Sang supir menyalakan lagu Fly Me To The Moon untuk mempermesra suasana mereka. Lavrinda memberikan isyarat kepada sang supir untuk mengambil rute paling jauh. Supir mereka adalah seorang wanita.
“Apa Anda yakin Putri? Bagaimana kalau dia menolak?” tatap supir itu dari pantulan kaca tengah mobil.
“Yakin.” Lavrinda menjawab, dia mulai mendekatkan dirinya dengan Ratha. Dia meminta Ratha untuk mendekatkan kepalanya ke dadanya. “Boleh kah?”
Tangan Lavrinda perlahan mengelus paha Ratha. Raut muka Ratha tampak panik dan gelisah. Dia ingin menjawab tidak, tetapi Lavrinda sepertinya menginginkannya. “J-jangan! A-aku ... .”
Gadis itu menatap tajam mata Ratha seolah-olah mengancamnya. Ratha mengingat kembali kejadian traumatiknya di masa kecilnya, di mana ia dilecehkan oleh seorang biarawati tempatnya dibesarkan. “He-hentikan.”
Suasana hati Lavrinda berubah drastis dia mencekik leher Ratha. Ratha tidak bisa melawan karena di dalam dirinya dia tidak bisa dan tidak boleh melawan Lavrinda. Pria itu melemas dan memeluk Lavrinda.
“Kamu mau?” tanya Lavrinda.
Ratha mengangguk-angguk dengan pelan. Dia memelas dan menatap mata Lavrinda. Supirnya menyela mereka, “Yang ke bank jadi saya sendiri? Anda mau saya antarkan ke hotel terdekat?”
“Ya.” Jawab Lavrinda. “Maaf ya Agnes.”
“Tidak apa-apa Putri Lavrinda. Tumben dia tidak mengamuk.” Kata Agnes. “Dia langsung terdiam dan menjadi penurut sekali.”
“Obat baru yang dikembangkan oleh ayahku penyebabnya. Sekarang sepertinya aku mempunyai kendali penuh atas hidupnya.” Lavrinda membalas. “Aku masih penasaran siapa yang membuat dia mengalami trauma seperti ini. Bisakah kamu mencari tahunya Agnes?”
“Jemput kami di hotel besok pagi. Ini kartu aksesnya untuk masuk ke database orang-orang yang dihapus oleh negara.” Lavrinda memberikan sebuah kartu hitam dengan beberapa bagiannya bolong.
Setelah menurunkan Lavrinda dan Ratha ke hotel terdekat. Agnes bergegas menuju ke bank dan mendepositkan semua uang tunai yang diberikan oleh Lavrinda. Melihat kedatangan Agnes seorang staf bank langsung menyuruh Agnes untuk menemui pimpinan bank untuk mengurusi uang tersebut. Uang tersebut dicuci ke perusahaan luar negeri yang dengan sengaja memberikan bebas pajak bagi seseorang yang ingin berinvestasi ke negerinya. Dari sana uang tersebut kembali diputar masuk ke dalam rekening milik Lavrinda dalam bisnis legalnya sebagai dana investasi.
Selesai dari bank, Agnes menuju ke gedung pusat kearsipan daerah. Dia menuju ke komputer server kearsipan digital. Yang ia ketahui dari Ratha hanyalah dia mantan pasukan elit SAT 5905. Data dari semua pasukan tersebut sudah lenyap yang fisik. Yang tersisa di jejak digital mereka hanya beberapa kepingan foto sosial media dari mantan anggota 5905.
Ditambah lagi berkas negara soal perintah mantan presiden yang memutuskan menganggap anggota 5905 adalah musuh negara dikarenakan terlibat dan dibantu oleh AS. Dari awalnya pasukan yang ditetapkan sebagai anti terorisme, tiba-tiba dijadikan kambing hitam anti komunisme oleh presiden mereka.
Era Presiden Montengro memanglah brutal. Dari awal pahlawan kemerdekaan kini berubah menjadi musuh negara. Semua anggota 5905 harusnya telah dipenjara seumur hidup. Tapi beberapa diantara mereka ada yang bebas bersyarat. Tapi dia tidak menemukan nama Ratha di dalam daftar bebas bersyarat itu.
Hari sudah malam, dia memutuskan untuk pulang ke apartemennya. Dengan membawa beberapa berkas penyelidikan yang ia bawa. Hingga dia mendapatkan telepon dari Herman.
“Hentikan Agnes. Kamu tidak usah menyelami lebih dalam. Berikan file yang aku kirim ke surelmu untuk putriku bila dia penasaran dengan Ratha.” Kata Herman. “Jika kamu menggalinya lebih dalam. Kamu bisa kubunuh.”
“Baik. Mohon maaf atas kelancangan saya.” Jawab Agnes. “Putri Lavrinda menyuruh saya.”
“Tidak apa-apa. Dia saat ini sedang bersama Ratha kan?” tanya Herman.
“Benar, di hotel.” Jawab Agnes.
“Terima kasih.” Herman menutup telponnya.
Herman kembali berfokus terhadap kerjaanya. Di depannya kini ada Adler yang sedang minum ditemani oleh para kelinci bar. “Jadi tuan wakil presiden. Anda memintaku untuk ekspansi ke luar?”
“Ya.” Jawab Adler. “Banyak uang yang bisa dihasilkan di sana.”
“Kalau begitu pinjami saya tentara untuk melawan Nx9.” Balas Herman. “Kalau saya menggunakan orang saya sendiri. Saya yang bisa dituduh nantinya. Apalagi jurnalis dan wartawan di luar susah disuap.”
“Saya dengar juga kepala polisi daerah dan kepala tentara daerah di sana susah dan sudah disuap oleh Nx9.” Tambah Herman. “Tolong mutasikan dia ke sini dan pindahkan orang-orang saya di sini ke sana.”
“Kalau kamu mau meminta lebih bantuanku. Maka asasinasi dahulu presiden sekarang. Ketika aku dilantik menjadi presiden, barulah aku akan menjadikanmu penasihatku dan kamu bisa punya lampu hijau.” Ucap Adler. “Itu skenario pertama kalau kamu berani. Skenario kedua ya ekspansi tadi tanpa bantuan.”
“Aku akan coba opsi pertama. Bisakah Anda membantuku menyusupkan orangku ke jajaran pasukan pengawal presiden?” tanya Herman.
“Bisa.” Jawab Adler. “Mau berapa orang?”
“Satu saja. Sisanya tolong Anda isi dengan pengawal presiden yang pro dengan Anda.” Jawab Herman. “Ratha saja sudah cukup menurutku untuk mengeksekusi presiden. Apalagi dia punya motif tersendiri untuk membenci presiden.”
“Kalau begitu dariku akan aku susupkan Pedro.” Adler berkata. “Keponakanku itu handal dan bisa mengimbangi Ratha aku rasa.”
“Kamu perlu cetak biru istana negara? Juga detail tentang pengamanannya?” tanya Adler.
“Tolong berikan. Supaya anak buahku bisa menyelesaikan tugasnya dengan cepat.” Jawab Herman. “Aku akan melakukannya minggu depan saat putriku juga menyusup ke gedung pusat militer.”
“Benar sekali, satu-satunya aparat keamanan yang susah kita sogok adalah departemen pertahanan dan intelejen. Mereka masih setia terhadap negara ini bukan terhadap uang. Ada sebuah skandal di dalam sana dan aku harap putrimu bisa menemukan informasi dan datanya untuk dikirimkan padaku. Dengan begitu aku bisa mengganti orang-orang yang susah disogok itu dengan orang kita.” Kata Adler panjang lebar.
“Garis waktunya harus urut. Dimulai tewasnya presiden dahulu, lalu Anda dilantik menjadi pengganti presiden, barulah Anda mengungkap skandal departemen pertahanan.” Balas Herman. “Bagaimana dengan pihak asing? Mereka tidak ada yang tertarik dengan campur tangan politik kita?”
“Sejauh ini hanya AS yang sering kali berupaya menyusupkan mata-mata dan mencoba menyuap orang kita menjadi agen ganda. Selama kita masih liberal, seperti mereka tidak akan mencoba ikut campur lebih panjang. Apalagi mereka baru saja malu di muka internasional karena dulu ketahuan mendukung pemberontak ekstremis religi di sini.” Kata Adler. “Semua negara yang pernah diobrak-abrik AS pasti akan mendukung kita.”
Ponsel Herman berbunyi, ada panggilan dari putrinya. “Sebentar Adler, ini panggilan dari Lavrinda.”
“Ada apa putriku?” tanya Herman.
“Papa, aku ingin orang yang dulu menyebabkan trauma kepada Ratha untuk ditangkap. Oleh karena itu aku meminta Agnes untuk menggali informasi lebih jauh. Tapi Papa menghalangiku.” Jawab Lavrinda.
“Kalau itu maumu. Ya sudah, akan Papa siapkan.” Balas Herman.
Dua hari berlalu, Ratha kini sudah merasa lumayan pulih. Dia perlahan membuka matanya dan mendapati kalau dia sedang tidur bersama Lavrinda di kamarnya. Dalam kondisi telanjang bulat dengan salah satu lengannya dijadikan guling oleh Lavrinda.“Tidur lagi.” pinta Lavrinda dengan lembut. Dia mencium bibir Ratha dengan paksa.“Mmm!” Ratha meminta untuk melepaskan diri.Lavrinda terus memaksanya hingga Ratha menyerah. “Bagaimana? Kamu bisa menikmatinya?”Ratha tidak merasakan apapun. Dingin, meskipun dia merasa sedikit hangat ketika berciuman dengan Lavrinda. “Dingin, maaf aku tidak merasa apa-apa.”PLAK!Lavrinda menampar Ratha. Air mata Ratha mulai mengalir dan memeluk erat Lavrinda. “Ja-jangan sakiti aku lagi.”“Kalau tidak mau aku sakiti. Cintai aku sepenuh hati hingga kamu merasakan kehangatan cintaku.” Bisik Lavrinda dengan mesra. Ratha membalasnya dengan anggukan dan menatap melas Lavrinda.“Aku merasakan sesuatu yang berdiri di bawah sana.” Tangan Lavrinda meraba kemaluan Ratha.“
“Berapa jam kita tertidur tadi?” tanya Ratha saat sedang mandi ke tiga kalinya hari ini bersama Lavrinda.“Sekarang sudah jam 4 sore hehe.” Jawab Lavrinda. “Aku akan mengeringkan badan dan menata rambutku dulu. Cepat, nanti kita dimarahi Papa.”Mereka berdua keluar dari kamar mandi dan segera berlari menuju kamar mereka. Ratha segera mengeringkan badannya dan memakai pakaian setelan rapinya. Kemudian dia membantu Lavrinda menyisir rambutnya.“Rambut yang indah.” Puji Ratha. “Aku suka warna putih ini.”“Terima kasih. Ini warna rambut asliku.” Balas Lavrinda. “Kamu tahu, aku terlahir dengan kelainan warna rambut. Tapi kalau kamu mengatakan seperti itu, aku tidak akan mengubah warna rambutku lagi.”“Dikuncir apa ini?” tanya Ratha.“Seperti tuan putri.” Jawab Lavrinda.Ratha menuruti permintaan kekasihnya itu. Gaya rambut itu memang cocok bagi Lavrinda. Terdengar suara perut keroncongan dari Ratha. Lavrinda terkekeh mendengar suara itu, “Ayo kita cepat makan. Lalu kamu segera menemui Papa
Kue yang dibelinya tadi disajikan oleh Lavrinda di atas piring. Dipotongnya kue tersebut untuknya dan Ratha. Ratha menyendok secuil kue dan mengarahkan sendoknya ke mulut Lavrinda, “Aah.”Melihat inisiasi dari Ratha, gadis itu menerimanya. Ratha tersenyum, “Aku tadi melihat ada pasangan di toko kue melakukan ini. Aku ingin menirunya.”“Kuenya jadi enak.” Balas Lavrinda dan gantian menyuapi Ratha.Maria tidak kuat melihat mereka bermesraan dan akhirnya menuju kamarnya. Di dalam dirinya terjadi konflik, kok bisa begitu? Dari pengakuan Ratha saat pertama kali bertemu dengannya dia dalam kondisi stres dan penuh tekanan. Kini dia tampak biasa-biasa saja. Sungguh tidak manusiawi apa yang dilakukan Herman dan Lavrinda, menggunakan obat untuk mengontrol Ratha.“Aku sudah mempersiapkan untuk besok. Aku dengar kamu mendapat tugas tambahan dari Papa. Aku bisa menyusup sendirian ke sana.” Kata Lavrinda.“Tidak, urutannya aku menemani dahulu. Barulah aku melaksanakan tugas tambahanku.” Balas Ratha
Tidak lama kemudian Lavrinda keluar dan menemui Ratha. “Sudah semuanya, aman dan tidak ada kendala. Sepertinya hanya laporan palsu yang mengatakan ada mata-mata ke sini.”Ratha tersenyum dan berpamitan kepada para penjaga. Mereka berdua segera keluar dari gedung hijau. Ratha dan Lavrinda menemui Agnes di tempat penjemputan mereka.“Bawa Lavrinda keluar. Aku ada tugas lanjutan.” Ucap Ratha kepada Agnes.“Eh? Aku ingin ikut.” Balas Lavrinda.“Ini berbahaya sayang.” Kata Ratha dan mencium bibir Lavrinda. “Turunkan aku di kereta lintas kota terdekat.”Agnes segera mengemudikan mobilnya ke stasiun kereta lintas kota. Ratha turun dari mobil membawa tas duffel berwarna hitam yang berisi perlengkapannya. Terlihat Lavrinda begitu kecewa melihat Ratha pergi sendirian.Ratha menuruni tangga menuju ke stasiun bawah tanah itu. Dari sana dia masuk ke ruang staf kereta api. Ruangan staf tersebut kosong karena semuanya sedang keluar. Dari sana dia keluar ke pintu yang menuju ke arah rel kereta bawah
AS dan sekutunya gempar mendengarkan bahwa Presiden Larache yang merek dukung tewas dibunuh. Kini mereka sudah tahu bahwa Kermenchik akan jatuh menjadi negara kartel seperti negara Latin Amerika lainnya. Mereka dengan cepat meminta mata-mata mereka untuk segera mencari calon baru untuk menjadi negara boneka mereka. Jika tidak negara mereka jadi tidak aman berkat Kermenchik akan menjadi titik panas penyebaran mafia dan kartel.Herman kini berjalan di istana negara memenuhi panggilan Adler. Dipandu oleh sekretaris Adler dia memasuki kantor Adler. Dibuka pintu kantor Adler, terlihat Adler bersama beberapa mentri sedang berbicara.“Tuan-tuan, mari saya perkenalkan. Wakil presiden yang baru, Herman Friedrich Souer. Saya yakin Tuan Herman di sini orang yang handal dan cocok untuk posisi ini. Ditambah lagi dia seorang pengusaha handal, dia pasti bisa membantu kita dan mengarahkan pertumbuhan ekonomi kita.” Adler beranjak pergi dari mejanya dan memeluk Herman.Para mentri yang pro Adler berte
Hari sudah semakin sore, Ratha keluar dari kantor Herman di pelabuhan dan berniat untuk kembali menemui Lavrinda. Dia mendapatkan telepon dari Lavrinda.“Kamu ada di mana?” tanya Lavrinda.“Dalam perjalanan pulang.” Jawab Ratha.“Waktu untuk obatmu habis tinggal 2 jam. Cepat pulang,” balas Lavrinda.“Baik.” Ratha menjawab dan mematikan teleponnya.Mengingat hari ini mereka mau makan siang bersama. Ratha harus segera kembali menemui kekasihnya itu. Langit sudah berwarna kemerah-merahan. Segera diambilnya motor gedenya dari parkiran dan berangkat pulang ke rumahnya.Setelah setengah jam berlalu barulah Ratha sampai. Segera dipindainya kartu aksesnya di mesin pemindai lift dan menuju lantai rumah mereka berada. Pintu lift terbuka dan dia sampai di depan pintu apartemen mereka.Sebelum Ratha membuka pintu Lavrinda sudah membukanya dan memeluk dirinya. Layaknya kucing yang ingin bertemu dengan majikannya. “Aku pulang.”Lavrinda menuntunnya untuk duduk di ruang tamu. Setelah itu ia menyuruh
Maria menuju kantornya dan masih teringat jelas bahwa Ratha benar-benar meminta tolong padanya saat itu. Dia juga ingat dengan jelas bagaimana Ratha merebut hatinya begitu dia berusaha menolongnya melawan Herman.Tapi dia tahu dia tak bisa merebut kekasih putri tirinya itu begitu saja. Obat aneh yang dikonsumsi oleh Ratha sepertinya membuatnya lupa ingatan dan dikendalikan oleh Herman dan Lavrinda.“Nona Maria?” penjaga pintu berbicara dari luar.“Ada apa?” tanya Maria.“Ada perwakilan yang datang mau bertemu Anda.” Jawab penjaga itu.“Baiklah. Suruh dia masuk.” Pinta Maria dan menekan tombol buka kunci pintunya. Siapa sangka yang datang adalah Ratha.“Lho, ada apa kamu datang ke sini? Lavrinda tahu kamu datang ke sini?” tanya Maria.“Tidak, hari ini saya ke sini diam-diam dan juga belum mengambil obat saya.” Jawab Ratha. “Aku juga mengingatkan Anda untuk tidak ikut campur kalau berada di rumah. Karena nanti Lavinda bisa tahu kalau aku diam-diam sudah punya resistansi terhadap obat ba
“Agak berat ini Ratha. Papa bilang ada mafia baru dari Jepang ingin mencoba masuk ke negeri ini.” kata Lavrinda.“Tinggal kita eliminasi saja. Tidak ada masalah.” Jawab Ratha.“Kuharap bukan kamu yang disuruh Papa.” Gadis itu merangkul Ratha. “Aku berharap kamu hanya ekslusif menerima tugas dariku.”“Oke, kita sudah dari dokter. Sekarang kita harus ke mana?” tanya Agnes.“Mari kita melihat-lihat kota dan tempat tinggal calon musuh kita.” Jawab Lavrinda. “Ada di apartemen tempat orang asia berkumpul di pinggir pelabuhan.”“Anda tidak berencana untuk membunuh mereka semua kan?” tanya Agnes.“Tidak. Kita hanya mengingatkan bahwa di tempat ini kita yang berkuasa.” Jawab Lavrinda.Agnes mengemudikan kendaraan mereka menuju kompleks perumahan warga asia di dekat pelabuhan. Dia juga memanggil beberapa pengawalan tambahan dari polisi dan anggota mafia mereka. Lavrinda menelpon ayahnya soal rencananya dan Herman setuju. Dia juga memberikan pesan kalau bisa culik salah satu tokoh mereka untuk d
Melihat Ratha dan Agnes berhasil keluar dari laboratorium yang hancur. Herman mengambil radio komunikasinya dan menyuruh mereka berdua untuk ke arah helipad evakuasi. “Kalian berdua ke sini.”“Siap.” Balas Agnes dan menggendong Ratha yang terkapar.“Aku bisa berjalan sendiri.” Ratha menjatuhkan diri dari gendongan Agnes dan berusaha berdiri.“Tidak usah dipaksakan.” Kata Agnes, dia mengambil radio komunikasinya. “Ada yang bisa membantuku membawanya?”Para anggota medis laboratorium datang membawa tandu. Ratha dinaikkan ke atas sana dan mereka menuju helipad evakuasi. Di sana helikopter mereka bersiap untuk berangkat, Herman sedang berbicara dengan anak buahnya untuk mengatasi kejadian yang baru saja mereka buat.“Buat saja kalau ini bangunannya hancur karena ledakan bahan kimia. Jangan sampai pemerintah tahu. Presiden Adler juga jika bertanya apa yang terjadi jawab saja begitu.” Perintah Herman.“Baik.” jawab anak buahnya. Mereka kini menuju Kuba di mana di sana ada area rahasia perte
Hari ini Ratha diminta Herman untuk ke laboratorium. Ratha sudah tahu pasti ini berkaitan dengan virus yang ada di dalam dirinya. Setelah berpamitan kepada Lavrinda, dari rumahnya Ratha menuju ke provinsi sebelah tempat laboratorium berada.Perjalanan ke laboratorium itu panjang dan sunyi, memberikan Ratha banyak waktu untuk merenung. Ia tahu bahwa di dalam tubuhnya terdapat Virus Adam, sebuah virus awal yang akan mengendalikan virus mayat hidup yang sedang dikembangkan oleh Herman, bos organisasi tempat Ratha berada. Ratha telah menerima nasibnya untuk dijadikan percobaan bagi organisasinya, karena dia merasa berutang budi kepada mereka yang telah memberinya kehidupan yang bagus.Saat tiba di laboratorium, suasana di sana terasa mencekam. Ratha berjalan melalui koridor-koridor dingin yang diterangi oleh lampu neon, hingga akhirnya tiba di ruang operasi di mana Herman telah menunggunya.“Selamat datang, Ratha,” sambut Herman dengan senyum dingin. “Kami sudah siap untuk tahap berikutny
“Pikiranmu agak kosong, apa yang terjadi?” tanya Ratha saat Elaina menemuinya langsung.“Apakah ada kumbang di sekitar sini? Jika ia bisakah ke tempat yang steril?” balas wanita itu.“Di kantor yang ini tidak ada CCTV. Jadi aman saja.” jawab Ratha.Mereka duduk di meja yang dikelilingi oleh dinding kaca, pemandangan kota yang sibuk terlihat di luar. Sejenak, keduanya terdiam, seakan mencari kata-kata yang tepat untuk memulai percakapan yang sulit ini."Aku mendengar kabar tentang Lavrinda," Elaina memulai, matanya menatap lurus ke arah Ratha. "Selamat atas kehamilannya."Ratha terkejut sejenak, namun kemudian dia tersenyum tipis. "Terima kasih, Elaina. Aku tahu ini bukan kabar yang mudah untukmu."Elaina mengangguk, berusaha menahan gejolak emosi di dalam dirinya. "Aku senang untuk kalian berdua. Meski awalnya sulit, aku mencoba untuk menerima kenyataan ini.""Elaina, aku ingin kamu tahu bahwa aku sangat menghargai hubungan kita dulu. Apa yang terjadi antara kita tidak akan pernah aku
Elaina dan timnya bersiap untuk menyerang markas Jose. Semuanya sudah terkoordinasi, persiapan mereka sudah seperti rencana dan berjalan dengan mulus. Elaina meniup peluitnya dan memberikan aba-aba untuk menyerang secara bersamaan.Dari udara bantuan dari BKDN berupa helikopter penyerbu menembakkan tiga buah roket untuk menghancurkan gerbang markas kartel Jose. Kemudian mereka menembaki garasi Jose yang berisi mobil-mobil dimodifikasi dengan senapan mesin.“Ayo serbu! Kita balaskan dendam rekan organisasi kita yang telah dibunuh oleh kartel ini!” perintah Elaina.Pasukan darat bergerak cepat, memanfaatkan kekacauan yang disebabkan oleh serangan udara. Elaina memimpin timnya dengan penuh percaya diri, gerakannya cepat dan pasti. Mereka memasuki kompleks markas melalui celah-celah yang ditinggalkan oleh roket. Dengan senapan di tangan, mereka maju melalui asap dan reruntuhan, mata mereka terfokus pada tujuan utama: menghancurkan kartel Jose.Pertempuran berlangsung sengit. Tembakan terd
“Pagi,” Ratha mematikan alaramnya dan memeluk tubuh Lavrinda. Dipeluknya erat dan diciumnya leher istrinya itu. Lavrinda tertawa kecil-kecilan dan menjadi agresif.“Kamu mau melakukannya? Aku ingin cepat hamil.” Lavrinda berkata.“He? Tidak, aku hanya ingin membangunkanmu.” Ratha membalas.“Tapi aku mau!” Lavrinda bangun dan menaiki tubuh Ratha.“Kalau kamu memaksa. Lakukan sesukamu, hari ini kita tidak ada jadwal hingga siang hari.” Ratha mengalah dan menuruti keinginan istrinya.“Siang hari ini kita ada acara makan siang bersama para pejabat negara ya. Mereka meminta informasi penting dari kita soal urusan organisasi kita.” Kata Lavrinda. “Masih ada waktu bagi kita untuk bermain.”Lavrinda mencium bibir Ratha dengan ganas. Pria tersebut terdiam dan membiarkan kekasihnya melakukan semuanya. Lavrinda mengambil obat perangsang dan meminumkannya secara paksa pada kekasihnya yang dicintai itu.“Jangan kasar-kasar.” Pinta Ratha.“Kamu sudah tahu jawabanku kan?” tanya Lavrinda. “Tentu saja
Elaina mempersiapkan barang-barangnya bersama Mai. Mai membantunya menaikkan peralatan ke dalam mobil van mereka. “Kehormatan bagiku bisa bertugas langsung bersama legenda organisasi."“Maaf karena aku menggunakan inisial nomormu, 05.” Tambahnya.“Ya, tidak apa-apa. Ke sini Mai, kita akan membuat rencananya dan mereview ulang rencananya.” Elaina menyuruh Mai untuk mendekat ke papan tulis putih yang ada di ruangan persenjataan ini.“Nama target kita Jose Luizzo beserta keluarganya. Sang ayah Jose, merupakan kartel rival kita di sini. Menggunakan anaknya sebagai kampanye anti narkoba dia kemudian menjual narkoba dilabeli obat sehat kepada masyarakat.” Kata Elaina.“Cukup menarik. Menipu masyarakat dahulu, lalu membunuh mereka perlahan dengan narkoba.” Kata Mai.“Biro Keamanan Dalam Negeri meminta bantuan organisasi kita untuk melenyapkannya. Karena kita sedang bekerja sama dengannya. Mereka menginginkan Jose hidup-hidup, tapi perintah dari Bos Herman kita adalah membunuhnya. Jadi bagaim
“Menikmati waktumu bersama Elaina?” tanya Lavrinda begitu suaminya masuk ke dalam rumah utamanya. Ratha melepaskan sepatunya dan menanggalkan jasnya di gantungan mantel.“Hmm, tidak. Aku lebih suka menghabiskan waktu bersamamu.” Jawab Ratha dan memeluk Lavrinda.Jawaban dari Ratha membuatnya senang. Gadis itu segera menyuruh kekasihnya untuk segera masuk. Dituntunnya kekasihnya itu ke ruang makan dan meminum teh bersama. Agnes bergabung dengan mereka.“Bos Herman memintamu untuk pergi ke laboratorium sebentar sebelum berangkat untuk mengurusi para pengganggu bersamaku.” Kata Agnes membuka pembicaraan.“Cek medis ya? Baiklah.” Balas Ratha. “Jadi agenda kita bertiga hari ini apa?”“Tidak ada, hanya mengerjakan tugas administrasi harian organisasi. Setelah itu kita bebas.” jawab Lavrinda. “Aku ingin kamu mengajariku menembak. Aku iri kepada Agnes bisa jadi sehebat itu dalam menembak.”“Kalau begitu kita bertiga ke lapangan tembak saja setelah bekerja.” Saran Ratha.“Ah ya ide bagus.” Bal
Mereka berdua berdansa diiringi lagu klasik. Kedua mantan kekasih tersebut beradu kelihaian dalam berdansa. Elaina tersenyum dan jatuh dalam pelukan Ratha. “Lavrinda dan Agnes saat ini masih pergi dalam waktu yang lama.”“Kamu mau keluar bersamaku untuk berjalan-jalan? Ini hari minggu, waktumu bersamaku seharian penuh.” Elaina bertanya.Ratha menatap lembut mata kekasih ketiganya itu. Dituntunnya mereka keluar dari ruang bawah tanah itu menuju kantornya lagi. “Sesampainya di atas kamu harus berpura-pura. Begitu juga denganku. Jika Herman memanggilku, itu pastinya ingatanku akan dihapus lagi. Gunakan kode itu lagi ya untuk membangkitkanku.”“Iya, aku tahu.” Elaina memeluk Ratha dengan erat sebelum mereka pergi dari ruang rahasia itu. Setelah keluar dari ruang rahasia, mereka bertindak seperti biasanya. Mereka berdua keluar dari gedung operasional organisasi mereka.Angin sepoi musim semi menerpa mereka. Jalanan lumayan sepi sore itu. Mereka berdua memilih berjalan kaki menuju taman di
“Perjanjiannya tidak begitu.” Ratha menggebrak meja di hadapannya. “Anda mau berkhianat kepada kami?”“1 Milyar nilai semua narkoba itu. Lalu kamu susah menjualnya? Tidak usah takut dengan kartel kacangan. Kita didukung oleh negara.” Tambah Ratha.“Maaf, kalau uang setorannya kurang. Ada seseorang yang menghambat kami.” jawab Diego. “Anak SMA di daerah kami pada berkumpul dan menolak narkoba.”“Baiklah. Akan aku beri waktu lagi. Sekarang pulang ke daerah.” Balas Ratha dan mengusir anak buahnya itu.Pria itu berjalan perlahan di dalam kantornya. Kemudian mengunci dirinya di dalam kantornya setelah Diego pergi. Perasaannya tidak enak, ada sesuatu yang mengganjal tentang ingatannya.Pria itu berjalan perlahan di dalam kantornya, pikirannya berkecamuk. Setelah Diego pergi, dia mengunci pintu dan duduk di kursi kerjanya, mencoba merangkai kepingan ingatannya yang terasa ganjil. Ada sesuatu tentang kelompok anak SMA yang menolak narkoba itu. Sesuatu yang membuatnya tidak tenang.Ratha mengh