu pada tanganku. "Pangeran Zarif pasti sedang mabuk mengirim anak ini.""Jangan terlalu pesimis," kataku. "Lebih baik kau bersiap-siap dan lindungi Putri Hazel sebaik-baiknya," titahku."Kau tidak berhak memerintahku, manusia."Lama menunggu pedang Direnc belum juga muncul. Aku semakin diragukan."Arkan! Kau tidak sedang membuat lelucon kan?" sela Hein."Tunggu sebentar," kataku. Aku memanggil Pedang Direnc lebih keras.Lalu pintu sel terbuka. Dua Orc datang dan menangkapku. Konsentrasiku buyar seket

  • Legenda Pedang Direnc   Bab 13. Aku Didorong Dan Masuk Penjara

    "Jadi, kunci keberhasilan operasi ini adalah dari Tuan Arkan," kata Nazik seorang Elf penasehat Zarif."Panggil saja Arkan," kataku di depan semua orang yang tengah berkumpul untuk makan makan di bawah langit malam. Aku duduk di sebelah Zarif yang ternyata seorang pangeran Elf yang sangat dihormati."Bagaimanapun Tuan Arkan adalah sahabat Tuan Zarif," balas Nazik dengan sopan.Aku tidak terbiasa mendapatkan perlakukan seperti itu, badanku rasanya gatal-gatal."Aku masih muda dan lebih senang dipanggil Arkan," kataku sekilas aku melirik Zarif. "Pokoknya jangan terlalu formal.""Baiklah kalau itu maumu." Nazik mengalah."Keselamatan adikku ada di tanganmu," timpal Zarif. Dia terlihat berwibawa. "Aku percaya padamu, Arkan.""Zarif, aku—""Ehem," Nazik berdehem dan Elf lainnya batuk-batuk."Maksudku Pangeran Zarif. Anda tahu sendiri, bahwa aku baru beberapa kali menggunakan pedang. Aku bukan seorang ksatria yang hebat. Jadi, masuk sendiri ke dalam markas Orc rasanya itu seperti bunuh diri

  • Legenda Pedang Direnc   Bab 12. Troll Dan Aku Berbagi Makanan

    Menurut penjelasan Zarif yang disampaikan sambil lari, melompat dan menyerang balik Troll yang buas . Seharusnya tidak ada Troll di sini. Mereka biasanya di gunung."Awas!" teriak Zarif memperingatiku ketika pohon lain dilemparkan ke arah kami.Aku menunduk hingga wajahku menyentuh tanah. Lebih tepatnya tersungkur. "Bagai mana cara membunuh makhluk ini?" Aku buru-buru bangkit."Serang kepalanya atau dengan cahaya," katanya.Aku tersenyum, "Cahaya? Kebetulan sekali aku memiliki pedang yang bisa bercahaya." Tanganku mencoba meraba pedang Direnc yang digendong di punggung. "Celaka.""Di mana pedangmu?" tanyanya. Lalu, Zarif membidik Troll sambil lari dan melompat kemudian melepaskan anak panah mengarah pada kepalanya. Troll menutup kepala dengan tangannya. Sehingga anak panas Zarif menancap pada sikut Troll."Hilang!" Aku kembali berlari guna menghindari serangan Troll.Aku melihat sekitar hutan yang gelap. Pedang Direnc terjatuh beserta sarungnya di suatu tempat."Bagus sekali," koment

  • Legenda Pedang Direnc   Bab 11. Pohon Dikira Rumput Liar Dasar Aneh

    "Terima kasih," kataku pada Bamsi.Bamsi memberikanku sarung pedang yang cocok untuk pedang Direnc. Sarung pedang yang dilengkapi dengan tali yang sangat memudahkanku membawa pedang Dirence ke mana-mana."Asik, ini baru kenyamanan yang hakiki," ujar Pedang Direnc saat aku masukan ke dalam sarung. Kemudian aku menggendong pedang di punggungku.Setelah pedang itu masuk aku tidak lagi mendengar ocehannya lagi. Ternyata Pedang Direnc hanya bisa berbicara saat aku memegangnya.Elric juga mengembalikan pedang Zarif. "Terima kasih," ujar Zarif dan langsung pergi."Kau sungguh-sungguh harus pergi?" tanya Yasemin sekali lagi. Membuatku menjadi sangat berat untuk meninggalkannya."Yase, akhir-akhir ini aku bermimpi sangat aneh. Ada sesuatu hal yang harus aku kerjakan di suatu tempat di luar sana. Aku tidak akan benar-benar tenang sebelum melakukannya."Aku memberikan alasan tambahan padanya agar dia semakin mengerti. Nyatanya aku memang kepikiran soal mimpiku tentang laki-laki yang dirantai em

  • Legenda Pedang Direnc   Bab 10. Kata Aftar Pedang Direnc Aneh

    "Kau pria yang buruk Aftal. Arkan masih anak-anak dan kau mengusirnya dengan tuduhan yang tidak jelas," kata Bamsi dengan tegas di hadapan semua warga yang tengah berkumpul di depan rumahnya.Hal itu ternyata belum cukup meredam emosi warga yang meminta aku dan Zarif segera pergi."Kau tidak mengerti, Bamsi. Aku hampir mati dibunuh kalau tidak melarikan diri ke hutan. Bukan hanya aku, tapi kami semua menjadi korban," balas pamanku dengan mudah menarik simpati dari warga lain.Warga lain mulai mengeluh seperti Paman Aftal membuat suasana seperti di pasar.Bamsi kemudian membuka bajunya. Memperlihatkan luka besar dari sayatan pedang Orc. "Kalian pikir aku baik-baik saja?"Paman Aftal bersama warga lain bergidik ngeri."Kalau bukan karena Arkan mungkin aku, keluargaku, dan bahkan kalian sudah mati," jelas Bamsi dengan suara lantang."Ayah, Arkan adalah keluarga kita. Kenapa Ayah setega itu mau mengusirnya?" Seperti biasa Yasemin membelaku. Dia masih belum mengganti pakaiannya, bahkan aku

  • Legenda Pedang Direnc   Bab 9. Pedang Cerewet

    Aku tidak sempat menghitung berapa Orc yang mati karena sabetan pedang Direnc. Saat pedang ini bersinar, Orc lari tunggang langgang seolah takut akan terbakar oleh cahayanya."Arkan! Sejak kapan kamu—""Tampan!" Aku menebak."Bisa menggunakan pedang sehebat itu," ungkap Yasemin.Untuk sementara rumah Bamsi aman. Aku bisa bernapas lega. Sementara itu Bamsi dan teman-temannya duduk di lantai karena kelelahan."Bro! Kejar meraka, yuk? Asik, nih," ujar pedang Direnc"Sebentar," jawabku."Sebentar apa," tanya Yasemin.Mungkin Yasemin tidak bisa mendengar perkataan pedang Direnc."Nanti saja aku ceritakan," janjiku.Saat aku keluar melalui pintu utama yang telah rusak, desa Zirve terlihat kacau balau. Rumah warga hancur, terbakar, dan banyak sekali korban yang berjatuhan.Orc memilih menghindar, berlari atau bersembunyi dari cahaya pedang Direnc."Dasar Orc pengecut," keluh Pedang DirencKami—aku dan pedang Direnc—mengejar Orc terde

DMCA.com Protection Status