Beranda / Fantasi / Legenda Pedang Direnc / Bab 4. Makhluk Paling Jelek

Share

Bab 4. Makhluk Paling Jelek

Penulis: Mark Aksan
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Aku masih memikirkan mimpiku semalam. Mimpi yang seolah kejadian nyata. Pria itu ... aku merasa kalau pria itu bukan orang asing. Apa mungkin kalau dia adalah ... gak mungkin. Paman Aftal sering mengatakan kalau ayahku sudah meninggal. Meski tidak dijelaskan meninggal karena apa dan di makamkan di mana.

Pagi ini berjalan seperti biasa. Kami bertiga berkumpul di dapur untuk sarapan. Yasemin memasak sup dan roti kering. Sebenarnya aku sedikit trauma dengan roti kering gara-gara hari kemarin. Perutku hampir meledak.

"Jadi, apa saja yang terjadi kemarin?" tanya Yasemin yang duduk berseberangan denganku sambil tersenyum ceria.

"Ceritanya panjang," balasku sambil makan sup dengan lahap. Aku sangat lapar.

Paman Aftal mendengus. "Kau pergi seharian, tapi tidak membawa hewan buruan satupun. Dasar tidak berguna."

"Ayah!" timpal Yasemin.

"Kau hanya membawa pedang berkarat yang tidak berguna," lanjutnya.

"Soal pedang, tolong kembalikan padaku." Aku memohon.

"Enak saja. Sekarang itu milikku."

Aku membiarkan keheningan bergulir diantara kami. Suara sendok dan mangkuk menjadi satu-satunya suara yang mengisi ruangan.

Kemudian aku teringat akan mimpiku semalam. Makanya aku memberanikan untuk bertanya. "Paman! Apa ayahku benar-benar sudah meninggal?"

Paman Aftal menghentikan makannya. Dia menatapku seperti aku menatap tikus yang mencuri makanan di gudang. "Sejak dulu sudah aku katakan, ayahmu sudah mati," katanya dengan tegas.

"Meninggal karena apa?" tanyaku lagi.

Paman Aftal membanting sendok ke atas mangkuk supnya. "Kau menghilangkan selera makanku." Kemudian dia berdiri. "Jangan pernah membahas laki-laki brengsek itu di rumahku, mengerti!" teriaknya.

"Tapi aku berhak tahu soal ayahku." Aku memaksa.

"Kau!" Paman Aftal menunjukku. "Semakin lama semakin mirip dengannya."

"Ayah, kenapa tidak ceritakan saja pada, Arkan kalau Ayah tahu sesuatu," timpal Yasemin.

"Kau, jangan selalu membelanya Yasemin."

"Kau tahu tentang, ayahku?" tanyaku pada perempuan yang berpakaian serba putih dan harum bunga melati.

Yasemin menggelengkan kepalanya membuat rambutnya yang tergerai bergelombang seperti ombak. Kadang dia terlihat seperti ibuku.

"Arkan! Bersihkan gudang dan kembali ke toko secepatnya," kata Paman Aftar sebelum dia pergi.

Paman Aftal pasti menyembunyikan sesuatu tentang ayahku. Mungkin saja ayahku seorang petualang dan nasib sial menempa dirinya, dikurung di sebuah goa dengan tangan dirantai pada batu besar. Bisa saja mimpi itu adalah petunjuk.

Aku bekerja kurang konsentrasi akhirnya semua pekerjaan terlihat kacau. Pamanku mengomentari setiap pekerjaanku sambil berteriak-teriak.

Sekarang aku merasa dikejar Orc bersama Elf adalah hal yang menyenangkan. Apakah aku harus bertanya pada Zarif tentang mimpiku?

Setelah lelah bekerja aku menyempatkan diri untuk berkunjung pada rumah Isley pada sore hari. Elf itu masih terbaring di tempat tidur, tapi matanya terbuka lebar. Aku ingin menghampirinya dengan berlari dan memeluknya, berharap bisa sedikit ketularan ketampanannya.

Aku tidak jadi melakukannya, tatapan galak Zarif menyelamatkan aku dari aib yang memalukan. "Bagaimana keadaanmu, Bung?" tanyaku.

"Di mana pedangmu?" tanyanya. Dia tidak merindukanku melainkan merindukan pedangku.

"Aku simpan di rumah. Membawa pedang sambil berkeliling desa terasa seperti bandit gunung." Aku mencoba bergurau, tapi Zarif sama sekali tidak tersenyum. Aku duduk di kursi dekat dengan tempat tidur.

"Seharusnya kau membawanya kemanapun kau pergi." Zarif merubah posisi menjadi duduk bersandar sambil menahan rasa sakit di dadanya. "Besok pagi kita berangkat."

"Kita?"

"Ya, kita harus pergi menolong orang-orang yang ditawan."

"Hanya kita berdua? Tidak. Terima kasih." Aku bangkit dari kursi. "Aku tidak mau lagi terpental saat kau meledakan sesuatu, aku tidak mau lagi menggendongmu dan tidak mau lagi makan roti kering khas Elf."

"Tentu saja tidak. Aku sudah meminta bantuan pada kaumku. Kami akan menyerbu markas musuh."

"Kalau begitu, silahkan lakukan saja sendiri, jangan bawa-bawa anak yang tidak bisa bertarung sepertiku. Aku yakin Elf akan menang."

"Kami membutuhkan pedangmu."

"Kalau begitu bawa saja?"

Zarif mendesah. "Kau masih saja tidak mengerti. Pedang Direnc telah memilihmu. Hanya kau yang mampu menggunakannya."

"Kenapa pedang itu harus memilihku?"

"Kau tanyakan sendiri pada dirimu," jawab Zarif.

Apa mungkin seorang pedang salah pilih orang? Atau ada sangkut pautnya dengan mimpiku.

"Zarif, semalam aku bermimpi ...." Aku masih ragu menceritakannya.

"Lebih baik kau bawa pedangmu. Aku akan mengajarkanmu memakai pedang," katanya.

"Sejujurnya, pedang itu telah disita oleh pamanku, sebab kemarin aku tidak membawa hewan buruan satupun. Itu juga karena aku mengendong seseorang yang terluka parah."

Zarif mengambil sesuatu di tas kecilnya. Lalu melemparkannya padaku. "Tukarkan koin emas itu dengan pedang pada pamanmu."

Aku membukanya. Setidaknya ada belasan keping emas di kantung kecil ini. "Aku rasa pamanku akan lebih menyukai ini dari pada pedang karatan."

Tidak terasa malam sudah gelap. Orang-orang sudah masuk ke dalam rumah dan menyalakan cahaya. Hari ini hujan hanya sebentar sehingga tidak ada genangan air dan tanah lengket serta licin di perjalanan pulang.

Perjalanan dari rumah Isley ke rumahku tidak terlalu jauh. Sebelum sampai aku melewati toko Aftal. Toko yang menjual daging, hasil berkebun dan makanan buatan rumahan lainnya. Toko itu masih buka dan pamanku sudah menyalakan cahaya sehingga terlihat terang dari jauh. Pamanku pasti di sana. Aku akan memberikan emas ini padanya.

Pintu toko terbuka lebar, tumben. Biasanya Paman selalu mengomel kalau pintu itu terbuka, apalagi saat hujan, hewan seperti ular terkadang suka menerobos masuk.

Di dalam toko lebih aneh lagi, semua nampak berantakan. Kursi, meja, semua barang-barang berserakan. Jangan bilang ada bandit gunung yang mengobrak-abrik toko.

"Paman! Paman Aftal!" Aku berteriak sambil berkeliling toko. Tidak ada jawaban. Aku pergi ke gudang, isinya lebih berantakan lagi. Ini pasti ada yang tidak beres. "Yasemin!" Aku berlari menuju rumah.

Kondisi rumah tidak kalah berantakannya. Aku semakin khawatir pada sepupuku dan, ya, pamanku, walaupun hanya sedikit. "Yasemin!" Aku berteriak.

Tidak ada jawaban dari Yasemin, hanya terdengar suara sesuatu yang dibanting di lantai atas. "Kamar Yasemin." Aku menerka dan kemudian berlari menaiki tangga.

"Yasemin!" teriakku lagi saat tiba di atas. Terdengar suara geraman dan selama ini aku yakin Yasemin tidak pernah menggeram seperti itu. "Yasemi—" tiba-tiba saja sebuah kapak melayang di sebelah kepalaku dan aku terlambat untuk menjerit.

Setelah kapak melayang, sang pemilik datang untuk mengambil kembali miliknya. Sang pemilik tidak lain dan tidak bukan adalah Orc makhluk paling jelek yang pernah aku temui. Bagaimana bisa makhluk ini ada di rumahku.

Setidaknya ada empat Orc muncul di hadapanku. Mereka terlihat senang saat melihatku. Aku menjerit dan berlari keluar. "Tangkap," katanya. Aku baru tahu kalau Orc bisa bicara bahasa manusia walaupun suaranya tidak jelas dan serak seperti orang habis menelan katak bulat-bulat.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Valarian
pengen tau Zarif si elf kerjanya apa ya? PNS kah?
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Legenda Pedang Direnc   Bab 5. Perjanjian dan Sumpah

    Aku tahu tidak lama lagi mungkin aku akan mati dibunuh Orc jelek, bukan kematian yang aku impikan. Akan tetapi tetap saja yang aku khawatirkan adalah Yasemin. Rumah sudah berantakan dan hancur. Di sana tidak siapapun kecuali Orc yang sekarang mengejarku. Aku berencana untuk kembali ke rumah Isley meminta bantuan Zarif. Sebab, hanya dia di desa Zirve ini yang pernah bertarung melawan Orc. Tiba-tiba saja aku terjatuh yang aku pikir hanya tersandung. Kakiku terlilit rantai kemudian ditarik ke belakang oleh salah satu Orc. "Tolong!" teriakku sambil meronta-ronta mencakar tanah. Orc itu tertawa. "Anak ini kurus, tidak enak dimakan," kata Orc dengan suara serak. "Daging muda, aku suka daging muda," kata Orc yang lainnya. Satu Orc memutar tubuhku sehingga terlentang, aku semakin meronta-ronta ketakutan. Satu Orc lain mulai mengalunkan kapaknya. Aku menutup mata karena tidak kuasa melihat kengerian. Sedetik kemudian Orc itu mengerang. Saat aku memberanikan diri untuk membuka mata, di kepa

  • Legenda Pedang Direnc   Bab 6. Terobos Sajalah Orc

    Aku pernah membunuh Orc beberapa menit yang lalu, tapi aku tidak yakin bisa melawannya sebanyak ini. Kalau benar Orc ini datang karena pedang Direnc, maka sepenuhnya ini kesalahanku.Aku berlari melalui jalan memutar sambil menuntun Yasemin. Sebisa mungkin kami menghindari penglihatan para Orc. Yasemin terengah-engah. "Arkan, aku gak kuat."Aku membawa Yasemin bersembunyi di belakang rumah warga. "Sebentar lagi kita sampai di rumah Kakek tua itu."Sebenarnya membawa Yasemin cukup berbahaya, tapi meninggalkannya tanpa perlindungan akan lebih berbahaya. Tidak ada tempat yang aman selagi desa sedang diserang.Pasukan Orc begitu ganas dan kejam pantas saja Zarif juga memperlakukan mereka dengan cara yang kejam. Tangisan dan jeritan menjadi suara yang menghias malam yang kelam ini. Aku mengintip sebentar lalu berlari menuju rumah lain, dan begitu seterusnya hingga sampai tiba di rumah Bamsi.Rumah Bamsi adalah tempat bengkel besi, di dalamnya banyak terdapat laki-laki kekar yang biasa men

  • Legenda Pedang Direnc   Bab 7. Apa Kataku, Orc Bisa Mati Kalau Digeprek

    Aku lupa, kalau Orc itu gemar melemparkan senjatanya, apalagi kalau sasarannya laki-laki tampan dan putus asa sepertiku.Aku menunduk ketika Orc paling jelek yang hendak menaiki tangga melemparkan kapaknya. Aku mengasumsikannya begitu sebab dia melemparkan kapaknya padaku. (Sungguh tidak manusiawi, eh tidak Orc-wi) Sebenarnya wajah mereka hampir sama semua. Sangat sulit menentukan mana yang paling tampan.Begitu Orc yang tanpa senjata mendekat aku langsung menyabet perutnya sekuat tenaga. Orc itu jatuh dan menimpa temannya yang di belakang. Aku turun dan melompat ke samping agar Orc tersebut tidak jadi ke lantai atas."Hey, jelek!" Aku mencoba memprovokasi.Seluruh Orc itu mengerang. Seolah baru sadar bahwa mereka jelek.Rencana bunuh diriku berjalan dengan mulus, rombongan Orc itu mengejarku, setidaknya ada enam Orc bermuka jelek pencampuran kera dan babi. Tinggi mereka beragam, begitu juga berat badannya. Salah satu Orc yang mengejarku bertubuh gemuk seper

  • Legenda Pedang Direnc   Bab 8. Aku Gila Karena Sekarat atau Sekarat Karena Aku Gila

    Rumah Bamsi bergetar seolah ada gempa bumi. Gelak tawa Orc bergema di ruangan. Bamsi dan teman-temannya mundur hingga diambang pintu."Bocah! Kalau benar pedang itu harapan kita, mungkin ini saatnya," ujar Bamsi tanpa memandangku yang lagi kesusahan mengangkat pedang Direnc."Arkan, bukan waktunya bercanda, lakukan sesuatu," sela Elric.Aku tahu mereka semua panik dan mereka membuatku semakin lebih panik. Aku menarik pedang Direnc dengan dua tangan. "Ayo, Direnc!" Aku berceloteh dalam hati. "Aku tahu, aku merasa bodoh bicara padamu, tapi aku yakin kau bukanlah ...."Arkan, aku akan membantumu," ujar Yasemin dan meletakan tangannya di atas gagang pedang."Yase, cepat berlindung. Tolong bersembunyi di mana saja.""Tapi-""Bunuh manusia-manusia ini," teriak si Orc."Arkan!" teriak Elric.Aku berhasil mengangkat pedang Direnc dengan kedua tangan, menjatuhkan ujung pedang itu pada lantai sehingga terpelanting seperti besi jatuh ke lantai bata. Aku menyeretnya hingga keluar ruangan dan berha

  • Legenda Pedang Direnc   Bab 9. Pedang Cerewet

    Aku tidak sempat menghitung berapa Orc yang mati karena sabetan pedang Direnc. Saat pedang ini bersinar, Orc lari tunggang langgang seolah takut akan terbakar oleh cahayanya."Arkan! Sejak kapan kamu—""Tampan!" Aku menebak."Bisa menggunakan pedang sehebat itu," ungkap Yasemin.Untuk sementara rumah Bamsi aman. Aku bisa bernapas lega. Sementara itu Bamsi dan teman-temannya duduk di lantai karena kelelahan."Bro! Kejar meraka, yuk? Asik, nih," ujar pedang Direnc"Sebentar," jawabku."Sebentar apa," tanya Yasemin.Mungkin Yasemin tidak bisa mendengar perkataan pedang Direnc."Nanti saja aku ceritakan," janjiku.Saat aku keluar melalui pintu utama yang telah rusak, desa Zirve terlihat kacau balau. Rumah warga hancur, terbakar, dan banyak sekali korban yang berjatuhan.Orc memilih menghindar, berlari atau bersembunyi dari cahaya pedang Direnc."Dasar Orc pengecut," keluh Pedang DirencKami—aku dan pedang Direnc—mengejar Orc terde

  • Legenda Pedang Direnc   Bab 10. Kata Aftar Pedang Direnc Aneh

    "Kau pria yang buruk Aftal. Arkan masih anak-anak dan kau mengusirnya dengan tuduhan yang tidak jelas," kata Bamsi dengan tegas di hadapan semua warga yang tengah berkumpul di depan rumahnya.Hal itu ternyata belum cukup meredam emosi warga yang meminta aku dan Zarif segera pergi."Kau tidak mengerti, Bamsi. Aku hampir mati dibunuh kalau tidak melarikan diri ke hutan. Bukan hanya aku, tapi kami semua menjadi korban," balas pamanku dengan mudah menarik simpati dari warga lain.Warga lain mulai mengeluh seperti Paman Aftal membuat suasana seperti di pasar.Bamsi kemudian membuka bajunya. Memperlihatkan luka besar dari sayatan pedang Orc. "Kalian pikir aku baik-baik saja?"Paman Aftal bersama warga lain bergidik ngeri."Kalau bukan karena Arkan mungkin aku, keluargaku, dan bahkan kalian sudah mati," jelas Bamsi dengan suara lantang."Ayah, Arkan adalah keluarga kita. Kenapa Ayah setega itu mau mengusirnya?" Seperti biasa Yasemin membelaku. Dia masih belum mengganti pakaiannya, bahkan aku

  • Legenda Pedang Direnc   Bab 11. Pohon Dikira Rumput Liar Dasar Aneh

    "Terima kasih," kataku pada Bamsi.Bamsi memberikanku sarung pedang yang cocok untuk pedang Direnc. Sarung pedang yang dilengkapi dengan tali yang sangat memudahkanku membawa pedang Dirence ke mana-mana."Asik, ini baru kenyamanan yang hakiki," ujar Pedang Direnc saat aku masukan ke dalam sarung. Kemudian aku menggendong pedang di punggungku.Setelah pedang itu masuk aku tidak lagi mendengar ocehannya lagi. Ternyata Pedang Direnc hanya bisa berbicara saat aku memegangnya.Elric juga mengembalikan pedang Zarif. "Terima kasih," ujar Zarif dan langsung pergi."Kau sungguh-sungguh harus pergi?" tanya Yasemin sekali lagi. Membuatku menjadi sangat berat untuk meninggalkannya."Yase, akhir-akhir ini aku bermimpi sangat aneh. Ada sesuatu hal yang harus aku kerjakan di suatu tempat di luar sana. Aku tidak akan benar-benar tenang sebelum melakukannya."Aku memberikan alasan tambahan padanya agar dia semakin mengerti. Nyatanya aku memang kepikiran soal mimpiku tentang laki-laki yang dirantai em

  • Legenda Pedang Direnc   Bab 12. Troll Dan Aku Berbagi Makanan

    Menurut penjelasan Zarif yang disampaikan sambil lari, melompat dan menyerang balik Troll yang buas . Seharusnya tidak ada Troll di sini. Mereka biasanya di gunung."Awas!" teriak Zarif memperingatiku ketika pohon lain dilemparkan ke arah kami.Aku menunduk hingga wajahku menyentuh tanah. Lebih tepatnya tersungkur. "Bagai mana cara membunuh makhluk ini?" Aku buru-buru bangkit."Serang kepalanya atau dengan cahaya," katanya.Aku tersenyum, "Cahaya? Kebetulan sekali aku memiliki pedang yang bisa bercahaya." Tanganku mencoba meraba pedang Direnc yang digendong di punggung. "Celaka.""Di mana pedangmu?" tanyanya. Lalu, Zarif membidik Troll sambil lari dan melompat kemudian melepaskan anak panah mengarah pada kepalanya. Troll menutup kepala dengan tangannya. Sehingga anak panas Zarif menancap pada sikut Troll."Hilang!" Aku kembali berlari guna menghindari serangan Troll.Aku melihat sekitar hutan yang gelap. Pedang Direnc terjatuh beserta sarungnya di suatu tempat."Bagus sekali," koment

Bab terbaru

  • Legenda Pedang Direnc   Bab 17. Rumah Tanpa Jendela Dan Pintu

    Akhirnya kami tiba di sebuah hutan yang katanya sama angkernya dengan hutan Yasakli. Namanya hutan Kayip. Hutan yang sering sekali membuat orang hilang tiba-tiba tampa menghilangkan jejak apapun."Apa jangan-jangan ada pasukan Orc juga di hutan ini?" tanyaku pada Zarif yang beristirahat di depan perapian bersama dengan Nazik, Guzel, dan tentu saja si Elf menyebalkan Hazel."Tidak. Hutan ini sudah dekat dengan Solros. Kami sering menyusuri hutan dan tidak pernah menemukan tanda-tanda keberadaan Orc," tukas Zarif."Jadi Solros sudah dekat ya?" tanyaku.Guzel yang duduk bersebelahan langsung bereaksi. Bahunya menabrak bahuku. "Kau ingin cepat-cepat ke Solros agar bisa segera menikahi Tuan Putri Hazel kan?" goda Guzel. Entah sihir atau apa alis Guzel terangkat sebelah dan ditambah cekikikan.Hazel menatapku dan Guzel secara bergantian dengan tatapan galaknya. Terlebih saat dia menatapku seperti ingin membunuhku dengan segera."Kau! Kenapa harus duduk di sini, pergi sana?" Hazel mengusirku

  • Legenda Pedang Direnc   Bab 16. Perjalanan Dimulai

    "Di mana letak Solros?""Di daerah barat," jawab Zarif.'Yagmur di timur dan Solros di barat,' gumamku dalam hati. Di satu sisi aku ingin sekali pergi ke negara manusia dan di sisi lain aku juga ingin ke negeri Elf dan bertambah kuat dengan latihan yang akan Zarif berikan.Memilih Yagmur bersama Hein mungkin akan mendekati tujuanku untuk menolong laki-laki dalam mimpiku. Berasumsi kalau gunung itu berada di daerah timur.Pergi ke barat artinya aku harus melakukan perjalanan panjang bersama Elf super menyebalkan bernama Hazel."Ada apa, Arkan?" tanya Zarif. "Kau keberatan ikut kami ke Solros?""Tidak."Zarif adalah temanku dan sudah sangat berjasa menolong Yasemin dan juga Paman Aftal. Kalau aku memilih Yagmur artinya aku akan mengecewakannya.Tiba-tiba teringat perkataan Hein, bahwa Elf selalu memanfaatkan kita. Sejauh ini, aku tidak merasa telah dimanfaatkan oleh Zarif kecuali rencana penyerangan Orc tadi pagi. Dia memaksaku menjadi umpan."Kalau kau tidak keberatan, kenapa kau nampa

  • Legenda Pedang Direnc   Bab 15. Solros Atau Yagmur?

    "Apa?!"Hazel bisa mendengar Pedang Direnc bicara? Apa itu mungkin?"Bro! Apa pacarmu bisa mendengar suaraku?" tanya Pedang Direnc mendahului."Justru itu pertanyaanku," aku membalas dalam benakku.Saat ini aku masih adu tatap dengan Elf perempuan muda yang angkuh, sombong, menyebalkan, dan juga cantik. Aku harus mengakui Hazel cantik, meski berat hati. Di lihat dari rambutnya yang panjang dan berwarna putih kekuning-kuningan, hidung mancung, berkulit putih dan mata yang seperti kacang almon menatapku dengan tajam. Jujur saja, dia adalah perempuan yang paling cantik yang pernah aku lihat. Sayangnya kecantikannya sirna dengan kelakuannya yang seperti itu."Sudah-lah kalian berdua. Hentikan, jangan seperti anak kecil." Zarif melerai kami tangannya menyentuk kedua ujung pedang dan menekannya ke bawah.Zarif menoleh. "Arkan sebaiknya kau istirahat selagi sempat. Aku akan tetap melatihmu menggunakan pedang."Kakak! Apa aku tidak salah? Kau akan mengajari anak tikus ini?""Zarif apa adikmu

  • Legenda Pedang Direnc   Bab 14. Jadi Siapa Putrinya?

    "Kau yakin?" kata Elf yang mencekikku."Sangat yakin."Akhirnya Elf galak itu membebaskanku. "Kenapa mereka mengutus orang bodoh seperti mu? Kau benar-benar dikirim Pangeran Zarif?" tanyanya."Tentu saja," kataku."Jadi, apa rencananya?""Ini rencananya." Aku mengangkat tangan dan memikirkan pedang Direnc. 'Direnc!' teriakku. Tentu saja dalam hati. Aku terus berkonsentrasi mengingat keberadaan Pedang Direnc dan keberadaanku."Wah! Rencana yang bagus!" komentarnya saat tidak terjadi sesuatu pada tanganku. "Pangeran Zarif pasti sedang mabuk mengirim anak ini.""Jangan terlalu pesimis," kataku. "Lebih baik kau bersiap-siap dan lindungi Putri Hazel sebaik-baiknya," titahku."Kau tidak berhak memerintahku, manusia."Lama menunggu pedang Direnc belum juga muncul. Aku semakin diragukan."Arkan! Kau tidak sedang membuat lelucon kan?" sela Hein."Tunggu sebentar," kataku. Aku memanggil Pedang Direnc lebih keras.Lalu pintu sel terbuka. Dua Orc datang dan menangkapku. Konsentrasiku buyar seket

  • Legenda Pedang Direnc   Bab 13. Aku Didorong Dan Masuk Penjara

    "Jadi, kunci keberhasilan operasi ini adalah dari Tuan Arkan," kata Nazik seorang Elf penasehat Zarif."Panggil saja Arkan," kataku di depan semua orang yang tengah berkumpul untuk makan makan di bawah langit malam. Aku duduk di sebelah Zarif yang ternyata seorang pangeran Elf yang sangat dihormati."Bagaimanapun Tuan Arkan adalah sahabat Tuan Zarif," balas Nazik dengan sopan.Aku tidak terbiasa mendapatkan perlakukan seperti itu, badanku rasanya gatal-gatal."Aku masih muda dan lebih senang dipanggil Arkan," kataku sekilas aku melirik Zarif. "Pokoknya jangan terlalu formal.""Baiklah kalau itu maumu." Nazik mengalah."Keselamatan adikku ada di tanganmu," timpal Zarif. Dia terlihat berwibawa. "Aku percaya padamu, Arkan.""Zarif, aku—""Ehem," Nazik berdehem dan Elf lainnya batuk-batuk."Maksudku Pangeran Zarif. Anda tahu sendiri, bahwa aku baru beberapa kali menggunakan pedang. Aku bukan seorang ksatria yang hebat. Jadi, masuk sendiri ke dalam markas Orc rasanya itu seperti bunuh diri

  • Legenda Pedang Direnc   Bab 12. Troll Dan Aku Berbagi Makanan

    Menurut penjelasan Zarif yang disampaikan sambil lari, melompat dan menyerang balik Troll yang buas . Seharusnya tidak ada Troll di sini. Mereka biasanya di gunung."Awas!" teriak Zarif memperingatiku ketika pohon lain dilemparkan ke arah kami.Aku menunduk hingga wajahku menyentuh tanah. Lebih tepatnya tersungkur. "Bagai mana cara membunuh makhluk ini?" Aku buru-buru bangkit."Serang kepalanya atau dengan cahaya," katanya.Aku tersenyum, "Cahaya? Kebetulan sekali aku memiliki pedang yang bisa bercahaya." Tanganku mencoba meraba pedang Direnc yang digendong di punggung. "Celaka.""Di mana pedangmu?" tanyanya. Lalu, Zarif membidik Troll sambil lari dan melompat kemudian melepaskan anak panah mengarah pada kepalanya. Troll menutup kepala dengan tangannya. Sehingga anak panas Zarif menancap pada sikut Troll."Hilang!" Aku kembali berlari guna menghindari serangan Troll.Aku melihat sekitar hutan yang gelap. Pedang Direnc terjatuh beserta sarungnya di suatu tempat."Bagus sekali," koment

  • Legenda Pedang Direnc   Bab 11. Pohon Dikira Rumput Liar Dasar Aneh

    "Terima kasih," kataku pada Bamsi.Bamsi memberikanku sarung pedang yang cocok untuk pedang Direnc. Sarung pedang yang dilengkapi dengan tali yang sangat memudahkanku membawa pedang Dirence ke mana-mana."Asik, ini baru kenyamanan yang hakiki," ujar Pedang Direnc saat aku masukan ke dalam sarung. Kemudian aku menggendong pedang di punggungku.Setelah pedang itu masuk aku tidak lagi mendengar ocehannya lagi. Ternyata Pedang Direnc hanya bisa berbicara saat aku memegangnya.Elric juga mengembalikan pedang Zarif. "Terima kasih," ujar Zarif dan langsung pergi."Kau sungguh-sungguh harus pergi?" tanya Yasemin sekali lagi. Membuatku menjadi sangat berat untuk meninggalkannya."Yase, akhir-akhir ini aku bermimpi sangat aneh. Ada sesuatu hal yang harus aku kerjakan di suatu tempat di luar sana. Aku tidak akan benar-benar tenang sebelum melakukannya."Aku memberikan alasan tambahan padanya agar dia semakin mengerti. Nyatanya aku memang kepikiran soal mimpiku tentang laki-laki yang dirantai em

  • Legenda Pedang Direnc   Bab 10. Kata Aftar Pedang Direnc Aneh

    "Kau pria yang buruk Aftal. Arkan masih anak-anak dan kau mengusirnya dengan tuduhan yang tidak jelas," kata Bamsi dengan tegas di hadapan semua warga yang tengah berkumpul di depan rumahnya.Hal itu ternyata belum cukup meredam emosi warga yang meminta aku dan Zarif segera pergi."Kau tidak mengerti, Bamsi. Aku hampir mati dibunuh kalau tidak melarikan diri ke hutan. Bukan hanya aku, tapi kami semua menjadi korban," balas pamanku dengan mudah menarik simpati dari warga lain.Warga lain mulai mengeluh seperti Paman Aftal membuat suasana seperti di pasar.Bamsi kemudian membuka bajunya. Memperlihatkan luka besar dari sayatan pedang Orc. "Kalian pikir aku baik-baik saja?"Paman Aftal bersama warga lain bergidik ngeri."Kalau bukan karena Arkan mungkin aku, keluargaku, dan bahkan kalian sudah mati," jelas Bamsi dengan suara lantang."Ayah, Arkan adalah keluarga kita. Kenapa Ayah setega itu mau mengusirnya?" Seperti biasa Yasemin membelaku. Dia masih belum mengganti pakaiannya, bahkan aku

  • Legenda Pedang Direnc   Bab 9. Pedang Cerewet

    Aku tidak sempat menghitung berapa Orc yang mati karena sabetan pedang Direnc. Saat pedang ini bersinar, Orc lari tunggang langgang seolah takut akan terbakar oleh cahayanya."Arkan! Sejak kapan kamu—""Tampan!" Aku menebak."Bisa menggunakan pedang sehebat itu," ungkap Yasemin.Untuk sementara rumah Bamsi aman. Aku bisa bernapas lega. Sementara itu Bamsi dan teman-temannya duduk di lantai karena kelelahan."Bro! Kejar meraka, yuk? Asik, nih," ujar pedang Direnc"Sebentar," jawabku."Sebentar apa," tanya Yasemin.Mungkin Yasemin tidak bisa mendengar perkataan pedang Direnc."Nanti saja aku ceritakan," janjiku.Saat aku keluar melalui pintu utama yang telah rusak, desa Zirve terlihat kacau balau. Rumah warga hancur, terbakar, dan banyak sekali korban yang berjatuhan.Orc memilih menghindar, berlari atau bersembunyi dari cahaya pedang Direnc."Dasar Orc pengecut," keluh Pedang DirencKami—aku dan pedang Direnc—mengejar Orc terde

DMCA.com Protection Status