Maria kini sudah berada di ruang aman rumahnya. Ia yakin di ruangan ini tidak bisa ditembus dan jalan menuju ke sini hanya dia yang mengetahuinya. Di dalam ruangan ini terdapat monitor CCTV rumahnya. Meskipun CCTV di pos keamanan sudah diputus, tapi CCTV yang dikendalikan oleh monitor ini tersembunyi.
Segeralah ia mencari keberadaan Ratha. Dilihatnya Ratha sedang membalut lukanya di dapur minibarnya dekat ruang tamu lantai 1 nya. Ada sebuah interkom yang menyambung ke semua ruangan. Satu lagi interkom itu ada di sini. Diangkatnya gagang telepon ini dan menelpon ruang tempat Ratha berada.
Dari monitor ia melihat Ratha segera mengambil telepon interkom yang ada di dinding dapur. “Halo? Ini siapa? Tolong panggil bantuan.”
“Ini aku Maria. Aku sudah memanggil bantuan. Aku berada di ruang aman. Aku bisa menuntunmu ke sini. Kamu tidak apa-apa?” tanya Maria. “Aku bisa membantumu dengan kamera tersembunyi untuk menuntunmu ke sini.”
“Ya. Kakiku terluka tapi masih bisa bergerak meskipun sakit.” Jawab Ratha.
“Di luar pintu yang kamu ganjal mereka mencoba mendobrak masuk. Tapi tidak sebentar lagi mereka akan menyadari mereka bisa masuk ke dalam sana dari arah teras dapur.” Kata Maria. “Keluar via teras itu lalu memanjat tangga darurat ke lantai 2. Jangan lupa naikkan tangganya nanti. Di sana ada interkom lagi per ruangannya akan aku hubungi untuk petunjuk berikutnya.”
“Baik!” jawab Ratha.
Dia melangkah perlahan keluar menuju teras dapur. Setelah situasinya aman dia berhati-hati memanjat tangga darurat yang berasal dari balkan lantai 2. Sepertinya tadi, Maria juga melewati rute ini. Sesampainya di balkan lantai dua segeralah Ratha menaikkan tangga darurat tadi.
Terdengar suara keras. Ratha berasumsi bahwa mereka telah menerobos dapur. Dimasukinya ruangan yang tampaknya seperti ruangan bersantai ini. Diambilnya telepon interkom itu dan bertanya kepada Maria.
“Di luar ruangan ini bagaimana?” tanya Ratha.
“Dari ruang tempat kamu berada, keluar lalu masuk ke kamar yang ada tempelan stikernya. Dari situ pakai tangga darurat lagi ke lantai 3. Lantai 3 adalah ruangan kerja ayahku dan masuk ke dalam sana. Aku akan membukakan pintu rahasianya.” Jawab Maria. “Hati-hati, beberapa mafia itu ada di luar. Bala bantuan mereka sudah datang.”
Ratha menutup telepon itu dan mendengus kesal. Dia mengumpat dan mengecek peluru senjata yang ia curi. Dari senapan serbunya dia masih mempunyai 18 peluru, dari pistol hanya 1 peluru. Tapi dia hanya akan menggunakannya saat terdesak. Di ruangan dia memindai apakah ada sesuatu yang bisa dia gunakan.
Ratha mengintip keluar, ada dua orang di lantai 2. Mereka tampaknya sedang menyatroni satu-satu ruangan yang ada di lantai 2. Ada 7 ruangan di sini, dengan ruang santai menjadi 8. Masalah utama bagi Ratha hanyalah lorong panjang ini. Tidak ada tempat yang bisa dijadikan perlindungan.
Ratha mengambil vas bunga dan melemparkannya ke arah teras ruang santai. Dari pecahan keramik itu dia ambil yang paling tajam. Kemudian dia bersembunyi di balik pintu untuk menyergap. Terdengar suara langkah kaki mereka menuju ruang santai.
Mereka menendang pintu dan segera menuju ke arah teras. Ratha lalu menggorok salah satu leher mafia tersebut. Teman yang satunya lagi mengetahuinya dan hendak menembak Ratha. Namun Ratha lebih sigap, dia mengambil pisau dari sabuk perlengkapan mafia yang ia gorok dan melemparkannya ke leher musuhnya.
Setelah memastikan keduanya tewas. Dia mengambil rompi anti peluru mereka dan perlengkapan mereka semua. Dipasangnya radio komunikasi mereka dan kini akhirnya dia tidak buta lagi. Kedua mayat tadi ia sembunyikan di dalam lemari. Telepon interkom berbunyi dan Ratha mengangkatnya.
“Awas, 5 orang berada di tangga menuju lantai 2.” Kata Maria. “Kamu sudah menemukan ruangan yang berstiker? Kalau sudah aku akan membantu mengganggu mereka supaya kamu bisa menyelinap.”
“Belum. Lihat tanganku saat aku sudah menemukannya. Kalau aku menunjukkan 4 jari. Telpon salah satu interkom kamar dan aku akan menyelinap masuk ke dalam kamar berstiker itu. Aku juga sudah memasuki saluran komunikasi mereka.” Jawab Ratha dan mematikan teleponnya.
Terdengar suara langkah kaki dari arah tangga. “Kamu dan 89, 90 ke lantai 3 langsung. Aku dan 88 akan ke lantai 2 mencari sumber suara tadi.”
Ratha menggunakan informasi yang ia dapat. Menunggu mereka untuk berpisah, Ratha menahan napasnya. “Segeralah pergi.”
Sialnya Maria salah mengartikan posisi Ratha. Dia menelpon salah satu ruang interkom itu dan membuat mereka berlima menyusuri lantai 2. Ratha hendak mengumpat dan kini mempersiapkan senapan serbu yang ia curi.
Salah satu dari mereka ada yang masuk ke dalam kamar yang pintunya ada tempelan stiker. Ratha hanya berharap semoga mereka tidak menemukan tangga darurat ke atas. Ratha bersiul dan menciptakan pengalihan. Mereka semua kini keluar kamar dan bergerak ke ruang santai.
Saat mereka memasuki ruang santai. Ratha menembak mereka dan berhasil membunuh dua orang dengan tembakannya. Musuhnya kini 3 orang bersembunyi di luar ruang santai. Ratha memutar otak lagi, bila dia terus bertahan di sini dia akan terkepung.
Diambilnya mayat salah satu yang tewas dan dia jadikan umpan, saat dia lemparkan keluar hujan tembakan langsung mengenai mayat itu. Ratha mendengar suara mereka mengisi ulang senapan serbu mereka. Dia menggunakan kesempatan ini untuk keluar dan menghabisi 3 orang di luar. Sialnya satu orang ada yang berhasil membalas tembakannya dan mengenai rompi anti pelurunya.
Dari tangga lantai 2 dia melihat beberapa musuh ada yang baru muncul. Ratha maju dan menjadi satu orang tadi sebagai tameng hidup. Diambilnya granat kejut dari sabuk mereka dan melemparkannya ke arah tangga. Diseretnya tameng hidupnya ke dalam ruangan tempat tangga darurat berada.
Dia segera menuju ke balkan kamar itu. Dari luar dia ditembaki oleh bala bantuan musuh. Ratha mengambil granat ledak milik musuh dan melemparkannya ke arah bala bantuan musuh dari luar. Ratha menembak mati tameng hidupnya dan bergegas menaiki tangga darurat.
Tangga daruratnya ia naikkan. Ia berhasil naik ke balkan lantai 3. Kini dia berada di dalam ruang kerja ayah Maria. Di sana pintu menuju ke sini sudah ditutupi oleh rak buku dan meja kerja. Tiba-tiba pintu kulkas besar di ruangan ini terbuka dan terlihat Maria.
Ratha menurunkan senapannya dan segera menuju ke sana. Setelah berada di dalam kulkas, Maria menguncinya dari dalam menunjukkan ada pintu rahasia yang menyatu dengan dinding kulkas. Ada sebuah tangga menuju ke bawah. Maria turun dahulu lalu diikuti oleh Ratha yang dengan pelan-pelan menuruni tangga.
Sesampainya di ruang aman. Maria segera mengunci pintu rahasia tangga tadi. Ratha melihat ada peralatan medis di meja. Dia segera memeriksa lukanya, “Untungnya tidak tembus pelurunya. Tapi rompi anti peluru ini sudah tidak berguna.”“Bagaimana dengan bala bantuanmu?” tanya Ratha.“Mereka sedang beradu tembak di luar.” Jawab Maria.“Pasti para polisi yang berpatroli sudah disogok olehnya untuk tidak muncul hingga pagi.” Kata Ratha. “Sekarang masih jam 10 malam lagi.”“Bagus ada staples medis di kotak medis ini. Akhirnya aku bisa mengeluarkan peluru di pahaku ini.” Ratha mulai mengoprasi sendiri luka pada kakinya. Maria membantunya dengan pencahayaan. “Pengalaman sebagai prajurit elit membantuku juga akhirnya.”“Apakah kamu dulunya polisi elit yang korup?” tanya Maria.“Tidak. Aku prajurit elit dulunya. Hanya saja karena hutang aku menjadi mafia. Herman menawarku mahal.” Jawab Ratha. “Berikan staplesnya.”“Menurutmu bagaimana selanjutnya?” tanya Maria.“Bertahan di dalam sini. Aku akan
Ratha membuka perlahan matanya dan mendapati dirinya sudah berada di dalam kamar Lavrinda. Semua luka di tubuhnya sudah diperban dan diobati. Lavrinda tampak sedang siaran langsung bermain game di komputernya.Duduklah dia di pinggiran kasur sambil mencoba mengingat apa yang terjadi kemarin. Dia tidak ingat bagaimana dia bisa mendapatkan luka di tubuhnya. Lavrinda yang menyadari Ratha sudah bangun menghentikan kegiatannya dan mematikan komputernya.“Tepat sekali kamu sudah bangun. Mari temani aku ke klub. Aku mau bertemu dengan para investorku.” Pinta Lavrinda.“Baik.” jawab Ratha. “Apakah Anda yang mengobati saya? Saya berterima kasih.”“Ya. Tentu saja aku!” balas Lavrinda dengan bangga. “Kata Papa kamu sedang bertarung melawan para orang yang mencoba menculikku.”“Bos Herman ada di mana?” tanya Ratha. “Ada yang ingin kubicarakan dengannya soal keponakan saya.”“Bagaimana aku bilangnya ya. Papa menyuruhku menyampaikan ini padamu. Keponakanmu meninggal dan tidak bisa diselamatkan dala
Ratha duduk di samping Lavrinda yang kini bersiap-siap untuk bernegosiasi. Adler, wakil presiden negara ini membuka semua penyamarannya dan menyuruh pengawalnya untuk berjaga di luar. “Memang daerah ini yang terbaik. Sangat strategis sekali untuk bisnis kita.”“Kamu minta dana berapa? Tidak berniat untuk ekspansi ke luar provinsi ini?” tanya Adler.“Kalau Anda bisa menjamin aparat dan pemerintahan daerahnya bisa disuap tidak apa-apa. Jika tidak, satu kesalahan sedikit pemerintah pusat akan menciumnya.” Jawab Lavrinda. “Lima ratus juta sudah cukup untuk ekspansi ke provinsi sebelah. Tetapi Anda harus menempatkan orang Anda di sana untuk menjamin kita bisa menguasai aparatnya.”“Di sana ada kartel saingan ayahmu. Kartel Nx9 pimpinan Alejandro alias B.G.” jawab Adler. “Polisi dan pemerintah di sana sudah disuap oleh mereka. Seharusnya kamu ajak mereka untuk bergabung dengan ayahmu.”“Aku punya rencana lain. Rencana ini bisa menaikkan imej Anda di mata publik. Bagaimana Anda memerintahkan
Sang supir menyalakan lagu Fly Me To The Moon untuk mempermesra suasana mereka. Lavrinda memberikan isyarat kepada sang supir untuk mengambil rute paling jauh. Supir mereka adalah seorang wanita.“Apa Anda yakin Putri? Bagaimana kalau dia menolak?” tatap supir itu dari pantulan kaca tengah mobil.“Yakin.” Lavrinda menjawab, dia mulai mendekatkan dirinya dengan Ratha. Dia meminta Ratha untuk mendekatkan kepalanya ke dadanya. “Boleh kah?”Tangan Lavrinda perlahan mengelus paha Ratha. Raut muka Ratha tampak panik dan gelisah. Dia ingin menjawab tidak, tetapi Lavrinda sepertinya menginginkannya. “J-jangan! A-aku ... .”Gadis itu menatap tajam mata Ratha seolah-olah mengancamnya. Ratha mengingat kembali kejadian traumatiknya di masa kecilnya, di mana ia dilecehkan oleh seorang biarawati tempatnya dibesarkan. “He-hentikan.”Suasana hati Lavrinda berubah drastis dia mencekik leher Ratha. Ratha tidak bisa melawan karena di dalam dirinya dia tidak bisa dan tidak boleh melawan Lavrinda. Pria it
Dua hari berlalu, Ratha kini sudah merasa lumayan pulih. Dia perlahan membuka matanya dan mendapati kalau dia sedang tidur bersama Lavrinda di kamarnya. Dalam kondisi telanjang bulat dengan salah satu lengannya dijadikan guling oleh Lavrinda.“Tidur lagi.” pinta Lavrinda dengan lembut. Dia mencium bibir Ratha dengan paksa.“Mmm!” Ratha meminta untuk melepaskan diri.Lavrinda terus memaksanya hingga Ratha menyerah. “Bagaimana? Kamu bisa menikmatinya?”Ratha tidak merasakan apapun. Dingin, meskipun dia merasa sedikit hangat ketika berciuman dengan Lavrinda. “Dingin, maaf aku tidak merasa apa-apa.”PLAK!Lavrinda menampar Ratha. Air mata Ratha mulai mengalir dan memeluk erat Lavrinda. “Ja-jangan sakiti aku lagi.”“Kalau tidak mau aku sakiti. Cintai aku sepenuh hati hingga kamu merasakan kehangatan cintaku.” Bisik Lavrinda dengan mesra. Ratha membalasnya dengan anggukan dan menatap melas Lavrinda.“Aku merasakan sesuatu yang berdiri di bawah sana.” Tangan Lavrinda meraba kemaluan Ratha.“
“Berapa jam kita tertidur tadi?” tanya Ratha saat sedang mandi ke tiga kalinya hari ini bersama Lavrinda.“Sekarang sudah jam 4 sore hehe.” Jawab Lavrinda. “Aku akan mengeringkan badan dan menata rambutku dulu. Cepat, nanti kita dimarahi Papa.”Mereka berdua keluar dari kamar mandi dan segera berlari menuju kamar mereka. Ratha segera mengeringkan badannya dan memakai pakaian setelan rapinya. Kemudian dia membantu Lavrinda menyisir rambutnya.“Rambut yang indah.” Puji Ratha. “Aku suka warna putih ini.”“Terima kasih. Ini warna rambut asliku.” Balas Lavrinda. “Kamu tahu, aku terlahir dengan kelainan warna rambut. Tapi kalau kamu mengatakan seperti itu, aku tidak akan mengubah warna rambutku lagi.”“Dikuncir apa ini?” tanya Ratha.“Seperti tuan putri.” Jawab Lavrinda.Ratha menuruti permintaan kekasihnya itu. Gaya rambut itu memang cocok bagi Lavrinda. Terdengar suara perut keroncongan dari Ratha. Lavrinda terkekeh mendengar suara itu, “Ayo kita cepat makan. Lalu kamu segera menemui Papa
Kue yang dibelinya tadi disajikan oleh Lavrinda di atas piring. Dipotongnya kue tersebut untuknya dan Ratha. Ratha menyendok secuil kue dan mengarahkan sendoknya ke mulut Lavrinda, “Aah.”Melihat inisiasi dari Ratha, gadis itu menerimanya. Ratha tersenyum, “Aku tadi melihat ada pasangan di toko kue melakukan ini. Aku ingin menirunya.”“Kuenya jadi enak.” Balas Lavrinda dan gantian menyuapi Ratha.Maria tidak kuat melihat mereka bermesraan dan akhirnya menuju kamarnya. Di dalam dirinya terjadi konflik, kok bisa begitu? Dari pengakuan Ratha saat pertama kali bertemu dengannya dia dalam kondisi stres dan penuh tekanan. Kini dia tampak biasa-biasa saja. Sungguh tidak manusiawi apa yang dilakukan Herman dan Lavrinda, menggunakan obat untuk mengontrol Ratha.“Aku sudah mempersiapkan untuk besok. Aku dengar kamu mendapat tugas tambahan dari Papa. Aku bisa menyusup sendirian ke sana.” Kata Lavrinda.“Tidak, urutannya aku menemani dahulu. Barulah aku melaksanakan tugas tambahanku.” Balas Ratha
Tidak lama kemudian Lavrinda keluar dan menemui Ratha. “Sudah semuanya, aman dan tidak ada kendala. Sepertinya hanya laporan palsu yang mengatakan ada mata-mata ke sini.”Ratha tersenyum dan berpamitan kepada para penjaga. Mereka berdua segera keluar dari gedung hijau. Ratha dan Lavrinda menemui Agnes di tempat penjemputan mereka.“Bawa Lavrinda keluar. Aku ada tugas lanjutan.” Ucap Ratha kepada Agnes.“Eh? Aku ingin ikut.” Balas Lavrinda.“Ini berbahaya sayang.” Kata Ratha dan mencium bibir Lavrinda. “Turunkan aku di kereta lintas kota terdekat.”Agnes segera mengemudikan mobilnya ke stasiun kereta lintas kota. Ratha turun dari mobil membawa tas duffel berwarna hitam yang berisi perlengkapannya. Terlihat Lavrinda begitu kecewa melihat Ratha pergi sendirian.Ratha menuruni tangga menuju ke stasiun bawah tanah itu. Dari sana dia masuk ke ruang staf kereta api. Ruangan staf tersebut kosong karena semuanya sedang keluar. Dari sana dia keluar ke pintu yang menuju ke arah rel kereta bawah
Melihat Ratha dan Agnes berhasil keluar dari laboratorium yang hancur. Herman mengambil radio komunikasinya dan menyuruh mereka berdua untuk ke arah helipad evakuasi. “Kalian berdua ke sini.”“Siap.” Balas Agnes dan menggendong Ratha yang terkapar.“Aku bisa berjalan sendiri.” Ratha menjatuhkan diri dari gendongan Agnes dan berusaha berdiri.“Tidak usah dipaksakan.” Kata Agnes, dia mengambil radio komunikasinya. “Ada yang bisa membantuku membawanya?”Para anggota medis laboratorium datang membawa tandu. Ratha dinaikkan ke atas sana dan mereka menuju helipad evakuasi. Di sana helikopter mereka bersiap untuk berangkat, Herman sedang berbicara dengan anak buahnya untuk mengatasi kejadian yang baru saja mereka buat.“Buat saja kalau ini bangunannya hancur karena ledakan bahan kimia. Jangan sampai pemerintah tahu. Presiden Adler juga jika bertanya apa yang terjadi jawab saja begitu.” Perintah Herman.“Baik.” jawab anak buahnya. Mereka kini menuju Kuba di mana di sana ada area rahasia perte
Hari ini Ratha diminta Herman untuk ke laboratorium. Ratha sudah tahu pasti ini berkaitan dengan virus yang ada di dalam dirinya. Setelah berpamitan kepada Lavrinda, dari rumahnya Ratha menuju ke provinsi sebelah tempat laboratorium berada.Perjalanan ke laboratorium itu panjang dan sunyi, memberikan Ratha banyak waktu untuk merenung. Ia tahu bahwa di dalam tubuhnya terdapat Virus Adam, sebuah virus awal yang akan mengendalikan virus mayat hidup yang sedang dikembangkan oleh Herman, bos organisasi tempat Ratha berada. Ratha telah menerima nasibnya untuk dijadikan percobaan bagi organisasinya, karena dia merasa berutang budi kepada mereka yang telah memberinya kehidupan yang bagus.Saat tiba di laboratorium, suasana di sana terasa mencekam. Ratha berjalan melalui koridor-koridor dingin yang diterangi oleh lampu neon, hingga akhirnya tiba di ruang operasi di mana Herman telah menunggunya.“Selamat datang, Ratha,” sambut Herman dengan senyum dingin. “Kami sudah siap untuk tahap berikutny
“Pikiranmu agak kosong, apa yang terjadi?” tanya Ratha saat Elaina menemuinya langsung.“Apakah ada kumbang di sekitar sini? Jika ia bisakah ke tempat yang steril?” balas wanita itu.“Di kantor yang ini tidak ada CCTV. Jadi aman saja.” jawab Ratha.Mereka duduk di meja yang dikelilingi oleh dinding kaca, pemandangan kota yang sibuk terlihat di luar. Sejenak, keduanya terdiam, seakan mencari kata-kata yang tepat untuk memulai percakapan yang sulit ini."Aku mendengar kabar tentang Lavrinda," Elaina memulai, matanya menatap lurus ke arah Ratha. "Selamat atas kehamilannya."Ratha terkejut sejenak, namun kemudian dia tersenyum tipis. "Terima kasih, Elaina. Aku tahu ini bukan kabar yang mudah untukmu."Elaina mengangguk, berusaha menahan gejolak emosi di dalam dirinya. "Aku senang untuk kalian berdua. Meski awalnya sulit, aku mencoba untuk menerima kenyataan ini.""Elaina, aku ingin kamu tahu bahwa aku sangat menghargai hubungan kita dulu. Apa yang terjadi antara kita tidak akan pernah aku
Elaina dan timnya bersiap untuk menyerang markas Jose. Semuanya sudah terkoordinasi, persiapan mereka sudah seperti rencana dan berjalan dengan mulus. Elaina meniup peluitnya dan memberikan aba-aba untuk menyerang secara bersamaan.Dari udara bantuan dari BKDN berupa helikopter penyerbu menembakkan tiga buah roket untuk menghancurkan gerbang markas kartel Jose. Kemudian mereka menembaki garasi Jose yang berisi mobil-mobil dimodifikasi dengan senapan mesin.“Ayo serbu! Kita balaskan dendam rekan organisasi kita yang telah dibunuh oleh kartel ini!” perintah Elaina.Pasukan darat bergerak cepat, memanfaatkan kekacauan yang disebabkan oleh serangan udara. Elaina memimpin timnya dengan penuh percaya diri, gerakannya cepat dan pasti. Mereka memasuki kompleks markas melalui celah-celah yang ditinggalkan oleh roket. Dengan senapan di tangan, mereka maju melalui asap dan reruntuhan, mata mereka terfokus pada tujuan utama: menghancurkan kartel Jose.Pertempuran berlangsung sengit. Tembakan terd
“Pagi,” Ratha mematikan alaramnya dan memeluk tubuh Lavrinda. Dipeluknya erat dan diciumnya leher istrinya itu. Lavrinda tertawa kecil-kecilan dan menjadi agresif.“Kamu mau melakukannya? Aku ingin cepat hamil.” Lavrinda berkata.“He? Tidak, aku hanya ingin membangunkanmu.” Ratha membalas.“Tapi aku mau!” Lavrinda bangun dan menaiki tubuh Ratha.“Kalau kamu memaksa. Lakukan sesukamu, hari ini kita tidak ada jadwal hingga siang hari.” Ratha mengalah dan menuruti keinginan istrinya.“Siang hari ini kita ada acara makan siang bersama para pejabat negara ya. Mereka meminta informasi penting dari kita soal urusan organisasi kita.” Kata Lavrinda. “Masih ada waktu bagi kita untuk bermain.”Lavrinda mencium bibir Ratha dengan ganas. Pria tersebut terdiam dan membiarkan kekasihnya melakukan semuanya. Lavrinda mengambil obat perangsang dan meminumkannya secara paksa pada kekasihnya yang dicintai itu.“Jangan kasar-kasar.” Pinta Ratha.“Kamu sudah tahu jawabanku kan?” tanya Lavrinda. “Tentu saja
Elaina mempersiapkan barang-barangnya bersama Mai. Mai membantunya menaikkan peralatan ke dalam mobil van mereka. “Kehormatan bagiku bisa bertugas langsung bersama legenda organisasi."“Maaf karena aku menggunakan inisial nomormu, 05.” Tambahnya.“Ya, tidak apa-apa. Ke sini Mai, kita akan membuat rencananya dan mereview ulang rencananya.” Elaina menyuruh Mai untuk mendekat ke papan tulis putih yang ada di ruangan persenjataan ini.“Nama target kita Jose Luizzo beserta keluarganya. Sang ayah Jose, merupakan kartel rival kita di sini. Menggunakan anaknya sebagai kampanye anti narkoba dia kemudian menjual narkoba dilabeli obat sehat kepada masyarakat.” Kata Elaina.“Cukup menarik. Menipu masyarakat dahulu, lalu membunuh mereka perlahan dengan narkoba.” Kata Mai.“Biro Keamanan Dalam Negeri meminta bantuan organisasi kita untuk melenyapkannya. Karena kita sedang bekerja sama dengannya. Mereka menginginkan Jose hidup-hidup, tapi perintah dari Bos Herman kita adalah membunuhnya. Jadi bagaim
“Menikmati waktumu bersama Elaina?” tanya Lavrinda begitu suaminya masuk ke dalam rumah utamanya. Ratha melepaskan sepatunya dan menanggalkan jasnya di gantungan mantel.“Hmm, tidak. Aku lebih suka menghabiskan waktu bersamamu.” Jawab Ratha dan memeluk Lavrinda.Jawaban dari Ratha membuatnya senang. Gadis itu segera menyuruh kekasihnya untuk segera masuk. Dituntunnya kekasihnya itu ke ruang makan dan meminum teh bersama. Agnes bergabung dengan mereka.“Bos Herman memintamu untuk pergi ke laboratorium sebentar sebelum berangkat untuk mengurusi para pengganggu bersamaku.” Kata Agnes membuka pembicaraan.“Cek medis ya? Baiklah.” Balas Ratha. “Jadi agenda kita bertiga hari ini apa?”“Tidak ada, hanya mengerjakan tugas administrasi harian organisasi. Setelah itu kita bebas.” jawab Lavrinda. “Aku ingin kamu mengajariku menembak. Aku iri kepada Agnes bisa jadi sehebat itu dalam menembak.”“Kalau begitu kita bertiga ke lapangan tembak saja setelah bekerja.” Saran Ratha.“Ah ya ide bagus.” Bal
Mereka berdua berdansa diiringi lagu klasik. Kedua mantan kekasih tersebut beradu kelihaian dalam berdansa. Elaina tersenyum dan jatuh dalam pelukan Ratha. “Lavrinda dan Agnes saat ini masih pergi dalam waktu yang lama.”“Kamu mau keluar bersamaku untuk berjalan-jalan? Ini hari minggu, waktumu bersamaku seharian penuh.” Elaina bertanya.Ratha menatap lembut mata kekasih ketiganya itu. Dituntunnya mereka keluar dari ruang bawah tanah itu menuju kantornya lagi. “Sesampainya di atas kamu harus berpura-pura. Begitu juga denganku. Jika Herman memanggilku, itu pastinya ingatanku akan dihapus lagi. Gunakan kode itu lagi ya untuk membangkitkanku.”“Iya, aku tahu.” Elaina memeluk Ratha dengan erat sebelum mereka pergi dari ruang rahasia itu. Setelah keluar dari ruang rahasia, mereka bertindak seperti biasanya. Mereka berdua keluar dari gedung operasional organisasi mereka.Angin sepoi musim semi menerpa mereka. Jalanan lumayan sepi sore itu. Mereka berdua memilih berjalan kaki menuju taman di
“Perjanjiannya tidak begitu.” Ratha menggebrak meja di hadapannya. “Anda mau berkhianat kepada kami?”“1 Milyar nilai semua narkoba itu. Lalu kamu susah menjualnya? Tidak usah takut dengan kartel kacangan. Kita didukung oleh negara.” Tambah Ratha.“Maaf, kalau uang setorannya kurang. Ada seseorang yang menghambat kami.” jawab Diego. “Anak SMA di daerah kami pada berkumpul dan menolak narkoba.”“Baiklah. Akan aku beri waktu lagi. Sekarang pulang ke daerah.” Balas Ratha dan mengusir anak buahnya itu.Pria itu berjalan perlahan di dalam kantornya. Kemudian mengunci dirinya di dalam kantornya setelah Diego pergi. Perasaannya tidak enak, ada sesuatu yang mengganjal tentang ingatannya.Pria itu berjalan perlahan di dalam kantornya, pikirannya berkecamuk. Setelah Diego pergi, dia mengunci pintu dan duduk di kursi kerjanya, mencoba merangkai kepingan ingatannya yang terasa ganjil. Ada sesuatu tentang kelompok anak SMA yang menolak narkoba itu. Sesuatu yang membuatnya tidak tenang.Ratha mengh