Ratha duduk di samping Lavrinda yang kini bersiap-siap untuk bernegosiasi. Adler, wakil presiden negara ini membuka semua penyamarannya dan menyuruh pengawalnya untuk berjaga di luar. “Memang daerah ini yang terbaik. Sangat strategis sekali untuk bisnis kita.”
“Kamu minta dana berapa? Tidak berniat untuk ekspansi ke luar provinsi ini?” tanya Adler.
“Kalau Anda bisa menjamin aparat dan pemerintahan daerahnya bisa disuap tidak apa-apa. Jika tidak, satu kesalahan sedikit pemerintah pusat akan menciumnya.” Jawab Lavrinda. “Lima ratus juta sudah cukup untuk ekspansi ke provinsi sebelah. Tetapi Anda harus menempatkan orang Anda di sana untuk menjamin kita bisa menguasai aparatnya.”
“Di sana ada kartel saingan ayahmu. Kartel Nx9 pimpinan Alejandro alias B.G.” jawab Adler. “Polisi dan pemerintah di sana sudah disuap oleh mereka. Seharusnya kamu ajak mereka untuk bergabung dengan ayahmu.”
“Aku punya rencana lain. Rencana ini bisa menaikkan imej Anda di mata publik. Bagaimana Anda memerintahkan tentara pusat untuk menghabisi kartel di sana? Setelah kekosongan kekuasaan terjadi. Barulah kami masuk,” balas Lavrinda. “Dengan menghabisi kartel di sana dan membuat Anda seolah-olah mendesak presiden untuk menumpas habis kartel di sana. Masyarakat pasti akan berpikir Anda pro keadilan.”
“Mengamankan suaraku untuk pemilu 2 tahun lagi ya.” Kata Adler.
“Gandeng ayahku juga dan ajak ayahku untuk membersihkan kartel sebelah. Menggunakan tentara bayaran kami juga agar imej kami naik di mata publik.” Tambah Lavrinda.
“Akan kubahas dengan ayahmu nanti.” Balas Adler. “Aku setuju.”
“Ini duplikat kartu akses pesananmu. Militer yang berjaga di gedung Hijau akan aku alihkan semuanya untuk upacara hari kemerdekaan. Hanya akan ada beberapa satpam biasa yang bisa kamu bunuh bila perlu untuk menghindari kecurigaan.” Adler mengeluarkan sebuah kartu. “Ini uang muka lima ratus jutanya untuk pesananku. Kamu sudah menyediakan gadis muda dan cantik kan di ruanganku di sini?”
“Tentu saja. Semuanya masih di bawah umur dan segar.” Kata Ratha.
“Sisanya akan aku kasih tranfser pakai bank biasanya.” Ucap Adler. “Aduh hampir lupa. Kalian harus memperbarui orang kalian di kementrian keuangan. Mata-mata kalian di kementrian keuangan kabarnya sedang diintrogasi oleh Biro Keamanan Dalam Negeri.”
“Pemerintah pusat benar-benar benci dengan kami ya.” Kata Lavrinda. “Padahal berkat kami daerah terpencil ini bisa berkembang pesat. Coba kalau tidak ada ayahku dan teman-temannya. Tempat ini masih menjadi tempat terlupakan dengan populasi yang berkurang drastis akibat kelaparan dan penyakit.”
“Kalian harus memperkuat pengaruh kalian. Makanya dari itu aku sarankan untuk ekspansi. Di Negara Kermenchik ini ada 14 provinsi, kalian hanya berpengaruh di satu provinsi. 5 lainnya masih dipengaruhi mafia rival kalian, sisanya masih pro pemerintah.” Ucap Alder.
Adler berdiri dan memakai penyamarannya kembali. “Sekarang aku ijin pergi untuk menikmati pesananku. Sampai ketemu lagi Lavrinda, Ratha.”
Adler diantarkan Ratha menuju ke ruangannya. Para pengawalnya mengikutinya dan berjaga di luar ruangan itu. Adler kemudian memerintahkan para pengawalnya untuk bersantai selama dia bermain di sini.
Ratha membawakan 2 gelas rum bagi mereka dan duduk di dekat mereka di bar pribadi lantai 3. “Untuk pengawal tamu kami gratis.”
“Terima kasih. Setidaknya ini membantu kami melewatkan waktu selama dia bersenang-senang di sini.” Jawab salah satu pengawalnya. “Namaku Pedro, kamu Ratha kan? Dari posturmu seperti kamu juga mantan anggota.”
“Tentu. Menjadi aparat tidak menghasilkan banyak uang. Aku terlilit banyak hutang dan Bos Herman menawariku pekerjaan ini.” balas Ratha. “Kalian juga sama?”
“Yap. Bayaran dari tugas tambahan begini mengisi kantong kami. Berkat ini juga aku dan keluargaku bisa tinggal di rumah mewah bukan di asrama aparat lagi.” jawab Pedro. “Sejak dari awal negeri ini memang terkutuk sih. Membiarkan banyak mafia dan kartel bebas.”
“Yah begitulah.” Kata Ratha.
“Kamu dulu bertugas di bagian apa?” tanya Pedro.
“Satuan Anti Terorisme 5905.” Jawab Ratha. “Sekarang tidak ada divisi itu sepertinya. Karena semua teman-temanku dan semua anggota divisi itu tewas dikhianati oleh negara.”
“Kok bisa?” tanya Pedro.
“Presiden Montengro ternyata memiliki hubungan dengan teroris!” jawab Ratha. “Mau aku ceritakan secara penuh?”
“Kapan-kapan saja. Kita juga sudah tahu bagaimana presiden sialan itu mengacak-acak negeri kita dengan ide komunisnya.” Jawab Pedro. “Berkat dia rumah keluargaku disita negara dan kami harus tinggal di apartemen komunal yang buruk sekali.”
“Kamu tidak mau minum juga?” tanya Pedro.
“Tidak. Nanti kekasihku akan memarahiku jika aku minum.” Jawab Ratha. “Karena acara kami hari ini lumayan padat sekali.”
“Bagaimana kamu bisa mendapatkan kekasih orang kaya kawan?” tanya Pedro lagi.
“Keberuntungan saja aku rasa.” Jawab Ratha. Dia mengecek jam tangannya dan saatnya dia kembali menemui Lavrinda. “Saatnya kembali, aku pergi dulu. Semoga selalu diberkati dan beruntung hidupmu Pedro.”
Ratha kembali menemui Lavrinda yang sedang menghitung uang. Dengan segera dia membantunya supaya cepat selesai pekerjaannya. Lavrinda mencatatnya dan memasukkan kembali ke dalam koper. “Antarkan aku ke bank.”
“Baik. Mau jalan sendiri ke parkiran atau digendong lagi?” tanya Ratha.
“Aku jalan sendiri saja. Aku baru ingat tubuhmu masih terluka dan belum benar pulih.” Jawab Lavrinda. “Sehabis dari bank nanti kita mampir sebentar untuk makan siang di restoran biasanya.”
“Lalu ke kantor pusat toko kosmetik. Aku ada rapat dengan bawahanku. Kamu tunggu saja di sana ya, cuma sebentar kok.” Tambahnya dan meregangkan badan. Diambilnya koper tadi dan mengajak Ratha untuk pergi.
“Menurutmu bagaimana soal ekspansi sayang?” tanya Ratha kepada Lavrinda.
“Agak susah karena kita tidak punya kader yang bagus untuk pemimpin cabang baru. Yang tangguh dan bisa bertahan hingga langkah fondasi kita di sana jadi kuat.” Jawab Lavrinda.
“Coba ambil dari generasi muda bagaimana? Atau kita buka tes bagi yang mau menjadi pemimpin cabang?” tawar Ratha.
Lavrinda menghentikan langkahnya dan menyentuh pipi Ratha. Karena perbedaan tinggi mereka, Lavrinda berjinjit, “Kamu masih belum pulih. Mengetes kemampuan pemimpin cabang pasti ayah memerlukanmu. Bagaimana nanti kamu kalah karena lukamu belum pulih?”
“Ahahaha, aku tidak pernah terkalahkan di sini. Hanya sekali kayaknya,” balas Ratha. “Bagaimana kalau temanku dulu di tentara khusus? Kudengar dia sedang dilanda krisis finansial. Kita bisa paksa dia untuk bergabung dengan kita.”
“Soal loyalitas?” tanya Lavrinda dan melanjutkan langkah lagi.
“Pasti dia setuju dan loyal. Sama denganku, kami dikhianati oleh negara juga. Secara resmi data kependudukan dia di sini sudah meninggal dalam bertugas. Istrinya juga menikah lagi membuatnya terkena tekanan psikis kuat.” Jawab Ratha.
“Laporkan itu pada Papa.” Ucap Lavrinda.
Sang sopir yang menunggu di pos satpam begitu melihat mereka langsung sigap menyiapkan kendaraan tadi. Ratha membukakan pintu dahulu bagi Lavrinda. “Silakan tuan putriku.”
Lavrinda tersenyum. “Duduk di sebelah sini kekasihku.”
Sang supir menyalakan lagu Fly Me To The Moon untuk mempermesra suasana mereka. Lavrinda memberikan isyarat kepada sang supir untuk mengambil rute paling jauh. Supir mereka adalah seorang wanita.“Apa Anda yakin Putri? Bagaimana kalau dia menolak?” tatap supir itu dari pantulan kaca tengah mobil.“Yakin.” Lavrinda menjawab, dia mulai mendekatkan dirinya dengan Ratha. Dia meminta Ratha untuk mendekatkan kepalanya ke dadanya. “Boleh kah?”Tangan Lavrinda perlahan mengelus paha Ratha. Raut muka Ratha tampak panik dan gelisah. Dia ingin menjawab tidak, tetapi Lavrinda sepertinya menginginkannya. “J-jangan! A-aku ... .”Gadis itu menatap tajam mata Ratha seolah-olah mengancamnya. Ratha mengingat kembali kejadian traumatiknya di masa kecilnya, di mana ia dilecehkan oleh seorang biarawati tempatnya dibesarkan. “He-hentikan.”Suasana hati Lavrinda berubah drastis dia mencekik leher Ratha. Ratha tidak bisa melawan karena di dalam dirinya dia tidak bisa dan tidak boleh melawan Lavrinda. Pria it
Dua hari berlalu, Ratha kini sudah merasa lumayan pulih. Dia perlahan membuka matanya dan mendapati kalau dia sedang tidur bersama Lavrinda di kamarnya. Dalam kondisi telanjang bulat dengan salah satu lengannya dijadikan guling oleh Lavrinda.“Tidur lagi.” pinta Lavrinda dengan lembut. Dia mencium bibir Ratha dengan paksa.“Mmm!” Ratha meminta untuk melepaskan diri.Lavrinda terus memaksanya hingga Ratha menyerah. “Bagaimana? Kamu bisa menikmatinya?”Ratha tidak merasakan apapun. Dingin, meskipun dia merasa sedikit hangat ketika berciuman dengan Lavrinda. “Dingin, maaf aku tidak merasa apa-apa.”PLAK!Lavrinda menampar Ratha. Air mata Ratha mulai mengalir dan memeluk erat Lavrinda. “Ja-jangan sakiti aku lagi.”“Kalau tidak mau aku sakiti. Cintai aku sepenuh hati hingga kamu merasakan kehangatan cintaku.” Bisik Lavrinda dengan mesra. Ratha membalasnya dengan anggukan dan menatap melas Lavrinda.“Aku merasakan sesuatu yang berdiri di bawah sana.” Tangan Lavrinda meraba kemaluan Ratha.“
“Berapa jam kita tertidur tadi?” tanya Ratha saat sedang mandi ke tiga kalinya hari ini bersama Lavrinda.“Sekarang sudah jam 4 sore hehe.” Jawab Lavrinda. “Aku akan mengeringkan badan dan menata rambutku dulu. Cepat, nanti kita dimarahi Papa.”Mereka berdua keluar dari kamar mandi dan segera berlari menuju kamar mereka. Ratha segera mengeringkan badannya dan memakai pakaian setelan rapinya. Kemudian dia membantu Lavrinda menyisir rambutnya.“Rambut yang indah.” Puji Ratha. “Aku suka warna putih ini.”“Terima kasih. Ini warna rambut asliku.” Balas Lavrinda. “Kamu tahu, aku terlahir dengan kelainan warna rambut. Tapi kalau kamu mengatakan seperti itu, aku tidak akan mengubah warna rambutku lagi.”“Dikuncir apa ini?” tanya Ratha.“Seperti tuan putri.” Jawab Lavrinda.Ratha menuruti permintaan kekasihnya itu. Gaya rambut itu memang cocok bagi Lavrinda. Terdengar suara perut keroncongan dari Ratha. Lavrinda terkekeh mendengar suara itu, “Ayo kita cepat makan. Lalu kamu segera menemui Papa
Kue yang dibelinya tadi disajikan oleh Lavrinda di atas piring. Dipotongnya kue tersebut untuknya dan Ratha. Ratha menyendok secuil kue dan mengarahkan sendoknya ke mulut Lavrinda, “Aah.”Melihat inisiasi dari Ratha, gadis itu menerimanya. Ratha tersenyum, “Aku tadi melihat ada pasangan di toko kue melakukan ini. Aku ingin menirunya.”“Kuenya jadi enak.” Balas Lavrinda dan gantian menyuapi Ratha.Maria tidak kuat melihat mereka bermesraan dan akhirnya menuju kamarnya. Di dalam dirinya terjadi konflik, kok bisa begitu? Dari pengakuan Ratha saat pertama kali bertemu dengannya dia dalam kondisi stres dan penuh tekanan. Kini dia tampak biasa-biasa saja. Sungguh tidak manusiawi apa yang dilakukan Herman dan Lavrinda, menggunakan obat untuk mengontrol Ratha.“Aku sudah mempersiapkan untuk besok. Aku dengar kamu mendapat tugas tambahan dari Papa. Aku bisa menyusup sendirian ke sana.” Kata Lavrinda.“Tidak, urutannya aku menemani dahulu. Barulah aku melaksanakan tugas tambahanku.” Balas Ratha
Tidak lama kemudian Lavrinda keluar dan menemui Ratha. “Sudah semuanya, aman dan tidak ada kendala. Sepertinya hanya laporan palsu yang mengatakan ada mata-mata ke sini.”Ratha tersenyum dan berpamitan kepada para penjaga. Mereka berdua segera keluar dari gedung hijau. Ratha dan Lavrinda menemui Agnes di tempat penjemputan mereka.“Bawa Lavrinda keluar. Aku ada tugas lanjutan.” Ucap Ratha kepada Agnes.“Eh? Aku ingin ikut.” Balas Lavrinda.“Ini berbahaya sayang.” Kata Ratha dan mencium bibir Lavrinda. “Turunkan aku di kereta lintas kota terdekat.”Agnes segera mengemudikan mobilnya ke stasiun kereta lintas kota. Ratha turun dari mobil membawa tas duffel berwarna hitam yang berisi perlengkapannya. Terlihat Lavrinda begitu kecewa melihat Ratha pergi sendirian.Ratha menuruni tangga menuju ke stasiun bawah tanah itu. Dari sana dia masuk ke ruang staf kereta api. Ruangan staf tersebut kosong karena semuanya sedang keluar. Dari sana dia keluar ke pintu yang menuju ke arah rel kereta bawah
AS dan sekutunya gempar mendengarkan bahwa Presiden Larache yang merek dukung tewas dibunuh. Kini mereka sudah tahu bahwa Kermenchik akan jatuh menjadi negara kartel seperti negara Latin Amerika lainnya. Mereka dengan cepat meminta mata-mata mereka untuk segera mencari calon baru untuk menjadi negara boneka mereka. Jika tidak negara mereka jadi tidak aman berkat Kermenchik akan menjadi titik panas penyebaran mafia dan kartel.Herman kini berjalan di istana negara memenuhi panggilan Adler. Dipandu oleh sekretaris Adler dia memasuki kantor Adler. Dibuka pintu kantor Adler, terlihat Adler bersama beberapa mentri sedang berbicara.“Tuan-tuan, mari saya perkenalkan. Wakil presiden yang baru, Herman Friedrich Souer. Saya yakin Tuan Herman di sini orang yang handal dan cocok untuk posisi ini. Ditambah lagi dia seorang pengusaha handal, dia pasti bisa membantu kita dan mengarahkan pertumbuhan ekonomi kita.” Adler beranjak pergi dari mejanya dan memeluk Herman.Para mentri yang pro Adler berte
Hari sudah semakin sore, Ratha keluar dari kantor Herman di pelabuhan dan berniat untuk kembali menemui Lavrinda. Dia mendapatkan telepon dari Lavrinda.“Kamu ada di mana?” tanya Lavrinda.“Dalam perjalanan pulang.” Jawab Ratha.“Waktu untuk obatmu habis tinggal 2 jam. Cepat pulang,” balas Lavrinda.“Baik.” Ratha menjawab dan mematikan teleponnya.Mengingat hari ini mereka mau makan siang bersama. Ratha harus segera kembali menemui kekasihnya itu. Langit sudah berwarna kemerah-merahan. Segera diambilnya motor gedenya dari parkiran dan berangkat pulang ke rumahnya.Setelah setengah jam berlalu barulah Ratha sampai. Segera dipindainya kartu aksesnya di mesin pemindai lift dan menuju lantai rumah mereka berada. Pintu lift terbuka dan dia sampai di depan pintu apartemen mereka.Sebelum Ratha membuka pintu Lavrinda sudah membukanya dan memeluk dirinya. Layaknya kucing yang ingin bertemu dengan majikannya. “Aku pulang.”Lavrinda menuntunnya untuk duduk di ruang tamu. Setelah itu ia menyuruh
Maria menuju kantornya dan masih teringat jelas bahwa Ratha benar-benar meminta tolong padanya saat itu. Dia juga ingat dengan jelas bagaimana Ratha merebut hatinya begitu dia berusaha menolongnya melawan Herman.Tapi dia tahu dia tak bisa merebut kekasih putri tirinya itu begitu saja. Obat aneh yang dikonsumsi oleh Ratha sepertinya membuatnya lupa ingatan dan dikendalikan oleh Herman dan Lavrinda.“Nona Maria?” penjaga pintu berbicara dari luar.“Ada apa?” tanya Maria.“Ada perwakilan yang datang mau bertemu Anda.” Jawab penjaga itu.“Baiklah. Suruh dia masuk.” Pinta Maria dan menekan tombol buka kunci pintunya. Siapa sangka yang datang adalah Ratha.“Lho, ada apa kamu datang ke sini? Lavrinda tahu kamu datang ke sini?” tanya Maria.“Tidak, hari ini saya ke sini diam-diam dan juga belum mengambil obat saya.” Jawab Ratha. “Aku juga mengingatkan Anda untuk tidak ikut campur kalau berada di rumah. Karena nanti Lavinda bisa tahu kalau aku diam-diam sudah punya resistansi terhadap obat ba
Melihat Ratha dan Agnes berhasil keluar dari laboratorium yang hancur. Herman mengambil radio komunikasinya dan menyuruh mereka berdua untuk ke arah helipad evakuasi. “Kalian berdua ke sini.”“Siap.” Balas Agnes dan menggendong Ratha yang terkapar.“Aku bisa berjalan sendiri.” Ratha menjatuhkan diri dari gendongan Agnes dan berusaha berdiri.“Tidak usah dipaksakan.” Kata Agnes, dia mengambil radio komunikasinya. “Ada yang bisa membantuku membawanya?”Para anggota medis laboratorium datang membawa tandu. Ratha dinaikkan ke atas sana dan mereka menuju helipad evakuasi. Di sana helikopter mereka bersiap untuk berangkat, Herman sedang berbicara dengan anak buahnya untuk mengatasi kejadian yang baru saja mereka buat.“Buat saja kalau ini bangunannya hancur karena ledakan bahan kimia. Jangan sampai pemerintah tahu. Presiden Adler juga jika bertanya apa yang terjadi jawab saja begitu.” Perintah Herman.“Baik.” jawab anak buahnya. Mereka kini menuju Kuba di mana di sana ada area rahasia perte
Hari ini Ratha diminta Herman untuk ke laboratorium. Ratha sudah tahu pasti ini berkaitan dengan virus yang ada di dalam dirinya. Setelah berpamitan kepada Lavrinda, dari rumahnya Ratha menuju ke provinsi sebelah tempat laboratorium berada.Perjalanan ke laboratorium itu panjang dan sunyi, memberikan Ratha banyak waktu untuk merenung. Ia tahu bahwa di dalam tubuhnya terdapat Virus Adam, sebuah virus awal yang akan mengendalikan virus mayat hidup yang sedang dikembangkan oleh Herman, bos organisasi tempat Ratha berada. Ratha telah menerima nasibnya untuk dijadikan percobaan bagi organisasinya, karena dia merasa berutang budi kepada mereka yang telah memberinya kehidupan yang bagus.Saat tiba di laboratorium, suasana di sana terasa mencekam. Ratha berjalan melalui koridor-koridor dingin yang diterangi oleh lampu neon, hingga akhirnya tiba di ruang operasi di mana Herman telah menunggunya.“Selamat datang, Ratha,” sambut Herman dengan senyum dingin. “Kami sudah siap untuk tahap berikutny
“Pikiranmu agak kosong, apa yang terjadi?” tanya Ratha saat Elaina menemuinya langsung.“Apakah ada kumbang di sekitar sini? Jika ia bisakah ke tempat yang steril?” balas wanita itu.“Di kantor yang ini tidak ada CCTV. Jadi aman saja.” jawab Ratha.Mereka duduk di meja yang dikelilingi oleh dinding kaca, pemandangan kota yang sibuk terlihat di luar. Sejenak, keduanya terdiam, seakan mencari kata-kata yang tepat untuk memulai percakapan yang sulit ini."Aku mendengar kabar tentang Lavrinda," Elaina memulai, matanya menatap lurus ke arah Ratha. "Selamat atas kehamilannya."Ratha terkejut sejenak, namun kemudian dia tersenyum tipis. "Terima kasih, Elaina. Aku tahu ini bukan kabar yang mudah untukmu."Elaina mengangguk, berusaha menahan gejolak emosi di dalam dirinya. "Aku senang untuk kalian berdua. Meski awalnya sulit, aku mencoba untuk menerima kenyataan ini.""Elaina, aku ingin kamu tahu bahwa aku sangat menghargai hubungan kita dulu. Apa yang terjadi antara kita tidak akan pernah aku
Elaina dan timnya bersiap untuk menyerang markas Jose. Semuanya sudah terkoordinasi, persiapan mereka sudah seperti rencana dan berjalan dengan mulus. Elaina meniup peluitnya dan memberikan aba-aba untuk menyerang secara bersamaan.Dari udara bantuan dari BKDN berupa helikopter penyerbu menembakkan tiga buah roket untuk menghancurkan gerbang markas kartel Jose. Kemudian mereka menembaki garasi Jose yang berisi mobil-mobil dimodifikasi dengan senapan mesin.“Ayo serbu! Kita balaskan dendam rekan organisasi kita yang telah dibunuh oleh kartel ini!” perintah Elaina.Pasukan darat bergerak cepat, memanfaatkan kekacauan yang disebabkan oleh serangan udara. Elaina memimpin timnya dengan penuh percaya diri, gerakannya cepat dan pasti. Mereka memasuki kompleks markas melalui celah-celah yang ditinggalkan oleh roket. Dengan senapan di tangan, mereka maju melalui asap dan reruntuhan, mata mereka terfokus pada tujuan utama: menghancurkan kartel Jose.Pertempuran berlangsung sengit. Tembakan terd
“Pagi,” Ratha mematikan alaramnya dan memeluk tubuh Lavrinda. Dipeluknya erat dan diciumnya leher istrinya itu. Lavrinda tertawa kecil-kecilan dan menjadi agresif.“Kamu mau melakukannya? Aku ingin cepat hamil.” Lavrinda berkata.“He? Tidak, aku hanya ingin membangunkanmu.” Ratha membalas.“Tapi aku mau!” Lavrinda bangun dan menaiki tubuh Ratha.“Kalau kamu memaksa. Lakukan sesukamu, hari ini kita tidak ada jadwal hingga siang hari.” Ratha mengalah dan menuruti keinginan istrinya.“Siang hari ini kita ada acara makan siang bersama para pejabat negara ya. Mereka meminta informasi penting dari kita soal urusan organisasi kita.” Kata Lavrinda. “Masih ada waktu bagi kita untuk bermain.”Lavrinda mencium bibir Ratha dengan ganas. Pria tersebut terdiam dan membiarkan kekasihnya melakukan semuanya. Lavrinda mengambil obat perangsang dan meminumkannya secara paksa pada kekasihnya yang dicintai itu.“Jangan kasar-kasar.” Pinta Ratha.“Kamu sudah tahu jawabanku kan?” tanya Lavrinda. “Tentu saja
Elaina mempersiapkan barang-barangnya bersama Mai. Mai membantunya menaikkan peralatan ke dalam mobil van mereka. “Kehormatan bagiku bisa bertugas langsung bersama legenda organisasi."“Maaf karena aku menggunakan inisial nomormu, 05.” Tambahnya.“Ya, tidak apa-apa. Ke sini Mai, kita akan membuat rencananya dan mereview ulang rencananya.” Elaina menyuruh Mai untuk mendekat ke papan tulis putih yang ada di ruangan persenjataan ini.“Nama target kita Jose Luizzo beserta keluarganya. Sang ayah Jose, merupakan kartel rival kita di sini. Menggunakan anaknya sebagai kampanye anti narkoba dia kemudian menjual narkoba dilabeli obat sehat kepada masyarakat.” Kata Elaina.“Cukup menarik. Menipu masyarakat dahulu, lalu membunuh mereka perlahan dengan narkoba.” Kata Mai.“Biro Keamanan Dalam Negeri meminta bantuan organisasi kita untuk melenyapkannya. Karena kita sedang bekerja sama dengannya. Mereka menginginkan Jose hidup-hidup, tapi perintah dari Bos Herman kita adalah membunuhnya. Jadi bagaim
“Menikmati waktumu bersama Elaina?” tanya Lavrinda begitu suaminya masuk ke dalam rumah utamanya. Ratha melepaskan sepatunya dan menanggalkan jasnya di gantungan mantel.“Hmm, tidak. Aku lebih suka menghabiskan waktu bersamamu.” Jawab Ratha dan memeluk Lavrinda.Jawaban dari Ratha membuatnya senang. Gadis itu segera menyuruh kekasihnya untuk segera masuk. Dituntunnya kekasihnya itu ke ruang makan dan meminum teh bersama. Agnes bergabung dengan mereka.“Bos Herman memintamu untuk pergi ke laboratorium sebentar sebelum berangkat untuk mengurusi para pengganggu bersamaku.” Kata Agnes membuka pembicaraan.“Cek medis ya? Baiklah.” Balas Ratha. “Jadi agenda kita bertiga hari ini apa?”“Tidak ada, hanya mengerjakan tugas administrasi harian organisasi. Setelah itu kita bebas.” jawab Lavrinda. “Aku ingin kamu mengajariku menembak. Aku iri kepada Agnes bisa jadi sehebat itu dalam menembak.”“Kalau begitu kita bertiga ke lapangan tembak saja setelah bekerja.” Saran Ratha.“Ah ya ide bagus.” Bal
Mereka berdua berdansa diiringi lagu klasik. Kedua mantan kekasih tersebut beradu kelihaian dalam berdansa. Elaina tersenyum dan jatuh dalam pelukan Ratha. “Lavrinda dan Agnes saat ini masih pergi dalam waktu yang lama.”“Kamu mau keluar bersamaku untuk berjalan-jalan? Ini hari minggu, waktumu bersamaku seharian penuh.” Elaina bertanya.Ratha menatap lembut mata kekasih ketiganya itu. Dituntunnya mereka keluar dari ruang bawah tanah itu menuju kantornya lagi. “Sesampainya di atas kamu harus berpura-pura. Begitu juga denganku. Jika Herman memanggilku, itu pastinya ingatanku akan dihapus lagi. Gunakan kode itu lagi ya untuk membangkitkanku.”“Iya, aku tahu.” Elaina memeluk Ratha dengan erat sebelum mereka pergi dari ruang rahasia itu. Setelah keluar dari ruang rahasia, mereka bertindak seperti biasanya. Mereka berdua keluar dari gedung operasional organisasi mereka.Angin sepoi musim semi menerpa mereka. Jalanan lumayan sepi sore itu. Mereka berdua memilih berjalan kaki menuju taman di
“Perjanjiannya tidak begitu.” Ratha menggebrak meja di hadapannya. “Anda mau berkhianat kepada kami?”“1 Milyar nilai semua narkoba itu. Lalu kamu susah menjualnya? Tidak usah takut dengan kartel kacangan. Kita didukung oleh negara.” Tambah Ratha.“Maaf, kalau uang setorannya kurang. Ada seseorang yang menghambat kami.” jawab Diego. “Anak SMA di daerah kami pada berkumpul dan menolak narkoba.”“Baiklah. Akan aku beri waktu lagi. Sekarang pulang ke daerah.” Balas Ratha dan mengusir anak buahnya itu.Pria itu berjalan perlahan di dalam kantornya. Kemudian mengunci dirinya di dalam kantornya setelah Diego pergi. Perasaannya tidak enak, ada sesuatu yang mengganjal tentang ingatannya.Pria itu berjalan perlahan di dalam kantornya, pikirannya berkecamuk. Setelah Diego pergi, dia mengunci pintu dan duduk di kursi kerjanya, mencoba merangkai kepingan ingatannya yang terasa ganjil. Ada sesuatu tentang kelompok anak SMA yang menolak narkoba itu. Sesuatu yang membuatnya tidak tenang.Ratha mengh