Anin menutup wajahnya, apa yang dikatakan oleh Harris benar adanya. Ia tak bisa terus dalam keadaan terpuruk seperti ini, tak hanya dirinya yang bersedih ada Harris dan Bhima juga. Bhakna anak itu menjadi ‘korban kesedihan’nya.
“Aku minta maaf, Mas.”
“Tak perlu minta maaf, hanya saja jangn bersikap seperti ini terus, Sayang. Kasihan Bhima,” sahut Harris. Anin mengecup pucuk kepala putranya itu, ia bertekad untuk tidak menjadi Ibu yang lemah untuk kedua bayi kembarnya.
Keduanya dikejutkan oleh kedatangan seorang suster yang menanyakan keadaan Anin, perempuan itu mengatakan jika dirinya sudah merasa lebih baik meskipun begitu, suster tetap menyarankan Anin untuk beristirahat.
“Kamu mau pulang? Atau tetap di sini?” tanya Harris.
“Aku ingin di sini tetapi Bhima mungkin lebih nyaman jika berada di rumah. Jadi kita pulang saja,&rdqu
“Kita bahas pernikahannya nanti saja ya, sekarang kita makan dulu,” ujar Anin mengalihkan pembicaraan.“Tinggal jawab saja apa susahnya sih Nin?” ujar Harris, ia mulai kesal dengan sikap Anin.“Kamu itu lelaki paling baik hati yang pernah kutemui seumur hidupku, kamu itu sempurna, Mas.Betapa beruntungnya perempuan yang kelak jadi pendampingmu,” jawab Anin ambigu.“Menurutmu siapa perempuan beruntung itu?” lanjut Harris. Anin tak menjawab, ia hanya menunjukkan senyum manisnya kepada Harris. “Kenapa Cuma tersenyum? aku butuh jawaban, Anindia.”“Aku ingin menjawab perempuan itu adalah aku tetapi aku tak merasa percaya diri, Mas. Lagipula aku masih fokus pada kesehatan Bhama jadi, biar waktu yang menjawabnya ya,” tutur Anin.“Aku akan tunggu hingga waktu itu tiba.”“
Anin berjalan menuju dapur, ia bertekad akan membuatkan teh yang enak untuk Harris. Begitu sampai di tempat masak itu, Anin segera menyalakan kompor dan menyiapkan semua bahan-bahannya, ia menakar gula agar tehnya tak kemanisan. Airnya yang dimasaknya sudah matang, buru-buru Anin menuangkan ke dalam cangkir. Kini teh buatan Anin siap di sajikan.Perempuan bertubuh kurus itu membawa teh panas tersebut dengan hati-hati menuju ruang kerja Harris. Di dalam ruangan berukuran 3x4 meter itu tampak Harris sedang serius bekerja. Pandangannya tak lepas dari layar komputer jinjingnya.“Mas, ini tehnya sudah jadi. Semoga rasanya enak ya,” ujar Anin seraya meletakkan secangkir teh di atas meja.“Pasti enak ‘kan yang membuat Nyonya Dananjaya,” goda Harris. Anin memukul pundak Harris gemas, ia menjadi salah tingkah usai disebut demikian oleh Harris. Lelaki itu menyeruput teh panas itu meski masih dal
“Jika bukan Tuan Setya lalu siapa lagi, Pak?”“Entahlah, mungkin anaknya dari perempuan lain atau saudaranya, siapa yang tahu,” jawab Harris, lelaki masih kesal jika membicarakan hal tersebut. Suasana di antara keduanya tampak canggung sekarang. Damar tak berani mengajak sang atasan jika kondisi hatinya masih sepeti itu. Padahal Damar ingin segera pulang.Setelah menunggu beberapa saat, akhirnya Harris menyuruh kaki tangannya itu untuk pulang, ia juga teringat akan Anin di rumah.“Terima kasih untuk informasinya ya,” kata Harris, jika tidak ada Damar maka ia tak akan tahu akan kecurangan tersebut.Damar pergi lebih dahulu dari tempat tersebut sedangkan Harris masih di sana untuk menenangkan dirinya. Permasalah ini tak mungkin ia bawa ke rumah. Lelaki itu tak ingin membawa masalah kantor sampai rumah.Ketika sedang menikmati angin yang men
“Apanya yang apa, Anin? Kamu tidak paham maksud, Ibu ya?”Anin semakin tegang, ia memang tidak tahu maksud ucapan wanita yang sudah melahirkan Harris itu.“Ibu sedang memujimu, Nak. Kamu tetap bisa merawat diri meskipun punya anak bayi,” jelas Nyonya Setya. Seketika Anin merasa lega, ia tadi mengira Ibu Harris menyindir dirinya yang dandan ternyata justru sebaliknya.“Te –terima kasih untuk pujiannya Bu, aku hanya berusaha terlihat rapi, saja,” ucap Anin. Senyuman manis mengembang di bibirnya, ia tak menduga dandanan yang seadanya mendapat pujian dari Nyonya Besar itu.Anin sungguh beruntung bisa bertemu dengan keluarga Adijaya. didikan keluarganya sungguh baik dan santun. Pantas saja Harris selalu baik padanya karena ibunya juga berbuat hal yang sama. Nyonya Setya lantas beralih menuju box bayi tempat Bhima tidur.Nyonya Besar itu ingin
“Tuhan Maha Baik, dia menitipkan makhluk kecil ini pada aku dan istriku padahal kami belum menggelar perayaan,” kata Harris. “Atau mungkin tak perlu menggelar perayaan, begini saja sudah bahagia,” sambungnya. Wajah Harris tampak sinis pada lelaki yang ada di hadapannya.“Kita pulang yuk, Mas,” ajak Anin. Perempuan itu takut jika belama-lama di sana maka Harris akan bertengkar dengan pria bernama Ridwan.“Kami permisi dulu ya, istriku mengajak pulang. Kami mau makan malam dulu,” ujar Harris dengan menekankan kata istri. Lelaki itu tampak senang menggoda temannya.Usai mengatakan hal itu, Harris dan Anin lalu bergerak menuju lift. Anin menekan tombol di dinding , tak lama kemudian pintu terbuka dan mereka masuk ke dalamnya.“Kenapa kamu berkata begitu pada dia, Mas?” protes Anin.“Dia pantas diperlakukan begitu, saya
“Apa maksudmu? Kamu tidak boleh berbicara begitu, sayang,” ucap Harris menguatkan Anin. Karena ia tahu jika ucapan seorang ibu adalah doa. “Kita akan segera berkumpul bersama dengan Bhama. Secepatnya.”“Tetapi aku merasa harus melepaskannya, Mas.”“Nin ...”Harris tak percaya diri mendengar kata-kata itu terucap dari bibir tipis Anin. Perempuan yang selama ini mengharapkan berkumpul dengan anaknya tiba-tiba mengatakan hal tersebut.“Sayang, kita tidak boleh berputus asa begini.”“Aku tidak bisa melihat anakku terus tersiksa, Mas. Aku belajar untuk mengikhlaskan dia, aku tak mau mempersulit keadaan lagi,” kata Anin, ia terlihat pasrah. Harris membantu perempuan itu untuk duduk di kursi sementara mereka menunggu kabar selanjutnya tentang Bhama.Anin tak lagi menangis, ia hanya memandang kos
Harris segera membawa tubuh lunglai Anin menuju mobilnya, ia mendudukkan perempuan itu di kursi. Harris mencoba membangunkan Anin dengan menepuk pipinya namun sayang Anin tak juga bangun. Pria bergegas masuk ke dalam ruang kemudi, ia akan memeriksakan Anin ke klinik yang terletak jauh dari TPU.Lelaki muda itu membawa mobil dengan kecepatan penuh, tak heran jika ia sampai klinik dengan cepat. Ia membuka pintu mobil, mengeluarkan Anin dan membawanya ke dalam klinik.“Tolong ... suster ...” ujar Harris panik. Perawat yang ada klinik tersebut sigap dalam membantu Harris, ia menyuruh lelaki itu untuk menidurkan Anin di ranjang kemudian melakukan pemeriksaan.Harris mengerti jika ia harus menjauh ketika dokter memeriksa Anin. Ia menunggu di luar sembari berdoa untuk perempuan yang dicintainya itu. Tak lama kemudian dokter menemui, Harris buru-buru mendekat, ia ingin tahu kondisi Anin.“T
“Pasti Bu, Harris akan kabari Ibu secepatnya. Beri waktu untuk Harris cari tahu ya,” ujar pria itu sembari memeluk ibunya. Setelah ibunya menghilang dari pandangannya Harris berjalan menuju dalam rumahnya, ia mengunci pintu. Harris bergerak menuju kamar Bhima.“Hai sayang,” sapa Harris pada perempuan muda itu.“Ibu sudah pulang ya, Mas. Kamu antar sanpai bawah?” tanya Anin ketika Harris memasuki kamarnya.“Tidak, Ibu tidak mau diantar malah menyuruhku untuk menjaga kamu dan Bhima. Kamu masih pusing?”“Sudah tidak pusing lagi, aku baik-baik saja, Mas,” sahut Anin. Harris mengelus surai hitam milik Anin. Perempuan itu masih terkulai lemas di atas ranjangnya,“Kita makan dulu yuk, kamu mau makan apa?” tawar Harris seraya mengeluarkan ponselnya.“Aku belum lapar, Mas,” tolak Anin.
Di tempat yang sama Anin juga sedang menatap cincin yang melingkar di jari manis tangan kirinya. Ia kembali bersabar untuk meresmikan hubungannya dengan Harris. “Tenang saja sayang, aku masih bersabar menantikan hari bahagia kita,” batinnya. Seakan ia mendengar suara hati Harris di kantornya.Suara Bhima mengalihkan pandangan Anin, ia tersadar ada bayi mungil yang harus diurusnya sekarang. Ternyata diapers bayi laki-laki itu penuh, dengan telaten Anin menggantinya, menghilang ruam di kaki anaknya. Setelah itu ia kembali menyusui Bhima, anaknya itu terlihat masih mengantuk.Tak hanya Bhima saja yang mengantuk, sang kakek juga merasakan yang sama. Ia hampir menabrak kendaraan lain karena tiba-tiba merasakan kantuk yang hebat. Perjalanannya menuju rumah kekasihnya terpaksa terhenti, ia harus menepi di rest area sebentar.“Aku bisa kecelakaan jika diteruskan,” gumamnya. Lelaki paruh baya itu akhirnya mencari rest area terdekat di jalan tol tersebut. Untungnya lokasi tempat peristirahatan
“Sejak kapan Ibu ada di situ?” tanya Harris yang terkejut melihat Ibunya berdiri di depan kamarnya.“Baru saja, memangnya kenapa?” tanya wanita paruh baya itu balik padanya. Harris menggelengkan kepalanya cepat. Tak percaya dengan anaknya, Nyonya Besar itu merangsek masuk. Ia hendak bertanya pada Anin. Tetapi melihat Anin yang tertidur, wanita itu lantas membatalkannya.“Ibu mau bicara dengan Anin?” tanya Harris.“Tidak, biarkan dia tidur. Kasian Anin lelah mengurus Bhima,” ujarnya. Sebenarnya Anin terbangun karena mendengar percakapan Harris dan Ibunya. Ia ingin membalikkan tubuhnya tetapi diurungkan ketika mendengar Ibu Haris tak ingin berbicara dengannya. Anin lantas berpura-pura tidur.“Ada sesuatu yang ingin Ibu tanyakan padaku? Maksud Harris, ada apa ibu ke kamar kami,” tanya Harris pada ibunya.“Ibu hanya ingin melihat Bhima saja, soalnya tadi dia menangis begitu kencang. Ibu takut terjadi sesuatu padanya,” jawab sang Ibu.“Bhima baik-baik saja kok Bu, terima kasih ya sudah men
“Benar Bu. Karena kami belum menikah secara hukum,” jawab Harris, di dalam hatinya ia merasa bingung dengan nada bicara ibunya. Namun ia tak menunjukkannya di depan Anin, lelaki itu takut moment bahagia yang sedang mereka rasakan menjadi hilang. “Ada apa Bu?”“Pernikahan akan digelar dalam waktu dekat ini?”“Tentu tidak Bu, kami akan laksanakan setelah situasinya membaik,” ujar Harris, ia kini tahu kenapa sang Ibu bersikap demikian. Harris juga sadar akan situasi yang terjadi pada orangtuanya begitu pula pada Anin.Sang Ibu menyuruh mereka untuk segera pulang karena Bhima terus menangisi mencari ibunya. Anin menjadi khawatir, ia ingin cepat-cepat bertemu dengan anaknya. Beruntungnya Anin, karena Harris tahu jalan alternatif yang lebih dekat dan tidak terkena macet. Ditambah lagi dengan kemampuan mengendarai mobil lelaki itu yang baik.Tak ada percakapan diantara keduanya selama perjalanan tersebut, Harris fokus mengemudi karena jalur yang mereka lewati berbatu dan banyak belokan. Teta
“Kamu kenapa senyum-senyum sendiri, Mas?” tanya Anin, ia mencurigai Harris yang tersenyum sembari mengendarai mobilnya. “Mas ...”“Kenapa sih sayang?” tanya Harris pura-pura tak tahu.“Kamu yang kenapa, Mas? Dari tadi senyum-senyum sendiri,” jawab Anin, suara berubah. Harris merasa jik Anin sudah mulai kesal dengannya. Ia pun mencoba menjelaskan jika alasan tersenyum untuk menutupi rasa gugupnya.“Kamu merasa gugup ‘kan sayang? Tanpa alasan yang jelas,” sahut Harris. Anin mengiyakan apa kata lelaki itu, ia juga sempat merasakan gugup tadi. “Aku menutupi rasa gugupku dengan memikirkan hal-hal lucu, sayang.”Tak terasa mereka sampai di tempat tujuan, Harris mencari tempat parkir yang pas. Lelaki itu turun lebih dahulu untuk membuka pintu mobil untuk Anin. Kini kedua orang di mabuk cinta itu mulai masuk ke dalam restoran yang sudah Harris booking tersebutPramusaji mengarahkan keduanya menuju sebuah ruang privat, Anin terkejut karena mereka makan di ruangan yang tertutup. “Kita makan di
Anin beranjak dari tempat tidurnya lalu berjalan menuju pintu. Ia penasaran siapa yang mengetuk pintu kamarnya seperti itu. Tangan kurusnya memegang gagang pintu stainless tersebut lalu menariknya ke dalam. Perlahan pintu terbuka dan terlihat jelas siapa yang berdiri di depan Anin sekarang.“Ayah ...” gumam Anin, ia terkejut melihat lelaki paruh baya itu menemuinya. “Ada perlu apa ayah ke mari?” tanya Anin.“Aku ingin menanyakan sesuatu padamu,” jawab Tuan Besar. “Kau pernah melihatku pergi dengan seseorang bukan,” imbuhnya.Degh!Anin tercekat mendengar hal tersebut, ia tak menyangka jika ayah Harris ternyata melihat dirinya menguntit mereka. Namun Anin memilih untuk berbohong, ia bepura-pura tak mengetahui hal tersebut.“Kenapa diam saja? Jawab aku!”“Anin tak mengerti maksud ayah,” ujar Anin mulai menjalankan aktingnya. Tuan Besar itu memutar bola matanya malas, ia tahu jika Anin berbohong padanya.“Jangan bohong, katakan saja sejujurnya padaku,” titahnya. Ada penekanan di setiap k
“Mas Harris mendadak diam begini, pasti hatinya kembali sakit,” gumam Anin. Ia berniat untuk menghibur Harris lagi setelah lelaki itu keluar dari kamar mandi, Sembari menunggu Harris keluar, Anin mempersiapkan baju kerja untuknya. Pagi ini Anin akan mendadani Harris dengan pakaian serba cokelat.Tak butuh ama untuk Anin menemukan padu padan yang pas. Ia berharap lelaki yang dicintainya itu suka dengan baju pilihannya. Anin kembali lagi ke ranjangnya, ia mendengar suara shower sudah berhenti, tu artinya Harris sudah selesai mandi.“Kamu menyiapkan baju untukku, sayang?” tanya Harris.“Iya sayang, kamu tidak suka ya? Mau pakai warna lain?” ujar Anin, ia lega karena Haris melihat dan bereaksi atas baju pilihannya.“Tidak, aku suka kok. Terima kasih ya sayang,” kata Harris. Ia akan memakai apapun yang disediakan olehj perempuan yang dicintainya itu. Harris lantas beralih menuju cermin yang sangat besar, ia ingin mematsikan semua benda yang diberikan oleh Anin padanya.“Ternyata aku tampa
Tuan Setya mengembalikan kertas tersebut ke tempatnya semula. Pagi ini ia sudah memantapkan hatinya untuk memberikan sebuah pengumuman penting terkait rumah tangganya dengan sang istri. Ia pergi ke lantai bawah, ada istrinya dan Anin di meja makan.“Kamu dari kamar, Mas?” tanya sang istri. Harris yang baru masuk ke dalam rumah usai memeriksa mobilnya terkejut mendengar pertanyaan sang Ibu namun ia lebih kaget lagi ketika melihat ayahnya menganggukkan kepalanya.“Ayah sembunyi di mana? Kenapa aku tak melihatnya tadi,” batin Harris.Tuan Setya langsung duduk di kursi yang biasa ditempatinya itu, ia menyadari perubahan wajah Harris namun lelaki itu mencoba bersikap tenang. Anin merasakan ketegangan di meja makan tersebut, apalagi saat ia melihat ke arah Harris. Rasanya ada hal yang ingin dikatakn olehnya.“Mari sarapan meskipun tak ada dari kita yang mandi,” ajak Nyonya Besar itu, ia mencoba mencairkan suasana. Perempuan itu paling tak suka jika ada keributan di meja makan. Anin mencoba
Jika Harris sibuk memikirkan cara untuk menikahi Anin sedangkan ayahnya baru saja pulang dari kantor pengacara. Tekadnya sudah bulat untuk berpisah dengan istrinya. Alasannya sudah ia sampaikan pada ahli hukum tersebut.Malam ini ia akan pulang ke rumah untuk menyiapkan berkas-beras yang diperlukan. Sepanjang perjalanan pulang, Pria paruh baya itu mencari cara agar bisa mempersiapkan berkas yang dibutuhkan tanpa ketahuan oleh anggota keluarganya.Jawabannya belum berhasil ditemukan tetapi pintu gerbang rumahnya sudah terlihat . “Aku akan pikirkan lagi nanti,” katanya sembari memarkirkan mobil. Ia melirik ke arah mobil Harris yang bermasalah pagi tadi Pemilik mobil mewah tersebut sedang tidur di kamarnya. Selimut yang dipakainya tadi sudah tak lagi menempel di tubuhnya. Harris jatuh tertidur ketika memikirkan hal tersebut.Rumah mewahnya tampak sepi ketika sang Tuan Besar sampai di rumahnya. Bahkan untuk masuk ke dalam, ia harus melewati taman samping. Akses yang dibuka hanyaah pintu
Tuan Setya segera turun dari lantai dua kemudian berjalan cepat menuju pintu rumahnya. Ia membukanya lalu keluar begitu saja. Tuan Besar itu bergerak ke arah mobilnya yang terparkir di halaman depan. Mesin mobil mewah tersebut sudah menyala, tanda jika pemiliknya akan pergi. Tuan Besar sepertinya akan pergi ke suatu tempat, ia mengetikkan sebuah alamat di ponselnya dan petunjuk jalan pun mulai menuntunnya. Kendaraan roda empat tersebut mulai keluar gerbang rumahnya. Tak butuh lama baginya untuk bergabung dengan kendaraan lain menambah kemacetan jalan raya saat ini. Pria paruh baya itu meuju ke suatu arah yang tak pernah dilewatinya. Butuh waktu 1,5 jam perjalanan untuk sampai di tempat tujuannya. Jika Tuan Setya membutuhkan waktu selama itu untuk sampai ke tempat tersebut. Sebaliknya sang istri hanya memerlukan waktu selama satu jam untuk membuat makanan pengganti menu makan malam. Bahkan tanpa dibantu oleh Anin atau dua asistennya yang lain, hanya dirinya dan simbok saja. “Apa yan