Pondok Willow"Nyonya Tua Feng!" Pria muda itu berteriak memanggil wanita tua yang tengah duduk berjemur di halaman Pondok Willow."Haiyo, A Hou! Kenapa kau berlari-lari seperti dikejar hantu!" Salah seorang pelayan Nyonya Tua Feng menegurnya."Ah Ai Ling, maafkan aku! Tetapi ini sungguh mendesak!" Pria itu berlari meninggalkan sang pelayan yang mengomelinya meski dia telah menjauh."Apa yang membuatmu berlarian seperti itu sepagi ini, A Hou?" Nyonya Tua Feng bertanya dengan tenang setelah pria muda itu sampai di dekatnya.A Hou berdiri dan mengatur napasnya yang masih terengah-engah. Nyonya Tua Feng menatapnya sekilas dan membiarkannya beristirahat sejenak."Nyonya Tua, ada surat dari Wisma Air Panas dan Wisma Lonceng Naga." Pria muda itu membungkukkan tubuhnya sembari menyerahkan beberapa gulungan yang dikeluarkannya dari lengan jubahnya."Baiklah! Pergilah dan bekerja seperti biasanya." Nyonya Tua Feng masih bersikap tenang setelah menerima gulungan surat itu."Baik Nyonya Tua!" Ke
Kereta kuda berjalan perlahan menelusuri jalan di tepi danau Hu. Suasana sudah kembali tenang seperti biasanya, seakan-akan keramaian festival telah hilang lenyap tanpa bekas."Danaunya luas sekali," gumam Tuan Wu menatap danau berair biru kehijauan yang seakan tak bertepi."Danau Hu merupakan danau terluas di wilayah Kaili. Danau ini sumber air dan kehidupan bagi orang banyak. Luasnya mencakup Tanah Bebas hingga ke Lembah Selaksa Bunga dan Lembah Ular. Sumber mata airnya berada di pegunungan selatan," sahut Xiao Long menjelaskan."Wah itu sangat luas!" seru Tuan Wu lagi sembari mengagumi pemandangan di sekitar danau yang juga sangat indah.Di musim semi, bunga-bunga bermekaran di beberapa tempat di tepian danau. Berwarna-warni di selingi beberapa pohon seperti persik, plum dan willow. Sisanya berupa rumput dan tumbuhan liar yang bertebaran hampir di sepanjang tepi danau. Sementara perahu-perahu nelayan berlayar ke tengah danau."Kemana tujuan kita selanjutnya?" Tuan Wu kini bertanya d
Seperti yang direncanakannya, Xiao Long menghentikan kereta kuda di tepi sungai Yang. Di sebuah lapangan berumput yang sepertinya merupakan bekas ladang."Ada beberapa gubuk yang terbengkalai. Rupanya dulu merupakan sebuah pertanian kecil." Tuan Wu menunjuk ke arah di depan mereka."Kau benar. Bagaimana kalau kita menuju ke sana saja?" Xiao Long mengerutkan kening sembari menatap bangunan-bangunan tua tak terurus tak jauh dari tempat mereka berhenti."Baiklah, setidaknya kita terlindung dari angin malam yang dingin." Tuan Wu mengangguk setuju.Xiao Long kembali memacu kudanya menuju ke sekelompok bangunan tak terurus yang tak jauh lagi jaraknya. Menjelang sore mereka tiba di sebuah bekas pertanian."Wah!" Dong Xiu Bai berseru riang sembari meregangkan kedua tangannya. Begitupun dengan Tian Min. Kedua bocah itu terlihat sangat kelelahan."Bersihkan tubuh kalian di sungai. Tian Min jaga Nona Muda agar tidak terlalu lama bermain di sungai." Xiao Long memerintahkan keduanya untuk segera m
Lengkingan memekakkan telinga tiba-tiba terdengar seiring keluarnya sebuah bayangan yang semakin lama semakin membentuk sebuah obyek nyata dari dalam tubuh Ao Yu Long."Apa ini?" Tuan Wu menutup kedua telinganya dengan telapak tangannya. Gendang telinganya seakan-akan mau pecah karena suara nan melengking yang memecah kesunyian malam.Tuan Wu tertegun saat kini bayangan itu terlihat wujudnya."Naga?" gumamnya pelan sembari menatap Ao Yu Long yang tengah mendongak menatap seekor naga yang melayang di atasnya."Apakah itu naga es?" Kembali tabib muda itu bergumam. Belum hilang kebingungannya, satu lengkingan kembali memecah kesunyian seiring dengan berhentinya denting pipa dan suara merdu Dong Xiu Bai."Apalagi ini?" keluhnya sembari kembali menutupi kedua telinganya dengan telapak tangannya."Rubah putih berekor sembilan?" gumam Tuan Wu sembari membelalakkan matanya."Xiao Long! Nona Muda!" Rasanya Tuan Wu sudah berteriak kencang memanggil Xiao Long dan Dong Xiu Bai.Tetapi suaranya ha
Xiao Long menyelimuti tubuh mungil Dong Xiu Bai dengan hati-hati setelah membaringkannya pada salah satu bangku kayu yang ada di bangunan tua itu.Sementara itu Tuan Wu mengaduk-aduk bejana berisi cairan obat. Tian Min duduk di depan perapian sembari menjaga api agar tetap menyala."Tian Min, siapa yang mengajarimu mantra seribu bunga dan mantra Roh?" Tuan Wu bertanya padanya dengan hati-hati, sekilas seperti sambil lalu saja.Diliriknya bocah lelaki yang kini memeluk kedua lututnya. Tatapan matanya jatuh pada api yang menyala."Ibuku yang mengajari," sahutnya lirih. Tampaknya Tian Min sedikit ketakutan dan ragu untuk menjawab pertanyaan Tuan Wu."Tidak perlu takut seperti itu. Aku hanya ingin tahu dari mana kau belajar kedua mantra itu. Karena itu bukanlah mantra yang bisa dipelajari oleh siapapun dengan mudah." Tuan Wu berbicara cukup panjang sembari mengaduk sup yang ada di bejana satunya lagi."Kedua mantra itu merupakan jurus yang dimiliki oleh Lady Jing. Kemarin kau bertemu deng
"Musim semi lima belas tahun lalu, Nyonya Tua Feng menemukan sebuah keranjang berisi bayi di pagi musim semi." Tuan Wu mulai bercerita mengenai asal usul Tian Min."Waktu itu aku baru berusia sepuluh tahun. Bersama Paman Gu aku diminta Nyonya Tua Feng untuk mengabari hal itu pada Lady Ming Shuwan yang juga tengah hamil besar," lanjutnya sembari memasukkan sepotong kayu ke dalam tungku.Xiao Long mendengarkan ucapannya dengan seksama. Lima belas tahun lalu, entah di mana dirinya berada. Mungkin di istana atau mungkin saat itu dia tengah di medan perang?"Lady Ming Shuwan kebetulan tengah berkunjung ke Pondok Willow setelah mengunjungi kuil leluhur di Hutan Seribu Bambu." Tuan Wu tersenyum mengenang hari-hari itu."Jadi Bai'er dan Tian Min seumuran?" Xiao Long menatap Tuan Wu dan mengerutkan keningnya."Kalau aku tidak salah mengingat, Nona Muda lahir satu bulan setelah bayi Tian Min ditemukan. Menurut Nyonya Tua Feng, bayi Tian Min yang diletakkan di depan pintu gerbang Pondok Willow b
Wisma Lonceng Naga, lima belas tahun lalu.Jiejie, jangan terbawa emosi. Berhati-hatilah berhadapan dengannya!" Lady Jing menyentuh lengan sang kakak.Di hadapan mereka, Lady Wei Yang, ketua sekte Lima Dewi, bersiap untuk menyerang. Dia tidak sendirian. Di belakangnya ada dua orang adik seperguruannya. Tiga dari Tetua sekte Lima Dewi ini secara tiba-tiba dan membabi buta menyerang orang-orang Istana Bunga."Lady Wang, apa yang membuatmu melukai murid-muridku tanpa alasan yang jelas?" Lady Wei Yang bertanya dengan nada penuh emosi.Wanita cantik ini memang dikenal dengan karakternya yang temparental dan mudah tersulut emosinya. Meski Lady Wang pun tak kalah pemberangnya, tetapi dia masih bisa meredam emosinya jika bersama dengan sang adik seperguruan, Lady Jing."Apa maksudmu? Aku tidak pernah menganggu murid-muridmu ataupun orang-orang Jianghu yang lain. Aku tidak memiliki urusan dengan mereka." Lady Wang menyahut dengan kesal.Mereka bertemu tanpa sengaja di Wisma Lonceng Naga. Di mu
Jenderal Won bergegas melompat menghindar ketika angin panas menyengat menerpa sudut tempat pasukan Mo Yu berkumpul. Seketika mereka semua turut berhamburan bersama para tamu yang lain."Kau kuat juga." Lady Jing terhuyung sekejap dan kembali berdiri tegak, menatap Lady Wei seraya tersenyum tipis.Pedang tipisnya yang lebih mirip pita bersiap untuk meliuk-liuk lagi. Menyaksikan jurus pedang seribu bunga milik Lady Jing selintas seperti tengah melihat seorang penari dengan pitanya.Namun jika tidak berhati-hati, pita berwarna merah keemasan itu bisa menyayat tubuh lawan hingga terluka parah atau menjemput ajal. Senjata yang cantik namun mematikan.Jauh berbeda jika Lady Wang menggunakan jurus yang sama. Pedang ganda miliknya memberikannya efek yang lebih kuat namun mudah dipatahkan jika bertemu dengan lawan yang sama kuat."Tidak semudah itu melawanku Lady Jing. Sesungguhnya aku kurang yakin kau mampu mengimbangi ku karena aku berharap kakakmu yang akan menjadi lawanku." Lady Wei terse