“Tenang dulu Bu Anin dan Pak Harris, berdasarkan pemeriksaan yang kami lakukan pada keduanya. Bhima menunjukkan keadaan yang lebih baik sedangkan Bhama sebaliknya,” urai sang Dokter.
Air mata Anin tak tertahankan lagi, entah mengapa ia merasa jika putranya itu tidak akan bisa pulang dengannya. Harris terus menenangkan Anin bahkan menghibur wanita itu jika mereka masih bisa berkumpul dengan Bhima untuk sementara waktu.
“Lalu kami harus melakukan apa, Dokter?” tanya Harris.
“Kami akan terus memantau kondisi ananda Bhama untuk beberapa hari ke depan, mohon selalu untuk mendoakan kesembuhannya,” imbuh sang Dokter. Harris berterima kasih kepada Dokter lalu memapah Anin untuk keluar dari ruangan tersebut.
“Mas ...” lirih Anin seraya menatap Harris dengan lelehan air matanya di pipinya. Harris mengh
“Te-tenang dulu Bu Anin, sa-saya bisa jelaskan,” ujar lelaki itu, ia mencoba bersikap tenang berhadapan dengan Ain yang panik.“Siapa kamu? Kenapa kamu tahu nama saya?” tanya Anin, ia tampak terkejut. “Bagaimana caranya kamu masuk ke sini?” lanjut Anin. Banyak hal yang tidak di mengerti oleh perempuan itu, mulai dari lelaki itu yang mengetahui namanya lalu cara dia masuk ke dalam rumah Harris.“Nama saya Damar, saya adalah asisten Pak Harris. Saya ke mari karena diminta oleh beliau untuk mengantarkan makan siang,” jelas Damar sedetail mungkin. Netra Anin lalu beralih pada bungkusan putih yang ditenteng oleh lelaki itu.“Bagaimana caranya kamu masuk ke sini, sidik jarimu juga terbaca?” ujar Anin mengulang pertanyaannya.“Untuk bisa masuk ke rumah ini bisa menggunakan beberapa cara, saya menggunakan cara dengan memasukkan kode pin, Bu.&r
Kedua bola mata Anin membulat ketika melihat kedua orang tua Harris berdiri di hadapannya. Wajah mereka terlihat dingin membuat Anin kikuk. Momen canggung itu terjadi selama beberapa detik, Anin segera mengakhirinya dengan kata sambutan yang manis.“Silakan masuk Pak, Bu,” kata Anin membuka pintu lebar-lebar, ia bahkan sudah menggeser tubuhnya.“Di mana putraku?” tanya Nyonya Setya.“Mas Harris sedang –““Di sini Bu,” jawab Harris yang berdiri di belakang orang tuanya. Semua mata tertuju pada lelaki yang menenteng banyak barang belanjaan.“Kamu dari mana, Ris?”“Dari beli makanan untuk makan malam kita. Bu, ada makanan kesukaan Ibu lho. Aku beli di restoran langganan ibu,” ujar Harris bangga, ia tersenyum ke arah ibunya.“Istrimu tidak masak sendiri untuk
“Ya salah, Mas. Salah besar! Kita ‘kan belum menikah,” ucap Anin dengan nada tinggi, ia tampak panik.“Ya sudah kalau begitu, ayo kita menikah,” ajak Harris. Anin menghela nafas panjang, ia membuang wajahnya ke arah lain. Sekarang Harris terang-terangan mengajaknya menikah. Harris yang memperhatikan wajah bingung perempuan yang ada di hadapannya itu, tertawa pelan. Ia berniat mengakhiri leluconnya.“Aku bercanda, Sayang. Sebenarnya aku ke mari untuk memberimu selimut, barangkali kamu dan Bhima membutuhkannya,” ujar Harris seraya meletakkan selimut itu di ranjang.“Kamu bikin aku jantungan saja, Mas,” omel Anin, ia bisa bernafas lega sekarang. Perempuan itu lalu mengucapkan terima kasih kepada Harris yang terus menunjukkan perhatian padanya.“Kalau begitu aku keluar dulu ya, kalau kamu butuh sesuatu telpon aku saja.”
“Apa kabar baik dan apa kabar buruknya, Dokter?”“Kabar baiknya adalah kondisi Bhama sempat menurun sudah berhasil stabil kembali. Sedangkan kabar buruknya adalah jika keadaan Bhama seperti in terusi maka kami harus mengambil tindakan lainnya.”“Lakukan saja dokter, lakukan saja yang terbaik untuk anak kami,” ujar Harris mewakili Anin yang tak bisa berkata-kata lagi. Hati perempuan itu kembali hancur untuk kesekian kalinya, ia hanya bisa duduk sembari memeluk Bhima.“Sayang,” panggil Harris, lelaki itu berjongkok di depan Anin. “Keadaan Bhama sudah stabil, kita doakan semoga smakin hari semakin membaik ya.”“Kenapa tidak aku saja Mas yang sakit? Kenapa harus anakku? Kenapa harus Bhama?” pekik Anin membuat Bhima yang dalam dekapannya menangis. Harris cepat-cepat menggendong Bhima, ia memberikan waktu untuk Anin menumpahkan perasaa
Anin menutup wajahnya, apa yang dikatakan oleh Harris benar adanya. Ia tak bisa terus dalam keadaan terpuruk seperti ini, tak hanya dirinya yang bersedih ada Harris dan Bhima juga. Bhakna anak itu menjadi ‘korban kesedihan’nya.“Aku minta maaf, Mas.”“Tak perlu minta maaf, hanya saja jangn bersikap seperti ini terus, Sayang. Kasihan Bhima,” sahut Harris. Anin mengecup pucuk kepala putranya itu, ia bertekad untuk tidak menjadi Ibu yang lemah untuk kedua bayi kembarnya.Keduanya dikejutkan oleh kedatangan seorang suster yang menanyakan keadaan Anin, perempuan itu mengatakan jika dirinya sudah merasa lebih baik meskipun begitu, suster tetap menyarankan Anin untuk beristirahat.“Kamu mau pulang? Atau tetap di sini?” tanya Harris.“Aku ingin di sini tetapi Bhima mungkin lebih nyaman jika berada di rumah. Jadi kita pulang saja,&rdqu
“Kita bahas pernikahannya nanti saja ya, sekarang kita makan dulu,” ujar Anin mengalihkan pembicaraan.“Tinggal jawab saja apa susahnya sih Nin?” ujar Harris, ia mulai kesal dengan sikap Anin.“Kamu itu lelaki paling baik hati yang pernah kutemui seumur hidupku, kamu itu sempurna, Mas.Betapa beruntungnya perempuan yang kelak jadi pendampingmu,” jawab Anin ambigu.“Menurutmu siapa perempuan beruntung itu?” lanjut Harris. Anin tak menjawab, ia hanya menunjukkan senyum manisnya kepada Harris. “Kenapa Cuma tersenyum? aku butuh jawaban, Anindia.”“Aku ingin menjawab perempuan itu adalah aku tetapi aku tak merasa percaya diri, Mas. Lagipula aku masih fokus pada kesehatan Bhama jadi, biar waktu yang menjawabnya ya,” tutur Anin.“Aku akan tunggu hingga waktu itu tiba.”“
Anin berjalan menuju dapur, ia bertekad akan membuatkan teh yang enak untuk Harris. Begitu sampai di tempat masak itu, Anin segera menyalakan kompor dan menyiapkan semua bahan-bahannya, ia menakar gula agar tehnya tak kemanisan. Airnya yang dimasaknya sudah matang, buru-buru Anin menuangkan ke dalam cangkir. Kini teh buatan Anin siap di sajikan.Perempuan bertubuh kurus itu membawa teh panas tersebut dengan hati-hati menuju ruang kerja Harris. Di dalam ruangan berukuran 3x4 meter itu tampak Harris sedang serius bekerja. Pandangannya tak lepas dari layar komputer jinjingnya.“Mas, ini tehnya sudah jadi. Semoga rasanya enak ya,” ujar Anin seraya meletakkan secangkir teh di atas meja.“Pasti enak ‘kan yang membuat Nyonya Dananjaya,” goda Harris. Anin memukul pundak Harris gemas, ia menjadi salah tingkah usai disebut demikian oleh Harris. Lelaki itu menyeruput teh panas itu meski masih dal
“Jika bukan Tuan Setya lalu siapa lagi, Pak?”“Entahlah, mungkin anaknya dari perempuan lain atau saudaranya, siapa yang tahu,” jawab Harris, lelaki masih kesal jika membicarakan hal tersebut. Suasana di antara keduanya tampak canggung sekarang. Damar tak berani mengajak sang atasan jika kondisi hatinya masih sepeti itu. Padahal Damar ingin segera pulang.Setelah menunggu beberapa saat, akhirnya Harris menyuruh kaki tangannya itu untuk pulang, ia juga teringat akan Anin di rumah.“Terima kasih untuk informasinya ya,” kata Harris, jika tidak ada Damar maka ia tak akan tahu akan kecurangan tersebut.Damar pergi lebih dahulu dari tempat tersebut sedangkan Harris masih di sana untuk menenangkan dirinya. Permasalah ini tak mungkin ia bawa ke rumah. Lelaki itu tak ingin membawa masalah kantor sampai rumah.Ketika sedang menikmati angin yang men
Di tempat yang sama Anin juga sedang menatap cincin yang melingkar di jari manis tangan kirinya. Ia kembali bersabar untuk meresmikan hubungannya dengan Harris. “Tenang saja sayang, aku masih bersabar menantikan hari bahagia kita,” batinnya. Seakan ia mendengar suara hati Harris di kantornya.Suara Bhima mengalihkan pandangan Anin, ia tersadar ada bayi mungil yang harus diurusnya sekarang. Ternyata diapers bayi laki-laki itu penuh, dengan telaten Anin menggantinya, menghilang ruam di kaki anaknya. Setelah itu ia kembali menyusui Bhima, anaknya itu terlihat masih mengantuk.Tak hanya Bhima saja yang mengantuk, sang kakek juga merasakan yang sama. Ia hampir menabrak kendaraan lain karena tiba-tiba merasakan kantuk yang hebat. Perjalanannya menuju rumah kekasihnya terpaksa terhenti, ia harus menepi di rest area sebentar.“Aku bisa kecelakaan jika diteruskan,” gumamnya. Lelaki paruh baya itu akhirnya mencari rest area terdekat di jalan tol tersebut. Untungnya lokasi tempat peristirahatan
“Sejak kapan Ibu ada di situ?” tanya Harris yang terkejut melihat Ibunya berdiri di depan kamarnya.“Baru saja, memangnya kenapa?” tanya wanita paruh baya itu balik padanya. Harris menggelengkan kepalanya cepat. Tak percaya dengan anaknya, Nyonya Besar itu merangsek masuk. Ia hendak bertanya pada Anin. Tetapi melihat Anin yang tertidur, wanita itu lantas membatalkannya.“Ibu mau bicara dengan Anin?” tanya Harris.“Tidak, biarkan dia tidur. Kasian Anin lelah mengurus Bhima,” ujarnya. Sebenarnya Anin terbangun karena mendengar percakapan Harris dan Ibunya. Ia ingin membalikkan tubuhnya tetapi diurungkan ketika mendengar Ibu Haris tak ingin berbicara dengannya. Anin lantas berpura-pura tidur.“Ada sesuatu yang ingin Ibu tanyakan padaku? Maksud Harris, ada apa ibu ke kamar kami,” tanya Harris pada ibunya.“Ibu hanya ingin melihat Bhima saja, soalnya tadi dia menangis begitu kencang. Ibu takut terjadi sesuatu padanya,” jawab sang Ibu.“Bhima baik-baik saja kok Bu, terima kasih ya sudah men
“Benar Bu. Karena kami belum menikah secara hukum,” jawab Harris, di dalam hatinya ia merasa bingung dengan nada bicara ibunya. Namun ia tak menunjukkannya di depan Anin, lelaki itu takut moment bahagia yang sedang mereka rasakan menjadi hilang. “Ada apa Bu?”“Pernikahan akan digelar dalam waktu dekat ini?”“Tentu tidak Bu, kami akan laksanakan setelah situasinya membaik,” ujar Harris, ia kini tahu kenapa sang Ibu bersikap demikian. Harris juga sadar akan situasi yang terjadi pada orangtuanya begitu pula pada Anin.Sang Ibu menyuruh mereka untuk segera pulang karena Bhima terus menangisi mencari ibunya. Anin menjadi khawatir, ia ingin cepat-cepat bertemu dengan anaknya. Beruntungnya Anin, karena Harris tahu jalan alternatif yang lebih dekat dan tidak terkena macet. Ditambah lagi dengan kemampuan mengendarai mobil lelaki itu yang baik.Tak ada percakapan diantara keduanya selama perjalanan tersebut, Harris fokus mengemudi karena jalur yang mereka lewati berbatu dan banyak belokan. Teta
“Kamu kenapa senyum-senyum sendiri, Mas?” tanya Anin, ia mencurigai Harris yang tersenyum sembari mengendarai mobilnya. “Mas ...”“Kenapa sih sayang?” tanya Harris pura-pura tak tahu.“Kamu yang kenapa, Mas? Dari tadi senyum-senyum sendiri,” jawab Anin, suara berubah. Harris merasa jik Anin sudah mulai kesal dengannya. Ia pun mencoba menjelaskan jika alasan tersenyum untuk menutupi rasa gugupnya.“Kamu merasa gugup ‘kan sayang? Tanpa alasan yang jelas,” sahut Harris. Anin mengiyakan apa kata lelaki itu, ia juga sempat merasakan gugup tadi. “Aku menutupi rasa gugupku dengan memikirkan hal-hal lucu, sayang.”Tak terasa mereka sampai di tempat tujuan, Harris mencari tempat parkir yang pas. Lelaki itu turun lebih dahulu untuk membuka pintu mobil untuk Anin. Kini kedua orang di mabuk cinta itu mulai masuk ke dalam restoran yang sudah Harris booking tersebutPramusaji mengarahkan keduanya menuju sebuah ruang privat, Anin terkejut karena mereka makan di ruangan yang tertutup. “Kita makan di
Anin beranjak dari tempat tidurnya lalu berjalan menuju pintu. Ia penasaran siapa yang mengetuk pintu kamarnya seperti itu. Tangan kurusnya memegang gagang pintu stainless tersebut lalu menariknya ke dalam. Perlahan pintu terbuka dan terlihat jelas siapa yang berdiri di depan Anin sekarang.“Ayah ...” gumam Anin, ia terkejut melihat lelaki paruh baya itu menemuinya. “Ada perlu apa ayah ke mari?” tanya Anin.“Aku ingin menanyakan sesuatu padamu,” jawab Tuan Besar. “Kau pernah melihatku pergi dengan seseorang bukan,” imbuhnya.Degh!Anin tercekat mendengar hal tersebut, ia tak menyangka jika ayah Harris ternyata melihat dirinya menguntit mereka. Namun Anin memilih untuk berbohong, ia bepura-pura tak mengetahui hal tersebut.“Kenapa diam saja? Jawab aku!”“Anin tak mengerti maksud ayah,” ujar Anin mulai menjalankan aktingnya. Tuan Besar itu memutar bola matanya malas, ia tahu jika Anin berbohong padanya.“Jangan bohong, katakan saja sejujurnya padaku,” titahnya. Ada penekanan di setiap k
“Mas Harris mendadak diam begini, pasti hatinya kembali sakit,” gumam Anin. Ia berniat untuk menghibur Harris lagi setelah lelaki itu keluar dari kamar mandi, Sembari menunggu Harris keluar, Anin mempersiapkan baju kerja untuknya. Pagi ini Anin akan mendadani Harris dengan pakaian serba cokelat.Tak butuh ama untuk Anin menemukan padu padan yang pas. Ia berharap lelaki yang dicintainya itu suka dengan baju pilihannya. Anin kembali lagi ke ranjangnya, ia mendengar suara shower sudah berhenti, tu artinya Harris sudah selesai mandi.“Kamu menyiapkan baju untukku, sayang?” tanya Harris.“Iya sayang, kamu tidak suka ya? Mau pakai warna lain?” ujar Anin, ia lega karena Haris melihat dan bereaksi atas baju pilihannya.“Tidak, aku suka kok. Terima kasih ya sayang,” kata Harris. Ia akan memakai apapun yang disediakan olehj perempuan yang dicintainya itu. Harris lantas beralih menuju cermin yang sangat besar, ia ingin mematsikan semua benda yang diberikan oleh Anin padanya.“Ternyata aku tampa
Tuan Setya mengembalikan kertas tersebut ke tempatnya semula. Pagi ini ia sudah memantapkan hatinya untuk memberikan sebuah pengumuman penting terkait rumah tangganya dengan sang istri. Ia pergi ke lantai bawah, ada istrinya dan Anin di meja makan.“Kamu dari kamar, Mas?” tanya sang istri. Harris yang baru masuk ke dalam rumah usai memeriksa mobilnya terkejut mendengar pertanyaan sang Ibu namun ia lebih kaget lagi ketika melihat ayahnya menganggukkan kepalanya.“Ayah sembunyi di mana? Kenapa aku tak melihatnya tadi,” batin Harris.Tuan Setya langsung duduk di kursi yang biasa ditempatinya itu, ia menyadari perubahan wajah Harris namun lelaki itu mencoba bersikap tenang. Anin merasakan ketegangan di meja makan tersebut, apalagi saat ia melihat ke arah Harris. Rasanya ada hal yang ingin dikatakn olehnya.“Mari sarapan meskipun tak ada dari kita yang mandi,” ajak Nyonya Besar itu, ia mencoba mencairkan suasana. Perempuan itu paling tak suka jika ada keributan di meja makan. Anin mencoba
Jika Harris sibuk memikirkan cara untuk menikahi Anin sedangkan ayahnya baru saja pulang dari kantor pengacara. Tekadnya sudah bulat untuk berpisah dengan istrinya. Alasannya sudah ia sampaikan pada ahli hukum tersebut.Malam ini ia akan pulang ke rumah untuk menyiapkan berkas-beras yang diperlukan. Sepanjang perjalanan pulang, Pria paruh baya itu mencari cara agar bisa mempersiapkan berkas yang dibutuhkan tanpa ketahuan oleh anggota keluarganya.Jawabannya belum berhasil ditemukan tetapi pintu gerbang rumahnya sudah terlihat . “Aku akan pikirkan lagi nanti,” katanya sembari memarkirkan mobil. Ia melirik ke arah mobil Harris yang bermasalah pagi tadi Pemilik mobil mewah tersebut sedang tidur di kamarnya. Selimut yang dipakainya tadi sudah tak lagi menempel di tubuhnya. Harris jatuh tertidur ketika memikirkan hal tersebut.Rumah mewahnya tampak sepi ketika sang Tuan Besar sampai di rumahnya. Bahkan untuk masuk ke dalam, ia harus melewati taman samping. Akses yang dibuka hanyaah pintu
Tuan Setya segera turun dari lantai dua kemudian berjalan cepat menuju pintu rumahnya. Ia membukanya lalu keluar begitu saja. Tuan Besar itu bergerak ke arah mobilnya yang terparkir di halaman depan. Mesin mobil mewah tersebut sudah menyala, tanda jika pemiliknya akan pergi. Tuan Besar sepertinya akan pergi ke suatu tempat, ia mengetikkan sebuah alamat di ponselnya dan petunjuk jalan pun mulai menuntunnya. Kendaraan roda empat tersebut mulai keluar gerbang rumahnya. Tak butuh lama baginya untuk bergabung dengan kendaraan lain menambah kemacetan jalan raya saat ini. Pria paruh baya itu meuju ke suatu arah yang tak pernah dilewatinya. Butuh waktu 1,5 jam perjalanan untuk sampai di tempat tujuannya. Jika Tuan Setya membutuhkan waktu selama itu untuk sampai ke tempat tersebut. Sebaliknya sang istri hanya memerlukan waktu selama satu jam untuk membuat makanan pengganti menu makan malam. Bahkan tanpa dibantu oleh Anin atau dua asistennya yang lain, hanya dirinya dan simbok saja. “Apa yan